masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Sedangkan indeks BBTB menggambarkan secara sensitif dan
spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sebagai kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropometri yang terbaik.
Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat digunakan Daftar Baku Antropometri. Saat ini dikenal 2 baku antropometri untuk menilai status gizi, yaitu
Baku Harvard dan Baku WHO 2005 Kepmenkes RI, 2010.
2.4. Landasan Teori
Status gizi adalah keadaan tubuh yang seimbang antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Ketersediaan gizi pada tingkat seluler dibutuhkan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan dan menjalankan fungsi tubuh. Status gizi kurang pada dasarnya disebabkan oleh interaksi antara asupan gizi yang tidak seimbang dan penyakit
infeksi. Menurut UNICEF United Nations Children’s Fund 1998, gizi kurang
disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi maupun tidak langsung meliputi pola asuh pola asuh makan dan
pola asuh kesehatan. Pola asuh makan dapat berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam memberikan makan Soekirman, 2000. Pola asuh kesehatan dan
pola asuh diri sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap kondisi lingkungan anak, meliputi: kebersihan dan sanitasi lingkungan, perawatan balita dalam keadaan sehat
maupun sakit Engle et al, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo 2003, sebuah
perilaku kesehatan timbul karena dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: 1.
Faktor Predisposisi predisposing factors, faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri-ciri individu yang digolongkan kedalam ciri-ciri:
a. Demografi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga b.
Struktur Sosial tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal
c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan
kesehatan. 2.
Faktor pemungkin enabling factor adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam
faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan
perundangan 3.
Faktor penguat reinforcing factor, adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku menerima umpan balik yang positif atau negatif dan
mendapatkan dukungan social setelah perilaku dilakukan. Jika disajikan dalam bentuk skema, maka keterkaitan antara status gizi, pola
asuh dan perilaku dapat dilihat dalam gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
Dampak
Penyebab langsung
Penyebab tidak
langsung
Gambar 2.1. Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku Disesuaikan dari bagan UNICEF, 1998, Green. dalam
Notoatmodjo, 2003. Faktor Predisposi
pengetahuan,sikap,keyak inan,kepercayan, nilai-
nilai, tradisi. Faktor Penguat
Dukungan kesehatan, Tokoh
Masyarakat dan keluarga
Faktor Pemungkin
Fasilitas dan Sarana kesehtan
Status Gizi
Asupan Gizi penyakit infeksi
Persediaan pangan
Pola asuh anak
Sanitasi dan air bersih, Pel.
Kes. Dasar
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep