PENERAPAN TEKNIK PUZZLE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA PADA SISWA KELAS X SMAN 5 BANDAR LAMPUNG
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor keberhasilan penyelenggaraan pendidikan adalah adanya keterlibatan dan peran guru dalam proses pembelajaran. Kegagalan siswa merupakan salah satu cermin kegagalan guru dan sekolah dalam menjalankan fungsi dan perannya. Peningkatan mutu pendidikan seperti yang diharapkan masyarakat, memerlukan inovasi yang bersifat kreatif dan kooperatif sehingga tercipta suasana belajar dan pembelajaran yang kondusif. Hal ini terwujud jika guru mampu menjalankan peran yang ampuh baik sebagai fasilitator, motivator, maupun sebagai pengelola pembelajaran.
Dari sekian mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar (SD), salah satu pelajaran yang membutuhkan perhatian sangat besar adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang juga dikenal dengan Mata Pelajaran Sains. Penyebabnya karena IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang dijadikan target dalam Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Masyarakat berharap siswa mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan nilai mata pelajaran lainnya. Terbukti dengan adanya beberapa pernyataan orang tua siswa kelas 6 Sekolah Tunas Mekar Indonesia (TMI) yang berisi kekhawatiran terhadap nilai UASBN putra-putrinya terutama dalam mata pelajaran IPA. Kekhawatiran ini diikuti dengan harapan yang besar agar sekolah melaksanakan pembelajaran dengan maksimal.
(2)
Fakta lain ditemukan pada saat parents and teachers conference. Dari 46 orang tua siswa yang hadir, 40 diantaranya memohon kepada sekolah agar mengadakan program khusus persiapan UASBN bagi putra-putrinya.
Materi pembelajaran IPA diimplementasikan dalam berbagai kegiatan kehidupan manusia. Kegiatan berpikir, berorganisasi, menganalisis, memanfaatkan alam, semuanya memerlukan kemampuan IPA. Manusia tidak mungkin lepas dari IPA. Kemampuan IPA seseorang mencerminkan kemampuan berpikirnya. Dengan mempergunakan IPA, seseorang akan memiliki kemampuan dalam menjaga, memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Pendidikan IPA, menurut Khanalim (2007: 1) adalah ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah (scientific knowledge). Dalam mempelajari IPA siswa diharapkan mempunyai kemampuan berfikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan IPA. Agar menjadi bermakna, pembelajaran IPA harus dipusatkan pada aktifitas siswa (student centered hands-on activities). Siswa harus aktif baik secara fisik maupun pikiran selama pembelajaran IPA berlangsung. Dengan demikian siswa mampu mempunyai sense of science yang baik, sehingga segala sesuatu yang berkaitan tentang IPA sudah tertanam di benak mereka. Jika ditelaah mengenai pembelajaran IPA di SD, khususnya di Sekolah TMI, dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA pada beberapa materi kurang bermakna. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua siswa kelas 6 pada saat pra-penelitian, terlihat bahwa secara keseluruhan kemampuan siswa kelas 6 dalam pembelajaran IPA pada materi ”Perkembangbiakan Tumbuhan” masih rendah.
(3)
Tabel 1.1 Penguasaan Materi Perkembangbiakan Tumbuhan di kelas 6A dan 6B Sekolah TMI
No. Kompetensi Dasar
Penguasaan
Baik Tidak Baik 1. Mampu menjelaskan tahapan siklus perkembangbiakan
tumbuhan secara generatif
√ 2. Mampu menyebutkan
bagian-bagian bunga beserta fungsinya √
3. Mampu mengidentifikasi
bagian-bagian utama dari bunga √
4. Mampu menjelaskan proses penyerbukan dan pembuahan pada bunga
√ 5. Mampu mengidentifikasi
bagian-bagian utama dari biji √ 6. Mampu menjelaskan terjadinya penyebaran biji dan
perkecambahan
√ 7. Mampu menjelaskan beberapa cara alternatif dalam
perkembangbiakan tumbuhan
√ 8. Mampu melakukan perkembangbiakan tumbuhan
secara vegetatif
√
Tabel di atas merupakan hasil wawancara guru Mata Pelajaran IPA terhadap 46 siswa kelas 6A dan 6B Sekolah TMI, yang dilakukan pada tanggal 14 Juli 2009. Terlihat sebagian besar materi, yaitu sebanyak enam materi atau 75% dari keseluruhan materi yang dipelajari tidak dikuasai dengan baik oleh siswa. Artinya, siswa mengalami kesulitan dalam menguasai materi ”Perkembangbiakan Tumbuhan”. Penyebabnya adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang lebih bersifat konseptual. Kompetensi dasar di atas menunjukkan pentingnya pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran. Siswa tidak akan
(4)
bisa memahami materi tersebut jika hanya membaca, mendengarkan penjelasan, atau melihat saja. Tetapi, siswa juga harus mengamati objek belajar, meneliti, menganalisis, mengidentifikasi, dan kemudian membuat kesimpulan sendiri berdasarkan teori yang tepat. Dasar pengambilan kesimpulan juga harus menyertakan hasil akurat dari proses pembelajaran melalui penelitian langsung tersebut dengan didampingi oleh guru. Untuk itulah diperlukan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran.
Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan ini dikemas dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang seharusnya dibuat sebagai panduan yang operasional dalam pembelajaran. Dengan menyesuaikan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, strategi, metode, sumber maupun evaluasi pembelajarannya.
Namun sayangnya, terkadang RPP yang telah disusun tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna sesuai keinginan. Bukan hanya karena kemampuan dasar anak dalam berpikir dan gaya belajar tapi lebih dari itu juga ditentukan oleh materi pelajaran, fasilitas dan lingkungan. Hal inilah yang mengakibatkan tujuan dalam RPP tidak dapat terwujud dengan maksimal dalam beberapa materi pembelajaran IPA di kelas 6 Sekolah TMI Bandar Lampung.
Terbukti dari hasil pra-penelitian yang diwujudkan dalam bentuk kuesioner (Lampiran 1). Dari enam indikator yang diajukan ternyata, terdapat empat indikator yang termasuk dalam kategori kurang. Indikator tersebut adalah, RPP
(5)
yang disusun dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. Indikator kedua mengenai penyusunan RPP yang memperhatikan minat, motivasi belajar, potensi, kemampuan sosial, emosi, kecepatan belajar, latar belakang budaya, dan/atau lingkungan peserta didik. Selanjutnya RPP yang disusun untuk memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Indikator yang terakhir adalah RPP yang disusun dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Keempat indikator pernyusunan RPP tersebut masih perlu direvisi.
Ada hal lain juga yang menjadi penyebab siswa mendapatkan prestasi rendah. Diantara penyebab tersebut adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat, yaitu: strategi, metode, media, dan sumber belajar. Dalam pengamatan pra-penelitian, ditemukan bahwa pemilihan strategi pembelajaran ternyata kurang sesuai dengan materi pelajaran.
Materi pembelajaran tentang “Perkembangbiakan Tumbuhan”, dalam RPP dicantumkan menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab (Lampiran 2). Ternyata, strategi ini membuat siswa tidak bisa mengoptimalkan cara berfikir analisis. Penggunaan metode ceramah untuk menjelaskan materi pelajaran tentang tumbuhan dinilai kurang efektif, seharusnya disampaikan dengan pengamatan langsung, dengan kata lain menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
(6)
Selain itu, guru belum bisa mengoptimalkan penggunaan media dan sumber belajar yang tersedia di sekolah. Media yang digunakan hanya menggunakan gambar sederhana, padahal seharusnya menggunakan objek secara langsung, misalnya bunga, biji, ataupun tumbuhan. Penggunaan sumber belajar yang hanya memanfaatkan buku cetak membuat pembelajaran kurang berwarna. Padahal, jika memanfaatkan internet, media massa, atau lingkungan terdekat, akan membuat siswa semakin memahami materi tersebut. Untuk itu, diperlukan strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan materi tersebut. Hal ini juga terkait dengan pendekatan pembelajaran yang seharusnya lebih menekankan pada pembelajaran secara kontekstual. Sehingga anak dapat lebih memahami secara konkrit materi yang dipelajari.
Umumnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu mengikuti pembelajaran di kelas dengan aktif. Akan tetapi, jika diadakan tes tertulis ataupun diadakan diskusi di lain waktu, banyak siswa lupa tentang materi yang telah dipelajari bersama, mereka hanya menghafal materi tersebut sehingga memperoleh hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai yang didapatkan berdasarkan tes awal pada saat pra-penelitian. (Lampiran 3 dan Lampiran 4)
Gaya belajar siswa yang memilih untuk menghafal materi pelajaran IPA tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
(7)
prinsip-prinsip dengan cara menghafal saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Banyak hal yang perlu dikuasai siswa agar memiliki prestasi belajar IPA yang memadai sehingga perlu diterapkan penggunaan metode dan pendekatan yang sesuai oleh guru dalam pembelajaran.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Penguasaan materi secara keseluruhan oleh siswa memerlukan proses pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Mengutip pendapat Khanalim (2007: 3) pencapaian suatu produk yang diharapkan, yaitu siswa mampu memahami IPA secara komprehensif dengan tidak menghafal pelajaran, dapat dilakukan dengan menciptakan suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada aktivitas siswa (students centered hands-on activities). Dalam pendekatan pembelajaran ini, semua topik atau materi yang diberikan selalu berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa tidak lagi hanya duduk di kursi mereka selama pembelajaran, tetapi semua siswa melakukan sesuatu sesuai materi yang sedang dipelajari dengan memberi pengalaman langsung. Selain itu juga siswa selalu diajak dan dirangsang untuk dapat memecahkan masalah melalui pendekatan inkuiri.
(8)
Peran evaluasi pembelajaran tak kalah penting untuk mengiringi pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan RPP terancang. Sebab dengan evaluasi ini akan dapat diketahui apakah pendekatan pembelajaran yang dipilih telah sesuai dengan tujuan materi yang diharapkan. Idealnya, menurut Arikunto (2005: 57) evaluasi dapat dikatakan baik sebagai alat ukur jika memenuhi persyaratan evaluasi, yaitu memiliki: 1) validitas, 2) reliabilitas, 3) objektivitas, 4) praktibilitas, dan 5) ekonomis. Maka alangkah kurang bermakna jika pembelajaran tanpa perencanaan dan evaluasi.
Meskipun dalam kenyataan, perencanaan dan evaluasi pembelajaran ini belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh guru. Keterbatasan waktu guru dalam menerapkan sistem evaluasi yang baik dan ideal merupakan salah satu penyebabnya. Guru masih kurang memperhatikan dan melaksanakan evaluasi proses. Evaluasi sering diadakan dalam bentuk pilihan ganda atau uraian, yang hanya mengukur kemampuan kognitif dalam hal membedakan dan menggunakan ingatan jangka pendek. Padahal materi ”Perkembangbiakan Tumbuhan” ini sebaiknya menggunakan bentuk evaluasi yang bisa mengoptimalkan potensi siswa dalam menjelaskan, menguraikan, mengamati, melakukan aktivitas, menganalisis, dan menyimpulkan.
Terwujudnya tujuan di atas, diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran kontekstual, yang menuntut pendidik dapat mengeksplorasi dan mengkombinasi aneka sumber belajar yang ada di sekitar peserta didik, baik itu di sekolah maupun di rumah. Karena segala sesuatu yang ada di sekitar mereka diyakinkan
(9)
mampu memberi pengalaman langsung, dengan begitu peserta didik dapat melihat dan terlibat langsung di dalamnya. Selain itu juga, bahwasanya di dalam ruang kelas dengan segala fungsinya, gedung sekolah dengan kelengkapannya, halaman sekolah dengan pagar dan lapangan upacara, tersimpan berbagai macam ayat-ayat IPA.
Berdasarkan masalah dalam pembelajaran IPA di atas, maka perlu dilaksanakan sebuah penelitian tindakan (action research). Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran. Jika dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran yang ada, pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA kelas 6 di Sekolah TMI adalah dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual diharapkan dapat membantu pembelajaran berjalan lebih bermakna dan lebih meningkatkan prestasi. Pendekatan pembelajaran ini tidak menyebabkan siswa menghafal, tetapi sebuah pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. Pendekatan pembelajaran ini memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Kelas, dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan.
(10)
Berdasarkan pernyataan di atas, agar prestasi belajar IPA Kelas 6 Sekolah TMI dapat lebih baik dari sebelumnya, perlu dilakukan penelitian mengenai "Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Kelas 6 Sekolah TMI Bandar Lampung".
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kekhawatiran orang tua dan guru terhadap nilai Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional (UASBN) khususnya untuk Mata Pelajaran IPA.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran IPA belum disusun dengan memasukkan komponen pembelajaran kontekstual.
3. Pemilihan pendekatan pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4. Keterbatasan kemampuan siswa dalam memahami materi Perkembangbiakan Tumbuhan secara kontekstual.
5. Sebagian besar siswa memiliki gaya belajar menghafal, sehingga siswa kurang memahami materi yang bersifat analisis.
6. Fasilitas yang tersedia belum dimanfaatkan secara maksimal.
7. Evaluasi pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
8. Prestasi belajar IPA siswa kelas 6 Sekolah TMI Bandar Lampung semester ganjil 2009-2010 pada pokok bahasan “Perkembangbiakan Tumbuhan” kurang baik dengan nilai rata-rata 64,45 untuk kelas 6A dan 64,04 untuk
(11)
kelas 6B, sehingga diperlukan adanya pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkannya, seperti pembelajaran kontekstual.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI yang belum disusun dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
2. Proses pembelajaran Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI belum dilakukan secara kontekstual.
3. Evaluasi pembelajaran Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI secara kontekstual belum dilakukan.
4. Prestasi belajar Mata Pelajaran IPA siswa kelas 6 Sekolah TMI belum sesuai harapan.
1.4 Perumusan Masalah
Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan perbaikan penyusunan RPP Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual?
2. Bagaimanakah peningkatan perbaikan pelaksanaan tindakan proses pembelajaran Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI dengan pendekatan pembelajaran kontekstual?
(12)
3. Bagaimanakah peningkatan perbaikan pelaksanaan tindakan evaluasi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dilakukan pada Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI?
4. Bagaimanakah tindakan peningkatan prestasi belajar Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI dengan pendekatan pembelajaran kontekstual?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan perbaikan pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA melalui pendekatan pembelajaran kontekstual siswa kelas 6 semester ganjil Sekolah TMI Bandar Lampung tahun pelajaran 2009 – 2010.
Secara khusus, tujuan penelitian adalah untuk:
1. Menyusun RPP Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
2. Mendeskripsikan tindakan pelaksanaan proses pembelajaran Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI dengan pendekatan pembelajaran kontekstual. 3. Mendiskripsikan pelaksanaan tindakan evaluasi pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran kontekstual yang dilakukan pada Mata Pelajaran IPA kelas 6 Sekolah TMI.
4. Mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar Mata Pelajaran IPA siswa kelas 6 Sekolah TMI.
(13)
1.6 Manfaat Peneliti
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan bagi khasanah Teknologi Pendidikan, khususnya kawasan desain dan pengelolaan pembelajaran IPA di jenjang Sekolah Dasar.
Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah yaitu:
1. Bagi siswa, diharapkan siswa dapat memperoleh kemudahan dalam mempelajari Mata Pelajaran IPA,
2. Bagi guru, diharapkan guru memperoleh tindakan alternatif dalam pendekatan pembelajaran IPA,
3. Bagi sekolah, akan terbantu terciptanya sekolah yang melaksanakan pembelajaran IPA yang bermakna dan efisien.
(14)
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Menurut Sanjaya (2006: 109), pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hal ini berarti pembelajaran yang dilakukan lebih terpusat pada siswa bukan pada guru. Guru bukan sebagai sumber ilmu, melainkan perancang, fasilitator, dan motivator dalam pembelajaran.
Sebagai perancang, fasilitator, dan motivator, guru sangat berperan dalam meningkatkan mutu pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru sangat memerlukan wawasan yang luas tentang pendekatan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran. Melalui wawasan yang luas, guru dapat memilih dengan tepat pendekatan pembelajaran yang dipakai untuk menyampaikan setiap topik materi pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dipakai adalah pendekatan pembelajaran kontekstual.
(15)
Selain itu, Johnson (2002: 57) mengungkapkan bahwa Contextual Teaching and Learning adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Lebih lanjut Johnson (2002: 62) mengungkapkan bahwa sistem pembelajaran kontekstual berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. Cara itu sesuai dengan fungsi otak, psikologi dasar manusia, dan tiga prinsip alam semesta yang ditemukan para fisikawan dan ahli biologi modern. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesalingbergantungan, deferensiasi, dan pengaturan diri sendiri.
Penjelasan di atas menyatakan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual sangatlah penting dalam pembelajaran di sekolah. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan pembelajaran kontekstual adalah proses yang menekankan kepada siswa untuk menemukan sendiri materi yang dipelajari dan menerapkannya dalam kehidupan sendiri.
2.1.1.1 Komponen Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Menurut Sanjaya (2006: 113) komponen-komponen pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran kontekstual adalah Constructivism, Inquiry, Questioning, Learning Community, Modelling, Reflection, dan Authentic Assessment.
(16)
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Merupakan aliran pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu (Hati, 2007). Siswa menjadi “subjek” bukan “objek” belajar. Bentuknya adalah siswa mengerjakan sesuatu. Untuk mengaplikasikan pembelajaran secara kontruktivisme, Imran (2009) mengungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, 2) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan, 3) Siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas, 4) Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya, dan 5) Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar bermakna.
Implementasinya terdiri dari kegiatan menyebutkan, mengidentifikasikan, mengkategorikan, dan membuktikan. Pada umumnya guru juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, beraktivitas di dalam laboratorium, membuat laporan ilmiah, mendemonstrasikan hasil kerja baik berupa laporan maupun hasil eksperimen di laboratorium, menciptakan ide, dan sebagainya.
(17)
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan atau inquiry menurut Imran (2009), merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis. Kegiatan pembelajarannya diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep atau fenomena. Setelah itu siswa akan mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis. Siswa menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan mereka melalui tahap:
1) Mengamati atau melakukan observasi (observation). 2) Membaca referensi untuk informasi pendukung. 3) Bertanya jawab dengan teman (questioning).
4) Menduga (hypothesis) dan memunculkan ide-ide baru. 5) Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya (data gathering).
6) Menganalisis, menyimpulkan (conclusion), dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar dan lain-lain.
7) Siswa membuat laporan ilmiah sendiri.
8) Siswa mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
9) Disampaikan pada orang lain untuk mendapat masukan. 10) Melakukan refleksi.
11) Menempelkan gambar, karya tulis di mading, majalah sekolah, dan sebagainya.
(18)
3. Bertanya (Questioning)
Kegiatan bertanya yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi cara berfikir siswa. Sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan (Hati, 2007).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam bertanya meliputi (Imron, 2009): a. Bagi Guru, guru berperan untuk
1. Menuntun siswa berpikir, 2. Mengecek pemahaman siswa, 3. Membangkitkan respon siswa. b. Bagi Siswa, berupa:
1. Menggali informasi,
2. Menghubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki, 3. Memecahkan masalah yang dihadapi.
Dengan bertanya, siswa menggali informasi, mengkonfirmasikan sesuatu, mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Bertanya diterapkan saat berdiskusi, kerja kelompok, pengamatan, dan saat mengalami kesulitan. Hampir pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan:
1) Antara siswa dengan guru 2) Antara guru dengan siswa 3) Antara siswa dengan siswa
(19)
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Kelompok belajar atau sekelompok komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan (Hati, 2007). Mengutamakan kerjasama dengan orang lain atau kelompok, dapat dilakukan jika anggotanya mau saling mendengarkan, tidak merasa paling tahu, serta tidak segan untuk bertanya kepada lainnya. Prakteknya dapat terwujud dalam:
1) Pembentukan kelompok kecil. 2) Pembentukan kelompok besar. 3) Mendatangkan „ahli’ ke kelas. 4) Bekerja dengan kelas sederajat. 5) Bekerja dengan kelas di atasnya. 6) Bekerja dengan masyarakat.
Masyarakat belajar atau Learning Community menurut Imron (2009) dapat diartikan dalam beberapa makna, antara lain:
1) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. 3) Bertukar pengalaman.
4) Berbagi ide.
5) Berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. 6) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
7) Hasil pembelajaran secara kelompok akan lebih baik daripada belajar sendiri.
(20)
Lebih lanjut, Johnson (2004: 164) mengungkapkan bahwa kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi, akan lebih mungkin untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kelompok kecil akan mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap angggota kelompok, memercayai orang lain, mengeluarkan pendapat, dan mengambil keputusan.
Dalam kerja kelompok hendaknya ditetapkan aturan-aturan kerja kelompok, seperti berikut:
1. Tetap fokus pada tugas kelompok.
2. Bekerja secara kooperatif dengan para anggota kelompok lainnya. 3. Mencapai keputusan kelompok untuk setiap masalah.
4. Meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompok memahami setiap solusi yang ada sebelum melangkah lebih jauh.
5. Mendengarkan orang lain dengan seksama dan memanfaatkan ide-ide mereka.
6. Berbagi kepemimpinan dalam kelompok.
7. Memastikan setiap orang ikut berpartisipasi dan tidak ada salah seorang yang mendominasi kelompok.
(21)
5. Pemodelan (Modeling)
Kegiatan mendemonstrasikan suatu perbuatan agar siswa dapat mencontoh atau belajar, atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan (Hati, 2007). Modelling atau pemodelan berarti juga (Imron, 2009):
1) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya. 3) Membahasakan gagasan yang Anda pikirkan.
4) Mendemonstrasikan bagaimana Anda menginginkan para siswa untuk belajar.
5) Melakukan apa yang Anda inginkan agar siswa melakukan. 6) Guru bukan satu-satunya contoh bagi siswa.
7) Model berupa orang, benda, perilaku, dan lain-lain.
Model ini dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh pada temannya tentang ciri-ciri binatang melata.
6. Refleksi (Reflection)
Kegiatan dalam refleksi menurut Hati (2009), berupa melihat kembali atau merespon suatu kejadian. Kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.
(22)
Dapat juga dikatakan sebagai respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima, contohnya:
1) Pertanyaan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. 2) Komentar siswa tentang pembelajaran hari itu.
3) Catatan atau jurnal dibuku siswa. 4) Diskusi.
5) Hasil karya.
Sedangkan Imron (2009) berpendapat, refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, dapat dilakukan dalam bentuk
1) Membuat jurnal, karya seni, atau diskusi kelompok.
2) Menelaah dan merespon terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman. 3) Mencatat apa yang telah kita pelajari, bagaimana kita merasakan ide-ide
baru.
7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat mengindentifikasi siswa yang mengalami kemacetan belajar. Menurut Hati (2009) Authentic Assessment merupakan alternatif prosedur penilaian yang menuntut siswa untuk benar-benar menunjukkan kemampuannya secara nyata. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil. Dalam pembelajaran IPA contohnya, siapa yang mampu menjelaskan cara perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dengan cara
(23)
demonstrasi langsung dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang teorinya.
Penilaian yang sebenarnya dilakukan untuk menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi juga bisa teman atau orang lain. Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, dengan mengukur pengetahuan dan keterampilan, bukan mengingat fakta. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feed back. Hal-hal sebagai dasar penilaian dapat berupa: proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan penelitian, jurnal, hasil tes tertulis, dan karya tulis.
Sedangkan Imron (2009) menjabarkan Authentic Assessment sebagai berikut: 1) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
2) Penilaian produk (kinerja).
3) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
4) Menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. 5) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
6) Mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan. 7) Proses dan produk kedua-duanya dapat diukur.
(24)
Keterkaitan ketujuh komponen di atas digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 2.1 Bagan keterkaitan antar komponen pendekatan pembelajaran kontekstual. (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004: 31)
2.1.1.2 Beberapa Hal Penting Dalam Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual harus memperhatikan hal-hal yang yang terkait, baik berkaitan dengan konsep, langkah-langkah, maupun pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Contextual Teaching and Learning menurut Clifford dan Wilson (2000: 2) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa menemui ketuntasan belajar berdasarkan kompetensi yang telah ditetapkan. Siswa dapat dikatakan tuntas belajar jika ia dapat berguna dan mampu mengaplikasikan pengetahuannya terhadap lingkungan sekitar kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan, sebagai seorang anggota keluarga, warga negara, dan pekerja atau karyawan.
Konstruktivisme (Constructvism)
Menemukan (Inquiry)
Pemodelan (Modelling)
Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Bertanya
(Questioning)
Masyarat Belajar (Learning Community)
Refleksi (Reflection)
(25)
Pendekatan pembelajaran kontekstual dikatakan efektif digunakan dalam pembelajaran karena (Clifford dan Wilson, 2000: 2):
1. Emphasizes problem-solving.
2. Recognizes the need for teaching and learning to occur in multiple contexts.
3. Teaches students to become self-regulated learners. 4. Anchors teaching in students’ diverse life contexts.
5. Encourages students to learn from each other in interdependent groups, and
6. Employs authentic assessment.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, terutama berkaitan dengan pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. Pendekatan pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas, dalam pendekatan pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
4. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. (Sanjaya, 2006:125).
(26)
Sifat dasar pendekatan pembelajaran kontekstual menuntut para guru untuk menasihati, mendedikasikan diri bagi setiap siswanya. Para guru yang menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual memelihara usaha-usaha pribadi tiap siswa untuk berkembang menjadi pribadi yang utuh. Guru tersebut adalah sekaligus sebagai konsultan penelitian, pengawas proyek, penuntun pemikiran kritis dan kreatif, perantara antara masyarakat bisnis dengan para siswa (Johnson, 2004: 225)
Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan pembelajaran secara kontekstual dapat membuat anak belajar secara mandiri. Pendekatan pembelajaran kontekstual jika ditelaah maka sangat cocok diterapkan pada proses pembelajran di Sekolah Dasar. Konsep pendekatan pembelajaran kontekstual menuntut siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran kontekstual terlihat lebih hidup, karena baik guru maupun siswa harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga mampu menghasilkan output yang berkualitas. Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual terdapat adanya keterkaitan materi dengan dunia luar atau keadaan yang sebenarnya dan terkini sehingga diharapkan adanya pengalaman visual terlebih dahulu yang dapat dibangun oleh siswa.
Hal di atas sesuai dengan definisi pendekatan pembelajaran kontekstual yang dirumuskan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001: 3-4), yang terjemahan bebasnya, pembelajaran kontekstual
(27)
adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.
Dengan demikian, materi pembelajaran IPA kelas 6 yang banyak berhubungan dengan kehidupan makhluk hidup, khususnya perkembangbiakan tumbuhan sangat memerlukan pendekatan pembelajaran secara kontekstual. Karena dengan pendekatan pembelajaran ini siswa harus mengamati objek belajar, meneliti, menganalisis, mengidentifikasi, dan kemudian membuat kesimpulan sendiri berdasarkan teori yang tepat. Dasar pengambilan kesimpulan juga harus menyertakan hasil akurat dari proses pembelajaran melalui penelitian langsung tersebut dengan didampingi oleh guru.
Karena itulah pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk sebagian besar materi pembelajaran IPA di kelas 6 Sekolah TMI. Pendekatan pembelajaran kontekstual ini bisa diterapkan dengan cara mengajak siswa untuk memahami tujuan setiap kompetensi dasar yang dirumuskan. Langkah selanjutnya mengkonstruksi pengetahuan awal siswa tentang materi pembelajaran. Kemudian guru mengajak siswa untuk mengamati objek belajar, meneliti, menganalisis, mengidentifikasi, dan menemukan kesimpulan yang tepat tentang tujuan pembelajaran.
(28)
2.1.2 Beberapa Pendekatan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Sanjaya (2006: 136) pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar antara lain meliputi: pendekatan proses, pendekatan konsep, pendekatan discovery (penemuan terbimbing), pendekatan inkuiri, pendekatan histori, pendekatan nilai, pendekatan lingkungan dan pendekatan sains-teknologi-masyarakat.
1. Pendekatan proses merupakan pendekatan yang menekankan atau melatih bagaimana cara memperoleh produk IPA, sehingga operasional pembelajarannya selalu ada aktivitas atau bernuansa proses IPA.
2. Pendekatan konsep merupakan pendekatan yang menekankan pengenalan konsep-konsep IPA. Pengenalan konsep sangat perlu karena dibutuhkan dalam mengkomunikasikan pengetahuan.
3. Pendekatan discovery atau penemuan terbimbing: merupakan pendekatan di mana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan, sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Pada pendekatan penemuan terbimbing permasalahan dilontarkan oleh guru, cara pemecahan masalah juga ditentukan oleh guru, sedangkan penentuan kesimpulan dilakukan oleh siswa.
4. Pendekatan inkuiri merupakan pendekatan penemuan yang menuntut kemampuan lebih komplek dibanding pendekatan discovery. Siswa dengan proses mentalnya sendiri dapat menemukan suatu konsep, sehingga dalam menyusun rancangan percobaan dilakukan atas kemampuannya sendiri.
(29)
Permasalahan dilontarkan oleh guru, cara pemecahan masalah ditentukan oleh siswa, penentuan kesimpulan juga dilakukan oleh siswa.
5. Pendekatan histori merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada sejarah ditemukannya suatu pengetahuan.
6. Pendekatan nilai merupakan pendekatan pembelajaran yang mengandung pesan norma atau etika hidup diantara makhluk yang lain.
7. Pendekatan lingkungan merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa diajak secara langsung berhadapan dengan lingkungan di mana fakta atau gejala alam tersebut berada. Pemanfaatan lingkungan sangat penting dalam pembelajaran IPA, karena lingkungan dapat dipandang sebagai sasaran belajar atau merupakan obyek yang dipelajari anak. Lingkungan sebagai sumber belajar, ada bermacam-macam sumber belajar misalnya buku, laboratorium, tenaga ahli, atau kebun di sekitar sekolah. Lingkungan sebagai sarana belajar IPA, lingkungan yang alami menyediakan bahan-bahan yang tidak perlu membeli, misalnya udara, air, cahaya matahari, tumbuhan rumput, sungai dan sebagainya. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasamya membahas penerapan IPA dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. 2.1.3 Prestasi Belajar IPA
Prestasi adalah istilah yang diambil dari bahasa Belanda prestatie yang berarti hasil usaha. Kata prestasi dalam berbagai penggunaan selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu.
(30)
Pendapat Gagne (1992: 65) mengatakan bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang. Belajar adalah suatu aktivitas yang melibatkan bukan hanya penguasaan kemampuan akademik baru saja, melainkan juga perkembangan emosional, interaksi sosial dan perkembangan kepribadian. Menurut Gagne (1998: 3) belajar adalah perubahan dalam diri manusia atau kemampuan yang berlangsung selama satu masa waktu dan yang tidak semata-mata disebabkan oleh perubahan pertumbuhan.
Jenis perubahan yang dimaksud dalam belajar ini meliputi perubahan tingkah laku setelah individu mendapatkan berbagai pengalaman dalam situasi belajar mengajar yang diberlakukan atasnya. Pengalaman-pengalaman tersebut akan menyebabkan proses perubahan pada diri seseorang. Dengan kata lain, bahwa proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi karena hasil pengalaman yang diperoleh.
Winkel (1996: 53) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap yang dimiliki oleh suatu individu.
Belajar adalah terminologi yang akan digunakan untuk menggambarkan proses meliputi perubahan melalui pengalaman. Proses perubahan tersebut secara relatif untuk memperoleh perubahan permanen dalam pemahaman, sikap, pengetahuan,
(31)
informasi, kemampuan dan keterampilan melalui pengalaman. Melalui proses seseorang mengubah tingkah lakunya dengan cara latihan, baik latihan yang dipersiapkan secara khusus di laboratorium maupun latihan yang terjadi secara alamiah dimana individu berinteraksi dengan lingkungannya.
Kaitannya dengan belajar tersebut, beberapa ahli mengemukakan prinsip yang berkaitan dengan belajar, yaitu:
1. belajar pada hakikatnya potensi manusia dan perilakunya;
2. belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswanya;
3. belajar akan lebih mantap dan efektif apabila didorong dengan motivasi; 4. perkembangan pengalaman siswa akan banyak mempengaruhi kemampuan
belajarnya.
Prinsip-prinsip tersebut perlu dipahami untuk dapat memberikan penjelasan tentang usaha pencapaian tujuan belajar itu sendiri melalui kondisi belajar yang kondusif. Tujuan belajar yang dimaksud di sini adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Prinsip-prinsip tersebut di atas menunjukkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan fisiologis atau perubahan kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar berupa perubahan-perubahan pengetahuan (knowledge), kebiasaan (habit), kecakapan (skill) atau yang terkenal dengan istilah aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
(32)
Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud belajar dalam penelitian ini adalah proses perubahan tingkah laku individu yang berlangsung selama satu masa tertentu, meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap melalui pengalaman yang didapatkannya di lingkungan situasi belajar itu berlangsung. Adapun batasan prestasi belajar terdapat berbagai pendapat sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli.
Muhibin (1997: 141) menyebutkan bahwa prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Demikian pula pendapat Albach, Arnove dan Kelly (1999: 201) bahwa prestasi belajar hanya ukuran keberhasilan di sekolah tidak termasuk keberhasilan dalam keluarga dan masyarakat.
Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar dipergunakan untuk menyebut berbagai macam hasil kegiatan atau usaha. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Istilah prestasi belajar sering digunakan untuk menyebut hasil yang dicapai dalam berbagai kegiatan, misalnya prestasi olahraga, prestasi seni, prestasi kerja, prestasi belajar, prestasi usaha, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil dari proses pembelajaran, yaitu penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Prestasi belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas, seperti prestasi belajar dalam ulangan
(33)
harian, prestasi pekerjaan rumah, prestasi belajar tengah semester, prestasi akhir semester, dan sebagainya.
Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat prestasi belajar adalah dengan menggunakan tes. Tes merupakan prosedur yang sistematis untuk membandingkan kemampuan dua orang atau lebih. Tes terdapat dalam dua bentuk, yaitu tes yang dibuat oleh guru tes standar yang telah tersedia secara komersial. Tes yang secara komersial tersedia menghasilkan efesiensi waktu bagi guru dan dapat juga mendapatkan informasi tentang prestasi belajar siswa. Kecenderungan sekolah mengadakan tes secara bersama-sama memungkinkan guru memperoleh gambaran tentang penguasaan materi yang telah diajarkan sekaligus mendapatkan informasi kemampuan siswanya dibandingkan dengan kemampuan siswa sekolah lain. Tes prestasi dapat digunakan sebagai suatu tes diagnosis yang dirancang untuk membuktikan mengenai gambaran kelebihan dan kekurangan siswa.
Pada proses pembelajaran, prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil dari pembelajaran yang meliputi penguasaan, perubahan emosional, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes objektif maupun tes uraian. Dengan demikian, prestasi belajar IPA adalah prestasi belajar siswa pada tes ujian akhir semester atau pada kompetensi dasar mata pelajaran IPA.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar IPA merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari pelajaran IPA di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
(34)
mengenai sejumlah materi tertentu. Prestasi belajar memiliki beberapa kategori. Gagne (1992: 5) mengklasifikasikannya menjadi lima kategori yakni: 1) Intellectual skill, 2) Cognitive strategies, 3) Verbal information, 4) Motor skill, dan 5) Attitudes.
1) Keterampilan intelektual
Kemampuan ini merupakan keterampilan yang membuat seseorang secara cakap berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan lambang-lambang. 2) Siasat kognitif
Kemampuan yang mengatur cara bagaimana si belajar mengelola belajarnya. 3) Informasi verbal
Kemampuan ini berupa perolehan label atau nama, fakta dan pengetahuan yang sudah tersusun rapi.
4) Keterampilan motorik
Kemampuan yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. 5) Sikap
Kemampuan yang mempengaruhi pilihan tindakan yang akan diambil.
Senada dengan Gagne, Winkel (1996: 53) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang mengprestasikan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap yang dimiliki oleh suatu individu.
(35)
Sedangkan Bloom mengelompokkan prestasi belajar (yang juga merupakan prestasi guru dalam pembelajaran) atas tiga kategori ranah (domain) yang dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom” yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga kategori prestasi belajar itu mempunyai beberapa aspek masing-masing yaitu: Kognitif, aspek-aspek dari domain ini terdiri dari: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetis, dan evaluasi. Afektif, domain ini terdiri dari aspek-aspek: penerimaan penanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan pengarahan. Psikomotorik, terdiri dari beberapa aspek: kemampuan gerak refleks, kemampuan gerak dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisik, kemampuan gerak terampil, dan kemampuan gerak komunikatif.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam suatu pernyataan dapat dicapai siswa adalah setelah ia mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika mata pelajaran IPA diikuti oleh siswa pada tingkat-tingkat kelas tertentu, maka tujuan pembelajaran tersebut telah tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pendidikan dasar.
Perumusan tujuan pembelajaran di atas yang mencakup berbagai apek kemampuan disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, dimana sebagian siswa di kelas mungkin bisa berhubungan dengan kegiatan abstraksi dan sebagian dapat menggeneralisir berdasarkan pengalaman konkret. Oleh karena itu, atas dasar perkembangan kognitif siswa, aspek kemampuan kognitif yang dapat dicapai siswa dengan maksimal adalah tiga jenjang pertama, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, dan tingkat penerapan.
(36)
Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar dipergunakan untuk menyebut berbagai macam prestasi kegiatan atau usaha. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Istilah prestasi belajar sering digunakan untuk menyebut prestasi yang dicapai dalam berbagai kegiatan, misalnya prestasi olahraga, prestasi seni, prestasi kerja, prestasi belajar, prestasi usaha, dan sebagainya.
Muhibin (1997: 141) menyebutkan bahwa prestasi dalam pembelajaran merupakan taraf keberprestasian siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh melaui tes terhadap siswa mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Demikian pula pendapat Albach, Arnove dan Kelly (1999: 201) bahwa prestasi guru dalam pembelajaran hanya ukuran keberprestasian di sekolah tidak termasuk keberprestasian dalam keluarga dan masyarakat. Prestasi guru dalam pembelajaran adalah pengetahuan yang berhasil disampaikan guru guru dan dimiliki siswa sebagai prestasi dari proses pembelajaran.
Pada proses pembelajaran, prestasi pembelajaran dapat diartikan sebagai prestasi dari pembelajaran yang meliputi penguasaan, perubahan emosional, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes objektif maupun tes uraian. Dengan demikian, prestasi belajar IPA adalah prestasi belajar siswa pada tes ulangan mata pelajaran IPA.
(37)
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang diperoleh melalui pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Prestasi pembelajaran IPA adalah perubahan daya pikir, daya nalar, dan mengingat, berfikir logika, sistematika, kritis dari deduktif ke induktif dalam pelajaran IPA atas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Dengan kata lain, prestasi pembelajaran IPA merupakan tingkat keberprestasian yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran IPA di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari prestasi tes mengenai sejumlah materi tertentu yang telah diajarkan oleh guru. Prestasi pembelajaran adalah kemampuan aktual yang diperoleh seseorang setelah mempelajari sejumlah mata pelajaran pada satu jenjang program pendidikan dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan suatu alat ukur tertentu, yaitu tes hasil belajar baik aspek kognitif maupun psikomotorik.
Mata Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa Sekolah Dasar (SD). Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan prestasi siswa dalam pembelajaran IPA adalah prestasi yang diperoleh siswa dalam pembelajaran melalui kemampuan kognitif yang dicapai siswa setelah mereka mempelajari mata pelajaran IPA selama kurun waktu tertentu, yakni pada semester ganjil tahun ajaran 2009/2010.
(38)
2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran 2.2.1 Teori Belajar
Beberapa teori belajar yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Teori Belajar Kognitif
Belajar menurut kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
2. Teori Belajar Konstruktivistik
Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutahiran struktur kognitifnya.
(39)
3. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori belajar humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori belajar ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuk yang paling ideal daripada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
4. Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Rentang masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Seseorang dikatakan cerdas bila ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga/berguna bagi umat manusia.
Menurut Situmorang dalam Prawiradilaga dan Siregar (2004: 61) Multiple Intelegent lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfed Binet pada tahun 1904, yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang pada Intelegent Quotient (IQ) saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangkannya, Binet menempatkan kecerdasan seseorang dalam
(40)
rentang skala tertentu yang menitikberatkan pada kemampuan berbahasa dan logika semata. Dengan kata lain apabila seseorang pandai dalam bahasa dan logika, maka ia pasti memiliki IQ yang tinggi. Tes yang dikembangkan Binet ini menurut Gardner dalam Prawiradilaga dan Siregar (2004: 61) belum mengukur kecerdasan seseorang sepenuhnya, sebab tes IQ Binet baru mewakili sebagian kecerdasan yang ada, yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, dan spasial saja. Dengan demikian, belum meliputi delapan jenis kecerdasan yang ada (Multiple Intelegent); yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Dalam penelitiannya, Gardner menyatakan bahwa setiap kecerdasan bekerja dalam sistem otak yang relatif otonom, artinya setiap kecerdasan mengelola informasi secara parsial, menyimpannya secara parsial, namun pada saat mengeluarkannya (mereproduksinya kembali), kedepalan jenis kecerdasan yang ada bekerja sama secara unik untuk menghasilkan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Selanjutnya Thorndike dalam Suciati dan Prasetya (2000: 32) menyatakan belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar dipandang sebagai suatu proses yang aktif melibatkan eksplorasi daripada sekedar penerimaan informasi yang pasif yang diberikan oleh guru. Hal ini dikemukakan oleh Mc.Pherson dalam Prawiladilaga dan Siregar (2005: 21) yaitu "Learning is an active process, involving exploration, rather than the passive receipt of information downloaded by teachers".
(41)
Belajar merupakan suatu proses pencarian makna. Oleh karena itu belajar sebagai suatu proses atau aktivitas yang menekankan kepada hasil atau produk. Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa dalam proses belajar mengajar ada proses pembelajaran. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pembelajaran walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pembelajaran memberi kesan hanya sebagai menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. (http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran)
Selain itu, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar) berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Juga dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik (http://www.tiranus.net/?p=21).
Pembelajaran tidak hanya terbatas pada peristiwa yang dilakukan oleh guru, tetapi mencakup semua peristiwa yang mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi: kegiatan-kegiatan yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program, radio, televisi, film, slide, maupun kombinasi dari bahan-bahan bahan tersebut. Pembelajaran erat hubungannya dengan konsep belajar, yaitu suatu proses dimana organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman.
(42)
Belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar bisa pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
(43)
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu siswa belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru hares mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol. Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru di sini adalah sebagai pengelola proses pembelajaran tersebut.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar yaitu apapun yang dipelajari siswa maka siswalah yang harus belajar, bukan yang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif; setiap siswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya; seorang siswa akan belajar lebih baik apabila memperoleh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses pembelajaranya terjadi; penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti; dan seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabila diberi tangung jawab serta mempercayakan penuh atas belajarnya.
Dalam pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat langsung, oleh karena itu agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru dengan memperhatikan berbagai
(44)
prinsip-prinsip pembelajaran yang telah diuji keunggulannya. Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, dan kebiasaan. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Dalam hal ini proses mengajar membantu seseorang di dalam pembelajaran yang merupakan proses perubahan di dalam kemampuan tahapan di dalam mengetahui suatu yang baru dari hasil latihan atau pengalaman didapat pada proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang mana perubahan kemampuan tersebut dapat menetap di dalam diri anak.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh adanya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru di antara komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Jadi, proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi lebih pada kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Untuk itu agar proses pembelajaran
(45)
bermakna guru di dalam proses pembelajaran harus selalu menghubungkan konsep-konsep yang telah dimiliki siswanya dengan interaksi anak dengan sumber ilmu dengan mencari, menemukan, dan mengkontruksi berbagai pengetahuan yang dimiliki.
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, saat proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan pengaruh lingkungannya.
Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan (http://mgmips.wordpress.com/2008 /04/06/belajar-dan-pembelajaran-bermakna/).
Dari penjelasan di atas, pembelajaran merupakan proses pengorganisasian kegiatan pembelajaran dengan cara-cara tertentu yang didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan dan teori belajar. Bagaimana guru menyusun proses pembelajaran yang sistematis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Menurut Dick and Carey (1996) pembelajaran merupakan proses yang
(46)
sistematis, dimana setiap komponen yang ada di dalamnya, yaitu guru, siswa, bahan ajar, media pembelajaran dan lingkungan belajar sangat menentukan keberhasilan.
Pembelajaran merupakan kegiatan dan interaksi secara aktif antar siswa, antar siswa guru dan sumber belajar. Hal ini dikatakan oleh Vigotsky dalam Budiningsih (2005: 12) bahwa untuk mengembangkan potensinya secara optimal melalui belajar, guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan dengan memfasilitasi anak/siswa agar dapat memecahkan bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya siswa memperoleh kesempatan ujian dengan bahan /materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran dengan penekanan penggunaan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran dan hambatan yang dialami di dalam proses pembelajaran. Jadi efektivitas pembelajaran dapat diketahui dengan baik jika memperoleh masukan dari diri sendiri, siswa, observasi kelas, rekan sejawat, pimpinan, kajian rencana pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran yang efektif menurut Miarso (2007: 536) adalah pembelajaran yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para siswa melalui prosedur yang tepat. Ada tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran yang efektif adalah: Pengorganisasian pembelajaran dengan baik; komunikasi secara efektif; penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran; sikap positif terhadap siswa; pemberian ujian dan nilai yang adil; keluwesan dalam pendekatan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang baik.
(47)
Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa. Ada 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan .Keefektifan pembelajaran yaitu 1) kecermatan perilaku yang dipelajari atau tingkatn kesalahan, 2) kecepatan kerja, 3) tingkat alih belajar, dan 4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth, 1993). Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai siswa danl atau jumlah biaya pemnbelajaran yang digunakan. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap/fetus belajar.
Belajar itu merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode/perlakuan). Peristiwa pembelajaran adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut:
1. Menarik perhatian agar siswa siap menerima pelajaran.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran agar siswa tahu apa yang akan diharapkan dalam belajar itu.
3. Merangsang timbulnya ingatan alas ajaran sebelumnya.
4. Presentasi bahan ajaran dan memberikan bimbingan/pedoman untuk belajar. 5. Membangkitkan timbulnya unjuk kerja (respon) dan
6. Memberikan umpan balik atas unjuk kerja.
(48)
Dapat disimpulkan bahwa guru akan mengajar efektif bila guru tersebut selalu membuat perencanaan sebelum belajar. Sehingga perencanaan pembelajaran adalah sebuah alai menuju pelaksanaan pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik.
2.2.2 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 2.2.2.1 Karakteristik Anak usia SD
Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD berkisar antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD tersebut termasuk dalam katagori operasional konkrit. Pada usia operasional konkret dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi. Anak operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkrit untuk menolong pengembangan intelektualnya.
Anak SD sudah mampu memahami tertang penggabungan (penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang. Mereka juga sudah mampu menggolongkan atau mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya. Pada akhir operasional konkret mereka dapat memahami tentang pembagian, mampu menganalisis dan melakukan sintesis sederhana.
(49)
2.2.2.2 Prinsip Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Salamah (2004: 26) prinsip-prinsip pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA sebagai berikut:
1. Prinsip motivasi
Motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju. 2. Prinsip latar
Pada hakikatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Dalam pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, keterampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa..
3. Prinsip menemukan
Pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip belajar ”sambil melakukan” (learning by doing)
Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau learning by doing.
(50)
5. Prinsip belajar ”sambil bermain”
Bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana fang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif.
6. Prinsip hubungan sosial
Dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Lebih lanjut, Salamah (2004: 26) menyebutkan bahwa prinsip-prinsip di atas, semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip di atas guru dalam mengelola pembelajaran perlu: 1. Menyajikan kegiatan yang beragam sehingga tidak membuat siswa jenuh. 2. Menggunakan sumber belajar yang bervariasi, disamping buku acuan.
3. Sesekali dapat bekerjasama dengan masyarakat, institusi pemerintah maupun swasta, dan lain-lain.
4. Sebagai sumber informasi yang terkait dengan praktek kehidupan sehari-hari. 5. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar karena belajar akan
bermakna apabila berhubungan langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa.
(51)
6. Kreatif menghadirkan alat bantu pembelajaran. Proses ini dapat memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa dalam membangun pengetahuannya.
7. Menciptakan suasana kelas yang menarik, misalnya, pajangan hasil karya siswa dan benda-benda lain, peraga yang mendukung proses pembelajaran.
2.3 Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan topik penelitian:
1. Eptiza (2008) yang berjudul Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) Terhadap Kemampuan Membuat Karangan Narasi Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri I Pesisir Tengah Lampung Barat Tahun Pelajaran 2007 / 2008.
1) Ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan membuat karangan narasi siswa kelas XI semester genap SMA N I Pesisir Tengah Krui Lampung Barat tahun pelajaran 2007/2008. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji hipotesis diperoleh t hitung = 11,18 dan t tabel = 2,70. Harga t hitung 11,18> t tabel 2,70.
2) Ada peningkatan kemampuan mengarang narasi setelah menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) siswa kelas XI semester genap SMA N I Pesisir Tengah Krui Lampung Barat tahun pelajaran 2007/2008. Hal ini dapat dilihat dari keseluruhan jumlah skor kelas eksperimen yang diberi penerapan CTL yaitu 1381 atau dapat dipersentasekan dengan jumlah 69,05%.
(52)
3) Tingkat kemampuan mengarang narasi siswa kelas XI semester genap SMA N I Pesisir Tengah Krui Lampung Barat tahun pelajaran 2007/2008, lebih rendah dengan menggunakan pendekatan konvensial. Hal ini dapat dilihat dari keseluruhan jumlah skor kelas kontrol atau yang menggunakan pendekatan konvensial yaitu 1314 atau dapat dipersentasekan dengan jumlah 64,9%.
2. Kartini (2008) yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar Matematika melalui CTL Kelas 2 SD Al-Kautsar Bandar Lampung.
1) Siswa lebih mudah mengemukakan ide-ide berkaitan dengan tema tulisan yang akan ditulis.
2) Suasana kelas menjadi lebih kondusif dan hidup.
3) Siswa merasa lebih senang belajar IPA, terutama kepada pembelajaran Matematika yang selama ini tidak disukai siswa.
4) Kemampuan siswa dalam Matematika cenderung meningkat.
5) Kemampuan psikomorik siswa dalam berbahasa cenderung meningkat, baik kemampuan menulis maupun berbicara.
6) Beban guru dalam pembelajaran menjadi lebih ringan karena pembelajaran berorientasi pada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator.
(53)
3. Wahono (2007) yang berjudul Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Berbahasa Siswa (Studi Eksperimen Pada Siswa SMPN 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2005/2006).
1) Kemampuan berbahasa siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual hasil belajarnya meningkat. Namun, peningkatannya tidak jauh berbeda dengan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional.
2) Hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah pada siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual.
3) Hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah pada siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional.
4) Kemampuan berbahasa siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi yang diajar dengan pendekatan kontekstual kemampuan berbahasanya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan awal tinggi yang diajar dengan pendekatan konvensional.
5) Kemampuan berbahasa siswa yang memiliki kemampuan awal rendah yang belajar dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah yang diajar dengan pendekatan konvensional
6) Terdapat interaksi pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan berbahasa.
(54)
4. Ekowati, Netty (2006) yang berjudul Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelompok Besar dan Kelompok Kecil pada Mata Pelajaran Biologi.
1) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan menggunakan metode CTL dan kemampuan awal terhadap hasil belajar.
2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara metode CTL kelompok besar dan CTL kelompok kecil terhadap prestasi belajar Biologi. Hasil belajar Biologi sangat dipengaruhi oleh pemberian metode CTL.
3) Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar Biologi. Dengan kata lain, prestasi belajar Biologi sangat dipengaruhi oleh kemampuan awal siswa.
4) Hasil belajar Biologi kelompok siswa berkemampuan awal tinggi yang diberi metode CTL kelompok besar lebih baik dari pada menggunakan metode CTL.
5) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar Biologi kelompok siswa berkemampuan awal rendah yang diberi metode CTL kelompok besar dan kelompok siswa berkemampuan awal rendah yang diberi metode CTL kelompok kecil.
(55)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode tindakan (action research) dengan penekanan terhadap proses pembelajaran IPA siswa kelas 6 Sekolah TMI Bandar Lampung. Pemilihan metode ini didasarkan pendapat bahwa penelitian tindakan mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa (Hopkins, 1993: 34).
Penelitian tindakan yang dipilih adalah penelitian self-reflective inquiry, atau penelitian melalui refleksi diri. Penelitian melalui refleksi diri yaitu guru mengumpulkan data dari praktiknya sendiri. Berarti guru mencoba menganalisis apa yang dikerjakannya di dalam kelas, apa dampak tersebut bagi siswa, dan guru mencoba memikirkan mengapa dampaknya seperti itu.
Dengan usaha tersebut guru mencoba menemukan kelemahan dan kekuatan dari tindakan yang dilakukannya, dan berusaha memperbaiki kelemahan dan mengulangi untuk menyempurnakan tindakan yang dianggapnya sudah baik. Dengan demikian, data dikumpulkan dari praktik sendiri, bukan dari sumber data yang lain.
(56)
Pengumpul data adalah guru yang terlibat dalam kegiatan praktik sehingga guru mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai guru dan sebagai peneliti. Guru bukan hanya sekedar pelaksana pembelajaran, tetapi berperan secara aktif dari tahap perencanaan hingga pada tahap evaluasi dan refleksi hasil tindakan.
Tujuan penelitian tindakan di kelas 6 Sekolah TMI secara spesifik diarahkan untuk: 1) menggali dan menganalisis secara reflektif-partisipatif terhadap pembelajaran IPA, khususnya pada materi “Perkembangbiakan Tumbuhan”, 2) menerapkan pembelajaran kontekstual yang dapat digunakan sebagai bahan perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, 3) memasukkan unsur-unsur pembaharuan atau inovasi dalam sistem pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit ditembus oleh upaya pembaharuan pada umumnya, 4) membangun dan meningkatkan mutu komunikasi dan interaksi antar sesama guru IPA dengan sistem kemitraan, 5) memperbaiki suasana keseluruhan sistem atau masyarakat sekolah.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah TMI Bandar Lampung. Sekolah ini terletak di Jalan Arif Rahman Hakim No. 36 Kecamatan Sukabumi Tanjung Karang Timur. Objek penelitian adalah siswa kelas 6A dan 6B pada Tahun Pelajaran 2009/2010, yang berjumlah 46 siswa, terdiri dari 18 putri dan 28 putra. Selain peneliti sendiri, penelitian akan melibatkan tiga orang observer (kolaborator).
(1)
292
F. PENILAIAN
Penilaian untuk kegiatan ini didasarkan pada:
1)
keaktifan siswa dalam melakukan aktifitas di halaman sekolah
2)
kemampuan siswa dalam mempresentasikan hasil pengamatan
3)
rangkuman siswa di buku catatan
(2)
281
Lampiran 18 Rubrik Penilaian Penggunaan Internet dan Presentasi Siswa
Student name: _____________________
Teacher: _____________________
Comments:
_____________________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
Score Earned: ________ / 8 possible point x 100 = ________
90 – 100 : Exceeds Standard 70 – 79 : Rising to Meet Standard 80 – 89 : Meets Standard 69 and below : Below Standard
CATEGORY Beginning 1
Developing 2
Accomplished 3
Exemplary 4
Score
Use of Internet
Needs frequent assistance to access internet sites and locate meaningful information
Accesses internet sites with minimal assistance, gather some relevant information.
Accesses internet sites easily, only gathers some relevant information.
Easily accesses internet sites; consistently locates and records meaningful information.
Presentation
Did not present the research to anyone.
Answer question during presentation.
Presented an understanding of research result.
Clearly presented a complete understanding of the research.
(3)
240
Lampiran 3.4 Rubrik Aktivitas Siswa berupa Pengamatan dan Presentasi IPA
Name of student:
Date:
Grade:
RUBRIC FOR SCIENCE Observation CRITERIA Beginning 1 Developing 2 Accomplished 3 Exemplary 4 Participation (C1)
Used time well in lab and focused attention on the experiment.
Used time pretty well. Stayed focused on the experiment most of the time.
Did the lab but did not appear very interested. Focus was lost on several occasions.
Participation was minimal OR student was hostile about participating.
Working with others
(C2)
Almost always listens to, shares with, and supports the efforts of others. Tries to keep people working well together.
Usually listens to, shares, with, and supports the efforts of others. Does not cause "waves" in the group.
Often listens to, shares with, and supports the efforts of others, but sometimes is not a good team member.
Rarely listens to, shares with, and supports the efforts of others. Often is not a good team player.
Responsibility (C3)
Consistently stays focused on the task and what needs to be done. Very self-directed.
Focuses on the task and what needs to be done most of the time. Other group members can count on this person.
Focuses on the task and what needs to be done some of the time. Other group members must sometimes nag, prod, and remind to keep this person on-task.
Rarely focuses on the task and what needs to be done. Lets others do the work.
Skill in observing (C4)
Appropriate materials were selected and creatively modified in ways that made them even better.
Appropriate materials were selected and there was an attempt at creative
modification to make them even better.
Appropriate materials were selected.
Inappropriate materials were selected and contributed to a product that performed poorly.
(4)
241
Comments:
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
Score Earned: ________ / 32 possible point x 100 = ________
90 – 100 : Exceeds Standard 70 – 79 : Rising to Meet Standard 80 – 89 : Meets Standard 69 and below : Below Standard
RUBRIC FOR SCIENCE Presentation CRITERIA Beginning 1 Developing 2 Accomplished 3 Exemplary 4
Use clear voice (C5)
Use very loud and clear voice Use clear voice, but sometime to slow
The voice didn’t loud and
can’t hear clearly The voice is not clear and can’t be heard
Skill of presenting (C6)
Presenting in excellent way, understand, and can attract all members of class.
Presenting in a good way, can attract most members of class.
Presenting in a satisfactory way, can some members of class.
Can’t presenting well, can attract few members of class.
Skill of answering (C7)
Able to answers all questions structurally.
Able to answers most questions structurally.
Able to answers some questions structurally.
Can’t answer the questions during presentation.
Self Confidence (C8)
Very confident, showing no nervous.
Confident, showing a little nervous.
Not really confident, sometimes showing nervous.
Not confident, looks very nervous.
(5)
238
Lampiran 3.3 Lembar Kerja Siswa Siklus I
Name: ____________________
Date:____________ Grade:_____
Parts of a Flower
I. Read the instruction carefully and answers clearly!
1.
Find a flower you like in the school garden. Then stick it in the box below using
double tape. Give the name of each part, and explain the function in the box
provided. Make it tidy and attractive!
Put your flower here:
Write down your explanations here:
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
(6)
239
2. Can you find the female and male parts of your flower? Please draw those parts in
the boxes below!
******************** GOOD LUCK ********************
Female parts:
Male parts:
Achieved
: students were able to put the flower, mention all parts,
and explain all function of each part.
Working towards :
students were able to put the flower, mention some parts,
and explain some function of each part.
Need Assistance :