bimbingan skripsi dan terjadi komunikasi antarpribadi antara mahasiswa dengan dosen pembimbingnya, mahasiswa akan menentukan sikap seperti apa yang
dibangun agar tidak merusak komunikasi antarpribadi mahasiswa dengan dosen pembimbing.
Berdasarkan kategori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa: 1.
Tahap personal adalah tahap dimana mahasiswa dan dosen pembimbing sudah saling memahami karakter dan psikologis satu sama lain. Dengan adanya
ikatan psikologis yang lebih kuat, mahasiswa maupun dosen pembimbing akan lebih terbuka dan komunikasi akan berjalan lebih efektif dibandingkan tahap
penunjukan dan masukan. 2.
Pada tahap personal dapat dilihat tingkat keakraban mahasiswa dengan pembimbing, begitu juga tingkat kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa.
Tingginya kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa pada tahap personal lebih rendah dibandingkan pada tahap masukan atau penunjukan.
IV.4 PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan peneliti, maka dapat dilakukan pembahasan mengenai kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam komunikasi
antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam proses bimbingan skripsi, sebagai berikut:
Peneliti memilih 17 informan dari 6 departemen di FISIP USU . Dari setiap informan ini, peneliti memperoleh data yang hampir sama mengenai kecemasan
dan ketidakpastian mahasiswa dalam proses bimbingan skripsi. Fenomena
Universitas Sumatera Utara
kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa ini akan dibahas berdasarkan konteks tujuan penelitian yakni komunikasi antarpribadi mahasiswa dengan dosen
pembimbing, kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa, serta faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa, sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi dosen pembimbing skripsi dan mahasiswa dalam
bimbingan skripsi. Komunikasi antarpribadi selalu berkaitan dengan diri. Jika kita
ingin melakukan komunikasi antarpribadi, kita harus bersedia membuka diri dan mengungkapkan informasi mengenai diri kita. Berbicara mengenai
diri selalu terkait dengan konsep, kesadaran, dan harga diri. Individu yang memiliki konsep diri yang positif, akan memiliki kesadaran diri yang
tinggi. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah; merasa setara dengan orang
lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak
seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubah Rakhmat, 2005: 104. Oleh sebab itu, individu dengan konsep diri yang tinggi selalu berusaha menyesuaikan
perilakunya pada orang lain, dan sebaliknya individu dengan konsep diri negatif, kesadaran dan harga diri rendah akan sulit menyesuaikan
perilakunya dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula yag dialami oleh informan, mahasiswa yang memiliki konsep diri positif berusaha menyesuaikan diri dengan karakter
dosen pembimbingnya meskipun karakter pembimbing bertolak belakang dengan karakternya, dan sebaliknya pada mahasiswa dengan kesadaran
dan harga diri rendah. Konsep, kesadaran, dan harga diri sangat mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam komunikasi antarpribadi dengan
dosen pembimbingnya. Selain karena konsep diri, perilaku individu dalam komunikasi
antarpribadi juga bergantung pada persepsi interpersonal. Bila individu memiliki persepsi negatif terhadap individu lainnya, maka individu
tersebut akan menjaga jarak dan tidak terlalu membuka diri terhadap individu yang dinilainya. Mahasiswa yang menjadi subjek penelitian juga
memberikan respon yang sama ketika mereka memiliki persepsi negatif mengenai pembimbingnya, ada kecemasan dan kekakuan dalam
melakukan interaksi komunikasi antarpribadi dengan pembimbingnya. Secara umum informasi yang konsisten dengan persepsi kita, akan
membuat persepsi tersebut sulit berubah. Mahasiswa yang memiliki persepsi negatif mengenai dosen pembimbingnya pada tahap penunjukan,
dan bila pada tahap masukan maupun tahap personal, mahasiswa menyaksikan informasi itu konsisten dengan persepsi negatifnya maka
dalam proses bimbingan skripsi mahasiswa akan sulit untuk mengubah persepsi negatifnya terhadap dosen pembimbingnya tersebut.
Pada kenyataannya persepsi individu seringkali tidak cermat. Bila individu menanggapi perilaku individu lainnya secara tidak cermat, maka
Universitas Sumatera Utara
komunikasi antarpribadi dapat berlangsung tidak efektif. Dan bila kedua pihak menanggapi perilaku satu sama lain dengan tidak cermat, maka dapt
terjadi kegagalan komunikasi communication breakdown. Adapun ciri komunikasi efektif antara lain:
a. Keterbukaan openness Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di
dalam menghadapi hubungan antarpribadi. b. Empati empathy
Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan supportiveness
Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. d. Rasa Positif positiveness
Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi
komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan equality
Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Liliweri, 1991: 13 Bila dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan ketidakpastian dalam
interaksi komunikasi antarpribadi bimbingan skripsi, maka ciri komunikasi antarpribadi yang berlangsung adalah:
1.Pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi, komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya berlawanan dengan ciri
komunikasi efektif DeVito. Saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi, keterbukaan diantara mahasiswa dan dosen pembimbing
sangat rendah. Pada tahap masukan mahasiswa akan berusaha menyesuaikan diri dengan karakter dosen pembimbing, tetapi bila suasana
Universitas Sumatera Utara
yang dirasakan menegangkan, kemudian mahasiswa merasa dosen pembimbingnya kurang semangat membimbingnya, kurang memiliki
empati akan kecemasan skripsinya, lalu terjadi perdebatan karena perbedaan pendapat, maupun tingginya evaluasi dosen kepada mahasiswa,
maka mahasiswa akan merasakan kecemasan dan ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi dengan pembimbingnya pada bimbingan
berikutnya. 2. Pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian moderat, komunikasi
antarpribadi yang berlangsung umumnya biasa saja, tidak ada kesan khusus yang diperoleh mahasiswa dalam bimbingannya. Komunikasi
dengan tingkat kecemasan moderat biasanya waktu bimbingan hanya berlansung singkat saja dan suasananya tidak menegangkan namun tidak
menyenangkan juga. 3. Pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian rendah, komunikasi yang
berlangsung umumnya efektif dimana mahasiswa merasakan dosen pembimbing membuka diri untuk membimbingnya, suasana bimbingan
juga menyenangkan, kondusif, serta mendukung berlangsungnya interaksi komunikasi yang efektif, pembimbing sangat mendukung mahasiswa
untuk berperan lebih aktif, serta adanya komunikasi horizontal antara pembimbing dengan mahasiswa. Komunikasi efektif akan menurunkan
kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa. 2.
Kecemasan berkomunikasi dan ketidakpastian mahasiswa dalam komunikasi selama bimbingan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
James McCroskey menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang pernah mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya
kecemasan itu bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal. Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi, kekuatan, dan
ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki keengganan dalam berkomunikasi. Demikian yang terjadi pada
mahasiswa yang mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi dengan pembimbing saat bimbingan skripsi.
Mahasiswa yang merasakan kecemasan dan ketidakpastian tinggi cenderung akan menghindari komunikasi antarpribadi dengan
pembimbingnya. Pada mahasiswa ekstrovert yang merasakan kecemasan yang tinggi, mahasiswa tersebut akan mencoba mencari informasi
sebanyak-banyaknya mengenai pembimbingnya dan menyesuaikan diri dengan karakter dosen pembimbingnya. Namun bagi mahasiswa introvert
yang memiliki konsep diri negatif, kecemasan dan ketidakpastiannya yang tinggi dapat membuatnya enggan berkomunikasi atau memperkecil
intensitas bimbingan skripsinya. Hal ini sesuai dengan perilaku kecemasan DeVito yang menyatakan bahwa kecemasan yang tinggi menghindari
situasi komunikasi; namun saat individu didorong untuk berpartisipasi, individu tersbut akan berkomunikasi sesedikit mungkin. Individu-individu
yang mengalami kecemasan yang tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka, mungkin karena mereka kurang berhasil dalam
membangun hubungan-hubungan interpersonal.
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa yang mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi umumnya mengalami detak jantung yang cepat,
berkeringat, wajah memerah karena malu, telapak tangan menjadi dingin saat akan maupun sedang berkomunikasi dengan pembimbingnya. Selain
itu mahasiswa yang cemas juga merasa khawatir, kurang percaya diri saat akan menemui pembimbingnya, melakukan persiapan yang berlebihan
seperti memeriksa berulang-ulang skripsinya untuk memastikan tidak ada kesalahan, mempelajari skripsinya setiap kali akan bimbingan, juga
bingung dalam menentukan cara yang tepat untuk menghubungi dosen pembimbingnya. Hal ini merupakan parameter kecemasan yang
diungkapkan Patterson dan Ritts, seperti: 1.aspek fisik seperti denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu
2.aspek tingkah laku, seperti penghindaran dan perlindungan diri 3.aspek kognitif, seperti terlalu fokus pada diri sendiri self-focus serta
timbulnya pemikiran negatif Morissan, 2010:9. Sebagian besar teori-teori komunikasi antarpribadi membahas
tentang proses dan tahap interaksi seperti teori pengurangan ketidakpastian dalam berkomunikasi membagi interaksi dalam beberapa tahap yakni
tahap awal hubungan, perkembangan hubungan, serta renggang dan putusnya hubungan. Merujuk pada teori pengurangan ketidakpastian,
peneliti membagi interaksi komunikasi antarpribadi mahasiswa dalam dosen pembimbing menjadi tahap penunjukan, tahap masukan, dan tahap
personal. Pada setiap tahapan, kecemasan dan ketidakpastian setiap
Universitas Sumatera Utara
informan berbeda-beda. Dalam setiap bimbingan skripsi mahasiswa dapat mengalami peningkatan maupun penurunan. Komunikasi antarpribadi
dapat mempengaruhi kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa, begitu pula sebaliknya kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dapat
mempengaruhi komunikasi antarpribadi yang berlangsung dalam bimbingan skripsi.
Saat akan bimbingan skripsi, mahasiswa akan membawa persepsi dan prediksinya mengenai proses komunikasi yang akan
berlangsung. Dan saat bimbingan, mahasiswa akan berusaha mengurangi ketidakpastiannya melalui komunikasi verbal, nonverbal, pencarian
informasi maupun kesamaan dengan pembimbing. Semakin banyak kesamaan dan semakin tinggi komunikasi verbal maupun nonverbal saat
bimbingan dapat mengurangi ketidakpastian mahasiswa. Namun hubungan antara komunikasi dengan ketidakpastian tidak selalu sederhana. Lack of
opportunity to communicate, secara umum akan meningkatkan level ketidakpastian. Akan tetapi, adanya peluang untuk berinteraksi belum
tentu akan mengurangi ketidakpastian. 3.
Faktor yang cenderung berpotensi menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam komunikasi antarpribadi bimbingan
skripsi dengan pembimbing. Dalam penelitian ini, faktor penyebab kecemasan dan
ketidakpastian terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah karakter personal mahasiswa itu sendiri, sedangkan faktor
Universitas Sumatera Utara
eksternal adalah yang berasal dari luar diri mahasiswa seperti karakter dosen pembimbing, suasana bimbingan, maupun budaya yang terbentuk di
lingkungan mahasiswa tersebut. Di samping itu, penyebab kecemasan dan ketidakpastian ini juga dijelaskan berdasarkan teori kecemasan
berkomunikasi yakni: a. Derajat Evaluasi
Semakin tinggi individu merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan semakin meningkat.
b. Subordinate status Saat individu merasa bahwa orang lain memiliki kemampuan
komunikasi yang lebih baik atau pengetahuan yang jauh lebih luas darinya, maka kecemasan berkomunikasi akan semakin meningkat.
c. Degree of conspicuousness Semakin menonjol seorang individu, maka kecemasan berkomunikasi
akan semakin tinggi. Inilah alasan mengapa orang yang berpidato di antara khalayak ramai, akan lebih cemas dibandingkan mereka yang
berbicara dalam sebuah kelompok kecil.
d. Degree of unpredictability Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin besar tingkat
kecemasan. e. Degree of dissimilarity
Saat individu merasakan sedikit persamaan dengan teman bicaranya, maka individu tersebut akan merasakan kecemasan berkomunikasi.
f. Prior success and failures Keberhasilan atau kegagalan individu di satu situasi dalam bimbingan
skripsi akan berpengaruh terhadap respon individu pada situasi berikutnya.
g. Lack of communication skills and experience Kurangnya kemampuan dan pengalaman mahasiswa akan menyebabkan
kecemasan berkomunikasi, terutama jika mahasiswa tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.DeVito, 2001:81-82
Universitas Sumatera Utara
Dari faktor penyebab kecemasan ini, kecemasan dan ketidakpastian yang paling sering dialami mahasiswa disebabkan oleh derajat evaluasi,
tingkat ketidakpastian tinggi, tingkat kesamaan yang rendah, serta kurangnya kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi.
Dan bila dilihat dari aksioma Berger dan Calabrese, ketidakpastian pada mahasiswa umumnya terjadi karena sedikitnya waktu komunikasi
yang tersedia untuk bimbingan. Ketidakpastian pada mahasiswa umumnya meningkat karena rendahnya keakraban komunikasi serta kesamaan
mahasiswa dengan dosen pembimbing dan tingginya resiprositas mahasiswa terhadap perilaku dosen pembimbing.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan