1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi stratejik yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Pengelolaan ini ditujukan agar
perusahaan mampu menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan value of the firm dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Pengelolaan kinerja
diserahkan kepada manajer keuangan sehingga manajer keuangan berusaha mengelola aset finansial perusahaan dengan menitikberatkan pada tiga
keputusan, yakni: keputusan financial financial decision, keputusan investasi investment decision, dan kebijakan deviden dividend policy. Manajer
keuangan berusaha mewujudkan kedua tujuan persahaan dengan menggunakan ketiga keputusan tersebut.
Kebijakan deviden menjadi perhatian banyak pihak seperti pemegang saham, kreditor, maupun pihak eksternal lain yang memiliki
kepentingan dari informasi yang dikeluarkan perusahaan. Melalui kebijakan ini perusahaan memberikan sebagian dari keuntungan bersih kepada pemegang
saham secara tunai Brigham dab Houston 2001. Keputusan ini merupakan salah satu cara meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, khsusnya
pemegang saham yang berinvestasi dalam jangka panjang dan bukan pemegang saham yang berorientasi pada capital gain. Berkaitan dengan tujuan
2
tersebut, perusahaan berusaha meningkatkan pembayaran deviden dari tahun ke tahun agar kesejahteraan pemegang saham juga mengalami peningkatan.
Tetapi dalam praktiknya sering terjadi hambatan seperti terjadinya profitabilitas, keharusan membayar bunga, atau terbukanya kesempatan
investasi yang profitable menyebabkan pihak manajemen membatasi pembayaran deviden. Logika ini disebabkan keuntungan akan dialokasikan
pada laba ditahan sebagai sumber dana internal. Kondisi ini menyebabkan harapan pemegang saham terhadap deviden tinggi menjadi pudar. Meskipun
demikian, pihak manajemen berusaha menghindari terjadinya pemotongan deviden dividend cut atau paling tidak membayar deviden secara tetap atau
dikenal sebagai dividend sticky.
Isu dividend cut memberikan pertanda buruk terhadap kinerja perusahaan. Informasi ini akan ditindaklanjuti oleh pihak eksternal sebagai dampak dari kegagalan
perusahaan yang pada akhirnya berdampak buruk terhadap performance harga saham. Bila dikaji dari sisi internal, keputusan deviden cut belum tentu dilatarbelakangi oleh
penurunan kinerja financial. Jika perusahaan mendapat kesempatan investasi yang menarik, maka tidak salah bila investasi tersebut didanai dari sumber dana internal
daripada utang. Konsekuensi dari keputusan ini mengorbankan kpentingan pemegang saham karena gagal menerima return dalam bentuk deviden. Berdasarkan penilaian
yang berbeda ini, dalam menetapkan deviden. Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan antara deviden saat ini dengan pertumbuhan perusahaan dimasa
mendatang sehingga bermuara pada maksimalisasi harga saham
Perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham menimbulkan konflik keagenan. Pemegang saham biasanya memilih dewan
3
direksi yang kemudian mengangkat manajer untuk menjalankan perusahaan. Karena manajer bekerja untuk pemegang saham, mereka harus menentukan
kebijakan yang dapat meningkatkan nilai kepentingan pemegang saham. Tujuan utama perusahaan dan sudut pandang manajemen keuangan adalah
untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder. Tujuan tersebut sering kali hanya bisa dicapai apabila pemilik modal
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional manajerial dan insiders atau sering disebut agen, karena pemilik modal memiliki banyak
keterbatasan. Dalam konteks keuangan, masalah keagenan muncul antara pemilik
principal dan agen. Aspek-aspek masalah keagenan selalu dimasukkan kedalam keuangan perusahaan karena banyaknya keputusan keuangan yang
diwarnai oleh masalah keagenan. Menurut Brigham. Gapenski. Dan Daves 1999 dalam Wuryaningsih 2004, masalah keagenan tersebut bisa terjadi
antara: pertama, pemilik shareholders dengan manajer; kedua. Manajer dengan debtholders; dan ketiga manajer dengan shareholders.
Utang merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan. Dengan utang maka
perusahaan harus melakukan pembayaran periode atas bunga dari principal. Hal itu bisa mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan aliran kas
bebas atau free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal. Penggunaan utang juga akan meningkatkan resiko. oleh karena itu
manajer akan Iebih berhati-hati karena resiko utang non diversiviable manajer
4
lebih besar daripada investor publik. Dengan kata lain, perusahaan yang menggunakan utang dalam pendanaannya dan tidak mampu melunasi kembali
utang tersebut maka akan terancam likuiditasnya sehingga pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen. Pemegang saham dan luar outside
insider yaitu institusional investor dan Kepemilikan manajerial dapat mengurangi agency cost. Hal ini disebabkan karena kepemilikan mewakili
suatu sumber kekuasaan source of power, yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajer.
Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Penunjukan manajer oleh pemegang saham
untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi
manajer. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para
pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya. Perbedaan informasi ini disebut sebagai
asymmetric information. Pihak pemilik dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan
memberikan tingkat insentif yang layak kepada manajer dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah hazard
dari manajer. Biaya-biaya tersebut disebut sebagai biaya keagenan atau agency cost. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency
cost, diantaranya adalah pertama, dengan meningkatkan kepemilikan dari
5
dalam insider ownership atau kepemilikan manajerial, menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Agus 2001 penambahan kepemilikan manajerial
memiliki keuntungan untuk mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang
saham. Kedua, dengan menggunakan kebijakan hutang. Easterbrook 1984
berargumen bahwa pemegang saham akan melakukan monitoring terhadap manajemen namun bila biaya monitoring tersebut terlalu tinggi maka mereka
akan menggunakan pihak ketiga debtholders dan atau bondholders untuk membantu mereka melakukan monitoring. Debtholders yang sudah
menanamkan dananya di perusahaan dengan sendirinya akan berusaha
melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana tersebut. Ketiga, melalui
peningkatan Dividend Payout Ratio DPR atau rasio dividen terhadap laba bersih. Pembayaran dividen akan menjadi alat monitoring sekaligus bonding
bagi manajemen. Keempat, dengan cara mengaktifkan monitoring melalui
investor-investor institusional. Adanya kepemilikan oleh institutional investor seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan
institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu
sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.
Bila dievaluasi secara mendasar berapakah besarnya proporsi deviden yang menguntungkan bagi pemegang saham dan juga bagi perusahaan lain
perusahaan masih merupakan misteri. Black mengatakan bahwa banyak Puzzle dibalik kebijakan deviden. Hal ini disebabkan ada tiga teori yang berlawanan
6
tentang deviden. Menurut Modligliani Miller dikutip dalam Brigham Houston 2001, yang dikenal dengan dividend irrelevant theory menyatakan
bahwa besarkecilnya deviden tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan tetapi yang berpengaruh justru basic earning power dan business risk. Menurut
Gordon dikutip dalam Brigham Houston 2001, dalam the bird in the hand theory, tingkat ketidakpastian yang tinggi pemegang saham menginginkan
deviden tinggi daripada capital gain. Bila perusahaan menerapkan sepenuhnya, konsep ini memiliki sumber dana internal yang lebih rendah karena sebagian
besar profit terserap untuk mensejahterakan pemegang saham. Dampak selanjutnya justru membengkakkan rasio utang. Sebaliknya, Litzenberger
Ramaswamy dikutip dalam Brigham Houston 2001, berpendapat dalam the tax preference theory bahwa investor memilih deviden rendah karena pajak
atas deviden lebih mahal daripada pajak capital gain. Berdasarkan teori ini pemegang saham memilih deviden rendah untuk menghemat pembayaran
pajak. Bila perusahaan menerapkan konsep ini, maka perusahaan menguntungkan karena memiliki sumber dana internal yang besar sehingga
dapat menunda menggunakan utang atau emisi saham baru. Ketiga teori tersebut dikembangkan dari latar belakang penelitian yang berbeda memiliki
trade off antara risk dan return. Berdasarkan ketiga teori tersebut preferensi pemegang saham
dikelompokkan pada dua kontinum yang berbeda, yaitu pemegang saham yang menyukai deviden yang besar dan yang menyukai deviden yang kecil
perusahaan menetapkan deviden rendah karena sebagian besar profit
7
dialokasikan. Sebagai retained earning sehingga berpeluang memiliki sumber dana internal yang relatif lebih murah daripada alternative sumber dana lain.
Berdasarkan alasan ini maka banyak perusahaan lebih menetapkan deviden rendah agar menikmati sumber dan internal yang cukup bagi ekspansi. Namun
keputusan ini bukan tanpa resiko, pihak luar akan menyikapi sebagai performance dan profitability yang buruk sehingga berdampak juga pada
performance harga saham. Sebaliknya, bila perusahaan menetapkan deviden tinggi, hal ini belum
tentu menggambarkan kondisi kinerja dan profitabilitas yang bagus tentang perusahaan. Pihak manajemen dapat melakukan manipulasi penilaian pihak
eksternal agar terlihat profitable. Pembayaran deviden yang besar dapat didanai dari utang walaupun secara teoritis tindakan ini tidak tepat. Seharusnya,
deviden dibayarkan berdasarkan laba bersih yang sudah dipotong pembayaran bunga, pajak, dan deviden saham preferen. Walaupun demikian keputusan ini
dapat ditindaklanjuti pihak eksternal sebagai informasi yang bagus sehingga berdampak pada peningkatan harga saham.
Menurut Eastbrook 1984, masalah kebijakan deviden bekaitan dengan masalah keagenan. Salah satu pihak yang menetapkan alokasi deviden
adalah manajer. Perusahaan sebaiknya menetapkan kebijakan deviden yang rendah agar memiliki sumber dana internal yang relatif lebih murah
dibandingkan utang atau emisi saham baru. Pada kenyataannya, manajer juga terlibat dalam kepemilikan saham sehingga terkadang menginginkan return
dalam bentuk deviden. Apabila perilaku manajer menyukai deviden rendah,
8
maka perusahaan akan memiliki laba ditahan yang relatif tinggi. Namun apabila menyukai deviden besar, maka perilaku menajer mengarah pada bird in
the hand theory, sebagai dampaknya perusahaan memiliki sumber dana internal relatif rendah. Pada situasi ini jika perusahaan melakukan ekspansi akan
didanai dari sumber eksternal yang relatif mahal, misalnya menggunakan utang. Peningkatan penggunaan utang akan meningkatkan rasio utang yang
mengakibatkan resiko kebangkrutan dan financial distress. Keputusan ini justru menimbulkan konflik baru antara pemegang saham, manajer, dan
kreditor. Perusahaan harus hati-hati dalam menetapkan kebijakan deviden karena masing-masing alternatif keputusan memiliki resiko dan akan
ditindaklanjuti oleh pihak eksternal. Pada tingkat managerial ownership rendah perusahaan melakukan
pembayaran. dividen besar. Alasan pertama adalah jika perusahaan membayar dividen yang tinggi akan memberi sinyal yang bagus tentang earning atau
performance di masa mendatang. Variabel utang dipilih sebagai variabel independen kedua karena bila mengalami keterbatasan laba ditahan,
perusahaan cenderung memanfaatkan utang. Namun bila penggunaan utang terlalu besar dapat berdampak pada financial distress dan kebangkrutan.
Berdasarkan dampak ini bila perusahaan memiliki utang yang tinggi, hal tersebut akan mengurangi pembayaran dividen untuk menghindari transfer
kekayaan dari kreditor kepada pemegang saham. Dalam hal ini kepentingan kreditor tetap diperhatikan karena keuntungan disimpan untuk pelunasan utang.
9
Ukuran perusahaan firm size digunakan sebagai variabel independen terakhir yang mempengaruhi dividen. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan
lebih mudah memasuki pasar modal sehingga, dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen besar kepada pemegang saham. Chang dan
Reel 990 tujuan pembayaran dividen besar ini untuk menjaga reputasi perusahaan dimata investor potensial maupun aktual. Sebaliknya pada
perusahaan memiliki aset rendah akan membagi dividen yang rendah. Profitabilitas perusahaan mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya
pembayaran dividen kepada pemegang saham. Perusahaan yang stabil dan mampu memprediksi laba tahun mendatang, berani mengumumkan tingkat
dividen yang tinggi atau stabil. Dengan demikian perusahaan tersebut memiliki tingkat persentase laba yang tinggi dalam membagikan laba dibandingkan
dengan perusahaan yang labanya berfluktuasi. Perusahaan yang labanya berfluktuasi memiliki kecenderungan untuk menahan laba dalam jumlah tinggi
daripada membayarkannya sebagai dividen. Dalam penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai
obyek penelitian karena perusahaan ini merupakan sektor penting bagi industri dengan alasan sektor ini dapat menghasilkan produk-produk yang memenuhi
kebutuhan dasar manusia, sehingga produknya tetap dibutuhkan masyarakat walaupun keadaan ekonomi memburuk. Sektor ini juga termasuk sektor yang
kuat dalam menghadapi masalah ekonomi termasuk krisis moneter. Dengan kata lain kondisi ekonomi tumbuh atau tidaknya perusahaan manufaktur
produknya tetap dibutuhkan oleh masyarakat.
10
Perusahaan manufaktur cenderung mengalami penurunan laba bersih dikarenakan adanya penurunan pendapatan lain-lain yang berpengaruh
terhadap laba perusahaan. Penurunan tersebut disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat yang terpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar
minyak BBM, tingginya inflasi dan juga tingginya biaya distribusi, sehingga dalam hal ini manajemen harus berpikir untuk memperluas jaringn distribusi
www.vibiznews.com. Penurunan laba bersih juga dipengaruhi oleh turunnya nilai penjualan dari tahun sebelumnya sehinggga akan mengurangi omset
penjualan. Hal ini akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang dilihat dari laba perusahaan dengan melemahnya daya beli masyarakat maka
akan menurunkan pula laba yang dihasilkan perusahaan. Permasalahan lain yang dihadapi perusahaan manufaktur juga dapat
dilihat dari laporan keuangan yang dimiliki perusahaan baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Kondisi tersebut menyebabkan laba
yang dihasilkan perusahaan manufaktur akan berkurang akibat dari penggunaan laba untuk membayar hutang. Hal tersebut menjadikan laba pada
perusahaan manufaktur cenderung berfluktuatif yang dapat dilihat dari tabel 1.1 dibawah ini.
11
Tabel 1.1 : Deviden Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2008
No Nama Perusahaan 2005
2006 2007
2008
1 PT Unilever Tbk
260.00 205.00
257.00 315.00
2 PT Tempo Scan Pasific Tbk
300.00 25.00
25.00 100.00
3 PT Metrodata Electronics Tbk
2.50 3.00
2.80 1.00
4 PT Lionmesh Prima Tbk
40.00 30.00
50.00 60.00
5 PT Indocement Tunggal Tbk
50.00 30.00
40.00 150.00
6 PT Lautan Luas Tbk
17.00 8.00
28.00 57.00
7 PT Kimia
Farma Tbk
2.85 2.37
2.82 2.49
8 PT Gudang Garam Tbk
1,000.00 250.000
250.00 350.00
9 PT Fast Food Indonesia Tbk
38.00 30.00
45.00 57.00
10 PT. Astra
Graphia Tbk
25.00 48.00
40.00 18.00 Sumber : Bursa Efek Indonesia
Dari data diatas terlihat dengan jelas bahwa deviden pada perusahaan manufaktur cenderung mengalami kefluktuatifan dari tahun ke tahun hal ini
terjadi dikarenakan beberapa factor yang mempengaruhi yang diantaranya antara lain : kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ukuran perusahaan, dan
Profitability. Karena pada variabel kepemilikan manajerial tinggi, kekayaan manajer menjadi tidak terdiversifikasi optimal sehingga menurunkan
pembayaran dividen sebagai cara mendongkrak sumber dana internal. Dengan cara ini pendanaan dengan sumber dana internal dapat menunda penggunaan
12
utang Bila perusahaan menggunakan utang yang tinggi, maka akan berakibat pada peningkatan financial distress dan kebangkrutan sehingga bila kondisi
tersebut terjadi manajer terancam dikeluarkan dari perusahaan. Pada tingkat managerial ownership rendah perusahaan melakukan pembayaran dividen
besar. Alasan pertama adalah jika perusahaan membayar dividen yang tinggi
akan memberi sinyal yang bagus tentang earning atau performance di masa mendatang. Kondisi ini meningkatkan reputasi perusahaan di mata investor
sehingga mudah melakukan emisi saham baru. Selain itu variabel utang dipilih sebagai variabel independen kedua karena bila mengalami keterbatasan laba
ditahan, perusahaan cenderung memanfaatkan utang. Namun bila penggunaan utang terlalu besar dapat berdampak pada financial distress dan kebangkrutan.
Penggunaan utang yang tinggi akan menyebabkan penurunan dividen karena sebagian besar keuntungan dialokasikan sebagai cadangan pelunasan utang.
Sebaliknya pada tingkat penggunaan utang yang rendah, perusahaan mengalokasikan dividen tinggi sehingga sebagian besar keuntungan digunakan
untuk kesejahteraan pemegang saham. Peningkatan dividen memberi kesempatan untuk emisi saham baru sebagai substitusi atau pengganti atas
penggunaan utang. Dan ukuran perusahaan firm size digunakan sebagai variabel independen terakhir yang mempengaruhi dividen. Perusahaan yang
memiliki ukuran besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga, dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen besar kepada pemegang
saham. Selain itu variabel profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan profit. Pada tingkat profitabilitas yang tinggi, perusahaan
13
mengalokasikan dividen yang rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan mengalokasikan sebagian besar keuntungan sebagai sumber dana internal. Pada
ROA tinggi dibayarkan dividen rendah karena keuntungan digunakan untuk meningkatkan laba ditahan. Pada kondisi tertentu profitabilitas berpengaruh
positif terhadap dividen. Hal ini terjadi bila perusahaan yakin memiliki kepastian bahwa earning dimasa mendatang terprediksi secara jelas.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis melakukan penelitian terhadap masalah tersebut dengan mengambil judul Analisis
Kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ukuran perusahaan, dan Profitability terhadap Kebijakan Dividen”
1.2. Rumusan Masalah