4.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagai salah satu jangkar pangaman perekonomian daerah, harus dijaga keseimbangannya antara tujuan untuk
mengamankan kesinambungan fiskal dengan tujuan untuk mendorong perekonomian. Peranan APBD tersebut hingga saat ini masih dalam batas rambu-rambu yang
menjamin kesinambungan fiskal, sedangkan stimulus ekonomi yang terbesar tetap diandalkan dari masyarakat dan dunia usaha untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat.
Pada tahun 1986, pengeluaran pemerintah di kota Tebing Tinggi adalah sebesar Rp. 1.6 milyar dengan tingkat pertumbuhan sebesar 38.6 pertahun. Pada
tahun ini, pengeluaran rutin pemerintah sebesar Rp. 1.4 milyar, dengan kontribusi terbesarnya adalah dari sektor belanja pegawai sebesar Rp.686.651 juta. Sedangkan
pengeluaran pemerintah di tahun ini adalah sebesar Rp.186.267 juta, dengan kontribusi terbesar dari pengeluaran untuk pemberiaan subsidi pembangunan, yaitu
sebesar Rp. 84.744 juta. Besar pengeluaran ini diikuti dengan besarnya penerimaan pajak daerah di
kota Tebing Tinggi pada tahun 1986, dimana hal ini sebagai akibat dari peralihan struktur penerimaan dalam negeri kepada penerimaan pajak pada tahun 1986 tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1994, pertumbuhan pengeluaran pemerintah di kota Tebing Tinggi relatif menurun. Hal ini sebagai akibat dari adanya gangguan kondisi ekonomi yang
dialami Indonesia pada saat itu. Desentralisasi fiskal yang mulai efektif per 1 Januari 2001 tidak serta merta mengubah perilaku pemerintah daerah pemda dalam
menetapkan proporsi pengeluaran pemerintah. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2001, persentase kenaikan pengeluaran pemerintah daerah di kota Tebing Tinggi
mengalami kenaikan lebih dari 100. Kenaikan ini sesuai dengan kenaikan yang terjadi pada sektor penerimaan pajak daerah setelah diberlakukannya otonomi daerah.
Keterkaitan kenaikan ini mengindikasikan bahwa penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah di kota ini memiliki hubungan kausalitas.
Gambar : 8. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun 1983-2007 juta rupiah
-60 -40
-20 20
40 60
80 100
120 140
160
1983 1985
1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007
Tahun P
e n
g e
luara n P
e m
e rin
tah Kota
Te bin
g Ti
ng g
i Tin
ggi Ju
ta ru
pia h
Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah juta rupiah
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.
Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah
Kota Tebing Tinggi
1983-2007
Tahun Pengeluaran
Pemerintah juta rupiah
Pertumbuhan Pengeluaran
Pemerintah 1983
1.627.530
67.7 1984
1.842.300
13.2 1985
1.177.802
-36.1 1986
1.632.560
38.6 1987
2.425.415
48.6 1988
3.007.427
23.9 1989
3.989.683
32.7 1990
4.039.272
1.2 1991
6.264.197
55.1 1992
7.038.520
12.4 1993
9.186.576
30.5 1994
9.098.623
-0.9 1995
14.862.948
63.4 1996
16.910.551
13.7 1997
19.808.993
17.1 1998
21.805.438
10.1 1999
27.802.310
27.5 2000
30.713.030
10.5 2001
74.587.075
142.8 2002
115.741.539
55.2 2003
161.702.368
39.7 2004
155.916.713
-3.6 2005
152.911.344
-1.9 2006
197.461.526
29.1 2007
292.630.520
48.2 Sumber: BPS Sumatera Utara, data diolah.
Universitas Sumatera Utara
Bila dilihat dari segi pengeluaran pembangunan pemerintah di kota Tebing Tinggi ini, terlihat bahwa sampai dengan tahun 2006, rata-rata proporsi belanja
pembangunan daerah adalah sebesar 75.74 . Dibanding dengan periode sebelum desentralisasi tahun 1998 – 2000, rata-rata belanja ini mengalami kenaikan sebesar
± 51.49 . Rata-rata belanja dalam periode sebelum desentralisasi sebesar 24.25. Hal ini berakibat pula pada kenaikan kontribusi PAD yang cukup besar pula, yaitu
dari 32.14 sebelum desentralisasi menjadi hanya 67.85 naik ± 35.71. Tabel 6.
Perubahan Persentase Kontribusi Pengeluaran Pembangunan Pemerintah dan Pendapatan Asli Daerah PAD Sebelum dan Setelah Desentralisasi
1985-2006 Uraian Persentase
Sebelum Desentralisasi
Persentase Sesudah Desentralisasi
Peng.Pemerintah 75.999.813 237.297.673 24.25
75.74 Pendapatan Asli Daerah
PAD 21.097.449 44.543.212
32.14 67.85
Sumber: BPS Sumatera Utara data diolah
Hal ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan Desentralisasi Otonomi Daerah di kota Tebing Tinggi berhasil dilaksanakan. Meskipun demikian, besarnya
penurunan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pemda. Beberapa kejadian penting yang memberikan andil turunnya belanja pembangunan
Brodjonegoro dan Vasques, 2002:
Universitas Sumatera Utara
Adanya mutasi pegawai pemerintah pusat ke daerah yang berlangsung sangat
drastis. Banyak pemda yang mengeluh dikarenakan menerima limpahan pegawai lebih dari yang dibutuhkan.
Adanya perintah dari pemerintah pusat agar pemda menaikkan gaji pegawai
negeri sipil per 1 Januari 2001 Akibatnya, belanja pemda lebih banyak tersedot untuk belanja rutin belanja
gaji pegawai naik secara tajam. Produktifitas belanja ini sangat kecil, terlebih lagi bagi pemda-pemda yang menerima pegawai lebih dari yang diinginkan.
Apabila data tahun 2001 tidak turut diperhitungkan, tampak bahwa sebenarnya pemda mempunyai inisiatif yang cukup tinggi untuk meningkatkan
kualitas layanan publik. Rata-rata belanja pembangunan lebih besar, yaitu sebesar 28,34 dengan belanja terbesar 66,56 dan terkecil hanya 7,37 . Walaupun
demikian, naiknya porsi belanja pembangunan ini tidak diikuti dengan naiknya PAD. Rata-rata PAD setelah 3 tahun pelaksanaan desentralisasi justru lebih kecil daripada
era sebelumnya, yaitu hanya sebesar 9,51 rata-rata sebelum desentralisasi mencapai 12,27 . Realitas ini memberikan beberapa indikasi dugaan, antara lain :
Masih tingginya penerimaan transfer dana dari pusat. Prosentase kenaikan
PAD tidak lebih besar daripada prosentase penerimaan dari transfer. Kenyataan ini menunjukkan masih tinggi ketergantungan sebagian besar
pemda pada dana dari pusat ini. Riset Abdullah dan Halim 2004
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya kecenderungan ini, belanja daerah sangat dipengaruhi oleh penerimaan DAU.
Tingginya transfer dana dari pusat justru menyebabkan rendahnya inisiatif
pemda untuk meningkatkan PAD.
Agresifitas pemda dalam melaksanakan pembangunan tidak dapat secara langsung dirasakan dampaknya. Penerimaan PAD tidak merefleksikan
sepenuhnya dampak pembangunan yang dilakukan.
4.4. Hasil Uji Akar- akar Unit Unit Root Test dan Derajat Integrasi