BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK merupakan penyakit yang memiliki gejala heterogen dan kompleks dengan tanda terhambatnya aliran udara
pada jalan napas yang dapat bersifat progresif dan permanen atau tidak permanen PDPI, 2003. Berdasarkan GOLD 2014, PPOK adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, yang umumnya ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten atau terus-menerus, yang biasanya progresif dan berhubungan
dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan paru karena partikel atau gas berbahaya. Penyakit ini ditandai dengan emfisema atau bronkitis
kronis ataupun keduanya. Gejala utamanya adalah gangguan pernapasan seperti sesak napas yang kadang dapat ditandai dengan adanya mengi saat ekspirasi.
PPOK merupakan penyakit yang umum dan telah menjadi permasalahan besar di seluruh dunia. Ditemukan 6-8 dari populasi yang menderita penyakit ini
Banker dan Verma, 2013. Badan Kesehatan Dunia WHO mencatat pada tahun 2020, PPOK menjadi penyakit kelima dengan prevalensi tertinggi di seluruh
dunia, serta cukup menakutkan karena angka kematiannya semakin meningkat setiap tahun. Disebutkan juga bahwa prevalensi untuk kategori sedang-berat
terjadi paling banyak pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3 di seluruh dunia. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir PPOK diberi perhatian
khusus oleh lembaga dan komunitas kesehatan, penyakit ini masih belum dikenal dan cenderung diabaikan oleh masyarakat.
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2013, PPOK termasuk dalam kelompok Penyakit Tidak Menular PTM yaitu merupakan penyakit kronis yang
tidak ditularkan dari orang ke orang. Prevalensi PPOK berdasarkan wawancara di Indonesia didapati 3,7 persen per mil dengan frekuensi yang lebih tinggi pada
laki-laki Riskesdas, 2013. Penyakit Paru Obstruksi saat ini menjadi penyebab
kematian ketiga terbanyak di dunia setelah penyakit jantung dan pembuluh darah, dan keganasan Reilly, et al., 2012, serta merupakan penyakit yang insidensinya
meningkat setiap tahun. PPOK termasuk ke dalam kelompok penyakit sistem respirasi kronis dan tercatat membunuh rata-rata lebih dari empat juta orang per
tahun dalam satu negara dan menyisakan kesakitan pada ratusan ribu lainnya. Penyebaran penyakit ini sangat luas terutama di kawasan negara
perindustrian karena timbulnya dapat disebabkan oleh paparan polusi udara seperti asap pabrik, dan dapat juga disebabkan oleh asap kendaraan bermotor,
debu, atau asap hasil bakaran rumah tangga Mannino, 2006. Namun, faktor risiko terbesar yang dapat menyebabkan penyakit ini ialah oleh asap rokok baik
yang dihirup oleh perokok aktif maupun pasif. Di samping itu, asma yang tidak terkontrol juga dapat menjadi penyebab penyakit ini. Sampai saat ini prevalensi
masyarakat yang merokok masih sangat tinggi dikarenakan pola hidup masyarakat yang masih menganggap merokok adalah tren sehingga banyak orang yang telah
mengalami ketergantungan sehingga sangat besar peluangnya menderita PPOK di kemudian hari. Hasil yang didapat melalui kuesioner akan lebih rendah dibanding
pemeriksaan spirometri karena PPOK baru ada keluhan bila fungsi paru sudah menurun banyak.
PPOK memiliki masa serangan atau yang disebut eksaserbasi yang menyebabkan peningkatan volume dahak dan tingkat kesesakan yang dirasakan
pasien. Eksaserbasi ini sangat berpotensi menyebabkan manifestasi ke organ lain yang berkaitan erat dengan sistem pernapasan. Salah satunya penyakit ini sangat
erat kaitannya dengan sistem sirkulasi oleh jantung. Fungsi paru yang terganggu tentulah dapat menyebabkan terganggunya kerja jantung. Berdasarkan hal ini,
penting untuk dilakukan pemeriksaan aktivitas listrik jantung seperti EKG elektrokardiografi untuk melihat apakah penyakit ini memengaruhi aktivitas
jantung atau tidak Humagain, et al., 2008. EKG dapat menunjukkan kelainan persisten pada jantung yang ditimbulkan oleh gangguan aliran oksigen dari paru
yang terutama disebabkan oleh emfisema. Pemeriksaan EKG telah dilakukan rutin sebagai alat diagnostik sekaligus skrining penyakit jantung pada pasien PPOK.
Gangguan fungsi kerja jantung yang tidak terdiagnosis sering kali menjadi faktor yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien PPOK. Namun hal ini
menjadi permasalahan di daerah masih berkembang karena keterbatasan fasilitas dan sarana-prasarana diagnostik sehingga penanganan pasien-pasien PPOK belum
optimal. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat isu ini
menjadi suatu penelitian guna mengetahui bagaimana gambaran EKG yang direkam pada pasien-pasien PPOK. Hal-hal yang akan diteliti dapat beragam,
meliputi gelombang P pulmonal, pembesaran jantung kanan maupun blok cabang berkas kanan right bundle branch blockRBBB. Keabnormalitasan hasil EKG
dapat menjadi indikasi telah terdapat penyakit jantung sebagai komorbid penyakit ini. Pada umumnya tingkat obstruksi sejalan terhadap hasil EKG yang
ditunjukkan Huiart, 2006 dalam McAllister, et al., 2012
. Oleh karena itu pemeriksaannya harus dipertimbangkan juga saat melakukan penegakan diagnosis
penyakit ini agar dapat dilakukan penanganan yang lebih terintegrasi oleh divisi paru dan jantung, sehingga diharapkan dapat memberi hasil yang lebih baik.
1.2. Rumusan Masalah