Patofisiologi Manifestasi Klinis Diagnosis Banding

mukus yang berlebihan dapat menimbulkan obstruksi total. Fibrosis juga dapat ditemukan pada mukosa yang nantinya juga memicu sekresi mukus yang berlebih pula sehingga akan memperparah kondisi hambatan Reilly, et al., 2012. Gambar 2.1. Patogenesis PPOK Sumber: Barnes, P.J., Nat Rev Immunol 2008; 8:183-92

2.1.3. Patofisiologi Manifestasi Klinis

Pada tahap awal perjalanan PPOK, pemeriksaan fisik kemungkinan besar akan memberi hasil dalam batas normal Reilly, et al., 2012. Batuk kronis. Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk membuang atau membersihkan saluran napas dari benda asing seperti dahak yang disekresi secara berlebih oleh kelenjar mukus. Biasanya gejala yang pertama kali muncul adalah batuk yang seringkali diabaikan karena pada umumnya bagi perokok, batuk merupakan hal biasa dan belum mengganggu aktivitas. Namun seiring berjalannya waktu, gejala ini akan secara progresif berkembang sampai dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang kemudian akan meresahkan penderitanya Kenny, 2014. Produksi Sputum. Menurut GOLD 2014, sebagai gejala dari bronkitis kronis, produksi sputum teratur dan menetap selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut- turut. Namun, hal ini dapat berubah-ubah sehingga tidak ada kisaran volume sputum yang pasti untuk diagnosis PPOK. Dyspnea. Dyspnea diartikan sebagai kesulitan bernapas, dapat disertai suara mengi wheezing saat ekspirasi. Dyspnea muncul akibat produksi lendirmukus pada saluran pernapasan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan hambatan jalan napas. Pasien akan tampak memiliki frekuensi pernapasan diatas normal hiperventilasi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Pada PPOK berat, dapat dijumpai gejala sianosis pada pasien Kenny, 2014. 2.1.4. Diagnosis 2.1.4.1. Anamnesis Cara mendiagnosis pasien PPOK dapat dimulai dengan anamnesis, yaitu dengan menanyakan hal-hal berikut ini PDPI, 2003: • Adanya riwayat merokok aktif; atau tidak merokok namun terbiasa menghirup asap rokok pasif; atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan • Nilai derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman IB, yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun Brinkman dan Coates, 1963 dalam Watanabe, et al, 2011: - Ringan : 0-200 - Sedang : 200-600 - Berat : 600 • Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja • Riwayat penyakit emfisema pada keluarga • Terdapat faktor predisposisi pada masa bayianak, misal berat bayi lahir rendah BBLR, infeksi saluran napas berulang, lingkungan berasap rokok dan polusi udara • Batuk berulang dengan atau tanpa dahak • Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi Penting diingat bahwa PPOK merupakan penyakit yang memiliki gejala cukup beragam dan dapat berbeda-beda pada setiap pasien. Oleh karena itu, pasien PPOK dapat saja tidak memiliki manifestasi klinis klasik seperti yang telah diuraikan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menegakkan diagnosis Zieliñski et al., 2001, dalam Lynes, 2010.

2.1.4.2. Menilai Gejala

Menilai gejala dapat dilakukan memakai COPD Assessment Test CAT, atau skala sesak napas Medical Research Council MRC. Berdasarkan GOLD, skor CAT lebih dipilih karena CAT merupakan satu-satunya kuesioner yang tervalidasi, singkat dan sederhana untuk menganalisa seberapa besar dampak PPOK yang dirasakan pasien; dapat membantu dan meyakinkan pasien dan dokter dalam melakukan penanganan yang optimal; dan membantu mengetahui progresivitas penyakit dan terapi. Gambar 2.2. Penilaian gejala PPOK dengan CAT dan mMRC Dyspnoe scale Sumber: GOLD, 2013. Menilai Gejala Eksaserbasi Eksaserbasi diartikan sebagai fase akut yang ditandai perburukan gejala saluran pernafasan pasien, di luar dari batas normal variasi harian dan membutuhkan perubahan tatalaksana. Kerentanan eksaserbasi sangat bervariasi antarindividu. Eksaserbasi akut dapat dipicu oleh hal-hal seperti keadaan peningkatan simpatis misalnya kecemasan, flu common cold, kelelahan, bernapas berlebihan, maupun infeksi saluran napas, dan merupakan suatu kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera SKDI, 2012. Kriteria eksaserbasi adalah: Tiga gejala utama eksaserbasi : 1. Sesak napas bertambah 2. Dahak berubah warna 3. Volume dahak bertambah Gejala tambahan: 1. Demam 2. Batuk bertambah 3. Mengi bertambah 4. Infeksi Saluran Napas atas 5 hari terakhir 5. Denyut jantung meningkat 20 dari biasanya Tipe eksaserbasi dinilai dari gejalanya: • tipe I Berat  Tiga gejala utama • tipe II Sedang Dua gejala utama • tipe III Ringan  Satu gejala utama ditambah satu gejala tambahan.

2.1.4.3. Pemeriksaan Fisik

PPOK dini umumnya tidak memiliki kelainan.

2.1.4.3.1. Inspeksi

• Pursed-lips breathing mulut setengah terkatup mencucu • Barrel chest diameter antero - posterior sama dengan diameter transversal • Penggunaan otot bantu napas • Hipertropi otot bantu napas • Pelebaran sela iga • Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema pada tungkai • Penampilan pink puffer atau blue bloater

2.1.4.3.2. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

2.1.4.3.3. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

2.1.4.3.4. Auskultasi

• Suara napas vesikuler normal, atau melemah • Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa • Ekspirasi memanjang • Bunyi jantung terdengar jauh  Pink Puffer “Pink Puffer” adalah istilah untuk pasien dengan emfisema sebagai penyebab utama muncul PPOK-nya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, emfisema merupakan keadaan yang dapat menyebabkan kemampuan alveolus untuk mengembang saat inspirasi menurun akibat destruksi permukaan alveolus. Dan secara bertahap juga dapat merusak kapiler pembuluh darah sehingga terjadi penurunan aktivitas difusi. Oleh karena itu, pasien harus berkompensasi dengan cara hiperventilasi puff berarti terengah-engah atau mengepul. Jika dibandingkan dengan “Blue Bloater” maka pasien ini akan memiliki corak warna kulit lebih kemerahan pink dikarenakan mekanisme kompensasi yang dilakukan untuk memenuhi oksigen jaringan tidak terjadi hipoksemia Allen, 2009.  Blue Bloater Sementara itu, “Blue Bloater” adalah istilah untuk pasien dengan bronkitis kronis sebagai penyebab utama PPOK-nya. Bronkitis kronis ialah kondisi yang disebabkan produksi mukus berlebihan serta penyempitan bronkus akibat metaplasia kelenjar goblet dan proses inflamasi kronis pada dinding bronkus. Berbeda dengan emfisema, tidak terjadi destruksi kapiler, maka respon tubuh terhadap obstruksi ini adalah dengan mengurangi ventilasi dan meningkatkan cardiac output. Hipoksemia akan terjadi lebih berat dibandingkan pada kondisi “Pink puffer” sebagai akibat ventilation-perfusion mismatch. Keadaan hipoksemia ini semakin lama akan menyebabkan sianosis yang tampak pada warna kulit kebiruan Allen, 2009. Pink Puffer Blue Bloater • Normal atau kurus • Barrel Chest • Mulut mencucu pursed lip breathing • Penggunaan otot-otot bantu pernapasan • Perkusi: hipersonor • Auskultasi : suara pernapasan melemah, ekspirasi memanjang • Overweight • Batuk • Sputum • Sianosis • Edema perifer • Perkusi : normal • Auskultasi : mengi, ronki basah Tabel 2.1. Perbedaan antara “pink puffer” dan “blue bloater” 2.1.4.4. Pemeriksaan Penunjang 2.1.4.4.1. Spirometri Merokok, sebagai faktor risiko utamanya juga tidak mutlak menyebabkan PPOK pada semua orang. Hal ini juga dipengaruhi oleh intensitas pajanan asap rokok, usia penjamu serta fungsi paru si penjamu sendiri. Secara alami, semakin bertambahnya usia maka fungsi paru juga akan menurun. Hal ini dapat ditunjukkan oleh Forced Expiratory Volume in one second FEV 1 =Volume Ekspirasi Pertama VEP 1 dibanding dengan FVC Forced Vital Capacity =Kapasitas Vital Paksa KVP yang dihitung melalui spirometri. VEP 1 adalah jumlah udara yang dapat dihembuskan secara paksa dalam 1 detik setelah 1 inspirasi dalam. Spirometri adalah pemeriksaan fundamental dalam diagnosis PPOK. Spirometri digunakan untuk menilai VEP 1 , VEP 1 prediksi, KVP, VEP 1 KVP. • Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 prediksi dan atau VEP 1 KVP . • Obstruksi : VEP 1 VEP 1 VEP 1 pred 80 VEP 1 VEP 1 KVP 75 • VEP 1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit PDPI, 2003 Tingkat Keparahan Gejala Spirometri Berisiko Batuk kronis berdahak Normal I Ringan Dengantanpa batuk kronis atau produksi sputum VEP 1 KVP 0.7 dan VEP 1 ≥ 80 prediksi II A Sedang Dengantanpa batuk kronis atau produksi sputum VEP 1 KVP 0.7 dan 50 ≤VEP 1 80 prediksi III Berat Dengantanpa batuk kronis atau VEP 1 KVP 0.7 dan 30 ≤VEP 1 produksi sputum 50 prediksi IV Sangat Berat Dengantanpa batuk kronis atau produksi sputum VEP 1 KVP 0.7 dan VEP 1 30 prediksi atau VEP 1 50 prediksi dengan gagal napas atau adanya tanda gagal jantung kanan Tabel 2.2. Klasifikasi tingkat keparahan PPOK Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine 18 th ed., 2012:2151-2160 Dari nilai gejala dan spirometri dapat digolongkan pasien dalam 4 kelompok: Pasien Karakteristik Spirometri Eksa- serbasi tahun CAT mMRC A Low risk, less symptoms I ≤1 0-1 10 B Low risk, more symptoms II ≤1 2+ ≥10 C High risk, less symptoms III 2 0-1 10 D High risk, more symptoms IV 2 2+ ≥10 Tabel 2.3. Tipe pasien PPOK dari penilaian kombinasi Sumber: GOLD Revised 2011, tersedia dari goldcopd.org diakses: 20 Mei 2014

2.1.4.4.2. Uji Bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE Arus Puncak Ekspirasi meter. • Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 atau APE, perubahan VEP 1 atau APE 20 nilai awal dan 200 ml • Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2.1.4.3.3. Pemeriksaan Radiologi Radiologi Bronkitis Kronis

• Umumnya normal • Corakan bronkoalveolar bertambah Gambar 2.3. Foto toraks bronkitis kronis Sumber: radiopaedia.orgarticleschronic-bronchitis ; diakses: 30 Mei 2014 Radiologi Emfisema Stadium awal normal. Stadium lanjut: • Tanda-tanda hiperinflasi radiolusen • Diafragma mendatar • Sela iga lebar • Ruang retrosternal melebar • Jantung pendulum • Bullae multipel Gambar 2.4. Foto toraks emfisema menunjukkan peningkatan lusensi, diafragma mendatar dan ruang retrosternal melebar Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine 18 th ed., 2012: 2106 2.1.4.4.4. Pemeriksaan Lain Tidak Rutin 2.1.4.4.4.1. Faal Paru • Volume Residu VR, Kapasitas Residu Fungsional KRF, Kapasitas Paru Total KPT, VRKRF, VRKPT meningkat • DLCO menurun pada emfisema • RAW Airway Resistance meningkat pada bronkitis kronis • sGaw Specific Airway Conductance meningkat

2.1.4.4.4.2. Uji Latih Kardiopulmoner

• Sepeda statis ergocycle • Jentera treadmill • Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

2.1.4.4.4.3. Analisa Gas Darah AGD

Terutama untuk menilai : • Gagal napas kronis stabil • Gagal napas akut pada gagal napas kronis

2.1.4.4.4.4. Elektrokardiografi EKG

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

2.1.4.4.4.5. Ekokardiografi

Untuk menilai fungsi jantung kanan.

2.1.4.4.4.6. Pemeriksaan Bakteriologi

Untuk mengetahui infeksi bakteri dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia PDPI, 2003.

2.1.4.4 .4.7. Pemeriksaan Kadar α

1 -Antitripsin Defisiensi α 1 -antitripsin dijumpai pada pasien PPOK emfisema dengan usia muda herediter. Jarang ditemukan di Indonesia PDPI,2003.

2.1.5. Diagnosis Banding

Berdasarkan GOLD 2014, yang menjadi diagnosis banding dari PPOK adalah asma, gagal jantung kongestif, bronkiektasis, tuberkulosis, bronkiolitis, dan panbronkiolitis difusa. Tabel Perbedaan PPOK dan Diagnosis Bandingnya PPOK Onset usia dewasa biasanya 35 tahun Perkembangan gejala lambat namun progresif Adanya riwayat merokok Asthma Onset usia muda biasanya anak-anak Gejala bervariasi Muncul pada waktu-waktu tertentu malampagi hari Alergi, rhinitis, danatau ekzema Adanya riwayat keluarga yang asthma Gagal jantung kongestif Foto toraks menunjukkan dilatasi jantung, edema paru Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan keterbatasan volume, bukan hambatan jalan napas Bronkiektasis Volume sputum besar Umumnya berhubungan dengan infeksi Foto toraks menunjukkan dilatasi, dan penebalan dinding bronkus Tuberculosis TB Onset: semua usia Foto toraks menunjukkan adanya infiltrasi pada lapangan paru Diagnosis pasti: pemeriksaan mikrobiologi Muncul di daerah dengan prevalensi tinggi Bronkiolitis obliteratif Onset pada usia muda, tidak merokok Dapat memiliki riwayat rheumatoid arthritis, atau paparan gas kronis Hasil CT saat ekspirasi menunjukkan daerah hipodens Panbronkiolitis difusa Umumnya ditemukan pada orang Asia Sebagian besar pasiennya adalah pria dan tidak merokok Hampir semua pasien memiliki sinusitis kronis Foto toraks menunjukkan hiperinflasi dan sentrilobular nodular opak yang kecil Tabel 2.4. Diagnosis banding PPOK Sumber: GOLD 2010 updated dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 18 th ed., 2012:2151-2160

2.1.6. Penatalaksanaan

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2 70 87

Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan

0 68 74

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4 95 88

Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

1 63 90

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Karakteristik Umum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009

1 34 78

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

1 50 51

Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang

1 9 112

Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang

1 10 112

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis 2.1.1. Defenisi, Etiologi, dan Faktor Risiko - Gambaran EKG Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 0 31