Hubungan antara Faktor Internal Jumantik dengan ABJ di Wilayah

71

6.5 Hubungan antara Faktor Internal Jumantik dengan ABJ di Wilayah

Kerja Puskesmas Rawa Buntu Tahun 2016 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ABJ. Pengetahuan merupakan informasi yang didapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu Notoatmodjo, 2007. Pada penelitian ini, pengetahuan jumantik diperoleh melalui beberapa pertanyaan yang diajukan terkait tugas sebagai jumantik dan upaya pencegahan DBD. Pengetahuan jumantik di wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu pada umumnya rendah 58,8. Jumantik masih belum mengetahui tempat perkembangbiakan jentik, dimana jumantik masih menganggap got atau selokan dan rawa-rawa merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk. Berdasarkan teoritis nyamuk akan berkembang biak pada genangan air yang tidak beralaskan tanah, sementara got atau selokan dan rawa-rawa bukan merupakan genangan air yang beralaskan tanah atau air kotor Kemenkes RI, 2012. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan ABJ di wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu tahun 2016. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah kerja yang tidak bebas jentik terdapat pada jumantik memiliki pengetahuan rendah 74,5. Dilihat dari keeratan hubungan diketahui bahwa jumantik yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang untuk memiliki wilayah yang tidak bebas jentik 3,829 kali daripada jumantik yang memiliki pengetahuan tinggi. 72 Hal ini dapat diartikan bahwa semakin rendah pengetahuan jumantik, maka semakin ABJ semakin rendah dan mengakibatkan wilayah tidak berbas jentik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nahdah, dkk 2013 dan Gafur, dkk 2015 yang menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan dengan keberadaan jentik. Studi yang dilakukan Nofryadi dan Deri 2012 juga menyatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah memiliki risiko 5,060 kali untuk memiliki ABJ rendah daripada responden yang memiliki pengetahuan tinggi. Pada penelitian ini juga diketahui bahwa pengetahuan merupakan faktor perancu, dimana pengetahuan berhubungan dengan ABJ dan juga berhubungan dengan pelaksanaan PJB. Pengetahuan yang baik akan menimbulkan kesadaran dalam melaksanan upaya pencegahan DBD dan berdampak pada terciptanya rumah bebas jentik Nofryadi dan Deri, 2012. Penelitian Lathu 2012 dan Lontoh 2016 menjelaskan bahwa pengetahuan memberikan kontribusi terhadap pola pikir masyarakat yang pada akhirnya akan mengubah perilaku masyarakat menuju perilaku hidup sehat yaitu perilaku pencegahan DBD. Secara teori juga dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi dan domain penting seseorang melakukan suatu tindakan Green, 2005; Notoatmodjo, 2007. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan jumantik terhadap upaya pencegahan DBD dapat mempengaruhi keaktifannya dalam pelaksanaan PJB dan status ABJ dari masing-masing wilayah kerja jumantik. Namun, pada penelitian ini pengetahuan jumantik masih rendah. Sedangkan secara teori diketahui bahwa jumantik merupakan salah satu bentuk 73 pemberdayaan masyarakat dan orang paling dekat dengan masyarakat dan bisa mendorong masyarakat untuk melakukan pencegahan DBD, sehingga ABJ bisa memenuhi indeks nasional Kemenkes, 2010. Oleh karena itu, pihak puskesmas perlu melakukan pelatihan kepada jumantik. Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan jumantik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan untuk meningkatkan ABJ Trapsilowati, dkk, 2014. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program diketahui bahwa selama ini pelatihan dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi, sehingga disarankan untuk menggunakan metode pelatihan jumantik Role Play . Metode ini para Jumantik memperagakan cara melakukan kunjungan rumah yang benar menyangkut cara pemantauan jentik yang benar dan cara melakukan penyuluhan yang benar kepada pemilik rumah salah satunya dengan menggunakan media flip chart .

2. Sikap

Sikap merupakan salah faktor yang diduga mempengaruhi ABJ. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan, tapi merupakan salah satu faktor yang mempermudah untuk terjadi tindakan, dimana dalam penelitian ini merupakan reaksi jumantik yang baik dalam pencegahan DBD Notoatmodjo, 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kurang baik lebih banyak dari pada sikap baik 51,2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wilayah yang tidak bebas jentik paling banyak terdapat pada jumantik yang 74 memiliki sikap kurang baik 75,6. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan ABJ. Peneliti menyimpulkan bahwa jumantik yang memiliki sikap kurang baik maupun yang memiliki sikap baik terhadap tugas dan upaya pencegahan DBD akan tetap memiliki wilayah tidak bebas jentik yang lebih banyak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori dimana sikap seseorang belum langsung terwujud dalam suatu tindakan, namun sikap merupakan pendorong seseorang untuk melakukan tindakan Notoatmodjo, 2007. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Nugrahaningsih, dkk 2010, Zamilah 2014, Gafur, dkk 2015 dimana sikap negatif masyarakat menunjukkan kurangnya kepedulian dalam kegiatan PSN DBD. Kecenderungan sikap negatif tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya kepadatan jentik penyebab DBD. Tidak terbuktinya sikap ABJ kemungkinan disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi ABJ. Kemungkinan faktor tersebut adalah pengetahuan jumantik dan dukungan tokoh masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 jumantik yang memiliki sikap kurang baik terdapat 27 orang 65,9 yang memiliki pengetahuan rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh teori, dimana sikap yang utuh salah satunya dibentuk dari pengetahuan seseorang Notoatmodjo,2007. Pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi seseorang untuk memiliki sikap yang baik, dimana pada penelitian ini sikap jumantik dalam menjalankan tugas sehingga dapat meningkatkan ABJ di wilayah kerja masing-masing Ensia, dkk, 2016. 75 Selain pengetahuan, dukungan dari tokoh masyarakat juga mempengaruhi tindakan jumantik dalam meningkatkan ABJ. Menurut Green 2005 perilaku atau tindakan kesehatan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor individu saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti dukungan tokoh masyarakat. Adanya dukungan dari tokoh masyarakat berdampak pada tindakan jumantik dalam pencegahan DBD ke arah yang lebih baik. Teori ini didukung oleh penelitian Prasetyowati, dkk 2015, dimana keaktifan tokoh masyarakat mendorong jumantik untuk meningkatkan upaya pencegahan DBD di lingkungan sekitar, sehingga ABJ meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, sehingga akan mempengaruhi sikap jumantik. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan website jumantik Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan wawancara dengan pemegang program DBD di Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa Kota Tangerang Selatan mempunyai website untuk jumantik. Website tersebut bisa menjadi wadah untuk membagikan informasi terkait uapay pencegahan DBD kepada para jumantik dan untuk sharing dengan pihak puskesmas maupun dengan jumantik yang berada di wilayah lain.

3. Motivasi

Motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga mempengaruhi ABJ. Faktor motivasi, terbentuk dari sikap attitude seorang pegawai dalam menghadapi situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal Mangkunegara, 2011. Motivasi merupakan salah satu faktor yang 76 mempengaruhi perilaku maupun kinerja individu, dimana dalam hal ini motivasi bisa merupakan faktor yang mempengaruhi jumantik untuk melakukan upaya kesehatan dalam meningkatkan ABJ Gibson, 1994. Motivasi jumantik di wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu masih rendah 52,5. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wilayah yang tidak bebas jentik lebih banyak pada jumantik yang memiliki motivasi rendah 71,4. Pada saat pengisian kuesioner, jumantik termotivasi untuk menjaga lingkungan supaya terhindar dari kejadian DBD. Banyak dari jumantik yang tidak termotivasi dengan adanya insentif yang diberikan karena jumantik menjalankan tugas sukarela dan sosial. Berdasarkan literatur, insentif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam mencapai efektifitas kerja Kusuma, dkk, 2015. Berdasarkan hasil statistik tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan ABJ. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori, motivasi berhubungan positif dengan pencapaian kerja yang dalam hal ini pencapaian kerja jumantik adalah ABJ. Semakin tinggi motivasi jumantik maka ABJ semakin tinggi. Sedangkan semakin rendah motivasi jumantik maka ABJ akan semakin rendah David C. Mc Cleland, 1997 dalam Mangkunegara, 2011. Teori ini juga didukung oleh studi Zamilah 2014 yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik kemauan dan kemampuan dan motivasi ekstrinsik insentif dan kesempatan mempengaruhi keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. 77 Tidak terbuktinya hubungan motivasi dengan ABJ kemungkinan disebabkan karena faktor pengetahuan dan penilaian kinerja jumantik. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan rendahnya motivasi jumantik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pihak puskesmas terkait DBD. Berdasarkan hasil pengetahuan diketahui bahwa dari 42 jumantik yang memiliki motivasi rendah terdapat 27 orang 64,3 yang memiliki pengetahuan rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Afrian, dkk 2016, dimana pengetahuan yang baik tentang pentingnya upaya pencegahan DBD akan memotivasi jumanior dalam melakukan PSN DBD. Peneliti juga berasumsi bahwa tidak adanya hubungan motivasi jumantik dengan ABJ disebabkan karena tidak adanya penilaian kinerja jumantik. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak puskesmas diketahui penilaian kinerja terhadap tugas dan tanggung jawab jumantik belum dilakukan, sehingga mempengaruhi motivasi jumantik dalam menjalankan tugas. Berdasarkan literatur diketahui bahwa penilaian kinerja menumbuhkan motivasi pada diri seseorang Dessler, 1998. Kinerja baik akan mendapatkan suatu penghargaan. Pemberian penghargaan tersebut yang akan meningkatkan motivasi seseorang untuk bekerja lebih giat Purwaningrum, dkk, 2014. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan kepada pihak puskesmas Rawa Buntu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan mengadakan pelatihan secara berkala dengan berkelanjutan. Peneliti juga menyarankan untuk memberikan penghargaan reward kepada jumantik yang melaksanakan tugas dengan baik berdasarkan penilaian kinerja yang dilakukan oleh binwil. 78

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN