Desa Pakraman dan kemiskinan.

19 adat desa adatdesa pakraman di Bali berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan .

2.2. Desa Pakraman dan kemiskinan.

Kemiskinan diartikan sebagai “ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran”. BPS Provinsi Bali, 2013:5. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulanm di bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Non Makanan GKNM. Garis Kemiskinan Makanan GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minuman dan makanan yang disetarakan denggan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang- kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll. Garis Kemiskinan Non Makanan GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan Ibid, :11. Kriteria miskin menurut standar BPS, terakhir dimodifikasi tanggal 25 Agustus 2014 adalah sebagai berikut:: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanahbambukayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu rumbia kayu berkualitas rendahtembok tanpa diplester. 20 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur mata air tidak terlindung sungai air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar arang minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging susu ayam dalam satu kali seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah tidak tamat SD tamat SD. 14. Tidak memiliki tabungan barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. 1 Apa yang dikemukakan di atas merupakan konsep-konsep yang berkaitan dengan kemiskinan di negara kita yang dirancang oleh BPS untuk lebih memudahkan dalam mengukur persoalan kemiskinan di masyarakat walaupun tampknya semua itu hanya merupakan konsumsi untuk pemerintahan saja. Dalam kehidupan masyarakat secara riil konsep-konsep tersebut tidak pernah dikenal ataupun dimengerti secara baik. Dalam kehidupan masyarakat umumnya kemiskinan dilihat secagai fenomena dimana warga masyarakat tidak mampu 1 http:skpd.batamkota.go.idsosialpersyaratan-perizinan14-kriteria-miskin- menurut-standar-bp 21 memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak sebagaimana warga pada umumnya, terutama sekali yang berhubungan dengan aspek sandang dan pangannya. Jadi apabila warga tidak memiliki rumah yang layak serta tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimalnya secara layak maka dia dipandang sebagai penduduk yang miskin. Kelayakan itu tampaknya sangat kualitatif namun dapat dirasakan adanya oleh warga masyarakat secara keseluruhan. Bagaimanakah halnya bila persoalan kemiskinan ini dihubungkan dengan desa pakraman khsusnya di Bali? Apabila diperhatikan secara cermat mengenai keberadaan warga dari desa pakraman di Bali maka dapat dilihat bahwa desa-desa yang relatif tua dalam pengertian yang sudah ada sejak dulu kala, terutama desa-desa yang terbentuk atas dasar kehendak bersama melalui proses perabasan hutan yang diikuti dengan pembagian lahan untuk tempat tinggal dan pertanian, yang sekarang lazim dikenal dengan Tanah Pekarangan Desa untuk tempat tinggal dan Tanah Ayahan Desa untuk pertanian tampaknya tidak dijumpai persoalan kemiskinan karena setiap warga mendapat pembagian tanah yang setara sesuai posisinya di masyarakat. Namun dalam perkembangannya sekarang tanah-tanah tersebut dibebani dengan pajak oleh nagara yang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan PBB, sehingga tidak bisa tidak hal itu akan menambah beban bagi masyarakat khususnya yang ada di pedesaan. Dengan kata lain PBB berkontribusi pula dalam peningkatan kemiskinan tersebut. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena warga masyarakat yang mendapatkan tanah-tanah desa tersebut telah dibebani dengan kewajiban-kewajiban terhadap desanya baik dalam kerangka pembangunan dalam 22 desa maupun dalam hubungannya dengan pemenuhan biaya-biaya untuk penyelenggaraan upacara di pura-pura milik desa. Beban ini relatif besar dilihat dari ukuran kemampuan masyarakat yang sekarang ditambah lagi dengan beban pajak oleh Negara. Desa-desa pakraman tentunya tidak mungkin untuk meningkatkan taraf hidup dari warganya, dan ini berarti kesemuamya itu dikembalikan kepada warga secara individual. Memang untuk keperluan seperti itu akan sangat baik apabila desa pakraman dapat mendorong warganya agar dapat mengupayakan sendiri untuk pemenuhan dari segala kewajibannya itu, dan untuk itu diperlukann ide-ide yang kreatif dan entrepreneur. Dalam perkembangan sekarang ini dapat dilihat bahwa ide-ide seperti itu telah terwujud dalam bentuk LPD Lembaga Perkreditan Desa yang merupakan lembaga akeuangan non bank yang dikelola oleh Desa Pakraman untuk membantu warga dalam usaha-usahanya mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keberadaan dari LPD ini untuk beberapa tempat tampaknya berhasil bahkan sangat berhasil dalam menjalankan usahanya itu sehingga warga tidak terbebani oleh kewajiban-kewajiban untuk keperluan upacara ataupun pembangunan yang dilaksanakan oleh desa, karena segala biaya tersebut ditanggung oleh LPD mdari hasil usahanya itu. Namun di beberapa tempat lainnya kelihatan pula usaha LPD ini kurang berhasil bahkan bermasalah, sehingga sudah tentu tidak dapat membantu warganya dalam pemenuhan kewajibannya. Tidak tertutup pula kemungkinan bahwa desa pakaraman telah melakukan upaya upaya tertentu untuk meringankan beban warganya, terutama yang 23 berkategori miskin dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik terhadap desa maupun juga terhadap leluhurnya sebagai kewajiban keagamaan mereka. Untuk itulah penelitian ini tampaknya sangat relevan untuk dilaksanakan. 24 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sifat penelitian