24
perusahaan akibat operasi perusahaan dan transaksi dengan pemilik pada satu periode akuntansi tertentu. Laporan perubahan modal
merupakan pelengkap dari laporan laba rugi. 4. Laporan Arus Kas
Laporan arus aliran kas menyajikan secara sistematis informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama satu
periode tertentu. Dalam laporan aliran kas, penerimaan, dan pengeluaran kas diklasifikasi menurut kegiatan operasi, kegiatan
pendanaan dan kegiatan investasi.
2.2.2. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen juga bisa dikaitkan dengan nilai perusahaan. Dengan dividen payout ratio DPR yang lebih rendah akan memaksimumkan nilai
perusahaan. Pembayaran dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Kenaikan pembayaran dividen dilihat sebagai signal bahwa perusahaan memiliki
prospek yan baik. Sebaluknya penurunan pembayaran dividen akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang buruk. Untuk mengurangi biaya keagenan diperlukan
pembayaran dividen. Akan tetapi pembayaran dividen akan berpengaruh terhadap kebijakan pendanaan perusahaan, karena pembayaran dividen akan mengurangi
arus kas perusahaan sehingga dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya perusahaan akan dipaksa untuk mencari alternatif sumber pendanaan yang
relevan.
25
Dalam penelitian tentang agency cost dan perilaku pembayaran dividen perusahaan perusahaan, pembayaran dividen adalah suatu bagian dari monitoring
perusahaan. Jensen et al 1992 menyatakan pembayaran dividen muncul sebagai pengganti hutang dalam struktur modal untuk mengawasi manajer. Dalam hal ini
perusahaan yang mempunyai dividen payout ratio tinggi lebih menyukai pendanaan dengan modal sendiri, sehingga mengurangi biaya keagenan hutang.
Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut akan
membuat manajer semakin hati-hati dan efisien dalam menggunakan hutang. Hasil studi Moh’d et al 1998, Jensen et al 1992 menemukan bahwa dividen
payout ratio mempunyai pengaruh yanf signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio.
2.2.3. Kepemilikan Manajerial
Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pads kepemilikan saham dengan tujuan untuk mensetarakan dengan pemegang saharn. Melalui kebijakan
ini manajer diharapkan menghasilkan kineija yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkatan yang rendah. Dengan penetapan dividen rendah
perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber dana internal relatif tinggi. Proksi managerial ownership menggunakan persentase
kepemilikan manajer direktur terhadap total common stock outstanding. Chen dan Steiner 1999
Struktur kepemilikan yang menyebar luas umumnya hanya terdapat di Amerika Serikat dan Inggris. Di negara-negara maju lainnya dan negara-negara
26
sedang berkembang, umumnya perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga. La Porta dkk 1999, dalam Arifin 2003, melaporkan bahwa 85 dari perusahaan
Spanyol mempunyai pemegang saham kendali, dibandingkan Inggris yang hanya 10 dan Amerika Serikat 20. Begitu pula hasil penelitian Crijns De Clerck
1997, dalam Van den Berghe Carchon 2001, di Belgia; Shahira 2003 di Mesir; Wiwattanakantung 2000 di Thailand; Sarac 2002 di Turki; dan Arifin
2003 di Indonesia. Anderson dkk 2002 mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya
konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Anderson Reeb
2002 menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga. Hasil penelitian Arifin 2003 menunjukkan bahwa
perusahaan publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan
yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih kecil karena
berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi
pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Tetapi pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di
perusahaan konglomerasi – seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar kekayaan pemilik tidak berada
di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit
27
kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang
oportunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari
masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Kim Yi 2005 yang menemukan bahwa besaran pengelolaan
laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi. Berarti perusahaan dengan kelompok
usaha afiliasi memberikan pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan untuk melakukan pengelolaan laba.
2.2.4. Kebijakan Hutang