BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lama Rawatan
Lama rawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen Rumah Sakit yang menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu
episode perawatan terhadap berbagai penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun satuan yang digunakan dalam lama rawatan yaitu “hari”. Lama rawatan dapat
diketahui dari status gizi pasien terutama pada balita penderita diare, dan adanya perubahan terhadap penyembuhan penyakit yang diderita Indradi, 2008.
2.2. Diare
Menurut Ngastiyah 1997, diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, dengan konsistensi
feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Ahli lain mendefenisikan diare yaitu jumlah buang air besar lebih sering
dengan kondisi tinja mengandung banyak air dibandingkan yang normal Apriadji,
1986.
Gambaran klinik yang terjadi mula-mula pasien cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair,
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defeksi dan tinja semakin lama semakin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh
usus selama diare.
Universitas Sumatera Utara
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung pada bayi, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
2.2.1. Penyebab Diare
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare, yaitu: 1 Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi sebagai berikut:
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, Yersinia, dan Aeromonas.
- Infeksi Virus : Enterovirus Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis Adeno virus, Rotavirus, dan lain-lain.
- Infeksi parasit : Cacing Ascaris, trichuris, Oxyuris, Strongyloides, protozoaEntamoeba histolitics, Giardia lamblia,
Trichomona hominis, Jamur Candida albicans. b. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis
media akut OMA, tonsilitastonsilofaringitis, bonkoppneumonia, dan ensefasilitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di
bawah dua tahun.
Universitas Sumatera Utara
2 Faktor Malabsorbsi - Malabsorbsi karbohidrat: disakarida intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa,
monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
- Malabsorbsi lemak - Malabsorbsi protein
3 Faktor makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun,
terlalu banyak lemak, mentah sayuran dan kurang matang. 4 Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas, jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar Ngastiyah, 1997
2.2.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Diare
Dalam bukunya Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare dalam Repelita IV Ditjen PPM PLP Depkes RI , menjelaskan bahwa masih tingginya angka
kesakitan dan kematian karena diare disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, pendidikan, keadaan sosial
ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare.
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Kesehatan Lingkungan Suharyono dalam bukunya diare akut klinik dan laboratorium tahun 1991,
menjelaskan bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi terjadinya penyakit diare. Penyakit diare adalah hasil interaksi antara
penyebab penyakit agent, tuan rumah host dan lingkungan environment. Kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang meliputi : a. Kurangnya tempat pembuangan kotoran yang sehat.
c. Keadaan rumah yang pada umumnya tidak sehat d. Usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh.
e. Banyak faktor penyakit. g. Belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara mantap.
h. Kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemar lingkungan. i. Pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik.
2. Faktor Gizi Sunoto 2001 menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan
“Lingkaran Setan” diare menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang memperberat terjadinya diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan misalnya makanan
yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gizi
adalah merupakan salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya diare.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Sosial Ekonomi dan Pendidikan Faktor sosial ekonomi dan pendidikan akan mempengaruhi tingkat sanitasi.
Lingkungan pemukiman yang berperan terhadap terjadinya kesakitan diare. Kebanyakan anak yang menderita diare berasal dari keluarga dengan keadaan
ekonomi dan pendidikan yang rendah. Balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi dan pendidikan rendah mempunyai resiko kesakitan diare lebih tinggi jika
dibandingkan dengan keluarga yang status ekonomi dan pendidikan tinggi. Dampak dari status ekonomi dan pendidikan rendah diantaranya adalah tersedianya jamban
keluarga dan sarana air bersih serta sarana untuk memelihara kebersihan perorangan. 4. Faktor Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara sedang berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama aspek fisik seperti tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit dan kedua adalah faktor non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta infeksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan responreaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Dalam hal ini perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan Sarwono,
1993.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Akibat Diare
Adapun gangguan-gangguan yang dapat terjadi yang disebabkan oleh diare meliputi: a. Gangguan Keseimbangan Air Dehidrasi dan Elektrolit
Dehidrasi akan menyebabkan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh. Gangguan ini dapat mengakibatkan kematian pada bayi. Kematian ini lebih
menyebabkan bayi kehabisan cairan tubuh. Akibat asupan cairan yang tidak seimbang dengan pengeluaran melalui muntah dan mencret meskipun berlangsung
sedikit demi sedikit. Banyak orang menganggap pengeluaran cairan seperti ini adalah hal biasa dalam diare, namun akibatnya sangat berbahaya. Persentase kehilangan
cairan tidak harus banyak baru menyebabkan kematian. Kehilangan cairan tubuh 10 saja sudah membahayakan jiwa. Pada bayi keadaan ini dapat mengakibatkan
kematian setelah sakit selama 2-3 hari. Misalnya bayi berusia 3 bulan dengan berat badan 6Kg, jika kehilangan cairan sebanyak 10 dari berat badannya, berarti berat
badannya berkurang sebanyak 0,6Kg. Berat sebanyak ini sama dengan volume air kiar-kira 20-30cc. Jika mengalami diare 5-10 kali sehari dalam 2-3 hari bayi akan
mengalami krisis, apalagi jika asupan makanan tidak ada. Sebelum kematian terjadi, dehidrasi berat akan akan muncul gejalanya adalah kulit berkerut, mata cekung,
ubun-ubun cekung serta mulut, bibir kering dan pecah-pecah. Cairan yang hilang lebih dari 10 disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang dengan nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah dan tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan
penderita sangat pucat.
Universitas Sumatera Utara
b. Gangguan Gizi Gangguan ini terjadi karena asupan makanan terhenti sementara pengeluaran
zat gizi terus berjalan. Jika tidak ditangani dengan benar, diare akan menjadi kronis. Pada kondisi ini obat yang diberikan tidak serta merta dapat menyembuhkan diare.
Ketidaktahuan orang tua, cara penanganan dokter yang tidak tepat, kurang gizi pada anak dan perubahan makanan mendadak dapat menjadi faktor pencetus diare.
Mengganti ASI dengan susu formula yang biasa dilakukan ibu-ibu di kota besar dapat menyebabkan diare kronis berkepanjangan akibat intoleransi laktosa.
Disamping itu, pemberian makanan tambahan yang dilakukan sebelum waktunya juga dapat menyebabkan diare. Hal ini sering dilakukan oleh ibu-ibu
pedesaan. Padahal pemberian makanan tambahan terlalu dini akan menyebabkan gangguan selaput lendir usus. ASI tetap merupakan makanan terbaik bagi bayi dan
balita karena mengandung unsur kekebalan alami yang membantu pertahanan tubuh anak.
Pada orang dewasa, diare jarang menimbulkan kematian. Pada bayi atau anak- anak, dalam waktu singkat, diare akan menyebabkan kematian. Jika diare dapat
disembuhkan, tetapi sering terjadi lagi, akan menyebabkan berat badan anak merosot. Akibatnya anak akan kekuarangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik dan
jaringan otaknya. Seperti diketahui, 60 pertumbuhan otak anak terjadi sejak anak masih
berada didalam kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun dan balita akan mengganggu perkembangan otaknya. Volume otak
menjadi kecil dan jaringan otaknya menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
mereka yang pertumbuhannya normal. Kondisi kurang gizi ini akan diikuti oleh rentetan lain yang memperburuk kondisi fisik bayi. Daya tahan tubuh yang menurun
pada bayi kurang gizi akan membuat pertumbuhan tubuhnya rapuh dan mudah diserang kuman penyakit, seperti kuman penyebab penyakit infeksi saluran
pernafasan Widjaja,MC, 2003.
2.2.4. Prinsip Tata Laksana Penderita Diare
1. Mencegah terjadinya dehidrasi Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan minum lebih banyak melalui cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air sup.
Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada: a. Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.
b. Tersedianya cairan sari makanan yang cocok. c. Jangkauan pelayanan kesehatan.
d. Tersedianya oralit. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan, berikan air
matang. 1. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat
dan tepat, yakni dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan Makanan Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup lama selama
diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi
yang cukup. Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau minuman refeeding
secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan
mempercepat penyembuhan Depkes RI, 2003.
2.3. Status Gizi
Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan
yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang
dengan baik, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah Depkes RI, 2002.
2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Menurut Soekirman 2000, status gizi balita umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Penyebab Langsung, yaitu makanan balita dan penyakit infeksi yang mungkin diderita balita. Balita yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya balita yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti
lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari: a. Ketahanan pangan dikeluarga, terkait dengan ketersediaan pangan baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain, harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
b. Pola pengasuhan balita, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal keterdekatannya dengan balita, memberikan makan, merawat, kebersihan,
memberi kasih sayang,dan sebagainya. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental, status gizi, pendidikan,
pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat,
dan sebagainya dari ibu atau pengasuh balita. c. Akses atau keterjangkauan balita dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan
kesehatan yang baik seperti, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik di
posyandu. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan
pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resiko balita terkena penyakit infeksi dan kekurangan gizi.
2.3.2. Status Gizi dengan Diare
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa diare adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah infeksi dan keadaan gizi yang tidak baik.
Diare dan kurang gizi adalah dua hal yang memiliki hubungan timbal balik, dan sulit bagi kita untuk membedakan mana hal yang dapat terjadi terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi yang pasti adalah bahwa kedua masalah ini sering mempengaruhi dan memiliki dampak sangat besar terhadap anak yang mengalami dehidrasi disamping
hilangnya nafsu makan dan kehilangan bahan makanan yang disebabkan oleh diare dan muntah-muntah yang akan memperburuk gizi anak. Anak yang keadaan gizinya
tidak baik cenderung lebih sering menderita diare dan menyebabkan kematian, dan diare yang berulang dapat mengakibatkan kekurangan energi dan protein Warner D,
1988.
2.3.3. Cara Penilaian Status Gizi
Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status
gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Di Indonesia, pengukuran
antropometri banyak digunakan dalam kegiatan program maupun dalam penelitian salah satu adalah Berat BadanTinggi Badan BBTB. Objek pengukuran
antropometri pada umumnya anak-anak dibawah 5 tahun. Masing-masing indeks antropometri memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status
gizi seseorang Depkes RI, 1999. Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas
ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor sebagai berikut : Z-skor =
Nilai simpangan baku rujuk Nilai individu – Nilai median baku rujukan
Di bawah ini adalah kategori status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :
Universitas Sumatera Utara
a. Kategori BBU: - BB normal
: ≥ -2 SD sd 1 SD
- BB kurang :
≥ -3 sd -2SD - BB sangat kurang
: -3 SD b. Kategori TBU:
- Normal :
≥ -2 SD sd ≤ 3 SD - Pendek
: -2 sd ≥-3 SD
- Sangat pendek : -3 SD
c. Kategori BBTB: - Sangat gemuk
: 3 SD - Gemuk
: 2 sd ≤ 3 SD
- Resiko gemuk : 1 sd
≤ 2 SD - Normal
: ≥ -2 sd 1 SD
- Kurus : -2 sd
≥ -3SD - Sangat kurus
: -3 SD
2.3.4. Indeks Antropometri
- Indeks Berat Badan Menurut Umur BBU Berat Badan BB merupakan salah satu antropometri yang memberikan
gambaran tentang masa depan otot dan lemak. Masa tumbuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya oleh karena terserang
penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang di konsumsi, berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat stabil.
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara masukan dan kecukupan zat-zat gizi yang terjamin, berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau lebih
lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat ini maka indeks berat badan dengan umur BBU
digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BBU lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini
current nutrional status. Penggunaan indeks BBU sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan
kekurangan yang perlu mendapat perhatian. - Kelebihan indeks BBU yaitu:
a. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. b. Sensitif untuk perubahan status gizi jangka pendek, dapat mendeteksi kegemukan
overweight. - Kelemahan indeks BBU yaitu:
a. Dapat mengakibatkan kekeliruan interpretasi status gizi bila terdapat oedema. b. Memerlukan data umur yang akurat, ketepatan data umur kelompok usia ini
merupakan masalah yang belum terpecahkan di Negara berkembang termasuk Indonesia.
c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan
Universitas Sumatera Utara
d. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat masih ada orang tua yang tidak mau menimbang anaknya karena
dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya Supariasa, 2002.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian yang direncanakan adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :
Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa faktor penyakit infeksi diare, asupan energi, motivasi keluarga dan lingkungan rumah sakit dapat mempengaruhi lama
rawatan balita penderita diare sehingga berhubungan dengan status gizi pada balita penderita diare. Akan tetapi yang akan diteliti adalah hubungan lama rawatan dengan
status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Penyakit Infeksi diare
Lama Rawatan
Asupan Energi Motivasi Keluarga
Lingkungan rumah sakit Status Gizi
Balita BBU
Universitas Sumatera Utara
2.5 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian di atas adalah : Ho : Tidak ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare
di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Ha : Ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di
RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey dengan mengggunakan pendekatan explanatory research atau penilaian penjelasan. Pendekatan explanatory research
bertujuan untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Dengan maksud agar
memperoleh sampel yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.
3 .2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSIA Badrul Aini Medan dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini memberikan pelayanan umum yang salah satunya adalah diare
yang terjadi pada balita yang memiliki jumlah kasus terbanyak dibandingkan pada orang dewasa disamping adanya pelayanan yang utama yaitu persalinan pada ibu.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret- November 2011.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yaitu sebanyak 160 orang.
Universitas Sumatera Utara