58
lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan penyandang dana Kemenkes, 2011. Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik.
Jumantik merupakan masyarakat yang ditunjuk oleh pihak puskesmas untuk mendorong masyarakat lain menjaga kebersihan lingkungan Kemenkes, 2012.
Jumantik menjadi salah satu tokoh yang efektif dalam mendorong masyarakat untuk melakukan pemberantasan jentik karena terlibat langsung dalam kegiatan
kemasyarakatan dan lebih dekat dengan masyarakat Kusumawati Darnoto, 2008. Studi Mubarokah dan Sofwan 2013 juga menyatakan bahwa penggerakkan
jumantik bisa meningkatkan ABJ. Berdasarkan beberapa literatur di atas, peneliti menyimpulkan bahwa jumantik merupakan aktor penting dalam peningkatan ABJ.
Pada penelitian ini variabel yang diduga mempengaruhi ABJ pada wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu adalah faktor lingkungan dan upaya pencegahan
DBD yang dilihat pada pemberdayaan jumantik dalam menjalankan tugas. Faktor lingkungan dilihat dari keberadaan TPS terbuka dan keberadaan tempat pengepul
barang bekas yang berada pada wilayah kerja jumantik. Faktor jumantik yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan PJB, pemberian penyuluhan, PSN dan
karakteristik individu jumantik yang dalam penelitian ini sebagai variabel perancu. Karakteristik individu jumantik terdiri dari pengetahuan, sikap, dan motivasi.
6.3 Distribusi Faktor Lingkungan berdasarkan Angka Bebas Jentik di
Wilayah Kerja Puskesmas Rawa Buntu Tahun 2016
Kondisi lingkungan sangat menentukan bagaimana perkembangbiakan dan transmisi vektor penyakit DBD. Nyamuk
Aedes aegypti
merupakan nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer yang terdapat genangan air.
59
Kontainer tidak hanya berupa ember atau tempat yang memang khusus berfungsi untuk menampung air rumah tangga namun barang-barang bekas seperti ban bekas,
kaleng bekas, botol bekas, pecahan kaca, ember bekas, drum bekas, mangkok bekas yang dibuang di sekitar rumah dan tergenangi air juga sangat berpotensi menjadi
salah satu tempat perkembangbiakan nyamuk yang berpotensi menularkan penyakit DBD Kemenkes RI, 2011.
Keberadaan kontainer pada penelitian ini dilihat dari keberadaan tempat pembuangan sampah sementara dan keberadaan tempat pengepul barang bekas
yang berada di luar rumah dalam keadaan terbuka. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah kerja jumantik yang tidak bebas jentik banyak lebih
banyak yang memiliki TPS terbuka 64,9. Sama halnya dengan keberadaan TPS terbuka, wilayah kerja jumantik yang tidak bebas jentik juga lebih banyak memiliki
tempat pengepul barang bekas di luar ruangan 71,1. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa wilayah yang tidak bebas jentik
lebih banyak pada lingkungan yang memiliki TPS terbuka dan tempat pengepul barang bekas di luar ruangan. Secara teori juga dijelaskan, jenis kontainer berupa
kaleng bekas, botol bekas dan ember bekas yang berada di luar ruangan mempunyai resiko yang cukup besar sebagai tempat perindukan nyamuk
Aedes aegypti
. Jenis kontainer tersebut dapat terisi air saat musim penghujan Kemenkes, 2010. Teori
ini juga didukung oleh penelitian Sari, dkk 2012 dan Santi, dkk 2015, dimana
jenis kontainer yang berada diluar rumah seperti kaleng bekas, ban bekas, kaleng cat cenderung luput dari pemantauan, sehingga tempat-tempat seperti itu menjadi
tempat perindukan nyamuk yang paling banyak.
60
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Imawati dan Tri 2015 dan Suyasa, dkk 2008 memberikan hasil bahwa keberadaan barang bekas tidak
berhubungan dengan keberadaan jentik. Pada penelitian Imawati dan Tri 2015 dilakukan dengan melihat keberadaan barang bekas di luar rumah, namun penelitian
dilakukan pada saaat musim kemarau, sehingga tidak terdapat tampungan air hujan meskipun disekitar rumah terdapat sampah padat. Sedangkan penelitian ini
dilakukan pada saat musim hujan. Pada penelitian suyasa, dkk 2008 juga dilihat dari keberadaan sampah di luar rumah, namun masyarakat sudah menutup tempat
pembuangan sampah dan tidak ditemukannya buangan kaleng-kaleng bekas atau gelas plastik.
Banyaknya wilayah kerja jumantik yang tidak bebas jentik memiliki TPS terbuka dan keberadaan tempat pengepul barang bekas di luar ruangan dapat
disebabkan karena kurangnya kegiatan PSN yang dilakukan di lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 57 orang yang memiliki TPS
terbuka pada wilayah kerjanya, terdapat 33 orang 57,9 yang kurang melaksanakan PSN. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 38 orang yang
memiliki pengepul barang bekas di luar ruangan terdapat 25 orang 65,8 yang kurang melaksanakan PSN. Banyaknya jumantik yang kurang melaksanakan PSN
mengakibatkan kesadaran masyarakat menjadi kurang untuk melakukan PSN. Hal ini disebabkan karena jumantik merupakan orang yang ditunjuk untuk
menggerakkan masyarakat dalam mengelola lingkungan, sehingga ABJ dapat meningkat Kemenkes, 2012.
Tindakan masyarakat berpengaruh terhadap lingkungan karena lingkungan merupakan tempat berkembangnya perilaku. Tindakan PSN dengan 3M plus yang
61
kurang baik akan menciptakan lingkungan yang baik untuk perkembangbiakan jentik nyamuk Notoatmdjo, 2007. PSN dengan 3M plus bisa dilakukan dengan
menguras, menutup, dan mendaur ulang barang bekas yang bisa menjadi tempat genangan air serta plusnya dengan menggunakan bubuk larvasida, memelihara ikan
pemakan jentik, dan lain-lain. Teori ini juga didukung oleh penelitian Azlina, dkk 2016 yang menemukan bahwa aspek sanitasi lingkungan yang berhubungan
dengan keberadaan jentik adalah PSN. Peneliti menyimpulkan bahwa keberadaan TPS terbuka dan pengepul barang bekas di luar ruangan dan kurangnya kesadaran
masyarakat dalam PSN akan meningkatkan keberadaan jentik di lingkungan sekitar dan ABJ akan semakin menurun. Oleh karena itu peneliti memberikan saran kepada
pihak puskesmas untuk melakukan gerakan serentak PSN di Wilayah Kerja Puskesmas Rawa Buntu. Peneliti juga menyarankan kepada jumantik untuk lebih
menfokuskan dan meningkatkan kegiatan PSN secara rutin dan berkelanjutan.
6.4 Hubungan antara Faktor Pemantauan Jentik Berkala PJB, Pemberian