Patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Selain merokok, faktor paparan lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah polusi udara dari hasil rumah tangga seperti asap dapur, terutama pada dapur dengan ventilasi buruk dan yang terkena terutama ialah wanita. Debu dan iritan lain seperti asap juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini dengan paparan yang lama dan sering. Asap kendaraan bermotor juga diduga dapat menjadi penyebab karena partikel-partikelnya dapat mengganggu dan meningkatkan beban kerja paru, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil GOLD, 2014. Prevalensi kejadian PPOK lebih banyak pada laki-laki karena pada umumnya perokok lebih banyak ialah laki-laki serta lebih sering terpapar pada polutan udara lainnya dibanding perempuan, meskipun tingkat perokok perempuan juga meningkat dan kerentanan paru perempuan juga lebih tinggi Chapman, et al., 2014. Faktor penjamu host lain meliputi usia, gen defisiensi α 1 -antitripsinATT, hiperaktivitas bronkus, dan gangguan tumbuh kembang paru seperti riwayat infeksi dan sosial ekonomi Reilly, et al., 2012.

2.1.2. Patogenesis

Patogenesis atau mekanisme terjadinya PPOK melibatkan banyak faktor. Meski selama ini ditetapkan merokok merupakan faktor penyebab utama terjadinya penyakit ini, namun hasil studi epidemiologi telah menunjukkan bukti yang konsisten bahwa pada pasien yang bukan perokok dapat terjadi keterbatasan aliran udara seperti halnya yang terjadi pada PPOK Behrendt, et al., 2005, dalam GOLD 2014. Istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronis mencakup emfisema dan bronkhitis kronis. Emfisema ditandai dengan hilangnya elastisitas paru dan destruksi dinding alveolus dan kapiler. Destruksi ini menyebabkan alveolus tidak dapat bergerak elastis saat inspirasi dan ekspirasi. Alveolus akan cenderung mengembang sehingga meningkatkan kapasitas total paru. Ada 2 hal yang dapat menyebabkan emfisema yaitu merokok utama dan defisiensi α 1 -antitripsin, yaitu enzim antiprotease yang berfungsi sebagai pelindung paru Porth, 2007 . Reilly, et al., dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 2011 menyebutkan bahwa emfisema dapat disebabkan 4 proses yang saling berkaitan: 1paparan kronis asap rokok menyebabkan akumulasi mediator inflamasi di paru; 2mediator ini akan mensekresi elastolytic proitenases yang dapat merusak matriks ekstrasel; 3hilangnya matriks ekstrasel memicu kematian sel apoptosis; 4terjadi perbaikan yang tidak efektif oleh elastin dan komponen matriks ekstrasel lainnya sehingga menyebabkan pelebaran alveolus. Terdapat 3 jenis emfisema menurut morfologinya: 1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama. 2. Panacinar Emphysema panlobuler yang melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α 1 -antitripsin. 3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura PDPI, 2003. Sementara itu, dalam bronkitis kronis, hambatan saluran napas disebabkan oleh reaksi inflamasi. Terdapat edema dan hiperplasia kelenjar submukosa sehingga terjadi sekresi mukus yang berlebihan Porth, 2007. Iritan yang terhirup akan menyebabkan akumulasi mediator-mediator inflamasi seperti netrofil, CD8 ⁺, limfosit T, sel B, dan makrofag. Ketika diaktifkan, mediator ini akan memulai kaskade yang akan memicu pengeluaran Tumour Necrosis Factor alpha TNF- α, Interferon gamma IFN- γ, matrix- metalloproteinases MMP-6, MMP-9, C-Reactive Protein CRP, Interleukins IL-1, IL-6, IL-8 dan fibrinogen. Proses respon inflamasi ini akan menetap sehingga menyebabkan kerusakan jaringan yang menimbulkan keterbatasan aliran udara permanen Tuder dan Petrache, 2012. Struktur yang paling besar menimbulkan hambatan adalah saluran kecil diameter ≤ 2mm karena sekresi mukus yang berlebihan dapat menimbulkan obstruksi total. Fibrosis juga dapat ditemukan pada mukosa yang nantinya juga memicu sekresi mukus yang berlebih pula sehingga akan memperparah kondisi hambatan Reilly, et al., 2012. Gambar 2.1. Patogenesis PPOK Sumber: Barnes, P.J., Nat Rev Immunol 2008; 8:183-92

2.1.3. Patofisiologi Manifestasi Klinis

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2 70 87

Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan

0 68 74

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4 95 88

Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

1 63 90

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Karakteristik Umum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009

1 34 78

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

1 50 51

Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang

1 9 112

Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang

1 10 112

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis 2.1.1. Defenisi, Etiologi, dan Faktor Risiko - Gambaran EKG Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 0 31