BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penelitian terhadap pola atau arah hubungan kausalitas antara tingkat Penerimaan pajak dan Pengeluaran pemerintah mendapatkan perhatian yang besar
pada dekade sekarang ini. Pemahaman terhadap hubungan kausalitas tersebut, selain dapat mengidentifikasi hubungan antar variabel juga dapat memberikan sumbangan
untuk memahami dengan lebih baik terhadap konsekuensi adanya defisit yang besar dan implikasi kebijakan yang diambil terhadap kebijakan tersebut. Hubungan
kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah memiliki arti khusus bagi negara–negara berkembang dalam membuat keputusan anggaran belanja.
Kebijakan fiskal diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara yang berupa tindakan memperbesar atau
mamperkecil jumlah pungutan pajak, atau memperbesar atau memperkecil jumlah pengeluaran pemerintah. Instrumen yang penting dalam mempengaruhi kebijakan
fiskal adalah pajak dan pengeluaran pemerintah Reksoprayitno, 1985; 76
Kebijakan ini dibuat untuk mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain bahwa pemerintah berusaha mengarahkan jalannya
perekonomian menuju pada kondisi yang lebih baik. Menurut DeLoughy 1999:44, penerimaan dan pengeluaran pemerintah dapat saling mempengaruhi dengan cara
sebagai berikut: Pertama, perubahan penerimaan pemerintah menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
perubahan pengeluaran pemerintah artinya bahwa dengan meningkatnya penerimaan pemerintah menyebabkan pengeluaran yang besar. Kedua, perubahan pengeluaran
pemerintah menyebabkan perubahan penerimaan pemerintah artinya bahwa dengan meningkatnya pengeluaran menyebabkan penerimaan yang besar sehingga mampu
mengatasi defisit anggaran pemerintah. Ketiga, perubahan penerimaan dan pengeluaran pemerintah dapat saling mempengaruhi melalui pengaruh timbal balik
feedback, artinya bahwa tingkat pengeluaran yang tinggi disebabkan oleh tingkat penerimaan yang tinggi, demikian sebaliknya. Menurut hasil penelitiannya yang
berhubungan dengan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah dengan studi kasus Connecticut ini, menemukan adanya kausalitas dua arah
feedback antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah pada lag jangka pendek, sebaliknya pada lag jangka panjang tidak terjadi kausalitas antara
penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah. Sementara itu melalui uji Sims dan model vector autoregressive VAR menemukan adanya kausalitas satu arah antara
penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah, yaitu perubahan penerimaan pajak mendorong perubahan pengeluaran pemerintah.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng 1999, tentang Hubungan Kausalitas Antara Pajak dan Pengeluaran pemerintah di delapan negara
Amerika Latin. Penelitiannya menemukan adanya kausalitas dua arah feedback di negara Chile, Panama, Brazil dan Peru. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
pajak dan pengeluaran pemerintah saling mempengaruhi. Sedangkan di negara Columbia, Republik Dominican, Honduras dan Paraguay terjadi kausalitas satu arah,
Universitas Sumatera Utara
yakni peningkatan penerimaan pajak akan mempengaruhi peningkatan pengeluaran pemerintah.
Sedangkan menurut Narayan 2005: 148, jika pengeluaran pemerintah
menyebabkan penerimaan pemerintah, berarti perilaku pemerintah dimulai dari kegiatan pengeluaran, kemudian untuk pembayarannya pemerintah akan menaikkan
pajak. Kebijakan menaikkan pajak ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi pada masa yang akan datang.
Secara umum, pajak mempunyai peran utama sebagai salah satu penerimaan pemerintah. Fungsi pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah dinamakan
fungsi budgetter atau fungsi fiskal. Selain itu, pungutan pajak juga dapat digunakan untuk fungsi mengatur. Fungsi ini menjelaskan bahwa pemerintah dapat
menggunakan instrumen pajak sebagai alat untuk menetralisir keadaan terutama pada bidang sosial dan ekonomi.
Penerimaan perpajakan sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti perkembangan ekonomi makro dan faktor
internal seperti kebijakan dari bidang perpajakan. Pengaruh faktor eksternal terhadap penerimaan pajak dapat dilihat pada pertumbuhan ekonomi yang merupakan
persentase kenaikan PDB dalam nilai riil tahun itu dibanding tahun sebelumnya. Jika pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, penerimaan pajak juga akan
mengalami penurunan. Selain itu tingkat inflasi juga dapat mempengaruhi penerimaan pajak. Dalam periode waktu tertentu, tingkat inflasi yang tidak terlalu
tinggi dan dapat disesuaikan dapat berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak.
Universitas Sumatera Utara
Faktor internal yang mempengaruhi pajak berupa kebijakan dalam menentukan dasar pengenaan pajak tax base atau objek pajak. Jika dasar pengenaan
pajak dan objek pajak dapat diperluas berdasarkan undang–undang maka hal ini berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Selain itu kebijakan penerapan tarif
pajak yang tidak sesuai dapat berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak. Sejak diberlakukannya reformasi dibidang perpajakan tahun 1983, peranan pajak dalam
memperbesar penerimaan pemerintah menjadi semakin penting. Dalam tahun anggaran 1983 realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp. 150.392.100 atau sekitar
9.25 dari keseluruhan penerimaan daerah dan sebesar 14.77 dari total PAD di Kota Tebing Tinggi. Sedangkan pada tahun anggaran 1984 jumlah penerimaan pajak
daerah sebesar Rp.155.699.700 atau sekitar 8.4 dari keseluruhan pendapatan daerah dan 13.8 dari total PAD di kota Tebing tinggi.
Masih rendahnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD dalam struktur penerimaan daerah disebabkan juga oleh belum intensifnya pemungutan pajak di
daerah. Ini membuktikan bahwa penarikan pajak di daerah khususnya daerah tingkat II masih rendah.
Berbagai upaya intensifikasi pemungutan pajak dan objek pajak telah berhasil meningkatkan penerimaan perpajakan pajak daerah yang dalam tahun 1995 menjadi
Rp. 731.170.000 atau sekitar 4.8 dari keseluruhan penerimaan daerah atau sekitar 41.2 dari total PAD di kota Tebing tinggi. Ketika krisis terjadi penerimaan pajak
daerah di kota Tebing Tinggi tahun anggaran 1998 sebesar Rp. 782.071.000 atau sebesar 34.6 dari total PAD di kota Tebing tinggi. Dan pada tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
penerimaan pajak meningkat menjadi Rp. 3.810.052.030 atau sekitar 41.3dari total PAD. Hingga tahun 2007 kontribusi penerimaan pajak daerah di kota Tebing Tinggi
terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka 44.9 dari total PAD dan sebesar 1.69 dari total penerimaan atau pendapatan daerah di kota Tebing Tinggi.
Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Dearah, pasal 5 yang menyatakan bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Dengan demikian, pemungutan semua
penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua pengeluaran daerah dalam
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD, sehingga APBD menjadi
dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Mardiasmo: 2002; 177
Sebagaimana lazimnya dikenal dalam konsep dan praktik manajemen umum, dalam penganggaran daerah juga terdapat revisi anggaran atau biasa dikenal dengan
Perubahan Anggaran Tahunan PAT. Sebagaimana dalam pasal 183 ayat 1 sampai 3 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang berisi tentang Perubahan APBD, perubahan
APBD dapat dilakukan apabila terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, dan keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. Sony Yuwono: 2005; 291. Belanja aparatur daerah di kota Tebing Tinggi tahun 2006 sebesar 54.9 dari
total Belanja pengeluaran pemerintah atau sebesar 108.554,09 juta rupiah. Sementara Belanja Pelayanan publik di kota Tebing Tinggi tahun 2006 sebesar
82.434,41 juta rupiah atau sebesar 41.7. Dan untuk tahun 2007 Belanja tidak langsung sebesar 106.780,88 juta rupiah atau sekitar 36.5 dari total Belanja daerah
dan untuk belanja langsung mengalami kenaikan sampai 63. Berarti untuk tahun 2007 belanja langsung mengalami kenaikan sampai 63 dari total belanja
pengeluaran pemerintah daerah di kota Tebing Tinggi. Identifikasi hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran
pemerintah memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai kebijakan yang berbeda dapat membantu dalam mengontrol pertumbuhan anggaran pemerintah
Narayan, 2005. Jika kausalitas berasal dari tingkat penerimaan pajak, maka
penurunan pajak untuk mengurangi tingkat defisit akan menyebabkan pengeluaran pemerintah yang cenderung meningkat. Sebaliknya, jika kausalitas berasal dari
tingkat pengeluaran pemerintah, maka peningkatan pajak akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk membahas lebih lanjut mengenai hubungan diantara kedua masalah terkait
tersebut dengan mengangkat judul “Analisis Kausalitas Penerimaan Pajak Dan Pengeluaran Pemerintah di Kota Tebing Tinggi dengan Metode Granger
Causality “.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah