Distribusi Angka Bebas Jentik ABJ di Wilayah Kerja Puskesmas Rawa

56

BAB VI PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN 6.1

Keterbatasan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan upaya pencegahan DBD oleh jumantik dengan ABJ di wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu Tahun 2016. Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dimana faktor PJB, pemberian penyuluhan, dan PSN tidak dilakukan observasi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan peneliti untuk mengikuti masing-masing kegiatan jumantik dan sulitnya menyesuaikan waktu yang tepat dengan jumantik. Oleh karena itu, faktor tersebut dilihat berdasarkan pengisian kuesioner. Kebenaran data tergantung pada kejujuran dan keseriusan jumantik dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dan terkadang tidak berdasarkan kondisi yang sebenarnya, sehingga bisa menimbulkan terjadinya bias informasi.

6.2 Distribusi Angka Bebas Jentik ABJ di Wilayah Kerja Puskesmas Rawa

Buntu Tahun 2016 Penyakit DBD masih terjadi sepanjang tahun di Indonesia yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti . Penyakit ini merupakan salah satu prioritas nasional dalam pengendalian penyakit menular. Upaya yang bisa dilakukan dalam pengendalian penyakit DBD adalah dengan memberantas nyamuk penular vektor. Cara paling tepat memberantas nyamuk adalah memberantas jentiknya, karena dengan pemberantasan jentik akan memutus siklus hidup nyamuk penular DBD, sehingga penularan kasus DBD dapat dikurangi Handrawan, 2007. Salah satu 57 indikator keberhasilan upaya pengendalian DBD adalah ABJ berdasarkan jumlah rumah atau bangunan yang diperiksa dibandingkan dengan rumah atau bangunan yang ada jentik dikali 100. Indeks ABJ nasional yaitu ≥95. Apabila ABJ ≥95, maka penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi Kemenkes RI, 2010. Pada penelitian ini ABJ 95 dikatakan rendah dan ABJ ≥95 dikatakan tinggi. Pada wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu yang tidak bebas jentik lebih banyak daripada wilayah yang bebas jentik 63,8. Hasil ini membuktikan bahwa ABJ pada wilayah kerja masing-masing jumantik masih banyak yang belum mencapai indeks nasional. Hal ini bisa menjadi penyebab penularan kasus DBD semakin tinggi. Masih banyaknya ABJ yang rendah di wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu kemungkinan disebabkan karena faktor lingkungan yang mendukung sebagai tempat perindukan nyamuk penular DBD dan pemberdayaan masyarakat yang masih kurang dalam upaya pemberantasan DBD. Berdasarkan teori Blum dalam Notoatmodjo 2007 diketahui bahwa faktor lingkungan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat, dimana dalam penelitian ini lingkungan dapat mempengaruhi ABJ pada masing-masing wilayah kerja jumantik. Lingkungan fisik seperti sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD Kemenkes, 2010. Selain lingkungan, kurangnya pemberdayaan masyarakat juga mempengaruhi adanya jentik. Pengendalian vektor DBD tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan pemberdayaan masyarakat termasuk lintas sektor, 58 lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan penyandang dana Kemenkes, 2011. Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik. Jumantik merupakan masyarakat yang ditunjuk oleh pihak puskesmas untuk mendorong masyarakat lain menjaga kebersihan lingkungan Kemenkes, 2012. Jumantik menjadi salah satu tokoh yang efektif dalam mendorong masyarakat untuk melakukan pemberantasan jentik karena terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan dan lebih dekat dengan masyarakat Kusumawati Darnoto, 2008. Studi Mubarokah dan Sofwan 2013 juga menyatakan bahwa penggerakkan jumantik bisa meningkatkan ABJ. Berdasarkan beberapa literatur di atas, peneliti menyimpulkan bahwa jumantik merupakan aktor penting dalam peningkatan ABJ. Pada penelitian ini variabel yang diduga mempengaruhi ABJ pada wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu adalah faktor lingkungan dan upaya pencegahan DBD yang dilihat pada pemberdayaan jumantik dalam menjalankan tugas. Faktor lingkungan dilihat dari keberadaan TPS terbuka dan keberadaan tempat pengepul barang bekas yang berada pada wilayah kerja jumantik. Faktor jumantik yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan PJB, pemberian penyuluhan, PSN dan karakteristik individu jumantik yang dalam penelitian ini sebagai variabel perancu. Karakteristik individu jumantik terdiri dari pengetahuan, sikap, dan motivasi.

6.3 Distribusi Faktor Lingkungan berdasarkan Angka Bebas Jentik di