27
kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang
oportunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari
masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Kim Yi 2005 yang menemukan bahwa besaran pengelolaan
laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi. Berarti perusahaan dengan kelompok
usaha afiliasi memberikan pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan untuk melakukan pengelolaan laba.
2.2.4. Kebijakan Hutang
Dana dapat diperoleh dan luar perusahaan external financing maupun dan dalam perusahaan internal financing. Modal internal berasal dan laba
ditahan, sedangkan modal eksternal dapat berasal dan modal sendiri dan hutang. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan
datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa
kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu Baridwan, 2004.
Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat diperoleh dan hutang maupun ekuitas. Besar kecilnya rasio hutang dapat dilihat
pada rasio Debt Equity Ratio DER. Hutang mempunyai dua keuntungan yaitu
28
a bunga yang dibayarkan dapat dipotong dengan tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dan hutang, b pemegang hutang debtholder
mendapatkan pengembalian tetap Masdupi, 2005. Penggunaan hutang memiliki kelemahan a hutang yang semakin tinggi meningkatkan risiko sehingga suku
bunganya akan semakin tinggi pula, b bila kondisi perusahaan tidak dalam kondisi bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup biaya
bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan.
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang. Karena dengan penggunaan utang,
hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alasan bahwa utang mengandung risiko
yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dengan pihak lain Masdupi,
2005.
2.2.5. Teori Keagenan
Pengendalian perusahaan dewasa ini sering diserahkan kepada manajer profesional yang bukan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan tidak mampu
mengendalikan perusahaan karena keterbatasannya mengelola perusahaan tidak mampu mengendalikan perusahaan yang semakin maju dan kompleks. Tujuan
utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham yang diterjemahkan sebagai peningkatan harga saham. Tetapi pada kenyataannya tidak
29
jarang manajer mempunyai tujuan yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama perusahaan tersebut. Oleh karena itu manajer diangkat oleh
pemegang saham untuk bisa memaksimumkan nilai perusahaan tersebut. Dalam teori keagenan di jelaskan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin
bertentangan. Adanya konflik antara pihak manajemen dengan pemilik saham dan
dengan pihak yang terkait lainnya seperti kreditor, sering memunculkan suatu permasalahan yang disebut dengan masalah keagenan. Jensen dan Meckling
1976 dalam Wahidahwati 2002 mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih principal pemilik menggunakan orang
lain atau agen manajer untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Masalah keagenan potensial terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari 100 sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dinnya sendiri, dan bukan memaksimumkan nilai
perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan. Hal ini disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi,
sebaliknya pemegang saham tidak menyukai tindakan manajer tersebut, karena tindakan tersebut akan menambah biaya dan membebani dengan biaya yang tidak
menguntungkan perusahaan, sehingga akibatnya perusahaan akan mengalami penurunan laba dan penurunan deviden yang akan diterima serta pada akhimya
akan berpengaruh terhadap menurunnya harga saham serta nilai perusahaan. Sehingga memunculkan suatu permasalahan yang disebut dengan masalah
keagenan yang kemudian memunculkan suatu masalah keagenan yang kemudian
30
memunculkan suatu teori tentang masalah keagenan yang disebut dengan agency theory.
Agency Theory menurut Anthony dan Govindarajan 1995 adalah hubungan atau kontrak antara principal, termasuk agent manajer untuk
melakukan tugas atas kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Agency theory memiliki
asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konfik kepentingan antara principal dan
agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu tinggi.
Dalam Suhartono 2004. masalah k.eagenan potensial terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dan 100 sehingga manajer
cenderung bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri, dan bukan memaksimumkan nilai perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan.
Dalam keputusan pendanaan, para pemegang saham hanya peduli terhadap resiko sistematik dari saham perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada
portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Tapi manajer sebaliknya, manajer lebih peduli pada resiko perusahaan secara keseluruhan. Ada 2 alasan yang
mendasan, menurut Fama 1980 seperti yang terdapat pada Fauzan 2002 adalah 1 bagian substantive dan kekayaan mereka didalam spesifik human capital
perusahaan, yang membuat mereka nondiversifiabel, 2 manajer akan terancam reputasinya. demikian juga kemampuan menghasilkan eaming perusahaan, jika
perusahaan mengalami kebangkrutan. Kesimpulannya, menurut teori keagenan
31
para manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan mereka sendiri, bukan berdasarkan maksimalisasi nilai perusahaan dalam pengambilan keputusan
pendanaan Jensen dan Meckling. 1976 dalam Wuryaningsih 2004.
2.2.6. Mekanisme untuk Mengurangi Masalah Keagenan