25 dilakukan  setelah  melakukan  penjajagan  lapangan.  Melalui  penjajagan  lapangan
dapatlah  ditetapkan  beberapa  desa  pakraman  sebagai  sample  diantaranya  adalah  : Desa  Manikliyu    Kecamatan  Kintamani  Kabupaten  Bangli,  Desa  Pakraman
Pancasari,  Kecamatan  Sukasada,  Kabupaten  Buleleng,  Desa  Pakraman  Eka  Cita Penyalin Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Desa Pakraman Angantelu
Kecamatan  Manggis,  Kabupaten  Karangasem,  Desa  Pakraman  Padang  Tegal, Kecamatan  Ubud,  Kabupaten  Gianyar,  Kelurahan  Penatih,  Denpasar  Timur  Kota
Denpasar.
3.3. Jenis dan sumber data
Jenis data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder. Data  primer  sebagai  data  asli  artinya  yang  diperoleh  langsung  dari  sumber  data
yang  pertama,  diperoleh  dari  para  prajuru  desa  pakraman  yang  bertugas menyelenggarakan  kehidupan  desa  pakraman  itu  sendiri,  termasuk  juga  mereka-
mereka  warga  yang  tergolong  sebagai  warga  miskin.  Data  primer  juga dikumpulkan  dari  pejabat-pejabat  pemerintahan  yang  bergerak  dibidang
pengentasan  kemiskinan  dalam  rangka  mengetahui  sejauh  mana  perangkat pemerintahan  melibatkan  desa  pakraman  dalam  upaya  pengentasan  kemiskinan
tersebut.  Data  skunder  sebagai  data  dari  sumber  kedua  dikumpulkan  melalui bahan-bahan tertulis berkaitan dengan berita, laporan dan sebagainya dalam upaya
pengentasan kemiskinan tersebut.
3.4. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan  data  lapangan  data  primer  dikumpulkan  dengan menggunakan  teknik  wawancara  berstruktur  dengan  pedoman  wawancara  yang
26 dilakukan oleh tim peneliti sendiri dengan beberapa petugas lapangan. Sedangkan
pengumpulan data skunder yang bersumber dari bahan-bahan tertulis dikumpulkan dengan teknik dokumen  yaitu dengan mengutip, menyadur dan meringkas bahan-
bahan terkait yang ada.
3.5.  Teknik pengolahan dan analisis data
Pengolahan  data  dilakukan  secara  kualitatif  yang  mengutamakan  isi  dari data  yang  diperoleh,  tidak  melihat  jumlah  informasi  yang  ada.  Analisisnya  juga
dilakukan  secara  kualitatif  dengan  dilengkapi  dengan  analisis  situasional,  yaitu dengan melihat situasi yang ada disekitar permasalahan yang diteliti Velsen, 1969
: 169 .
27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi singkat tentang kemiskinan di Provinsi Bali.
Dari Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Bali BPS, 2015 : 1 dapat dilihat mengenai  tingkat  kemiskinan  di  Bali  per  Maret  2013,  yaitu  bahwa  persentase
penduduk  miskin  di  Bali  pada  Maret  2013  sedikit  berkurang  jika  dibandingkan dengan  Maret  2012.  Tingkat  kemiskinan  per  Maret  2013  mencapai  3,96  persen,
turun 0,23 persen dibandingkan denggan kondisi Maret 2012 yang mencapai 4,18 persen.  Jumlah  penduduk  miskin  pada  bulan  Maret  2013  mencapai  162,51  ribu
orang,  dengan  komposisi  96,35  ribu  orang  di  daerah  perkotaan  dan  66,17  ribu orang  di  daerah  perdesaan.  Garis  kemiskinan  Bali  pada  Maret  2013  mengalami
peningkatan    sebesar  8,94  persen,  dari  Rp.  240.997.00  pada  Maret  2012  menjadi 272.349.00  pada  Maret  2013.  Daerah  perkotaan  mengalami  peningkatan  garis
kemiskinan sebesar 8,18 persen sedangkan di daerah perdesaan 10,25 persen. Dalam  perkembangan  selanjutnya  data  yang  dikemukakan  di  atas
mengalami  revisi  sebagai  hasil  dari  backcasting  oleh  BPS  dimana  angka kemiskinan  penduduk  miskin  untuk  daerah  perkotaan  per  Maret  2013  menjadi
94.79  ribu  jiwa,  sedangkan  untuk  daerah  perdesaan  menjadi  65,1  ribu  orang. Jumlah  keseluruhan  kota  dan  desa  menjadi  159.89  ribu.  Dengan  demikian
persentase  dari  angka  kemiskinan tersebut  juga  mengalami  revisi  yaitu  per  Maret 2013  persentase  penduduk  miskin  di  daerah  perkotaan  mencapai  3.90  persen
sedangkan  untuk  perdesaan  4.04  persen  dan  secara  keseluruhan  mencapai  3,95 persen. Selanjutnya data pada Maret 2014 menunjukkan jumlah penduduk miskin
28 di daerah perkotaan sejumlah 99.90 ribu jiwa dan di daerah perdesaan 85.30 ribu,
sehingga keseluruhan berjumlah 185.20 ribu jiwa. Persentasenya adalah untuk kota 4.01  persen  dan  untuk  desa  5.34  persen  dan  keseluruhan  4.53  persen.  Data  pada
September  2014  menunjukkan  peningkatan  jumlah  penduduk  miskin  untuk  kota 109.20 ribu jiwa dan untuk desa 86.76 ribu sehingga keseluruhannya adalah 196.95
ribu. Untuk persentasenya kelihatan untuk kota sebesar 4.35 persen dan untuk desa sebesar  5.39  persen  dan  secara  keseluruhan  sebesar  4.76  persen.BPS  Provinsi
Bali,  2015  :  1,  selanjutnya  lihat  lampiran.  Apabila  diperhatikan  angka-angka tersebut  diatas  tampak  bahwa  pada  tahun  2014  terjadi  peningkatan  angka
kemiskinan di Bali, namun pada Maret 2015 kembali terjadi penurunan penduduk miskin  menjadi  4.74  persen.  Walau  demikian  Gubernur  Mangku  Pastika
menyatakan  belum  puas  terhadap  penurunan  angka  kemiskinan  tersebut  dan berambisi  biar  melebihi  Jakarta  dan  membawa  Bali  bebas  dari  kemiskinan  Nusa
Bali 26 September 2015 : 3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengentaskan
kemiskinan  di  Bali  sudah  tersusun  dalam  program-program  seperti  bedah  rumah, Simantri  dan  Gerbangsadu  serta  untuk  meningkatkan  kesehatan  masyarakat
disusun  dalam  program  JKBM  Jaminan  Kesehatan  Bali  Mandara  yang merupakan  program  unggulan  dari  Gubernur  Mangku  Pastika.  Program-program
tersebut dalam pelaksanaannya ditangani oleh berbagai instansi yang terkait seperti Dinas Kesehatan terkait dengan JKBM, Dinas Pertanian terkait dengan program
Simantri dan juga Dinas Sosial yang mengunggulkan program bedah rumah, dan Kelompok Usaha Bersama KUBE.Dinas Sosial melaksanakan program-program
29 penanggulangan kemiskinan diantaranya : bedah rumah, kelompok usaha bersama
KUBE  yang  dibina  dan  dievaluasi  setiap  tahun  oleh  Dinas  Sosial.  Selama  ini pemberdayaan  usaha  bersama  melalui  KUBE  tersebut  didasarkan  atas  potensi
masing-masing  desa,  sehingga  diharapkan  taraf  kehidupan  masyarakat  setempat dapat meningkat. Nilai yang diutamakan adalah gotong-royong dan kebersamaan.
Harapannya  tidak  saja  pembangunan  fisik  berupa  rumah  yang  lebih  layak  tetapi juga taraf kehidupan masyarakat miskin meningkat secara berkesinambungan.
Penanggulangan  kemiskinan  yang  diprogramkan  oleh  dinas  sosial dilakukan  melalui  kordinasi  dan  pendataan  dari  tingkat  bawah  yaitu  :  mulai  dari
dinas sosial kabupaten yang mendata KK miskin di desa-desa dinas yang dihimpun datanya  oleh  kecamatan.  Selama  ini  apabila  ada  pendataan  KK  miskin  dilakukan
oleh  desa  dinas,  karena  pembiayaan  untuk  program  tersebut  melului  APBD, sehingga  dinas  sosial  secara  kordinatif  melakukan  kerjasama  pendataan
kemiskinan melalui desa dinas. Pandangan  mengenai  pengentasan  kemiskinan  selama  ini  sudah  berjalan
sebagaimana  mestinya  dan  program-program  yang  menjadi  unggulan  dinas  sosial telah  terealisasikan  dengan  baik.  Tetapi  selama  ini  kendala  yang  dihadapi  adalah
terbentur pada lahan untuk mendirikan bangunan, karena tidak semua KK miskin yang didata untuk bedah rumah memiliki sendiri lahannya sehingga dalam situasi
yang demikian dinas sosial kesulitan untuk merealisasikan program tersebut sesuai sasaran.
Adapun  hasil  pelaksanaan  program  bedah  rumah  dari  tahun  2010  hingga tahun 2014 telah dapat dilakukan bedah rumah sebanyak 7,584 buah rumah untuk
30 Provinsi Bali, dengan sebaran : untuk Kabupaten Jembrana : 685 buah, Kabupaten
Tabanan : 898 buah, Kabupaten Badung: 221 buah, Kabupaten Gianyar : 720 buah, Kabupaten  Klungkung  703  buah,  Kabupaten  Bangli:  749  buah,  Kabupaten
Karangasem : 1.133 buah, Kabupaten Buleleng: 2.436 buah dan Kota Denpasar: 39 buah. Rincian lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran.
Dari  apa  yang  dikemukakan  di  atas  tampak  bahwa  upaya  pengentasan kemiskinan  di  Provinsi  Bali  telah  diupayakan  secara  terus  menerus,  namun
tampaknya  kemiskinan  tersebut  belum  dapat  dihilangkan  sama  sekali.  Tentunya berbagai  kendala  dijumpai  dalam  pelaksanaan  program  pemereintah  untuk
mengentaskan  kemiskinan  tersebut  diantaranya  dana  yang  terbatas,  kondisi lapangan yang belum memungkinkan tidak dimilikinya lahan untuk bedah rumah
bagi warga tertentu  dan lain sebagainya. Pada  bagian  lain  dapat  dilihat  pula  bahwa  pelaksanaan  program  untuk
mengentaskan kemiskinan tersebut lebih banyak melibatkan desa dinas karena desa dinas  dipandang  sebagai  bagian  dari  pemerintahan  di  tingkat  bawah  yang  secara
administrasi berada dalam koordinasi dari pemerintah. Tidak ada tanda-tanda atau informasi  yang  menegaskan  secara  jelas  tentang  keterlibatan  desa  adat  desa
pakraman dalam pelaksanaan program pemerintah tersebut. Dengan kata lain desa pakraman di Bali seakan-akan berada di luar garis kegiatan dari pemerintah dalam
upaya untuk mengentaskan kemiskinan tersebut. Dalam  realitanya  dapat  disimak  lebih  jauh  mengenai  apa  yang  telah
dikerjakan  oleh  desa  adat  desa  pakraman  dalam  turut  serta  mengupayakan
31 pengentasan  kemiskinan  tersebut  sebagai  upaya  yang  mandiri  di  luar  gerak
pemerintahan. Berikut ini dapat dikemukakan data tentang hal itu.
4.2. Desa Pakraman dan pengentasan kemiskinan 4.2.1. Deskripsi singkat dari data lapangan