41 kurang mendukung menjadi sistem nilai, sikap mental, dan kebiasaan yang
responsif terhadap perubahan lingkungan. 3.
Kebijakan berupa program yang memberi akses yang sama kepada semua lapisan masyarakat untuk mengakses faktor-faktor produksi seperti modal,
informasi dan pasar.
3
C. Desa Pakraman Eka Cita Penyalin, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan
Desa Pakraman Eka Cita Penyalin terletak di ujung pintu masuk Kecamatan Kerambitan yang berbatasan langsung dengan Kota Tabanan, sehingga
akses menuju kota tidak begitu jauh, ditempuh hanya dalam 10 menit. Desa Pakraman Eka Cita Penyalin hanya terdiri 1 banjar adat berbatasan dengan Desa
Pakraman Kutuh Kelod di bagian utara, Desa Pakraman Slingsing di selatan, di timur Sungai Yeh Nu dan barat Sungai Yeh Nusa. Berada di jalur jalan propinsi
Bali yakni Denpasar- Gilimanuk namun sangat mudah terjangkau kendaraan dan transportasi umum. Desa Pakraman ini masuk wilayah Perbekelan Samsam.
Desa Pakraman Eka Cita Penyalin merupakan kategori desa kecil dengan 1 satu banjar adat dan terdiri dari jumlah total 55 krama adat yaitu krama pengarep
dan pengampel di luar desa dan luar Bali. Secara umum krama adalah PNS, pengusaha, wirawaswasta dan petani yang memiliki tanah pertanian sendiri. Tidak
ada tanah adat baik PKD, tanah pelaba pura, tanah ayahan desa. Tanah hunian tempat tinggal adalah merupakan tanah milik, tanah untuk lokasi pura adalah tanah
negara yang dimohon di era tahun 2001 dan karena itulah Kahyangan Tiga :
3
http:datin.menlh.go.idassetsberkasSLHD_2010Buleleng-buku-SLHD-laporan.pdf, diakses hari jumat, tanggal 03 juli 2015, hal.II-13
– II-15
42 Puseh, Dalem, Bale Agung terletak dilokasi yang sama. Pembangunan fisik untuk
ketiga pura tersebut telah rampung dan dalam pelaksanaannya kegiatan pembangunan pura kahyangan tiga tersebut dilakukan bertahap tidak sekaligus.
Biaya pembangunan pura ini seluruhnya didanai dari kas desa pakraman yang terdiri dari dana bantuan yang didapat dari pembinaan desa adat setiap tahunnya,
pengajuan proposal bantuan ke Departemen Agama serta Dinas Kebudayaan yang dilaksanakan oleh prajuru dan salah satu krama yang berdinas di Pemda Tabanan.
Dana kas adat juga didapat dari kebakatan denda bagi krama yang tidak melaksanakan kewajiban ngayah sesuai ketentuan, dan dana yang dihimpun tiap
tahun dari pengampel yang tidak melaksanakan ayahan karena berada di luar desa adat baik di Denpasar dan luar Bali. Untuk pembangunan fisiknya sendiri tidak
dikenakan papeson lagi berupa iuran pembangunan pura tetapi untuk upakara pemelaspasan, dan piodalan krama kena papeson banten dan ngayah sesuai waktu
yang telah ditentukan. Kegiatan Suka Duka dilaksanakan dengan tetap mengutamakan konsep
tolong menolong metulungan diantara krama, yang punya kerja biasa nunas karya meminta bantuan kerja pada adat yang maksimal krama tedun 3 kali saja
dalam tiap pelaksanaan karya tersebut. Pembatasan ini dianggap cukup dan sebagai jalan tengah agar tetap ada keseimbangan untuk karma agar dapat juga
melaksanakan pekerjaannya. Biasanya yang punya kerja sendiri telah membeli banten sesuai kemampuan sementara krama adat yang ikut metulungan membantu
persiapan upakara lain seperti melakukan pakeling ke pura-pura dan juga bantuan tenaga fisik sesuai kebutuhan pelaksanaan upacara tersebut. Tidak ada program
43 upacara secara massal karena memang anggota desa pakraman sendiri berjumlah
sedikit. Kondisi Krama Desa Pakraman Eka Cita Penyalin sendiri terbilang cukup