Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang negara (SUN) dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN) DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

OLEH NARDI LUBIS

080501108

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang Negara Dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universtas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain terlah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2012

Nardi Lubis 080501108


(3)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN)DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah dan apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris airbus dan juga terdapat hubungan kointegrasi antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah, cateris airbus.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang diperoleh dari Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode pengumpulan data lib research yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian menunjukkan bahwa Untuk uji kausalitas granger (granger causality test) didapati hasilnya bahwa antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat nilai tukar Rupiah mempengaruhi Surat Utang Negara dalam artian ketika Rupiah mengalami fluktuasi maka akan berpengaruh terhadap permintaan pada Surat Utang Negara. Sementara untuk hipotesis kedua uji kointergrasi (cointegration test) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah tidak terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang.

Kata Kunci: Surat Utang Negara (SUN), nilai tukar Rupiah, kausalitas dan kointegrasi.


(4)

ABSTRACT

CAUSALITY AND COINTEGRATION ANALYSIS BETWEEN THE SECURITIES OF GOVERNMENT AND EXCHANGE RATE OF RUPIAH

IN INDONESIA

Formulation of the problem in this study is how the pattern of reciprocal relationships (causality) between the Government Securities in Indonesia with a value of the exchange rate of Rupiah and is a cointegration relationship (long-term balance) between the Government Securities and exchange rate of Rupiah.

The hypothesis in this study is the interrelationship (causality) between the Government Securities against and exchange rate of Rupiah, cateris airbus and also a cointegration relationship between the Government Securities with the exchange rate of Rupiah, cateris airbus.

The data used in this study is the quantitative secondary data obtained from Bank Indonesia. By using the method of data collection research lib obtained from the relevant authorities, such as those mentioned above are obtained from official publications relating to research.

In the first hypothesis the results showed that for granger causality test was found between the results that the Government Securities to the value of the exchange rate of Rupiah have a one-way causal relationship, where the exchange rate affects the amount of Government Securities in the sense that when the exchange rate of Rupiah is fluctuating it will affect the demand on Government Securities. While for the second hypothesis test cointegration test between the overnment Securities with the exchange rate of Rupiah did not have long-term equilibrium relationship.

Keywords: Government Securities (GS), exchange rate of Rupiah, causality, cointegration.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas berkat, limpahan dan kasih setia-Nya sehingga penulis dimampukan untuk mengerjakan skripsi ini sampai selesai.

Skripsi ini berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang negara (SUN) dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia”. Penulis telah banyak

menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Pdt. B.Lubis dan Ibu M.Sagala, selaku orang tua dan juga kepada kakak penulis N.Lubis/Simangunsong beserta ketiga adik penulis (Apriana, Prengki, Roni)

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen S1 Ekonomi Pembangunan

4. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE, M.Si., selaku sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan

5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi., selaku sekretaris Program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan

7. Bapak Drs. Coki A.Syahwier, MP., selaku dosen pembimbing

8. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku dosen pembaca dan penilai 9. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan

10.Bank Indonesia, khususnya staff dan pegawai di perpustakaan Bank Indonesia cabang Medan.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Mei 2012 Penulis

Nardi Lubis 080501108


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... …. v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal ... 10

2.1.2 Manfaat Pasar Modal ... 11

2.1.3 Instrumen Pasar Modal ... 13

2.2 Surat Utang Negara (SUN) 2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara (SUN) ... 14

2.2.2 Jenis-jenis Surat Utang Negara (SUN ... 15

2.2.3 Tujuan Penerbitan dan Manfaat Surat Utang Negara (SUN ... 17

2.2.4 Standing Apropriation Surat Utang Negara (SUN) ... 18

2.2.5 Sejarah Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) ... 21

2.2.6 Kebijakan Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) ... 22

2.2.7 Pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder SUN ... 23

2.2.8 Perdagangan Surat Utang Negara (SUN) ... 24

2.2.9 Resiko Surat Utang Negara (SUN) ... 26

2.3 Nilai Tukar (Kurs) 2.3.1 Defenisi Nilai Tukar ... 27

2.3.2 Jenis-jenis Nilai Tukar ... 28

2.3.3 Fungsi Nilai Tukar ... 29

2.3.4 Sistem Nilai Tukar ... 30

2.3.5 Perubahan Nilai Tukar ... 31

2.3.6 Teori Penentuan Nilai Tukar ... 33

2.3.7 Model Penentuan Nilai Tukar ... 33

2.3.8 Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Nilai Tukar .. 36

2.4 Kerangka Konseptual ... 38


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Batasan Operasional ... 39

3.3 Defenisi Operasional ... 39

3.4 Skala Pengukuran Variabel ... 40

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

3.6 Jenis Data ... 41

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.8 Teknik Analisis... 41

3.8.1 Uji Aar-akar Unit Stasioneritas (Unit Roots Test)………. 42

3.8.2 Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test)………... 42

3.8.3 Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan dan Kondisi Perekonomian Indonesia ... 45

4.2 Perkembangan Pasar Modal di Indonesia ... 47

4.2.1 Pasca Perang Dunia II ... 48

4.2.2 Era Pra Deregulasi (1977-1987) ... 48

4.2.3 Era Deregulasi (1987-1990) ... 49

4.2.4 Era Pasca Deregulasi ... 49

4.3 Perkembangan Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia... 51

4.4 Sejarah dan Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 59

4.5 Uji Akar-akar Unit (Unit Roots Test) ... 65

4.6 Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ... 67

4.7 Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

Daftar Pustaka ... 73


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

4.1 Perkembangan Surat Utang negara ... 58

4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 64

4.3 Hasil Estimasi Uji Akar-akar Unit... 65

4.4 Hasil Estimasi Uji Kausalitas Granger ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4.1 Pergerakan Surat Utang negara ... 56 4.2 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah ... 63


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Perkembangan Surat Utang negara ... 75

2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 76

3 Hasil Uji Akar-Akar Unit ... 77

4 Hasil Uji Kausalitas Granger... 79


(12)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN)DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah dan apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris airbus dan juga terdapat hubungan kointegrasi antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah, cateris airbus.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang diperoleh dari Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode pengumpulan data lib research yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian menunjukkan bahwa Untuk uji kausalitas granger (granger causality test) didapati hasilnya bahwa antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat nilai tukar Rupiah mempengaruhi Surat Utang Negara dalam artian ketika Rupiah mengalami fluktuasi maka akan berpengaruh terhadap permintaan pada Surat Utang Negara. Sementara untuk hipotesis kedua uji kointergrasi (cointegration test) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah tidak terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang.

Kata Kunci: Surat Utang Negara (SUN), nilai tukar Rupiah, kausalitas dan kointegrasi.


(13)

ABSTRACT

CAUSALITY AND COINTEGRATION ANALYSIS BETWEEN THE SECURITIES OF GOVERNMENT AND EXCHANGE RATE OF RUPIAH

IN INDONESIA

Formulation of the problem in this study is how the pattern of reciprocal relationships (causality) between the Government Securities in Indonesia with a value of the exchange rate of Rupiah and is a cointegration relationship (long-term balance) between the Government Securities and exchange rate of Rupiah.

The hypothesis in this study is the interrelationship (causality) between the Government Securities against and exchange rate of Rupiah, cateris airbus and also a cointegration relationship between the Government Securities with the exchange rate of Rupiah, cateris airbus.

The data used in this study is the quantitative secondary data obtained from Bank Indonesia. By using the method of data collection research lib obtained from the relevant authorities, such as those mentioned above are obtained from official publications relating to research.

In the first hypothesis the results showed that for granger causality test was found between the results that the Government Securities to the value of the exchange rate of Rupiah have a one-way causal relationship, where the exchange rate affects the amount of Government Securities in the sense that when the exchange rate of Rupiah is fluctuating it will affect the demand on Government Securities. While for the second hypothesis test cointegration test between the overnment Securities with the exchange rate of Rupiah did not have long-term equilibrium relationship.

Keywords: Government Securities (GS), exchange rate of Rupiah, causality, cointegration.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan pembangunan ekonomi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Indonesia. Untuk mencapai sasaran pembangunan yang berkelanjutan ditetapkan beberapa langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh negara. Pertama adalah untuk tercapainya Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi seperti sarana perhubungan, pemukiman, irigasi, infrastruktur energi. Kedua, meringankan beban rakyat dengan cara meningkatkan pelayanan pendidikan murah dan terjangkau, penanggulangan kemiskinan, pelayanan kesehatan murah, ketahanan pangan dan subsidi untuk pemerataan. Ketiga, mewujudkan suasana aman tentram dan kepastian hukum bagi hehidupan rakyat dan dunia usaha dengan cara peningkatan bidang pertahanan dan keamanan negara. Semua hal diatas jika dilaksanakan dengan terkonsep dan terstruktur dengan baik akan tercapai pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan suatu negara.

Untuk tercapainya hal-hal yang disebutkan diatas, tidak terlepas dari pembiayaan dan pengorbanan yang akan dilakukan baik oleh masyarakat dan khususnya oleh pemerintah sebagai pemegang kendali pembangunan. Untuk itu pemerintah menetapkan sebuah rancangan yang terkonsep yang tercantum dalam perundang-undangan yakni tentang pengeluaran negara untuk pembiayaan


(15)

pembangunan. Hal ini tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berubah setiap masa periode tertentu biasanya setiap tahun masa berjalan.

APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal ekonomi yang diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi nasional dimana di dalamnya tercantum mengenai pendapatan dan pengeluaran negara dalam periode tertentu. Dalam APBN juga dibahas mengenai jenis anggaran yang diterapkan, dalam hal ini anggaran yang surplus, berimbang atau defisit juga mengenai fungsi dan peranannya di dalam pembangunan ekonomi. Salah satu fungsi APBN adalah stabilisasi dalam arti anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Hal ini berarti Pemerintah dapat menjalankan anggaran surplus atau menjalankan anggaran defisit atau berimbang seperti yang disebutkan diatas dan menyesuaikanya dengan kondisi perekonomian nasional. Diharapkan pada akhirnya APBN akan mencapai keseimbangan selama satu periode jangka panjang dalam siklus perekonomian nasional. Sebagaimana yang dijelaskan diatas, pembiayaan dalam APBN dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang merupakan parameter pertumbuhan ekonomi.

Untuk melihat dan memperjelas hal-hal yang disebutkan, berdasarkan APBN Tahun 2012 (UU No. 2 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang di publikasikan oleh Biro Komunikasi Departemen Keuangan RI) ditetapkan bahwa APBN sebesar Rp 1.435,4 T terdiri dari belanja pusat sebesar Rp 965,0 T dan belanja ke daerah sebesar Rp 470,4 T. Dari total belanja pusat senilai Rp 965,0 T, sejumlah Rp 416,8 T


(16)

(43,2%) dialirkan ke daerah yang terdiri dari: dana yang dilimpahkan kepada gubernur (dana dekonsentrasi) Rp 21,9 T, dana penugasan pusat kepada daerah (dana tugas pembantuan) Rp 14,2 T, dana instansi pemerintah pusat di daerah Rp 143,6 T, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Rp 11,4 T, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp 9,5 T, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Rp 7,3 T, dan program nasional melalui subsidi Rp 208,9 T. Dengan demikian total dana yang mengalir ke daerah adalah sebesar Rp 887,2 T atau 61,8% dari total Belanja negara. Semuanya itu digunakan untuk mendorong pertumbuhan, mengurangi kesenjangan dan menciptakan kestabilan pembangunan ekonomi nasional.

Untuk mencukupi pengeluaran dalam pembangunan ekonomi, pemerintah melalui badan-badan tertentu menetapkan pos-pos sebagai sumber pendanaan yang tercantum dalam pendapatan negara, seperti penerimaan pajak, penerimaan kepabeaan dan cukai, penerimaan negara bukan pajak, penerimaan pembiayaan dari peranan pasar modal dalam portofolio yang sering juga disebut sebagai investasi tidak langsung (indirect investment), salah satu yang termasuk di dalamnya adalah melalui penerbitan obligasi atau sering juga disebut surat utang sebagai salah satu sumber pendanaan yang strategis untuk negara, dalam hal ini adalah Surat Utang Negara (SUN) yang di lelang kepada korporasi dan masyarakat dalam negeri maupun pihak asing dengan harga tertentu dan imbalan tertentu yang diberikan oleh pemilik obligasi dalam hal ini pemerintah sebagai pemilik dan pihak yang melelang obligasi.


(17)

Pelaku pasar modal sangat berkepentingan terhadap informasi tentang arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tercermin dalam APBN, mengingat implikasi kebijakan tersebut terhadap minat dan kesempatan investasi di pasar modal domestik. Persepsi pasar akan sangat tergantung pada konsistensi tindakan pemerintah dalam menjalankan kebijakan tersebut. Di samping itu, para pemodal membutuhkan adanya kepastian hukum dan jaminan adanya pengelolaan pasar modal yang profesional dan berstandar internasional yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemodal.

Surat Utang Negara merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutupi defisit APBN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Surat Utang Negara didefinisikan sebagai surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara).

Terdapat dua jenis SUN sebagaimana yang tertera pada UU NO 24 Tahun 2002, yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON). SPN berjangka waktu 1 tahun sedangkan ON berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Tujuan utama SUN adalah menutup defisit APBN sekaligus menambah sumber pembiayaan untuk negara. Dalam SUN (ON dan SPN) tidak semuanya proporsional dalam pelelangan dan yang paling bagus eksistensi di dalam pelelanganya adalah Obligasi Negara. Menurut denominasi mata uangnya, ON yang telah diterbitkan Pemerintah


(18)

dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan ON berdenominasi valuta asing. Menurut jenis tingkat bunganya, ON dapat dikelompokkan ke dalam ON dengan tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat bunga mengambang.

Pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit APBN, yaitu dari hasil privatisasi BUMN, Penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (Kartika D.S.S, 2006).

Kewajiban pemerintah sebagai penerbit SUN adalah membayar bunga dan pokok (disebut kupon kepada pemegang SUN) sama seperti kewajiban debitor kepada kreditor (UU No. 24 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1). Dana untuk membayar kupon bersumber dari pendapatan negara. Adanya jaminan dari pihak pemerintah dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik bagi investor agar berinvestasi pada SUN Pemerintah harus cermat mengelola pos-pos pengeluaran negara agar cukup tersedia dana dalam APBN untuk membayar kupon SUN yang tidak hanya menutup defisit APBN tetapi juga sebagai sumber alternatif pembiayaan negara.

Selama tabungan pemerintah belum mencukupi untuk membiayai anggaran pembangunan maka keberadaan utang luar negeri dan SUN sulit dihindari, terutama untuk membiayai prioritas pembangunan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah.

Banyak faktor yang menyebabkan berkembangnya permintaan terhadap SUN di Indonesia. Selain faktor fundamental ekonomi yang baik, juga salah satunya adalah stempel layak investasi yang disematkan oleh dua lembaga pemeringkat utang


(19)

yaitu Fitch Ratings dan Moody’s Investors Service pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012 yang lalu.

Dengan penilaian lembaga pemeringkat utang tersebut, telah terkonfirmasi bahwa permintaan pada SUN setelah Indonesia menyandang predikat tersebut meningkat drastis. Lelang SUN per 26 Januari mendapatkan penawaran total senilai Rp 50,13 triliun dari nilai yang ditawarkan sebesar Rp 10,5 triliun. Pemerintah mencatat bahwa ini merupakan penawaran tertinggi dalam sejarah pelelangan SUN Indonesia (Harian Kompas, Februari 2012).

Penerbitan SUN yang dilakukan pemerintah ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan karena penerbitan SUN juga dapat dipakai untuk mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri yang sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah.

Pihak yang berminat untuk memiliki SUN harus dengan pertimbangan bagaimana melihat kondisi fundamental perekonomiaan suatu negara dalam hal ini Indonesia, termasuk didalamnya adalah mengenai alat pembayaran yang dinyatakan dalam satuan mata uang Rupiah ataupun mata uang asing yang sudah diakui di dunia internasional beserta eksistensi di dalam perekonomian global. Kuat atau lemahnya nilai tukar mata uang suatu negara berpengaruh pada penawaran pelelangan SUN oleh pemerintah termasuk di dalamnya yang dimiliki oleh pihak asing (Ekonom Nurul, 2012). Masuknya aliran dana asing ke bursa saham dan pasar obligas bisa menjadi katalis positif bagi Rupiah. Namun, membaiknya data ekonomi AS pasca


(20)

krisis bisa menjadi hambatan bagi apresiasi mata uang dalam negeri (Waspada Online, 6 Februari 2012).

Selain sebagai tambahan untuk menutupi pendanaan/pembiayaan ataupun menutupi kekurangan dalam APBN, SUN juga sangat potensial untuk dijadikan sebagai penyeimbang kondisi makroekonomi khususnya dari sisi moneter, dimana berpeluang sebagai penyeimbang fluktuasi nilai mata uang Rupiah dan juga bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko keuangan bagi negara di masa mendatang.

Dilihat dari sisi demand dan supply dalam hal ini pihak pemerintah sebagai

supplier yakni sebagai pihak yang menawarkan SUN kepada publik memiliki

pengaruh ketika SUN diterbitkan atau tidak. Pengaruh dimaksud adalah terhadap kondisi moneter atau fluktuasi Rupiah, dalam hal ini operasi pasar moneter melalui penyerapan SUN. Untuk kondisi instabilisasi moneter, pemerintah gencar melakukan intervensi pasar dengan melalukan pelelangan SUN sekaligus menambah persediaan valas bagi para pemodal ataupun instansi yang membutuhkan. Dalam hal yang sama Bank Sentral menambah instrument moneter dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan cara membeli SUN dengan valuta asing. Hal itu dilakukan guna menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah jika sewaktu-waktu kebutuhan valas meningkat. Sementara jikalau dilihat dari sisi demand dalam hal ini publik sebagai


(21)

bagaimana fluktuasi nilai tukar pada saat mereka menginginkan pembelian atau pelelengan SUN.

Jika ditelaah lebih dalam maka antara nilai tukar Rupiah dengan permintaan publik pada SUN saling memiliki keterkaitan atau lazim disebut hubungan saling mempengaruhi.

Melihat hubungan yang terjadi pada penjelasan diatas antara permintaan publik pada SUN terhadap nilai tukar Rupiah dengan Dolar AS maka penulis ingin

membahas lebih dalam tentang “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang Negara (SUN) Dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam Penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang kemudiaan akan dilakukan. Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan diatas, maka dibuat perumusan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1) Bagaimana pola hubungan timbal balik (Kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah

2) Apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah


(22)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pola atau arah hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar rupiah

2) Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang (kointegrasi) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai informasi untuk mengetahui perkembangan Surat Utang Negara di Indonesia

2) Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi mahasiswa-mahasiwi yang ingin melakukan studi berikutnya dalam penelitian yang sama

3) Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan disiplin ilmu penulis.

4) Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait

5) Untuk menambah , melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada topiknya sebelumnya yang saling berhubungan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal

2.1.1 Pengertian Pasar Modal

Pada dasarnya pasar modal hampir sama dengan pasar-asar lainya. Untuk setiap pembeli yang berhasil, selalu harus ada penjual yang berhasil juga. Jika jumlah orang yang ingin membeli lebih banyak dibandingkan dengan orang yang ingin menjual, maka harga akan semakin tinggi dan bila tidak ada seorangpun yang membeli dan banyak yang mau menjual maka harga akan jatuh, ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hukum permintaan dan penawaran dengan asumsi cateris

paribus (Suherman Rosyadi, 2005).

Pada umumnya yang membedakan pasar modal dengan pasar lainya adalah dalam hal komoditas yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan sebagai pasar yang abstrak karena yang dierjualbelikan adalah dana-dana dalam jangka panjang berupa hak kepemilikan oleh individu/instansi dan juga surat pernyataan hutang dalam jangka waktu tertentu pula. Pembeli pada pasar modal adalah individu atau organisasi/lembaga yang bersedia menyisihkan kelebihan dananya untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan ataupun menambah pendapatan melalui pasar modal dimaksud, sedangkan penjual merupakan perusahaan atau instansi yang memerlukan modal atau tambahan modal untuk keperluan usaha maupun kegiatan perekonomian.


(24)

Pasar modal dapat diartikan sebagai suatu sistem keuangan yang terorganisir, termasuk didalamnya adalah bank-bank komsersial maupun semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar (Keputusan menteri keuangan RI No.1548/KM/9O tentang pengaturan Pasar Modal). Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, harga gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek dalam rangka memahami pasar modal. Dari berbagai pendapat yang ada maka pasar modal dapat diartikan sebagai pasar yang pengelolaanya secara terorganisir dengan memperdagangkan surat berharga seperti saham, obligasi, option, warrant, right dengan menggunakan jasa

perantara, komisioner, dan underwriter.

2.1.2 Manfaat Pasar Modal

Untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi nasional, dengan persiapan yang matang, pemerintah mengaktifkan kembali beroperasinya pasar modal pada tahun 1977. Pengaktifan kembali tersebut dilandaskan oleh adanya kebutuhan dana dalam pembangunan yang semakin meningkat. Melalui pasar modal, dunia usaha atau permodalan pemerintah akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Disisi lain, pasar modal juga merupakan salah satu indikator ekonomi utama yang dapat digunakan oleh lembaga baik nasional mauun internasional untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian.

Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang pada dasarnya peranan tersebut mempunyai kesamaan antara suatu negara dengan negara


(25)

yang lain. Hampir semua negara di dunia ini mempunyai pasar modal yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi keperluan industri-industri dan keseluruhan entitas kegiatan ekonomi dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal, kecuali dalam negara dengan perekonomian sosialis yang tertutup pasar modal bukanlah suatu keharusan.

Beberapa manfaat pasar modal bagi suatu negara dapat dilihat sebagai berikut:

1) Menyediakan sumber pembiayaan dalam jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara otimal

2) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga dari emiten yang dierjualbelikan seperti saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainya

3) Pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil (return) yang diharapkan

4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian

5) Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan rofesionalisme, menetapkan iklim berusaha yang sehat

6) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversif


(26)

2.1.3 Instrumen Pasar Modal

Beberapa sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal antara lain adalah saham, obligasi, reksadana dan instrument derivative. Masing-masing sekuritas

tersebut memberikan return dan resiko yang berbeda-beda. 1. Saham

Saham merupakan bukti bahwa kepemilikan atas asset-aset perusahaan yang menerbitkan saham

2. Obligasi

Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya secara periodik dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada

saat jatuh tempo. Meskipun demikian obligasi bukan tanpa resiko karena bisa saja obligasi tersebut tidak terbayar kembali akibat kegagalan penerbitnya dalam memenuhi kewajibanya. Oleh karena itu investor harus berhati-hati dalam memilih obligasi yang akan dibeli. Untuk itu investor harus memperhatikan peringkat obligasi yang menunjukkan tingkat resiko dan kualitas obligasi dilihat dari kinerja penerbitnya. Kemudian yang akan dibahas di penelitian ini adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah atau sering juga disebut sebagai Obligasi Negara (ON) yang di dalamnya termasuk salah satunya adalah Surat Utang Negara (SUN).


(27)

3. Reksadana

Reksadana adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menciptakan sejumlah dana kepada perusahaan reksadana, untuk digunakan sebagai modal berinvestasi baik dipasar modal maupun dipasar uang. Perusahaan reksadana akan menghimpun dana dari investor untuk kemudian akan di investasikan dalam bentuk portofolio yang dibentuk oleh manajer investasi. Dengan demikian, investror dapat membentuk portofolio secara tidak langsung melalui manajer investasi.

2.2 Surat Utang Negara (SUN) 2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara

Surat Utang Negara merupakan surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya (Rahardjo 2003:115). SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran dalam hal ini sebagai penambahan penutupan pembiayaan. Undang-Undang No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara bab I tentantang ketentuan umum Pasal 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran


(28)

bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

Pasar perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.

Pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di pasar perdana.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II “Bentuk dan

Jenis Surat Utang Negara” Pasal 2 (1) Surat Utang Negara diterbitkan dalam

bentuk warkat atau tanpa warkat. (2) Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder.

2.2.2 Jenis-jenis Surat Utang Negara

Adapun jenis-jenis Surat Utang Negara adalah terdiri dari:

1. Surat Perbendaharaan Negara.

Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Dalam prakteknya pelelangan Surat Perbendaharaan Negara jarang dilakukan.Sehingga pada kenyataanya yang sering dilelang oleh pemerintah dalah Obligasi Negara.


(29)

2. Obligasi Negara

Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga.

Menurut denominasi mata uangnya, Obligasi Negara yang telah diterbitkan pemerintah dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu Obligasi Negara berdenominasi Rupiah dan Obligasi Negara berdenominasi valuta asing. Obligasi Negara dapat dikelompokkan ke dalam tingkat bunga yang tetap dan mengambang. Jenis-jenis Obligasi Negara adalah sebagai berikut:

1)Obligasi Negara berdenominasi Rupiah, terdiri dari beberapa jenis, yakni a) Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds) : Fixed Rate/FR dan Obligasi

Retail Indonesia/ORI.

Obligasi berbunga tetap memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik. Sebelum tahun 2006, Obligasi yang berbunga tetap hanya didominasi oleh seri FR dimana pembayaran kuponya pada setiap enam bulan sekali. Namun setelah tahun 2006, untuk pertama kalinya pemerintah menerbitkan obligasi berbunga tetap untuk investor retail atau yang

disebut sebagai ORI (Laporan Pertanggung jawaban pengelolaan SUN Tahun 2006) b) Obligasi berbunga mengambang (variables rate bonds:VR) Obligasi

berbunga mengambang memiliki tingkat bunga yang ditetapkan secara periodik berdasarkan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang berjangka 3 bulan.


(30)

Dalam rangka program penjaminan perbankan dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pada tahun 1998 dan 1999 pemerintah menerbitkan empat seri pada Surat Utang yakni SU-001, 002, 003, dan 004.

d) Special Rate Bank Indonesia (SRBI)

SRBI merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun 2003, sebagai pengganti SU-001 dan 003 dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI.

2. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing

Pada tahun 2006, pemerintah menerbitkan ON berdenominasi dolar Amerika Serikat (USD)

2.2.3 Tujuan Penerbitan dan Manfaat Surat Utang Negara Tujuan:

a. Membiayai defisit APBN

b. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun anggaran (cash-mismatch)


(31)

Manfaat:

a. Sebagai instrumen fiscal yakni sebagai alternatif sumber pembiayaan APBN dari pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri

b. Sebagai instrumen investasi yakni memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil resiko investasi

c. Mendorong terciptanya acuan imbal hasil (benchmark yield) bagi penilaian harga instrumen keuangan lainnya, sehingga memberikan alternatif bagi dunia usaha untuk memperoleh pembiayaan dari pasar modal.

2.2.3 Standing Appropriation Surat Utang Negara

Jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN. Dilakukan dengan cara:

a. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara pada saat jatuh tempo pasal 4 UU No 24 Tahun 2002

b. Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun

c. Sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.

Lelang SUN dilakukan dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif dan/atau cara nonkompetitif. Penawaran pembelian kompetitif adalah

pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar atau dengan mencantumkan volume dan harga


(32)

yang diinginkan penawar, sedangkan penawaran tanpa mencantumkan tingkat imbal hasil maupun harga itulah yang disebut penawaran pembelian nonkompetitif.

Ketentuannya adalah sebagai berikut :

Apabila telah ditetapkan hasil lelang, maka pemenang harus bertanggung jawab terhadap setelmen 1 seluruh penawaran pada tanggal setelmen. Setelmennya adalah 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang untuk SPN, dan 5 (lima) hari kerja untuk Obligasi Negara. Penjualan SUN juga dapat dilakukan tanpa lelang pada pasar perdana dalam negeri, oleh Menteri Keuangan, Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat Surat Utang Negara. Berbeda dengan metode lelang, SUN juga dapat dibeli oleh pemerintah daerah dan/atau dealer utama. Mekanismenya didahului dengan mengajukan penawaran beserta kelengkapan administrasi kepada Menkeu, kemudian oleh Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat Surat Utang Negara ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut atau penolakan, dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak surat penawaran diterima.

Hasil pembahasan dituangkan dalam dokumen kesepakatan berupa menerima sebagian atau seluruh atau menolak seluruh penawaran. Apabila diterima maka setelmen dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan.

Selain penjualan dilaksanakan pada pasar perdana dalam negeri, juga dilakukan kegiatan penawaran dan penjualan SUN dalam valuta asing (Pasar Perdana Internasional) secara langsung oleh pemerintah atau melalui agen penjual. Terdapat 2 (dua) cara penjualan yaitu dengan private placement atau bookbuilding namun khusus


(33)

untuk Pemerintah hanya dapat menjual melalui private placement. Jika penjualan

dilaksanakan, maka diperlukan perjanjian dengan agen penjual (bilamana melalui Agen), perjanjian dengan konsultan hukum, perjanjian dengan agen fiskal, memorandum informasi dan dokumen-dokumen lain sesuai metode penjualan yang digunakan. setelmen SUN dalam valuta asing dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjualan, dan hasilnya merupakan penerimaan negara dalam APBN.

SUN yang telah dibeli oleh orang perseorangan atau kumpulan orang dapat dijual kembali kepada pemerintah melalui lelang. Lelang diawali dengan adanya pengumuman rencana lelang dari Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat SUN yang memuat antara lain mengenai waktu pelaksanaan lelang, waktu pembukaan dan penutupan penawaran lelang, seri SUN yang akan dibeli kembali, seri dan harga SUN penukar dan seri SUN yang ditukar, waktu pengumuman hasil lelang dan tanggal setelmen. Peserta lelang kemudian mengajukan penawaran lelang dengan mengajukan seri SUN. Adapun kuantitas yang diajukan minimal 1.000 (seribu) unit atau nominal Rp1.000.000.000,00 dan selebihnya dengan kelipatannya.

Setelah penawaran diterima, seluruh data penawaran disampaikan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dalam rapat penetapan hasil lelang, dan hasil lelang kemudian diumumkan pada saat pelaksanaan lelang. Hasil lelang ini adalah transaksi yang sah dan mengikat antara pemerintah dan peserta lelang. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus membayar harga setelmen dan pemenang lelang


(34)

wajib menyerahkan SUN yang dimenangkan sampai dengan tanggal setelmen, yakni 3 (tiga) hari kerja setelah lelang dilaksanakan.

SUN dijual dengan harapan dapat meningkatkan rentabilitas modal sendiri (return of equity) dengan konsep penggunaan faktor leverage. Sepanjang rentabilitas penggunaan SUN masih lebih besar dari biaya bunga SUN maka pemerintah dapat mengandalkan penjualan SUN sebagai salah satu alternatif sumber dana untuk menutup defisit, menutup kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara. Akibatnya penjualan SUN ini pasti berdampak kepada keuangan negara khususnya APBN sehingga Menteri Keuangan harus bertanggung jawab atas penatausahaannya, dan pemerintah harus menyampaikan laporan pertanggungjawabannya kepada DPR sebagai bagian dari pertanggungjawaban APBN

2.2.5 Sejarah Pengelolaan Surat Utang Negara

Surat Utang Negara di Indonesia telah dikenal sejak awal periode kemerdekaan, dengan penerbitanya dari masa ke masa yang sangat berhubungan dengan perencanaan program pembangunan perekonomian nasional yang dilakukan oleh pemerintah. Pada pemerintahan orde lama pemerintah menerbitkan surat utang yang dikenal dengan Obligasi Republik Indonesia pada tahun 1950-an. Semua obligasi yang diterbitkan pada era 50-an tidak didukung oleh lembaga yang siap untuk memperdagangkanya. Selain itu, permasalahan lainya adalah nilai riil investasi pada obligasi terkikis oleh tingkat inflasi yang cenderung tinggi pada waktu itu.


(35)

Pada saat ini, Surat Utang Negara yang dikenal berawal dari obligasi hasil rekapitulasi perbankan yang diterbitkan pemerintah pada tahun 1998/1997. Setelah perbankan kembali melakukan fungsinya dengan baik dipandang sebagai syarat penting bagi pulihnya perekonomian nasional pada masa itu, sehingga proses penyehatan melalui program rekapitulasi perbankan dipandang sebagai hal yang harus dilakukan.

Rekapitalisasi perbankan dampak krisis tahun 1997 total SUN yang diterbitkan dalam rangka penyehatan perbankan (rekapitulasi dan bantuan likuiditas) selama 1997-2004 sebesar Rp 640,9 T. Bank Indonesia pada saat itu tidak bisa menyuntikkan dana secara langsung ke bank rekap, sehingga secara akuntansi digunakan skema sebagai berikut :

a. Pemerintah menerbitkan obligasi Negara (ON) kepada BI. BI menyerahkan uang sebesar nilai ON kepada pemerintah.

b. Uang tersebut digunakan pemerintah untuk mengakuisisi dan membeli asset-aset bermasalah di bank rekap. Aset tersebut selanjutnya dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

c. Uang yang diperoleh bank rekap digunakan untuk membeli ON yang dimiliki BI, sehingga permodalan bank rekap menjadi sehat.

2.2.6 Kebijakan Pengelolaan Surat Utang Negara

Dalam pengelolaanya ada beberapa tujuan pengelolaan SUN secara umum yaitu dengan meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali dengan cara:


(36)

a. Menjamin terpenuhinya financing gap secara efisien dan kesinambungan

fiskal yang sesuai dgn kondisi ekonomi makro dan dinamika pasar keuangan

b. Meningkatkan prinsip kehati-hatian untuk meminimalkan risiko (risiko pasar, risiko refinancing, risiko operasional)

c. Mengembangkan upaya agar pinjaman yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai jadwal dan perkiraan biaya

d. Menciptakan pasar SUN yang dalam, aktif dan likuid

Strategi pengelolaan SUN, portofolio dan risiko dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan reprofiling agar tercipta struktur jatuh tempo yang lebih seimbang melalui buyback, debt switching, dan penerbitan SUN jangka panjang

b. Melakukan penyederhanaan portofolio untuk mempermudah pengelolaan risiko

c. Memprioritaskan penerbitan SUN dalam mata uang Rupiah

d. Meminimalkan risiko refinancing dengan mengutamakan penerbitan SUN

jangka panjang

e. Meningkatkan porsi SUN dengan bunga tetap dan mengurangi porsi dengan tingkat bunga mengambang untuk mengurangi interest rate risk


(37)

2.2.7 Pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder SUN

Dialakukan dengan cara:

1. Pengembangan metode penerbitan baik lelang maupun non lelang, serta penyusunan jadwal penerbitan secara teratur (regular calendar of issuance) dan penerbitan benchmark bonds dalam jumlah yang memadai

2. Diversifikasi instrumen SUN, meningkatkan likuiditas, kapasitas dan daya serap pasar SUN, dengan cara antara lain:

i) Mengembangkan pasar derivatif dan repo

ii) Mendorong integrasi antar sistem perdagangan, kliring dan setelmen; iii) Mengoptimalkan fungsi dan peran primary dealer (dealer utama)

iv) Meningkatkan transparansi informasi pengelolaan dan perdagangan SBN; v) Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik

vi) Meningkatkan koordinasi otoritas pasar modal, otoritas moneter, SRO, asosiasi pelaku pasar, lembaga rating dan pihak-pihak lainnya

vii)Kerjasama internasional untuk pengembangan pasar SBN, proaktif terlibat dalam forum-forum kerjasama regional dan internasional, Asian Bond

Market Initiative (ABMI).

2.2.8 Perdagangan Surat Utang Negara

Perdagangan SUN dalam hal ini adalah Obligasi Negara (ON) dilakukan di pasar sekunder dan primer. Dalam pasar primer kegiatan penawaran dan penjualan obligasi untuk yang pertama kali. Sedangkan pada pasar sekunder adalah melanjutkan penawaran dan penjualan atas obligasi dari pasar primer. Penerbitan


(38)

obligasi dilakukan dengan cara lelang dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Peserta lelang dapat menyampaikan harga secara bersaing maupun tidak bersaing (Rahardjo, 2003). Penawaran secara bersaing dapat diartikan sebagai investor menyampaikan volume pembelian ada perkiraan tingkat bunga yang dikehendaki serta volume penawaranya. Sedangkan penawaran secara tidak bersaing dapat diartikan bawa investor menginformasikan volume Obligasi Negara yang kemudian akan dibeli. Pemerintah selanjutnya menginformasikan pelelangan setelah mempertimbangkan beberapa faktor seperti kisaran yield yang dimiliki oleh

pemerintah, dan juga situasi pasar saat ini maupun anggapan ekspektasi dimasa yang akan datang.

Investor yang memberitahukan penawaran secara bersaing dan dinyatakan menang pelelangan, harus membayar sesuai dengan tingkat bunga yang telah diberitahukan pada saat pelelangan. Investor yang memberitahukan penawaran secara tidak bersaing dan dinyatakan menang, harus membayar sebesar rata-rata tertimbang tingkat bunga penawaran kompetitif yang dimenangkan. Lelang Obligasi Negara di pasar primer saat ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen yang ditunjuk dan disepakati oleh pemerintah.

Obligasi Negara yang telah diperdagangkan di pasar primer kemudian diperdagangkan di pasar sekunder. Dalam pasar sekunder umumnya dilakukan diluar bursa . Calon pembeli dapat menunjuk broker untuk mencari penjual Obligasi Negara yang disepakati dan bisa juga dilakukan tanpa melalui broker, namun harus menemukan sendiri pihak lain yang ingin menjual Obligasi Negara yang dikehendaki.


(39)

Dalam berinvestasi ada Obligasi Negara, investor dapat memilih jenis dan periode jatuh temo Obligasi Negara yang diinginkan untuk mengurangi resiko pasar akibat perubahan tingkat bunga dan tingkat inflasi.

Mekanisme pembelian atau penjualan Obligasi Negara di pasar sekunder secara sederhana digambarkan (Cahyana, 2003 ) sebagai berikut:

a. Calon pembeli membuka rekening kas pada suatu bank untuk menerima pembayaran kupon dan pokok jatuh tempo.

b. Calon pembeli membuka rekening surat berharga ada lembaga keuangan yang terdaftar sebagai sub registry Bank Indonesia, untuk mencatat kepemilikan

atas Obligasi Negara.

c. Negosiasi harga antara penjual dan pembeli dimana negosiasi ini dapat dilakukan secara langsung ataupun juga melalui broker

d. Apabila telah terjadi kesepakatan baik dari sisi harga maupun dari sisi waktu penyelesaian transaksi, pembeli dan penjual memerintahkan sub registry bagi investor non perbankan atau Bank Indonesia bagi investor perbankan untuk menyelesaikan transaksi.


(40)

2.2.9 Resiko Surat Utang Negara

Walaupun dikatakan bahwa risiko gagal bayar hampir tidak ada, namun Cahyana (2004:282,283) mengatakan bahwa dari sisi pemerintah penerbitan SUN mengandung beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Risiko-risiko tersebut antara lain:

a. Risiko Kesinambungan Fiskal

Nilai utang negara yang besar berotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan nilai Debt to

exort ratio, debt to service ratio, dan ratio of short term debt to reserve.

b. Risiko Nilai Tukar

Penurunan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga.

c. Risiko Perubahan Tingkat Bunga

Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang, sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan mengakibatkan kenaikan pada nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran pemerintah. Risiko akibat perubahan tingkat bunga dapat terjadi apabila pemerintah menerbitkan SUN pada saat kondisi pasar sedang memburuk yang antara lain ditandai oleh kenaikan suku bunga secara tajam sehingga biaya utang (yield) menjadi tinggi

d. Risiko Pembiayaan Kembali

Pelunasan SUN yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar dapat mengakibatkan timbulnya risiko berupa lebih tingginya biaya peminjaman baru.


(41)

e. Risiko Operasional

Risiko kegagalan terjadi jika pengelolaan operasional SUN tidak dilakukan dengan benar, baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dari sisi kelembagaanya, antara lain kelengkapan prosedur operasi baku, system pengelolaan risiko, dan system informasi manajemen.

2.3 Nilai Tukar (Kurs) 2.3.1 Defenisi Nilai Tukar

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian nilai tukar nilai tukar, Cornelius Luca mengartikan bahwa nilai tukar merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang Negara lain. Nilai tukar juga dapat diartikan sebagai sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain (Frank J.Fabozzi). Sedangkan menurut Berlianta, nilai tukar dapat diartikan sebagai harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Secara lebih luas nilai tukar menurut (Iskandar syarief, 2003) merupakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dengan mitra dagang Indonesia. Nilai tukar Rupiah Indonesia digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar mitra dagang Indonesia.

Tinggi rendahnya nilai tukar mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya volume dan transaksi perdagangan barang dan jasa yang berlangung di kedua negara tersebut.


(42)

2.3.2 Jenis-Jenis Nilai Tukar

Adapun jenis kurs yang dimaksud adalah sebagai berikut: a.Kurs Nominal

Kurs nominal (nominal exchanges rate) merupakan harga relative dari mata

uang dua negara dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara US Dolar dan Yen Jepang adalah 120 Yen per dolar, maka bisa menukar 1 dolar untuk 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang ingin mendapatkan Dolar akan membayar 120 Yen untuk setiap Dolar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin mendapatkan Yen akan mendapatkan Yen akan mendapatkan 120 Yen untuk setiap Dolar yang ingin ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada kurs dianatara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.

b.Kurs Rill

Kurs Rill (real exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang

kedua negara. Yaitu kurs riil yang menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut juga sebagai terms of trade.

2.3.3 Fungsi Nilai Tukar

Penentuan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting bagi perekonomian negara tersebut. Hal ini karena kuat atau lemahnya nilai tukar mata uang suatau negara sangat berpengaruh terhadap eksistensi negara tersebut dalam perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar mata uang ditetapkan oleh sebuah negara yang memiliki beberapa peran dan fungsi, yakni:


(43)

Yang pertama adalah sebagai arahan untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut dikhususkan untuk mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memerkecil defisit current account atau sebaliknya memerbesar current account.

Fungsi kedua adalah untuk menjaga kestabilan pasar domestik, dimana fungsi ini berperan untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dalam artian bahwa nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka

masyarakat akan terdorong menjual valuta asing. Ketidakstabilan pasar domestik yang demikian dapat menimbulkan kegiatan spekulatif seperti perkembangan akhir-akhir ini, yang pada giliranya dapat mengganggu kestabilan makro.

Fungsi ketiga sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat untuk strelisasi dan ekspansi jumlah uang beredar.

Fungsi keempat adalah sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.

Niali tukar banyak digunakan oleh negara yang mengalami chronic inflation sebagai

nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan


(44)

2.3.4 Sistem Nilai Tukar

Menurut The Fei Ming (2001 : 9) Terdapat tiga kelompok besar sistem nilai tukar mata uang yang diterapkan diberbagai negara di belahan dunia, yaitu:

1) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Flexible reely Floating)

Exchanges Rate System

Pada sistem ini, nilai mata uang dibiarkan mengambang bebas dan nilai tukarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terdapat dipasar. Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies), seperti Dolar AS, Mark Jerman, Yen Jepang, Franc Swiss, dan Poundstreling Inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat tindakan intervensi yang dilakukan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya.

2) Sistem nilai Tukar Tetap Fixed Pagged Exchange Rate System

Pada sistem fixed exchange rate system, pemerintah berperan aktif melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai tukar suatu mata uang agar berada pada suatu acuan nilai tukar tertentu. Contoh: nilai tukar Dolar Hong Kong yang dipatok atau dikaitkan secara tetap pada nilai Dolar AS dalam kisaran 7,7962 HKD per 1 Dolar AS.

3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed/Controlled Semi Pagged)

Exchanges Rate System

Pada sistem mengambang terkendali ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan dalam suatu rentang (band) intervensi tertentu. Bank Sentral tetap berperan dalam


(45)

melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar mata uang tersebut kedalam rentang nilai tukarnya semula apabila fluktuasi melebihi batas/rentang intervensi yang diperkenankan. Namun, Bank Sentral tidak menetapkan suatu acuan tingkat/level niali tukar tertentu, seperti yang diterapkan pada system fixed exchange rate. Contoh: system ini pernah diterapkan oleh sepuluh negara Eropa yang tergabung dalam Europan Monetery System (1992).

2.3.5 Perubahan Nilai Tukar

Dalam mekanisme pasar nilai mata uang suatu negara akan selalu mengalami fluktuasi yang akan berdampak langsung pada harga-harga barang di negara tersebut termasuk didalamnya ekspor dan impor barang. Ada berbagai macam perubahan dalam nilai tukar Rupiah dengan valuta asing, yakni devaluasi, revaluasi, depresiasi dan apresiasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari sisi permintaan maupun penawaran khususnya dari pihak yang membuat kebijakan dalam hal ini pihak pemerintah.

1) Devaluasi diartikan sebagai suatu penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri misalnya Rupiah, relatif terhadap mata uang negara tertentu, misalnya US dolar yang diakibatkan oleh kebijakn pemerintah. Devaluasi dalam hal ini hanya dapat terjadi jika nilai Rupiah dikaitkan terhadap nilai tukar US dolar dan pemerintah dengan sengaja mengubah nilai tukar relatif terhadap US Dolar. Jika pemerintah tidak mengaitkan Rupiah terhadap US Dolar dan perubahan terjadi dengan sendirinya, dan istilah ini tidak berlaku lagi. Jadi


(46)

istilah devaluasi hanya berlaku dalam system nilai tukar tetap dimana suatu mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang tertentu.

2) Revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar domestik terhadap nilai tukar negara lain. Keuntungan melakukan revaluasi adalah biaya meminjam dalam mata uang asing lebih murah, sedangkan kerugiannya yang utama adalah menyebabkan produk domestik menjadi lebih mahal dalam mata uang asing dan impor menjadi lebih murah dalam mata uang domestik. Jatuhnya nilai mata uang tertentu terhadap mata uang lain bisa disebabkan oleh berbagai faktor.

3) Depresiasi yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam system pasar bebas. Sebagai dampak dari perubahan nilai tukar ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk negara domestik menjadi lebih mahal. 4) Apresiasi merupakan peristiwa menguatnya nilai tukar suatu mata uang secara

otomatis, akibat dari bekerjanya kekuatan kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat perubahan nilai tukar ini yaitu harga produk negeri itu bagi ihak luar negeri makin mahal , sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.


(47)

2.3.6 Teori Penentuan Nilai Tukar

Setelah melalui era Bretton woods, akhirnya sebagian besar mata uang negara-negara di dunia pada tahun 1973 diberi kesempatan mengambang secara bebas satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari tingkat keseimbangan/ekuilibrium ditentukan oleh kekuatan pasar, yaitu permintaan dan penawaran terhadap mata uang itu sendiri sebelumnya selalu melakukan tindakan intervensi untuk mempengaruhi nilai tukar agar senantiasa berada dalam suatu batas yang telah ditentukan.

2.3.7 Model Penentuan Nilai Tukar

Menurut The Fei Ming (2001:9) model penentuan nilai tukar adalah sebagai berikut:

1. Traditional Theories

Traditional Theories terdiri dari:

a. Teori Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory)

Teori ini merupakan teori terpopuler. Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1556 oleh Martin De Azpilcueta Navarro. Teori ini menyatakan bahwa harga barang disuatu negara harus sama dengan harga barang serupa di negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang bberlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini disebut The Law of One Price. Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat

adalah 1 Dolar AS. Apabila nilai tukar antara Rupiah dengan Dolar AS saat ini adalah Rp 8.000/USD, menurut asumsi The Law of One Price, harga sepotong roti di Indonesia harus Rp 8.000. Jadi, dimana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika Serikat atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat


(48)

nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Terdapat dua versi dalam Teori

Purchasing Power:

1) Versi absolute

Dalam versi absolute, nilai tukar sama dengan perbandingan antara tingkat harga umum yang berlaku di dua negara, yang merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh produk yang dihasilkan kedua negara. Contoh: jika rata-rata tertimbang dari seluruh harga barang di Amerika Serikat adalah sebesar 25.000 FF, berdasarkan versi absolut, nilai tukar Dolar AS terhadap Franc harus sebesar $0,2/FF.

Dalam versi absolute terdapat beberapa kelemahan yakni:

 Asumsi perhitungan nilai tukar dalam versi absolute mengharuskan kita membandingkan harga barang yang serupa/homogen. Namun, dalam kenyataanya, tidak satu pun negara di dunia yang memproduksi dan atau mengkonsumsi barang yang homogen sehingga sulit untuk membandingkan rata-rata tertimbang dari seluruh harga barang yang terdapat di dua negara secara tepat.

 Versi absolute tidak memperhatikan adanya biaya pengangkutan dan rintangan dalam melakukan transaksi perdagangan, seperti proteksi dan kuota yang berpengaruh terhadap harga barang di suatu negara.

Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan bahwa keadaan yang berlaku di pasar versi absolut ini tidak mungkin diterapkan dalam dunia nyata.


(49)

Dalam versi relatif persentase perubahan nilai tukar pada waktu yang ditentukan sebagai periode dasar harus sama dengan perbedaan antara persentase perubahan harga (tingkat inflasi) domestik dengan persentase perubahan harga (tingkat inflasi) di luar negeri pada periode tersebut.

Contoh: jika indeks CPI di Amerika Serikat meningkat dari 194ke 218, di Jepang meningkat dari 161 ke 165, dan nilai tukar yang berlaku saat ini 0.00909$/JPY, berdasarkan versi relatif ini, nilai tukar Yen dan Dolar AS harus berada pada 0.00909$/JPY.

Versi relatif bertujuan menghilangkan berbagai kelemahan dalam versi absolute. Dengan menggunakan persamaan pada perhitungan nilai tukar versi relatif di atas, kita dapat mengetahui tingkat nilai tukar antara dua negara secara lebih tepat meskipun komposisi barang, baik yang diproduksi maupun dikonsumsi, diantara kedua negara tersebut tidaklah homogen.

b. Teori Elastisitas

Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pemabayaran internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat equilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap

perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan yang bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor akan sangat berpengaruh bagi keseimbangan


(50)

neraca pembayaran internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian dalam nilai tukar.

2.Modern Monetery Theories on Short Term Exchange Rate Volatility

Teori ini memperhatikan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan peran bursa komoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar. Teori ini mengatakan bahwa adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing

power parity adalah karena adanya suatu perubahan dalam permintaan dan

penawaran terhadap asset-aset keuangan. Dalam pandangan modrn, teori purchasing power parity juga diperluas dengan menyertakan variable-variabel seperti jumlah

uang yang beredar, tingkat suku bunga, dan pendapatan rill, dalam menentukan tingkat nilai tukar antara dua negara.

Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan di pasar barang komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.

2.3.8 Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Nilai Tukar

Pendekatan moneter tentang nilai tukar mengasumsikan bahwa masyarakat ingin memegang mata uangnya sendiri dibandingkan dengan mata uang negara lain. Pendekatan keseimbangan portofolio mengakui bahwa masyarakat mungkin ingin memegang kedua mata uang tersebut, walaupun mereka mungkin memiliki referensi terhadap salah satu mata uang, mungkin mata uang negaranya sendiri.


(51)

Pendekatan keseimbangan portofolio mengajukan argument yang sama untuk obligasi, yaitu pendekatan ini mengasumsikan bahwa masyarakat di kedua negara meminta obligasi domestik dan asing atau secara lebih umum masayarakat tersebut lebih suka menganekaragamkan portofolio sekuritas. Bagaimanapun, model keseimbangan portofolio tidak hanya memiliki persamaan permintaan bagi berbagai uang dan obligasi yang ada di setiap negara, yang memperlihatkan bagaimana permintaan ini berhubungan dengan pendapatan, tingkat bunga dan sebagainya. Dalam pendekatan moneter, setiap pasar Obligasi Negara diasumsikan bersih, apapun yang terjadi terhadap permintaan dan penawaran Obligasi Negara. Asumsi ini secara implisit terlihat pada tidak adanya persamaan bagi permintaan dan penawaran obligasi, dan kondisi bagi pasar obligasi untuk menjadi bersih tanpa menunjukkan keberadaan ketika pasar obligasi bersih. Kita daat menguraikan asumsi dari pendekatan moneter ini jika dianggap bahwa obligasi suatu negara dapat menggantikan secara sempurna obligasi negara lain. Hal ini karena, jika penawaran obligasi suatu negara meningkat, obligasi tambahan akan dipegang oleh warga atau masyarakat luar negeri menggantikan Obligasi Negara tersebut untuk obligasi asing yang mereka miliki sekarang.

Perubahan dalam penawaran obligasi suatu negara adalah tidak signifikan dalam konteks global yaitu permintaan global terhadap obligasi sama dengan penawaranya tanpa pengaruh yaitu signifikan pada tingkat bunga atau kurs.


(52)

2.4 Kerangka Konseptual

Pada penulisan skrisi ini, penulis menjelaskan variable-variable yang saling mempengaruhi dalam bentuk gambar kerangka konseptual dan variable-variabel dimaksud.

Untuk lebih memperjelas kerangka konseptual tersebut, maka penulis membuat gambar seperti yang terlihat didalam skema dibawah ini dimana gambar tersebut menjelaskan adanya hubungan dua arah antara Surat Utang Negara (SUN) dan nilai tukar Rupiah.

2.5Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana kebenaranya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul yang kemudian diolah dan diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang

Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris aribus

2) Terdapat hubungan kointegrasi antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris airbus

Nilai tukar Rupiah Surat Utang Negara


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu ilmu pengetahuan sehingga pada hakikatnya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi permasalahan yang ada.

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam peneltian ini adalah penelitian kausal komparatif dan eksperimental yakni melihat hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat dengan kata lain, studi kausalitas mempertanyakan masalah sebab-akibat. Penulis melakukan dan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta diadakan kontrol terhadap variabel tertentu. Untuk pengujian hipotesis tertentu, dimaksudkan untuk mengetahui hubungan hubungan sebab - akibat variabel penelitian yang dimaksud, Konsep dan varaiabelnya harus jelas dan pengukuranya juga harus cermat. Tujuan penelitian ini untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab-akibat serta berapa besar hubungan sebab-akibat tersebut dengan cara memberikan perlakukan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menjadiakan kontrol untuk perbandingan.

3.2Batasan Operasional

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hanya terhadap jumlah lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia secara keseluruhan terhadap nilai tukar Rupiah.


(54)

3.3Defenisi Operasional

1. Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Reublik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya

2. Nilai tukar Rupiah merupakan harga relatif mata uang suatu negara terhadap negara lain. Dalam hal ini nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang satuanya dinyatakan dalam Rupiah.

3.4Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran variable bersifat kuantitatif dengan ruang lingkup penelitian memfokuskan kepada kajian tentang pengaruh Surat Utang Negara (SUN) terhadap nilai tukar Rupiah.

Dalam penelitian ini menggunakan proses pengukuran yaitu dengan menetapkan angka atau tabel terhadap karakteristik atau atribut dari suatu obyek, atau setiap jenis fenomena atau peristiwa yang mengunakan aturan-aturan tertentu yang menunjukkan jumlah dan atau kuantitas dari faktor-faktor yang diteliti.

3.5Populasi dan Sampel Penelitian

Sumber data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia. Selain itu, data lain yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sebagaimana yang sudah disebutkan diatas populasi terdiri dari 2 variabel yakni Surat Utang Negara dan nilai tukar Rupiah.


(55)

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu

2008-2011 dalam data bulanan yang terdiri dari 48 jumlah observasi.

3.7Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data Lib

Research yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di

atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.

3.8Teknik analisis

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan program E-views

dalam pengolahan datanya dengan terlebih dahulu melakukan pemindahan data yang diperoleh ke dalam softwere Microsoft Excel untuk memperoleh penginputan data

pada proses selanjutnya pada program E-Views.

Metode analisis dalam penelitian ini adalah Cointegration test dan Granger

Causality Test. Analisis Cointegration test (Johansen test) adalah untuk melihat

hubungan Surat Utang Negara dan nilai tukar Rupiah dalam jangka panjang. Sedangkan analisis Granger Causality test untuk melihat hubungan timbal balik

(causality) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut, maka pengujian terhadap perilaku data runtun waktu time series dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakanya metode tersebut. Sebelum dilakukan estimasi terhadap metode


(56)

Cointegration test dan Granger Causality test t, maka terlebih dahulu dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut

3.8.1 Uji Akar Unit Uji Stasioneritas (Unit Root Test)

Uji akar unit dari dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk melihat stasioneritas data time series yang diteliti dengan menggunakan Eviews versi 5.

Adapun dari uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :

DYt = a0 + Yt-1 + iDYt-1+1 + t (1)

Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) adalah :

DYt = at + Yt-1 + t (2)

Dimana :

D = perbedaan atau differensi

Y = variabel yang diamati pada tingkat periode tertentu = operasi kelambanan waktu

Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null = 0 untuk ADF dan = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien dan dengan nilai kritis statistik dari Mackinnon maka data tersebut stasioner dan sebaliknya maka data tidak stasioner.

3.8.2 Uji Kaualitas Granger (Granger Causality Test)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas antara Surat Utang Negara dan nilai tukar Rupiah, sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut


(57)

secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak saling mempengaruhi. Berikut ini metode Granger Causality

Test seperti berikut ini:

SUNt = iSUNt-i + jKurst-j + t (5)

Kurst = iKurst-i + jSUNt-j + vt (6)

Dimana :

SUN = Surat Utang Negara (SUN) (dalam Miliar Rupiah) Kurs = nilai tukar Rupiah (dalam Ribuan Rupiah)

, v = error of term

Dimana t dan vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung

korelasi parsial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi linear diatas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan adalah sebagai berikut :

1. Jika j 0 dan j = 0

Maka terdapat kausalitas satu arah dari SUN ke Kurs 2. Jika j = 0 dan j 0

Maka terdapat kausalitas satu arah dari Kurs ke SUN. 3. Jika j 0 dan j = 0

Maka SUN dan Kurs bebas antara satu dengan yang lainnya. 4. Jika j 0 dan j 0


(58)

3.8.3 Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara Surat Utang Negara dan nilai tukar Rupiah dengan menggunakan Johansen test. Untuk menentukan jumlah arah kointegrasi tersebut

maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, trace) yaitu menguji

hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

trace(r) = -T (3)

Dimana r+1,. . ., n adalah nilai egeinvectors terkecil (p-r). Null hypothesis

yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vektor kointegrasi lebih kecil atau sama dengan r, dimana (r = 0,1,2 dan seterusnya).

Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue ( max) yang dilakukan

dengan formula sebagai berikut :

max (r, r+1) = -T in (1- r+1) (4)

Uji berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vektor

kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vektor kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistic

dan Max-Eigen statistik dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan dan Kondisi Perekonomian Indonesia

Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global ditandai dengan pertumbuhan rata-rata pada angka diatas 4% dari rata-rata historisnya. Selain itu alliran investasi asing langsung juga mengalami peningkatan dan juga ditandai dengan melambungnya harga komoditas minyak dan non-minyak dunia, sehingga menyebabkan tekanan inflasi global mengalami peningkatan.

Dinamika perekonomian nasional tidak terlepas dari kondisi perekonomian dunia, serta berbagai kemajuan yang sudah dikerjakan dan juga perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam bidang-bidang pendukung perekonomian seperti iklim investasi, perbaikan infrastruktur, peningkatan produktivitas, peningkatan daya saing usaha, dll.

Kondisi eksternal yang masih kondusif, menyebabkan kinerja ekspor Indonesia diprakirakan akan membaik dan aliran nvestasi asing ke Indonesia terus meningkat sehingga neraca pembayaran tetap mantap dan nilai tukar masih cenderung stabil. Berbagai pembenahan struktural yang dilaksanakan pemerintah, seperti perbaikan infrastruktur, perizinan, bea cukai dan perpajakan diperkirakan memberikan dukungan yang cukup signifikan dalam meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia yang merupakan salah satu faktor pendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tinggi yang didorong oleh meningkatnya kapasitas produksi akan mampu menyerap


(60)

tambahan tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran diproyeksikan turun menjadi 7,5- 8,5% pada 2012. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang dibarengi dengan inflasi yang terus menurun akan berdampak pada pengurangan tingkat kemiskinan. Berbagai capaian perbaikan propek perekonomian dalam jangka menengah tersebut pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimana pendapatan per kapita masyarakat diharapkan meningkat dari USD 1.980 pada 2008 menjadi USD 2.950 - 3.000 pada 2012 (Proyeksi Perekonomian Indonesia oleh BI).

Dalam peirode dan waktu yang bersamaan, perekonomian Indonesia juga ditandai dengan percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi namun masih berada pada tingkat yang wajar, rasio investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih lebih rendah dibandingkan sebelum krisis walaupun aliran masuk investasi asing langsung neto terus meningkat serta rata-rata inflasi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis, terutama karena kenaikan harga BBM.

Untuk tercapainya kondisi ekonomi nasional yang baik dan menjanjikan, harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor pendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam hal ini kondisi makro ekonomi serta membuat keseimbangan-keseimbanagan ekonomi.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2008-2011 berada dalam kondisi yang cukup stabil meskipun pada tahun 2007-2008 global sedang dilanda krisis keuangan yang berdampak terhadap beberapa negara ekonomi kuat seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Namun terhadap Indonesia kondisi tersebut tidak terlalu


(61)

berdampak, ini terlihat dari kondisi makro ekonomi yang masih berada dalam kondisi yang positif.

Prospek ekonomi kedepan diproyeksikan akan semakin membaik, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkualitas serta inflasi yang diprediksikan cukup stabil. Prospek perekonomian tersebut didasarkan pada optimisme terjadinnya kekuatan-kekuatan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi makro serta terus semakin membaiknya iklim investasi, infrastruktur, ketenagakerjaan, dan kapasitas usaha melalui kebijakan-kebijakan dalam sektor yang bersangkutan.

Stabilitas ekonomi makro yang terus terjaga dan potensi pasar yang besar menjadi daya pendorong investasi dari luar negeri cepat mengalir dan semakin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan meningkatnya arus investasi tersebut, ekonomi diharapkan akan tumbuh lebih tinggi dan lebih berkualitas, sedangkan untuk inflasi dapat terkontrol dengan baik.

4.2Perkembanagan Pasar Modal di Indonesia

Pasar modal di Indonesia berkembang bukan dengan cara-cara praktis, sejarah mencatat perkembangan pasar modal di Indonesia sangat panjang perjalananya, dimulai sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Cikal-bakal lembaga ini tumbuh ketika pemerintah Belanda merasa amat membutuhkan satu biro yang memperdagangkan efek-efeknya ditanah jajahanya seperti halnya Indonesia. Pada 14 Desember 1912 Amsterdamse Effectendbureurs memilih Batavia sebagai


(1)

b.Nilai Tukar Rupiah

Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.786336 0.2098 Test critical values: 1% level -4.180911

5% level -3.515523 10% level -3.188259

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS)

Method: Least Squares Date: 03/14/12 Time: 11:16

Sample (adjusted): 2008M05 2011M12 Included observations: 44 after adjustments


(2)

nt

KURS(-1)

-0.235003 0.084341 -2.786336 0.0083 D(KURS(-1)) 0.367839 0.147174 2.499349 0.0169

D(KURS(-2))

-0.259290 0.143082 -1.812178 0.0779 D(KURS(-3)) 0.360024 0.145440 2.475417 0.0179

C 2543.999 902.5709 2.818614 0.0076

@TREND(2008M01 )

-12.04880 5.709257 -2.110397 0.0415

R-squared 0.319885 Mean dependent var

-3.772727 Adjusted R-squared 0.230396 S.D. dependent var 426.1086 S.E. of regression 373.8127 Akaike info criterion 14.81151 Sum squared resid 5309965. Schwarz criterion 15.05481

Log likelihood

-319.8532 F-statistic 3.574576 Durbin-Watson stat 2.090737 Prob(F-statistic) 0.009542


(3)

Lampiran 4

Hasil Uji Kausalitas Granger

Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/25/12 Time: 23:26 Sample: 2008M01 2011M12 Lags: 2

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

SUN does not Granger Cause KURS 46 1.19331 0.31353 KURS does not Granger Cause SUN 7.16391 0.00215


(4)

Lampiran 5

Hasil Uji Kointegrasi

Date: 04/03/12 Time: 10:28

Sample (adjusted): 2008M03 2011M12 Included observations: 46 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KURS SUN

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None 0.168034 8.464186 15.49471 0.4172 At most 1 4.08E-05 0.001877 3.841466 0.9624

Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values


(5)

Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None 0.168034 8.462309 14.26460 0.3336 At most 1 4.08E-05 0.001877 3.841466 0.9624

Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):

KURS SUN

-0.001437 -1.58E-05 0.000164 -1.73E-05

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):

D(KURS) 139.1087 -1.444614 D(SUN) 1616.764 26.76020


(6)

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

KURS SUN

1.000000 0.010970 (0.00455)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KURS) -0.199862

(0.08498) D(SUN) -2.322854