Hubungan Lama Rawatan Dengan Status Gizi Pada Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

(1)

HUBUNGAN LAMA RAWATAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA PENDERITA DIARE DI RSIA BADRUL AINI MEDAN

TAHUN 2009-2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 061000081 HOTMAULI SIDABALOK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN LAMA RAWATAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA PENDERITA DIARE DI RSIA BADRUL AINI MEDAN

TAHUN 2009-2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000081 HOTMAULI SIDABALOK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

HUBUNGAN LAMA RAWATAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA PENDERITA DIARE DI RSIA BADRUL AINI MEDAN

TAHUN 2009-2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 061000081 HOTMAULI SIDABALOK

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 November 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji

NIP. 19820729 200812 2 002 Fitri Ardiani, SKM, MPH

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Evawani Aritonang, Msi

NIP. 19680616 199303 2 003 NIP. 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, MKes

Medan, November 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, M.S


(4)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia yang lebih banyak terjadi pada balita. Di Kota Medan, proporsi balita penderita diare rawat jalan sebesar 5,8% (45.141) dari 780.706 balita penderita penyakit lainnya. Proporsi balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2008 adalah 19,8% (90 0rang), dan mengalami kenaikan 3,3% dari tahun sebelumnya. Balita penderita diare mengalami perubahan status gizi yang baik dengan rata-rata lama rawat inap ≥3 hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research atau penilaian penjelasan. Jumlah sampel yaitu sama besar dengan jumlah populasi (total sampling) sebanyak 160 balita. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berdasarkan data sekunder yang diambil dari kartu status pasien dibagian rekam medik. Analisa data dengan menggunakan uji Chi-square.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah balita penderita diare tertinggi adalah umur 12-36 bulan (48,75%), jenis kelamin laki-laki (63,75%), yang memiliki BB normal pada awal masuk RS (60,63%) dan BB normal pada akhir keluar dari RS (67,50%), umur ibu 25-34 tahun (63,75%), pendidikan ibu SLTA (67,50%), pekerjaan ibu wiraswasta (70,62%), keadaan sewaktu pulang yang dinyatakan sembuh (55,63%), dan lama rawatan ≥3 hari (79,37%). Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil tidak ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan dengan p=0,87 (> 0,05)

Disarankan kepada petugas kesehatan di RSIA Badrul Aini Medan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yaitu memberikan informasi mengenai penyakit diare dan penatalaksanaannya, serta melengkapi sistem pencatatan data balita penderita diare pada kartu status berupa Tinggi Badan (TB) agar dapat menilai status gizi saat ini berdasarkan BB/TB.


(5)

ABSTRACT

Diarrheal disease is one of major health problems of Indonesian society that is more common in toddlers. In the city of Medan, proportion of infants with diarrhea outpatient by 5,8% (45.141) of the 780.706 under-five patients with other diseases. The proportion of infants with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan in 2008 was 19,8% (90 people), and increased 3,3% from a year earlier. Toddler diarrhea patients experiencing changes in nutritional status is good with an average length of stay ≥3 days.

The purpose of this study was determine the mantainability long relationship with nutritional status in infants with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan in 2009-2010. This type of research is survey with using explanatory reseach or assesment approach explanation. The number of samples that is equal to the total population (Total Sampling) of 160 infants. Data collection methods used are based on secondary data taken from the card on the status of the patient medical record. Data analysis using Chi-square test.

From the results show that the highest number of infants diarhea patients are age 12-36 months (48,75%), male gender (63,75%), which had normal weight at the initial hospital admission (60,63%), and normal weight at the out of the hospital (67,50%), maternal age 25-34 years (63,75%), maternal education level above high school (67,50%), job self-employer mother (70,60%), coming home state declared eured (55,63%), and length of treatment ≥3 days (79,37%). Based on the results of statistical analysis using Chi-square test results obtained no relationship length of treatment with nutritional status in infants patients with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan with p=0,87 (>0,05).

It was advisable to health workers in mother and child hospital Badrul Aini Medan to improve health care that provides information on diarrheal disease and it was management, as well as the complete system for recording data on infants with diarrhea in the form of status card height in order to asses current nutritional status based on weight/ height.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hotmauli Sidabalok

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 17 April 1988

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 2 (dua) dari 7 (tujuh) bersaudara Alamat Rumah : JL. Pertiwi Gg. Kesuma No. 3B Kel. Bantan Kec. Medan Tembung Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD RK Budi Luhur (1994-2000) 2. SLTP Negeri 17 Medan (2000-2003) 3. SMA Budisatry Medan (2003-2006)


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN LAMA RAWATAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA PENDERITA DIARE DI RSIA BADRUL AINI MEDAN TAHUN 2009-2010” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu penulis baik secara moral maupun moril. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat.

3. Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan memberi arahan pada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ferry, S.H, S.Si, AMG, DC.Nutri, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu untuk membimbing dan memberi arahan dalam kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

6. Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

7. Drh. Hiswani, Mkes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.


(8)

8. Dosen-dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bimbingan pada penulis selama mengikuti studi di FKM USU serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah memberikan ilmu yang berharga pada penulis selama mengikuti studi di FKM USU.

10.Direktur dan seluruh pegawai RSIA Badrul Aini Medan yang telah memberikan izin pada penulis untuk melaksanakan penelitian.

11.Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, P.Sidabalok (ayahanda),

R. Situngkir (ibunda), Yuni Frenica Sidabalok, S.Pd (Kakak), dan adik-adik penulis, yaitu Adi, Anggun, Teti, Ivo, Farmer dan seluruh keluarga besar Sidabalok serta Situngkir yang senantiasa mendoakan, menyayangi, memberi dukungan dan semangat serta perhatian yang luar biasa pada penulis. 12. Terkhusus untuk Rudy yang telah banyak memberikan dukungan, semangat,

waktu, cinta serta kasih sayang yang tulus kepada penulis.

13.Sahabat-sahabat penulis, Tari, Ruth, Fitri Sinaga, Widya, Benny Nasution, K’Humaira dan teman-teman peminatan gizi yang lainnya atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita.

Medan, November 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Lama Rawatan ... 7

2.2. Diare 2.2.1. Penyebab Diare ... 8


(10)

2.2.3. Akibat Diare ... 12

2.2.4. Prinsip Tata Laksana Penderita Diare ... 14

2.3. Status Gizi ... 15

2.3.1. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 16

2.3.2. Status Gizi Dengan Diare ... 17

2.3.3. Cara Penilaian Status Gizi ... 17

2.3.4. Indeks Antropometri ... 19

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

2.5. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Jenis Penelitian ... 22

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2 Waktu Penelitian ... 22

3.3. Populasi dan sampel ... 22

3.3.1. Populasi ... 22

3.3.2. Sampel ... 23

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.5. Defenisi Operasional ... 23

3.6 Aspek Pengukuran ... 24

3.7 Teknik Analisis Data ... 24


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 26

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26

4.2 Deskripsi Layanan Kesehatan ... 27

4.3 Karakteristik Balita ... 27

4.4. Karakteristik Ibu ... 29

4.5. Keadaan Sewaktu Pulang ... 31

4.6. Lama Rawatan ... 31

4.7. Status Gizi Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ... 32

4.8. Hasil Analisis Bivariat ... 34

4.81. Hubungan Lama Rawatan Dengan Status Gizi Pada Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ... 34

BAB V PEMBAHASAN ... 36

5.1. Karakteristik Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ……… 36

5.2. Karakteristik Ibu ... 37

5.3. Keadaan Sewaktu Pulang ... 40

5.4. Lama Rawatan ... 41

5.5. Status Gizi Balita Penderita Diare ... 42


(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 46 6.1 Kesimpulan ... 46 6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Umur Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini

Medan Tahun 2009-2010 ………. 28 Tabal 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Balita Penderita Diare Di RSIA

Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ………... 28 Tabel 4.3. Distribusi Agama Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul

Aini Medan Tahun 2009-2010 ………... 28 Tabel 4.4. Distribusi Suku Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul

Aini Medan Tahun 2009-2010 ………... 29 Tabel 4.5. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor

Umur Ibu Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ….. 29 Tabel 4.6. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor

Pendidikan Ibu Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010… 30 Tabel 4.7. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor

Pekerjaan Ibu Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 …. 30 Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Balita Penderita Diare Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang Di RSIA Badrul Aini Medan

Tahun 2009-201 ……… 31 Tabel 4.9. Distribusi Lama Rawatan Balita Penderita Diare Di RSIA


(14)

Tabel 4.10. Distribusi Status Gizi Balita Penderita Diare Berdasarkan BB/U Ketika Masuk Dan Keluar Di RSIA Badrul Aini Medan

Tahun 2009-2010 ………. 32 Tabel 4.11. Distribusi Umur Balita Penderita Diare Berdasarkan Status

Gizi BB/U Ketika Masuk Di RSIA Badrul Aini Medan

Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 2005 ……… 33 Tabel 4.12. Distribusi Umur Balita Penderita Diare Berdasarkan

Status Gizi BB/U Ketika Keluar Di RSIA Badrul Aini

Medan Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 2005 …………. 34 Tabel 4.13. Tabulasi Silang Lama Rawatan Dengan Status Gizi Pada

Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul Aini Medan

Tahun 2009-2010 ……… 35 Tabel 4.14. Tabulasi Silang Lama Rwatan Dengan Status Gizi Pada Balita

Penderita Diare Berdasarkan BB/U Ketika Masuk dan Keluar di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010


(15)

DAFTAR GAMBAR


(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Master Data

Lampiran 2. Frekuensi Tabel

Lampiran 3. Hasil Pengolahan Statistik

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Survey Pendahuluan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RSIA Badrul Aini Medan


(17)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia yang lebih banyak terjadi pada balita. Di Kota Medan, proporsi balita penderita diare rawat jalan sebesar 5,8% (45.141) dari 780.706 balita penderita penyakit lainnya. Proporsi balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2008 adalah 19,8% (90 0rang), dan mengalami kenaikan 3,3% dari tahun sebelumnya. Balita penderita diare mengalami perubahan status gizi yang baik dengan rata-rata lama rawat inap ≥3 hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research atau penilaian penjelasan. Jumlah sampel yaitu sama besar dengan jumlah populasi (total sampling) sebanyak 160 balita. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berdasarkan data sekunder yang diambil dari kartu status pasien dibagian rekam medik. Analisa data dengan menggunakan uji Chi-square.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah balita penderita diare tertinggi adalah umur 12-36 bulan (48,75%), jenis kelamin laki-laki (63,75%), yang memiliki BB normal pada awal masuk RS (60,63%) dan BB normal pada akhir keluar dari RS (67,50%), umur ibu 25-34 tahun (63,75%), pendidikan ibu SLTA (67,50%), pekerjaan ibu wiraswasta (70,62%), keadaan sewaktu pulang yang dinyatakan sembuh (55,63%), dan lama rawatan ≥3 hari (79,37%). Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil tidak ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan dengan p=0,87 (> 0,05)

Disarankan kepada petugas kesehatan di RSIA Badrul Aini Medan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yaitu memberikan informasi mengenai penyakit diare dan penatalaksanaannya, serta melengkapi sistem pencatatan data balita penderita diare pada kartu status berupa Tinggi Badan (TB) agar dapat menilai status gizi saat ini berdasarkan BB/TB.


(18)

ABSTRACT

Diarrheal disease is one of major health problems of Indonesian society that is more common in toddlers. In the city of Medan, proportion of infants with diarrhea outpatient by 5,8% (45.141) of the 780.706 under-five patients with other diseases. The proportion of infants with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan in 2008 was 19,8% (90 people), and increased 3,3% from a year earlier. Toddler diarrhea patients experiencing changes in nutritional status is good with an average length of stay ≥3 days.

The purpose of this study was determine the mantainability long relationship with nutritional status in infants with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan in 2009-2010. This type of research is survey with using explanatory reseach or assesment approach explanation. The number of samples that is equal to the total population (Total Sampling) of 160 infants. Data collection methods used are based on secondary data taken from the card on the status of the patient medical record. Data analysis using Chi-square test.

From the results show that the highest number of infants diarhea patients are age 12-36 months (48,75%), male gender (63,75%), which had normal weight at the initial hospital admission (60,63%), and normal weight at the out of the hospital (67,50%), maternal age 25-34 years (63,75%), maternal education level above high school (67,50%), job self-employer mother (70,60%), coming home state declared eured (55,63%), and length of treatment ≥3 days (79,37%). Based on the results of statistical analysis using Chi-square test results obtained no relationship length of treatment with nutritional status in infants patients with diarrhea in the hospital the mother and child Badrul Aini Medan with p=0,87 (>0,05).

It was advisable to health workers in mother and child hospital Badrul Aini Medan to improve health care that provides information on diarrheal disease and it was management, as well as the complete system for recording data on infants with diarrhea in the form of status card height in order to asses current nutritional status based on weight/ height.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan menuju Indonesia sehat adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).

Untuk mencapai tujuan kesehatan pembangunan tersebut dilakukan upaya-upaya kesehatan. Salah satu upaya-upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah diantaranya adalah program pemberantasan penyakit diare yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare ( Depkes RI, 2003 ).

Hingga saat ini diare merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang karena tingginya angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkan. Diperkirakan insiden diare 1,3 milyar kasus dan 3,2 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya pada usia dibawah lima tahun dengan episode diare 3,3 kali pertahun (WHO, 1992).

Hasil penelitian Zulhendri (2002), di Kabupaten Solok Sumatera Barat menyimpulkan bahwa penyakit diare disebabkan oleh rendahnya status gizi balita, rendahnya tingkat pengetahuan ibu balita, rendahnya ekonomi, besarnya jumlah


(20)

keluarga serta rendahnya tingkat penggunaan air bersih dan kebersihan perorangan. Menurut Irianto (2003), Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan serta mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi kesehatan balita. Pada hasil penelitian Sungkapalee (2006), pada tahun 2000 WHO melaporkan bahwa diare merupakan penyebab kematian balita di dunia nomor empat dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 13% setelah ISPA sebesar 19%. Di Thailand pada tahun 2006 diperkirakan bahwa setiap tahun lebih dari 300.000 anak didiagnosa dengan diare dengan insidensi rate 6000 per 100.000 penduduk. Sedangkan menurut Hammad (2005) dalam satu tahun mulai bulan Juni 2002 sampai dengan Mei 2003 di Arab Saudi tercatat 4.458 balita penderita diare dan banyak terjadi pada musim kemarau dengan jumlah 1.527 penderita (34,3%).

Di Indonesia tahun 2000 insiden rate diare 301 per 1000 penduduk dengan episode 1-1,5 kali per tahun. Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare antara lain faktor pendidikan, sosial ekonomi, gizi, lingkungan serta perilaku masyarakat. Secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita yaitu sebanyak 55% dari semua golongan umur karena balita merupakan usia yang rentan terhadap penyakit (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) di Indonesia Tahun 2004 menunjukkan ASDR ( Age Specific Death Rate ) diare adalah sebesar 23 per 100 ribu penduduk untuk dewasa dan ASDR sebesar 75 per 100 ribu penduduk pada balita. Setiap balita rata-rata menderita episode diare sebanyak satu sampai dua


(21)

Indonesia melaporkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan, sebanyak 19.980 kasus dan 277 diantaranya menyebabkan kematian dengan CFR sebesar 2,5% ( Depkes RI, 2007 ).

Menurut data di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005, penyakit diare menyebabkan kematian pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa ( KLB ) di 6 ( enam ) kabupaten yaitu, Kabupaten Deli Serdang dengan Attack Rate ( AR ) sebesar 0,82% dan Case Fatality Rate ( CFR ) sebesar 3,23%, Kabupaten Asahan dengan AR sebesar 0,04% dan CFR sebesar 4%, Kabupaten Labuhan Batu dengan AR sebesar 3,29% dan CFR sebesar 1,62%, Kabupaten Simalungun dengan AR 1,16% dan CFR sebesar 2,6%, Kabupaten Mandailing Natal dengan AR sebesar 1,45% dan CFR sebesar 1,25 %, dan Kabupaten Serdang Bedagai dengan AR sebesar 0,01% ( Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2006).

Medan salah satu kota di Sumatera Utara tidak terlepas dari masalah diare karena penyakit ini sering terjadi pada iklim tropis. Dari data profil kesehatan Kota Medan tahun 2005 dilaporkan proporsi penderita diare rawat jalan di puskesmas sebesar 5,8% (45.141) dari 780.706 penderita berbagai penyakit lainnya (Dinkes Kota Medan, 2006).

Lama rawatan merupakan keterangan menunjukkan lamanya perawatan terhadap pasien diare di rumah sakit yang berhubungan erat dengan mutu dan efisiensi rumah sakit, agar dapat mewujudkan kepuasan pasien dan keluarga pasien. Dengan mengetahui faktor-faktor terkait dengan lama rawat yang berasal dari dalam maupun luar rumah sakit ( Indradi, 2008 ).


(22)

Sedangkan dari data Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2003 kasus diare merupakan urutan pertama dengan proporsi sebesar 17,8% (695) dari 3.911 penderita berbagai jenis penyakit dengan rata- rata lama rawatan < 8 hari dengan mengetahui status gizi penderita diare melalui pengukuran berat badan awal masuk hingga keluar dari rumah sakit yang dipengaruhi oleh faktor- faktor terkait dan rata- rata terjadi peningkatan berat badan mulai dari awal masuk sampai keluar. Melalui adanya upaya yang telah dilaksanakan saat ini sehingga angka kematian akibat diare di rumah sakit, dapat ditekan menjadi kurang dari 3% ( Profil Badan Pelayanan Kes RSU Dr. Pirngadi, 2003 ).

Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini dengan Kelas C merupakan salah satu rumah sakit swasta di kota Medan yang menyediakan fasilitas pelayanan diare. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2006 proporsi balita penderita diare sebesar 12, 8% (53 orang) dari 413 orang penderita penyakit lainnya, tahun 2007 proporsi balita penderita diare sebesar 16,5% (72 orang) dari 453 orang penderita penyakit lainnya yang dirawat inap, tahun 2008 proporsi balita penderita diare sebesar 19,8% (90 orang) dari 484 orang penderita penyakit lainnya yang dirawat inap. Kasus diare terjadi peningkatan setiap tahunnya.

Sehingga dari keseluruhan balita penderita diare yang dirawat inap pada tahun 2006-2008 yang berjumlah 215 orang mengalami perubahan status gizi yang baik dengan rata-rata lama rawat inap ≥ 3 hari dan lama rawatan maksimal 8 hari.

Dari gambaran diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul


(23)

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh lama rawatan terhadap perubahan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan tahun 2009-2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan tahun 2009-2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare, yaitu: umur, jenis kelamin, agama, dan suku.

b. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan faktor ibu, yaitu: umur, pendidikan, dan pekerjaan. c. Untuk mengetahui status gizi balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan

Tahun 2009-2010.

d. Untuk mengetahui rata-rata lama rawatan balita penderita diare di RSIA Badrul Aini tahun 2009-2010.

e. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

f. Untuk mengetahui hubungan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.


(24)

1.4. Manfaat Peneliitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSIA Badrul Aini Medan dalam rangka upaya peningkatan pelayanan dan penatalaksanaan terhadap penderita diare.

b. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian lain yang sama mengenai diare.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lama Rawatan

Lama rawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen Rumah Sakit yang menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan terhadap berbagai penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun satuan yang digunakan dalam lama rawatan yaitu “hari”. Lama rawatan dapat diketahui dari status gizi pasien terutama pada balita penderita diare, dan adanya perubahan terhadap penyembuhan penyakit yang diderita (Indradi, 2008).

2.2. Diare

Menurut Ngastiyah (1997), diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Ahli lain mendefenisikan diare yaitu jumlah buang air besar lebih sering dengan kondisi tinja mengandung banyak air dibandingkan yang normal (Apriadji, 1986).

Gambaran klinik yang terjadi mula-mula pasien cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja semakin lama semakin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.


(26)

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. 2.2.1. Penyebab Diare

Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare, yaitu: 1) Faktor infeksi

a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi sebagai berikut:

- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, Yersinia, dan Aeromonas.

- Infeksi Virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno virus, Rotavirus, dan lain-lain.

- Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa(Entamoeba histolitics, Giardia lamblia, Trichomona hominis), Jamur (Candida albicans).

b. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitas/tonsilofaringitis, bonkoppneumonia, dan ensefasilitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah dua tahun.


(27)

2) Faktor Malabsorbsi

- Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa) pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.

- Malabsorbsi lemak - Malabsorbsi protein 3) Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.

4) Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas, jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997)

2.2.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Diare

Dalam bukunya Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare dalam Repelita IV (Ditjen PPM & PLP Depkes RI ), menjelaskan bahwa masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare.


(28)

1. Faktor Kesehatan Lingkungan

Suharyono dalam bukunya diare akut klinik dan laboratorium tahun 1991, menjelaskan bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi terjadinya penyakit diare. Penyakit diare adalah hasil interaksi antara penyebab penyakit (agent), tuan rumah (host) dan lingkungan (environment). Kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang meliputi :

a. Kurangnya tempat pembuangan kotoran yang sehat. c. Keadaan rumah yang pada umumnya tidak sehat

d. Usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh. e. Banyak faktor penyakit.

g. Belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara mantap.

h. Kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemar lingkungan. i. Pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik.

2. Faktor Gizi

Sunoto (2001) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan “Lingkaran Setan” diare menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang memperberat terjadinya diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan ( misalnya makanan yang tepat dan cukup) merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gizi adalah merupakan salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya diare.


(29)

3. Faktor Sosial Ekonomi dan Pendidikan

Faktor sosial ekonomi dan pendidikan akan mempengaruhi tingkat sanitasi. Lingkungan pemukiman yang berperan terhadap terjadinya kesakitan diare. Kebanyakan anak yang menderita diare berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi dan pendidikan yang rendah. Balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi dan pendidikan rendah mempunyai resiko kesakitan diare lebih tinggi jika dibandingkan dengan keluarga yang status ekonomi dan pendidikan tinggi. Dampak dari status ekonomi dan pendidikan rendah diantaranya adalah tersedianya jamban keluarga dan sarana air bersih serta sarana untuk memelihara kebersihan perorangan. 4. Faktor Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara sedang berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama aspek fisik seperti tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit dan kedua adalah faktor non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.

Selanjutnya dijelaskan bahwa perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta infeksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Dalam hal ini perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 1993).


(30)

2.2.3. Akibat Diare

Adapun gangguan-gangguan yang dapat terjadi yang disebabkan oleh diare meliputi: a. Gangguan Keseimbangan Air (Dehidrasi) dan Elektrolit

Dehidrasi akan menyebabkan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh. Gangguan ini dapat mengakibatkan kematian pada bayi. Kematian ini lebih menyebabkan bayi kehabisan cairan tubuh. Akibat asupan cairan yang tidak seimbang dengan pengeluaran melalui muntah dan mencret meskipun berlangsung sedikit demi sedikit. Banyak orang menganggap pengeluaran cairan seperti ini adalah hal biasa dalam diare, namun akibatnya sangat berbahaya. Persentase kehilangan cairan tidak harus banyak baru menyebabkan kematian. Kehilangan cairan tubuh 10% saja sudah membahayakan jiwa. Pada bayi keadaan ini dapat mengakibatkan kematian setelah sakit selama 2-3 hari. Misalnya bayi berusia 3 bulan dengan berat badan 6Kg, jika kehilangan cairan sebanyak 10% dari berat badannya, berarti berat badannya berkurang sebanyak 0,6Kg. Berat sebanyak ini sama dengan volume air kiar-kira 20-30cc. Jika mengalami diare 5-10 kali sehari dalam 2-3 hari bayi akan mengalami krisis, apalagi jika asupan makanan tidak ada. Sebelum kematian terjadi, dehidrasi berat akan akan muncul gejalanya adalah kulit berkerut, mata cekung, ubun-ubun cekung serta mulut, bibir kering dan pecah-pecah.

Cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang dengan nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah dan tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.


(31)

b. Gangguan Gizi

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan terhenti sementara pengeluaran zat gizi terus berjalan. Jika tidak ditangani dengan benar, diare akan menjadi kronis. Pada kondisi ini obat yang diberikan tidak serta merta dapat menyembuhkan diare. Ketidaktahuan orang tua, cara penanganan dokter yang tidak tepat, kurang gizi pada anak dan perubahan makanan mendadak dapat menjadi faktor pencetus diare. Mengganti ASI dengan susu formula yang biasa dilakukan ibu-ibu di kota besar dapat menyebabkan diare kronis (berkepanjangan) akibat intoleransi laktosa.

Disamping itu, pemberian makanan tambahan yang dilakukan sebelum waktunya juga dapat menyebabkan diare. Hal ini sering dilakukan oleh ibu-ibu pedesaan. Padahal pemberian makanan tambahan terlalu dini akan menyebabkan gangguan selaput lendir usus. ASI tetap merupakan makanan terbaik bagi bayi dan balita karena mengandung unsur kekebalan alami yang membantu pertahanan tubuh anak.

Pada orang dewasa, diare jarang menimbulkan kematian. Pada bayi atau anak-anak, dalam waktu singkat, diare akan menyebabkan kematian. Jika diare dapat disembuhkan, tetapi sering terjadi lagi, akan menyebabkan berat badan anak merosot. Akibatnya anak akan kekuarangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik dan jaringan otaknya.

Seperti diketahui, 60% pertumbuhan otak anak terjadi sejak anak masih berada didalam kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun dan balita akan mengganggu perkembangan otaknya. Volume otak menjadi kecil dan jaringan otaknya menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan


(32)

mereka yang pertumbuhannya normal. Kondisi kurang gizi ini akan diikuti oleh rentetan lain yang memperburuk kondisi fisik bayi. Daya tahan tubuh yang menurun pada bayi kurang gizi akan membuat pertumbuhan tubuhnya rapuh dan mudah diserang kuman penyakit, seperti kuman penyebab penyakit infeksi saluran pernafasan (Widjaja,MC, 2003).

2.2.4. Prinsip Tata Laksana Penderita Diare 1. Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan minum lebih banyak melalui cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air sup.

Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada: a. Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.

b. Tersedianya cairan sari makanan yang cocok. c. Jangkauan pelayanan kesehatan.

d. Tersedianya oralit.

Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan, berikan air matang.

1. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yakni dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.


(33)

2. Memberikan Makanan

Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup lama selama diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup. Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat penyembuhan (Depkes RI, 2003).

2.3. Status Gizi

Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah (Depkes RI, 2002). 2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000), status gizi balita umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Penyebab Langsung, yaitu makanan balita dan penyakit infeksi yang mungkin diderita balita. Balita yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya balita yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.


(34)

2. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:

a. Ketahanan pangan dikeluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

b. Pola pengasuhan balita, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal keterdekatannya dengan balita, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang,dan sebagainya. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental, status gizi, pendidikan, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari ibu atau pengasuh balita.

c. Akses atau keterjangkauan balita dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik di posyandu. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resiko balita terkena penyakit infeksi dan kekurangan gizi.

2.3.2. Status Gizi dengan Diare

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa diare adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah infeksi dan keadaan gizi yang tidak baik. Diare dan kurang gizi adalah dua hal yang memiliki hubungan timbal balik,


(35)

Akan tetapi yang pasti adalah bahwa kedua masalah ini sering mempengaruhi dan memiliki dampak sangat besar terhadap anak yang mengalami dehidrasi disamping hilangnya nafsu makan dan kehilangan bahan makanan yang disebabkan oleh diare dan muntah-muntah yang akan memperburuk gizi anak. Anak yang keadaan gizinya tidak baik cenderung lebih sering menderita diare dan menyebabkan kematian, dan diare yang berulang dapat mengakibatkan kekurangan energi dan protein (Warner D, 1988).

2.3.3. Cara Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Di Indonesia, pengukuran antropometri banyak digunakan dalam kegiatan program maupun dalam penelitian salah satu adalah Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB). Objek pengukuran antropometri pada umumnya anak-anak dibawah 5 tahun. Masing-masing indeks antropometri memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi seseorang (Depkes RI, 1999).

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor sebagai berikut :

Z-skor =

Nilai simpangan baku rujuk

Nilai individu – Nilai median baku rujukan

Di bawah ini adalah kategori status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :


(36)

a. Kategori BB/U:

- BB normal : ≥ -2 SD s/d < 1 SD - BB kurang : ≥ -3 s/d < -2SD - BB sangat kurang : < -3 SD

b. Kategori (TB/U):

- Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 3 SD - Pendek : < -2 s/d ≥-3 SD - Sangat pendek : < -3 SD

c. Kategori (BB/TB):

- Sangat gemuk : > 3 SD - Gemuk : > 2 s/d ≤ 3 SD - Resiko gemuk : > 1 s/d ≤ 2 SD - Normal : ≥ -2 s/d < 1 SD - Kurus : < -2 s/d ≥ -3SD - Sangat kurus : < -3 SD

2.3.4. Indeks Antropometri

- Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat Badan (BB) merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang masa depan (otot dan lemak). Masa tumbuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya oleh karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang di


(37)

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara masukan dan kecukupan zat-zat gizi yang terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan sifat ini maka indeks berat badan dengan umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini (current nutrional status).

Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian.

- Kelebihan indeks BB/U yaitu:

a. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

b. Sensitif untuk perubahan status gizi jangka pendek, dapat mendeteksi kegemukan (overweight).

- Kelemahan indeks BB/U yaitu:

a. Dapat mengakibatkan kekeliruan interpretasi status gizi bila terdapat oedema. b. Memerlukan data umur yang akurat, ketepatan data umur kelompok usia ini

merupakan masalah yang belum terpecahkan di Negara berkembang termasuk Indonesia.

c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan


(38)

d. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat (masih ada orang tua yang tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya) (Supariasa, 2002).

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian yang direncanakan adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :

Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa faktor penyakit infeksi (diare), asupan energi, motivasi keluarga dan lingkungan rumah sakit dapat mempengaruhi lama rawatan balita penderita diare sehingga berhubungan dengan status gizi pada balita penderita diare. Akan tetapi yang akan diteliti adalah hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

Penyakit Infeksi (diare)

Lama Rawatan Asupan Energi

Motivasi Keluarga Lingkungan rumah sakit

Status Gizi Balita BB/U


(39)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian di atas adalah :

Ho : Tidak ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

Ha : Ada hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey dengan mengggunakan pendekatan explanatory research atau penilaian penjelasan. Pendekatan explanatory research bertujuan untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. Dengan maksud agar memperoleh sampel yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSIA Badrul Aini Medan dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini memberikan pelayanan umum yang salah satunya adalah diare yang terjadi pada balita yang memiliki jumlah kasus terbanyak dibandingkan pada orang dewasa disamping adanya pelayanan yang utama yaitu persalinan pada ibu. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret- November 2011. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yaitu sebanyak 160 orang.


(41)

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan seluruh balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 dengan besar sampel sama dengan jumlah populasi (total sampling).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang kumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari kartu status pasien dibagian rekam medik kemudian dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti yang terdiri dari :

1. Karakteristik balita yang terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, dan lama rawatan terhadap penyakit.

2. Karakteristik ibu yang terdiri dari: umur, pendidikan, dan pekerjaan. 3.5 Defenisi Operasional

1. Umur balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan yang mengalami diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

2. Lama rawatan adalah lamanya balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yang dimulai dari hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan.

3. Status gizi adalah keadaan gizi balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yang dilihat dari berat badan dan umur .


(42)

3.6 Aspek Pengukuran

1. Status gizi balita diperoleh melalui pengukuran Antropometri Berat Badan per Umur ( BB/U ) melalui penilaian status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :

Kategori BB/U:

- BB normal : ≥ -2 SD s/d < 1 SD - BB kurang : ≥ -3 s/d < -2SD - BB sangat kurang : < -3 SD

2. Lama rawatan dikategorikan atas : 1. < 3 hari

2. ≥3 hari

3.7 Teknik Analisis Data

Data akan dikumpulkan secara manual, kemudian dianalisa secara bivariat untuk melihat dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi dengan menggunakan uji Chi-square menggunakan α 0,05 dengan rumus

Keterangan:

Oi : Banyaknya kasus yang diamati pada kategori ke-i (observed) Ei : Banyaknya kasus yang diharapkan dalam kategori ke-i (expected)


(43)

Kriteria keputusan:

1. Ada hubungan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010, jika p<0,05

2. Tidak ada hubungan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010, jika p>0,05.


(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini berawal dari sebuah Rumah Bersalin sederhana pada tahun 1971, yang berlokasi di jalan Bromo Lorong Sukri No.18 Tegal Sari III Medan yang lambat laun berkembang menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak yang lengkap.

Sarana/fasilitas yang disediakan untuk menunjang pelayanan medis yang disediakan Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini adalah :

1. Poliklinik 24 jam (Anak, KB, Ibu hamil dan Penyakit Kandungan) 2. Poliklinik Gigi

3. Laboratorium dan Kamar Obat

4. Kamar Bedah lengkap dengan Laparoskopi 5. Intensive Care Unit ( ICU )

6. Ultrasonografi ( USG ) tersedia ukuran 3D dan 4D 7. Unit Gawat Darurat ( UGD ) dan Ambulance 8. Kamar Bersalin AC dan Non AC

9. Kamar Rawat Inap


(45)

4.2. Deskripsi Pelayan Kesehatan

Tenaga kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini adalah : dokter umum 4 orang, dokter kandungan 2 orang, dokter spesialis anak 4 orang, dokter penyakit dalam 1 orang, dokter bedah 1 orang, dokter anastesi 1 orang, dokter gigi 4 orang, dokter patologi klinik 1 orang, bidan 11 orang, perawat 15 orang, analis cleaning service 4 orang.

Sarana yang disediakan di Rumah Sakit Badrul Aini mencakup kelas: 1. Suite Room : 2 tempat tidur

2. VIP : 6 tempat tidur 3. I : 11 tempat tidur 4. II : 6 tempat tidur 5. III : 26 tempat tidur 6. Neonati : 10 tempat tidur 7. Inkubator : 5 tempat tidur 4.3. Karakteristik Balita

Untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan karakteristik balita yang terdiri dari umur, jenis kelamin, agama, dan suku.


(46)

Tabel 4.1. Distribusi Umur Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Umur (bulan) n Persentase (%)

1 0-<12 70 43,75

2 12-36 78 48,75

3 37-59 12 7,50

JUMLAH 160 100,00

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah balita penderita diare terbanyak berumur 12-36 bulan yang berjumlah 78 orang (48,75%), dan sebagian kecil balita berumur 37-59 bulan yang berjumlah 12 orang (7,5%).

Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Jenis Kelamin n Persentase (%)

1. Laki-Laki 102 63,75

2. Perempuan 58 36,25

JUMLAH 160 100,00

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita penderita diare berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 102 orang (63,75%), dan sebagian lagi berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 58 orang (36,25%).

Tabel 4.3. Distribusi Agama Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Agama n Persentase (%)

1 Islam 151 94,34

2 Kristen Protestan 7 4,34

3 Kristen Katolik 2 1,32


(47)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita penderita diare beragama islam yaitu sebanyak 151 orang (94,34%), dan sebagian kecil balita penderita diare beragama kristen katolik yaitu berjumlah 2 orang (1,32%).

Tabel 4.4. Distribusi Suku Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Suku n Persentase (%)

1 Jawa 81 50,62

2 Minang 41 25,62

3 Batak 32 20,00

4 Melayu 6 3,76

Jumlah 160 100,00

Dari tabel 4.4 diatas, diketahui bahwa terbanyak sebagian besar balita bersuku jawa yaitu sebanyak 81 orang (50,62%), dan sebagian kecil balita bersuku melayu yaitu berjumlah 6 orang (3,76%).

4.4. Karakteristik Ibu

Untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan karakteristik ibu yang terdiri dari umur, pendidikan dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor Umur Ibu di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Umur

(Tahun)

n Persentase (%)

1 15-24 33 20,63

2 25-34 102 63,75

3 ≥35 25 15,62


(48)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa karakteristik balita penderita diare berdasarkan faktor umur ibu di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 bahwa sebagian besar ibu memiliki umur 25-34 tahun yang berjumlah 102 orang (63,75), dan sebagian kecil balita penderita diare berdasarkan faktor umur ibu yang memiliki umur ≥35 tahun yang berjumlah 25 orang (15,62%).

Tabel 4.6. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor Pendidikan Ibu di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Pendidikan n Persentase (%)

1 SD 3 1,87

2 SLTP 12 7,50

3 SLTA 108 67,50

4 PT 37 23,13

Jumlah 160 100,00

Dari tabel 4.6 diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik balita penderita diare berdasarkan faktor pendidikan ibu yang terbanyak adalah ibu yang berpendidikan SMA sebanyak 108 orang (67,50%), dan yang paling sedikit adalah ibu yang berpendidikan SD sebanyak 3 orang (1,87%).

Tabel 4.7. Distribusi Balita Penderita Diare Berdasarkan Faktor Pekerjaan Ibu di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Pekerjaan n Persentase (%)

1 PNS 22 13,75

2 Karyawan Swasta 18 11,25

3 Wiraswasta 113 70,62

4 IRT 7 4,38

Jumlah 160 100,00

Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik balita penderita diare berdasarkan faktor pekerjaan ibu yang terbanyak adalah ibu yang bekerja sebagai


(49)

wiraswasta sebanyak 113 orang (70,62%), dan yang paling sedikit adalah ibu yang bekerja sebagai IRT sebanyak 7 orang (4,38%).

4.5. Keadaan Sewaktu Pulang

Untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Balita Penderita Diare Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Keadaan Sewaktu Pulang n Persentase (%)

1 Sembuh 84 55,63

2 Permintaan Berobat Jalan (PBJ) 48 30,00

3 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

23 14,37

Jumlah 160 100,00

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang terbanyak adalah sembuh dengan berjumlah 84 orang (55,63%) dan yang paling sedikit adalah Pulang Atas Permintaan Sendiri yaitu berjumlah 23 orang (14,37%).

4.6. Lama Rawatan

Keadaan balita penderita diare diRSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan lama rawatannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini


(50)

Tabel 4.9. Distribusi Lama Rawatan Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

No Lama Rawatan n Persentase (%)

1. <3 hari 33 20,63

2. ≥3 hari 127 79,37

Jumlah 160 100,00

Dari tabe 4.9 diatas, dapat diketahui bahwa dari 160 balita penderita diare pada tahun 2009-2010 berdasarkan lama rawatan yang terbanyak adalah ≥3 hari yaitu sebanyak 127 orang (79,37%) dan yang paling sedikit adalah <3 hari yaitu sebanyak 33 orang (20,63%).

4.7. Status Gizi Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

Dari hasil pengukuran antropometri melalui catatan rekam medis balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 dengan melihat berat badan ketika masuk dan berat badan saat keluar menurut umur (BB/U) dan dikonversikan dengan standar WHO 2005, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10. Distribusi Status Gizi Balita Penderita Diare Berdasarkan BB/U Ketika Masuk dan Keluar di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 2005

No Status Gizi Masuk Keluar

n Persentase (%) n Persentase (%)

1 BB Normal 97 60,63 108 67,50


(51)

Jumlah 160 100,00 160 100,00

Dari tabel 4.10 diatas, dapat diketahui bahwa distribusi status gizi dari 160 balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan BB/U ketika masuk dan keluar dari rumah sakit bahwa ada sebanyak 97 orang (60,63%) balita yang memiliki BB Normal ketika masuk dan mengalami peningkatan menjadi 108 orang (67,50%) pada saat keluar dari rumah sakit, sedangkan pada status gizi BB Kurang dan BB Sangat Kurang ketika masuk terdapat 36 orang (22,50%) dan 27 orang (16,87%), serta mengalami penurunan jumlah balita menjadi 35 orang (21,87%) dan 17 orang (10,63%) pada status gizi saat keluar dari rumah sakit.

Tabel 4.11. Distribusi Umur Balita Penderita Diare Berdasarkan Status Gizi BB/U Ketika Masuk di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 2005

No Umur (bulan)

Status Gizi Jumlah

Normal BB

Kurang

BB Sangat Kurang

n % n % n % N (%)

1 0-<12 50 69,44 12 16,67 10 13,89 72 100,00 2 12-36 38 49,35 23 29,88 16 20,72 77 100,00 3 37-59 9 81,80 1 9,10 1 9,10 11 100,00

Jumlah 160 100,00

Dari tabel 4.11 diatas, dapat dilihat bahwa dari jumlah balita yang paling banyak dengan normal berdasarkan status gizi BB/U ketika masuk adalah kelompok umur 0-<12 bulan yaitu sebanyak 50 orang (69,44%), 12 orang (16,67%) dengan BB kurang, dan 10 orang (13,89%), sedangkan balita dengan kelompok umur 12-36 bulan terdapat sebanyak 38 orang (49,35%) dengan BB normal, 23 orang (29,88%) dengan status dengan BB kurang, dan 16 orang (20,72%) dengan BB sangat kurang,


(52)

serta balita dengan kelompok umur 37-59 bulan terdapat 9 orang (81,80%) dengan BB normal, 1 orang (9,1%) dengan BB kurang, dan 1 orang (9,1%) dengan BB sangat kurang.

Tabel 4.12. Distribusi Umur Balita Penderita Diare Berdasarkan Status Gizi BB/U Ketika Keluar di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 2005

No Umur (bulan)

Status Gizi Jumlah

Normal BB

Kurang

BB Sangat Kurang

n % n % n % N (%)

1 0-<12 55 76,39 12 16,67 5 6,94 72 100,00 2 12-36 44 57,15 23 29,87 10 12,98 77 100,00 3 37-59 9 81,81 1 9,10 1 9,10 11 100,00

Jumlah 160 100,00

Dari tabel 4.12 diatas, dapat dilihat bahwa dari jumlah balita yang paling banyak dengan status gizi normal berdasarkan status gizi BB/U ketika keluar adalah kelompok umur 0-<12 bulan yaitu sebanyak 55 orang (69,44%) BB normal, 12 orang (16,67%) dengan status gizi BB kurang, dan 5 orang (6,94%) dengan BB sangat kurang, sedangkan balita dengan kelompok umur 12-36 bulan terdapat sebanyak 44 orang (57,15%) dengan BB normal, 23 orang (29,87%) dengan BB kurang, dan 10 orang (20,72%) dengan BB sangat kurang, serta balita dengan kelompok umur 37-59 bulan terdapat 9 orang (81,80%) demgan BB normal, 1 orang (9,1%) dengan BB kurang, dan 1 orang (9,1%) dengan BB sangat kurang.


(53)

4.8. Hasil Analisis Bivariat

4.8.1. Hubungan Lama Rawatan Dengan Status Gizi Pada Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

Hasil uji statistik berdasarkan status gizi dengan lama rawatan dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut ini:

Tabel 4.13. Tabulasi Silang Lama Rawatan dengan Status Gizi Pada Balita Penderita Diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. No Lama

Rawatan (hari)

Status Gizi Jumlah

Normal BB

Kurang

BB Sangat Kurang

n % N % n % N %

1 <3 hari 21 60,63 7 21,87 4 12,5 32 100,00 2 ≥3 hari 87 67,97 29 22,66 12 9,37 128 100,00

Jumlah 160 100,00

p = 0,870

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa jumlah dari 160 orang balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yang memiliki BB normal yang lama rawatannya <3 hari sebanyak 21 orang (60,63%), 7 orang (21,87%) yang memiliki status gizi BB kurang, dan 4 orang (12,25%) yang memilki BB sangat kurang. Sedangkan yang lama rawatannya ≥3 hari berjumlah 87 orang (67,97%) yang memiliki BB normal, 29 orang (22,66%) yang memiliki BB kurang, dan 12 orang (9,37 %) yang memiliki BB sangat kurang.

Berdasarkan hasil uji hasil uji chi square lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare diperoleh nilai probabbilitas 0,870 (p > α). Ini berarti bahwa pada interval kepercayaan 95%, tidak ada hubungan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010


(54)

Tabel 4.14. Tabulasi Silang Lama Rawatan Dengan Status Gizi Balita Penderita Diare Berdasarkan BB/U Ketika Masuk dan Keluar di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 Menurut Indeks WHO 200 N

o

Lama Rawata n (Hari)

Status Gizi

Masuk Keluar

BB Normal

BB Kurang

BB Sangat Kurang

BB Normal

BB Kurang

BB Sangat Kurang n % n % n % n % n % n % 1. <3 Hari 1

8

11,25 8 5,0 6 3,75 1

9

11,88 7 4,38 5 3,12

2. ≥3 Hari 7

8

48,75 2

8

17,50 2 2

13,7 5

8 8

55,00 2

7 16,8

7 1 4

8,75

Jumlah 9 6

3 6

2 8

1 0 7

3 4

1 9

Berdasarkan tabel diatas, menujukkan bahwa dari 160 balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan bahwa pada status gizi ketika masuk dengan lama rawatan <3 hari ada sebanyak 18 orang (11,25%) yang memiliki BB Normal, 8 orang (5.0%) yang memiliki BB Kurang, dan 6 orang (3,75%) yang memiliki BB Sangat Kurang, dan pada lama rawatan ≥3 hari ada sebanyak 78 orang (48,75%) yang memiliki BB Normal 28 orang(17,50%) yang memiliki BB Kurang, serta ada sebanyak 22 orang (13,75%) yang memiliki BB Sangat Kurang. Sedangkan pada status gizi ketika keluar dari rumah sakit pada lama rawatan <3 hari yang memiliki BB Normal mengalami peningkatan menjadi 19 orang (11,88%), BB Kurang dan Sangat Kurang mengalami ≥3


(55)

yang memiliki BB Normal terjadi peningkatan menjadi 88 orang (55,00%), BB Kurang dan Sangat Kurang juga mengalami penurunan menjadi 27 orang (16,87%) dan 14 orang (8,75%)


(56)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Balita Penderita Diare Di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010

Berdasarkan tabel 4.2 memperlihatkan bahwa proporsi balita penderita diare yang terbanyak terdapat pada kelompok umur 12-36 bulan yaitu berjumlah 78 orang (48,75%), dan yang terendah terdapat pada kelompok umur >36-59 bulan yang berjumlah 12 orang (7,50%).

Penyakit diare bukan saja disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah tetapi disebabkan juga adanya resiko lain pada balita, yaitu disebabkan oleh mikroorganisme dalam air atau makanan yang terkontaminasi oleh feses terinfeksi.

Pada usia 12-36 bulan balita sudah mendapatkan makanan pendamping ASI ( Air Susu Ibu ) dan bahkan hanya mendapatkan makanan saja tanpa ASI, sehingga kemungkinan termakan makanan yang terkontaminasi lebih besar. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kurang bersihnya alat-alat makanan yang dipergunakan dan kurangnya hygiene perorangan ibu ketika memberikan makanan, yaitu dalam hal mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar atau sebelum menyiapkan makanan. Selain itu pada usia 12-36 bulan aktifitas anak meningkat, mulai merangkak, berjalan dan gigi mulai tumbuh yang mengakibatkan gusi gatal, sehingga apa yang ditemukannya dimasukkan ke dalam mulutnya. Hal ini dapat mengakibatkan anak akan mudah menderita penyakit diare (Suharyono, 1991).

Hal ini sesuai dengan penelitian Muthia (2003) di Puskesmas Babalan Langkat yang menyatakan bahwa proporsi penderita diare terbanyak terdapat pada


(57)

kelompok umur12-36 bulan sebanyak 151 orang (59,6%), dan penderita diare terendah terdapat pada kelompok umur 36-59 bulan ada sebanyak 7 orang.

Berdasarkan karakteristik balita penderita diare menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 102 orang (63,75%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 58 orang (36,25%). Penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit diare pada balita laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada balita balita perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena balita laki-laki lebih tinggi aktivitasnya (lasak) dan kurang memperhatikan kebersihan diri dan lingkungannya dibandingkan balita perempuan. Sehingga mengakibatkan balita laki-laki sering terkena penyakit diare di bandingkan balita perempuan (Asta Qauliyah, 2011).

5.2. Karakteristik Ibu

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare berdasarkan umur ibu, pada balita yang terbanyak mempunyai ibu yang berumur 25-34 tahun berjumlah 102 orang (20,63%) dan yang terendah terdapat pada kelompok umur ibu ≥35 tahun yang berjumlah 25 orang (15,62%).

Kejadian diare sering terjadi pada balita yang mempunyai ibu berumur <25tahun dikarenakan kurangnya pengalaman dalam merawat anak (Hammad, 2005).

Pada penelitian ini, kejadian diare lebih banyak terjadi pada balita yang mempunyai ibu berumur 25-34 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurni (2003) bahwa kelompok umur ibu yang memiliki balita diare terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun yang tergolong pada umur resiko rendah dan merupakan usia subur bagi seorang ibu, hal ini dimungkinkan karena ibu yang masih memiliki balita telah hamil lagi dan jarak balita yang dimiliki saling berdekatan sehingga kurang


(58)

memperhatikan kesehatan balita. Umur ibu merupakan salah satu variabel yang dipakai untuk memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi dan peristiwa kesehatan.

Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare menurut pendidikan ibu bahwa proporsi balita penderita diare terbanyak pada balita yang mempunyai ibu berpendidikan SLTA yaitu berjumlah 108 orang (67,5%) dan yang terendah terdapat pada balita yang mempunyai ibu berpendidikan SD berjumlah 2 orang (1,87%).

Pendidikan ibu akan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku dalam memelihara kesehatan diri dan balita yang dimilikinya. Menurut penelitian Suniatmi (1998), dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka upaya untuk menjaga kesehatan dan kebersihan juga semakin baik. Dengan demikian tingkat pendidikan ibu selaku pengasuh balita yang tinggi diharapkan dapat mengurangi angka kesakitan diare pada balita. Pendidikan mempengaruhi apa yang akan tercermin dari pengetahuan, sikap dan perilaku. Pendidikan yang rendah berhubungan dengan derajat kesehatan yang rendah. Pada penelilitian ini pada umumnya balita penderita diare terjadi pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SLTA, dimana tingkat pendidikan ini tergolong pada tingkat sedang dan hampir mendekati tingkat atas, serta memiliki pengetahuan dan upaya dalam memelihara kesehatan sudah tergolong baik (Rudy, 2003), akan tetapi yang menjadi penyebab sehingga terjadi diare pada balita adalah dimungkinkan kurangnya tindakan ibu dalam menerapkan kepada balita untuk cuci tangan sebelum makan dan setelah


(59)

melakukan pencegahan diare seperti, pemberian ASI, makanan pendamping ASI, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja balita secara benar, serta melalui pemberian imunisasi agar dapat menghilangkan faktor resiko terhadap diare (Depkes RI, 2005).

Dari tabel 4.7, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare berdasarkan pekerjaan ibu yang tertinggi adalah yang bekerja sebagai wiraswasta, hal ini disebabkan oleh pekerjaan tersebut dapat menyebabkan ibu dari balita tersebut kurang memperhatikan kesehatan balitanya yang jajan sembarangan karena mereka sibuk bekerja dan cenderung memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif namun tindakan yang kurang. Sehingga menyebabkan balita tersebut lebih rentan terserang diare. Makanan anak balita sangat tergantung dari apa yang diberikan oleh ibunya atau orang lain yang mengasuhnya.

Dimana menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip dari Newcomb menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Tentang ASI eksklusif, meskipun ibu menyusukan sudah tahu bahwa ASI eksklusif baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan sudah memiliki sikap yang positif tetapi karena ibu menyusukan ini harus bekerja dan ditempat kerjanya tidak terdapat sarana yang mendukung untuk pemberian ASI maka perilaku pemberian ASI tidak akan terlaksana. Sikap ibu yang positif tentang ASI eksklusif masih terbatas pada keinginan atau kesediaan ibu untuk menberikan ASI eksklusif.


(60)

5.3.. Keadaan Sewaktu Pulang

Dari tabel 4.8, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang terbanyak adalah sembuh dengan berjumlah 84 orang (55,63%) dan yang paling sedikit Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) yaitu 23 orang (14,37%).

Balita dengan status gizi yang baik bila menderita diare dapat bertahan dalam keadaan cukup baik walaupun terjadi dehidrasi. Penderita yang mengalami dehidrasi ringan pemeliharaan terhadap cairan dan nutrisi dapat dirawat di rumah, sedangkan penderita diare yang lebih parah memerlukan pengawasan yang berkelanjutan (WHO, 1992).

5.4. Lama Rawatan

Berdasarkan tabel 4.9, dapat dilihat bahwa proporsi balita penderita diare berdasarkan lama rawatan yang terbanyak adalah yang menjalani lama rawatan ≥3 hari yang berjumlah 127 orang (79,37%) dan yang paling sedikit adalah yang menjalani lama rawatan <3 hari yaitu berjumlah 33 orang (20,63%). Menurut Saktiawan (2005) bahwa pada pasien diare akut yang parah harus segera dibawa k rumah sakit untuk rawat inap dan selanjutnya dilakukan upaya pengobatan. Hal ini membuktikan bahwa balita penderita diare lebih banyak mengalami diare akut yang parah sehingga membutuhkan perawatan dari rumah sakit untuk mengembalikan kondisi tubuh yang normal melalui hilangnya cairan tubuh.

Kebanyakan penderita diare berlangsung hanya dalam waktu yang pendek yaitu pada hari ketiga perawatan di rumah sakit dan pada umumya setelah hari ketiga


(61)

Hal ini dapat diasumsikan bahwa lama rawatan dipengaruhi oleh keadaan status gizi balita, dimana balita yang mempunyai status gizi baik lama rawatannya lebih cepat.

5.4. Status Gizi Balita Penderita Diare

Status gizi yang baik mempunyai peranan dalam pertahanan tubuh yaitu pembentukan sel-sel darah, pada balita yang gizinya baik pembentukan sel-sel darahnya akan normal sehingga tubuh dapat melawan kuman yang menginfeksi tubuh. Sehingga balita yang gizinya kurang akan menggangu pembentukan sel-sel darah yang berakibat jumlahnya yang kurang dari normal menyebabkan daya tahan tubuh menurun dan terjadinya penyakit infeksi.

Gizi memiliki aspek kualitatif dan kuantitatif, meskipun secara kuantitatif telah terpenuhi belum tentu kualitatif juga. Sehingga pada saat daya tahan tubuh berkurang dan terjadi intervensi kuman maka akan mempermudah terjadinya sakit. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat virulensi dari kuman patogen yang menyebabkan diare.

Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit diare. Semakin buruk keadaan gizi balita, akan semakin sering dan semakin berat terjadinya diare. Oleh karena itu, balita yang mempunyai status gizi baik, lama rawatannya berlangsung lebih cepat dibandingkan balita yang mempunyai gizi kurang (WHO, 1992).

Dilihat dari data yang didapatkan dari catatan rekam medik RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 seperti pada tabel 4.10, terlihat bahwa distribusi status gizi dari 160 balita penderita diare yang dirawat inap di RSIA Badrul Aini Medan Tahun


(62)

2009-2010 berdasarkan BB/U ketika masuk dan keluar dari rumah sakit bahwa ada sebanyak 97 orang (60,63%) balita yang memiliki BB Normal ketika masuk dan mengalami peningkatan menjadi 108 orang (67,50%) pada saat keluar dari rumah sakit, sedangkan pada status gizi BB Kurang dan BB Sangat Kurang ketika masuk terdapat 36 orang (22,50%) dan 27 orang (16,87%), serta mengalami penurunan jumlah balita menjadi 35 orang (21,87%) dan 17 orang (10,63%) pada status gizi saat keluar dari rumah sakit.

Hal ini kemungkinan bahwa balita penderita diare yang dirawat tersebut disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi, atau akibat dari musim kemarau, adanya perubahan sikap dalam mengkonsumsi makanan. Jadi bukan karena adanya infeksi, sehingga penderita yang dirawat tersebut sebenarnya hanya merupakan tindakan/ penanganan yang dilakukan untuk pengembalian cairan yang hilang serta pemberian makan yang seksama untuk memungkinkan tercapainya kembali berat badan balita.

Yang harus menjadi perhatian orangtua adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu), penggunaan alat makan yang bersih, penggunaan air bersih dan pengobatan sedini mungkin dengan pemberian cairan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Niken (2006) di RS Haji Medan bahwa balita penderita diare memliki BB normal sebesar 65 orang (50%) pada akhir perawatan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik balita pada saat masuk ke rumah sakit.


(63)

5.6. Hubungan Lama Rawatan Dengan Status Gizi

Berdasarkan tabulasi silang antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 diketahui bahwa dari 160 orang balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 yang berstatus gizi BB normal yang lama rawatannya <3 hari sebanyak 21 orang (60,63%), 7 orang (21,87%) yang memiliki status gizi BB kurang, dan 4 orang (12,25%) yang memilki status gizi BB sangat kurang. Sedangkan yang lama rawatannya ≥3 hari berjumlah 87 orang (67,97%) yang memiliki status gizi BB normal, 29 orang (22,66%) yang memiliki status gizi BB kurang, dan 12 orang (9,37 %) yang memiliki status gizi BB sanga kurang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

Menurut Call dan Levinson (1977) yang menyatakan bahwa status gizi balita pada dasarnya ditentukan oleh dua hal, yaitu makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan seorang anak lebih banyak dipengaruhi oleh daya beli keluarga maupun kepercayaan ibu tentang makanan dan kesehatan.

Lama rawatan merupakan manajemen yang ada dalam rumah sakit yang hanya berlaku bagi pasien rawat inap yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap gizi balita penderita diare. Semakin lama balita dirawat tergantung pada penyakit infeksi yang dideritanya. Pada balita penderita diare dengan hilangnya banyak cairan dan kurangnya nafsu makan maka akan memperberat terjadinya diare sehingga membutuhkan perawatan yang lama. Prinsip pengobatan diare yang


(64)

dilakukan adalah untuk mengganti cairan yang hilang melalui tinja dan muntah dengan memberikan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Adapun dasar dari pengobatan diare adalah melalui pemberian cairan yang terdiri dari cairan peroral seperti oralit yang diberikan pada pasien dehidrasi ringan dan cairan parental seperti cairan ringer laktat (RL) yang diberikan berdasarkan berat badan atau ringannya dehidrasi yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badan serta melalui dietik (pemberian makanan) pada balita yang berupa susu (ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak tak jenuh), makanan setengah padat (bubur susu) atau bahkan makanan padat (nasi tim) bila balita tidak mau minum susu.

Kesehatan seseorang akan dapat cepat pulih apabila adanya dorongan dari keluarga dengan cara menghibur agar tidak terlelap pada penyakit yang dideritanya, keamanan dan kenyamanan yang didapat dari keadaan lingkungan rumah sakit akan mempercepat penyembuhan pada balita yang menderita diare di RSIA Badrul Aini Medan, serta dengan adanya informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan RSIA Badrul Aini Medan mengenai cara pencegahan diare melalui sanitasi dan kebersihan perorangan maka diharapkan kedepannya akan berkurang jumlah balita penderita diare di kawasan sekitar RSIA Badrul Aini Medan.

Dengan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi lama rawatan, maka secara langsung status gizi juga dipengaruhi oleh keadaan fisik balita ketika mengalami diare dan ketersediaan asupan energi yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai pengganti asupan energi yang hilang pada saat diare sehingga berpengaruh


(65)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan mengenai hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 adalah:

1. Karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 sebagian besar berumur 12-36 bulan (48,75%), dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 102 orang (63,75%), memiliki agama Islam sebanyak 151 orang (94,34%), serta suku Jawa sebanyak 81 orang (50,62%).

2. Karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan tahun 2009-2010 berdasarkan karakteristik ibu sebagian besar ibu balita penderita diare pada umumnya memiliki usia 25-34 tahun sebanyak 102 orang (63,75%), dengan pendidikan SLTA sebanyak 108 orang (67,50%), serta memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 113 orang (70,62%).

3. Status gizi sebagian besar balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 ketika masuk dan keluar tergolong kategori BB Normal sebanyak 97 orang (60,63%) dan 108 orang (67,50%).

4. Rata-rata lama rawatan pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 sebagian besar ≥3 hari yaitu sebanyak 127 orang (79,37%) 5. Sebagian besar balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Tahun 2009-2010


(66)

6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.

6.2. Saran

1. Kepada petugas kesehatan di RSIA Badrul Aini Medan disarankan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yaitu memberikan informasi mengenai penyakit diare dan penatalaksanaannya.

2. Diharapkan kepada pihak RSIA Badrul Aini Medan untuk melengkapi sistem pencatatan data balita penderita diare pada kartu status berupa Tinggi Badan (TB) agar dapat menilai status gizi saat ini berdasarkan BB/TB.


(1)

1

5

9

Fahri

Mubara

h

Laki-Laki

6

0-<12

Bula

n

Islam

Jaw

a

28

25-34

Tahu

n

SL

T

A

Wiraswa

sta

7 >=

3

Ha

ri

6.

5

6.

7

Norm

al

Norm

al

1

6

0

Abdul

Qadir

Laki-Laki

29

12-36

Bula

n

Islam

Jaw

a

25

25-34

Tahu

n

SL

T

A

Wiraswa

sta

8 >=

3

Ha

ri

1

7

1

7.

3

Norm

al

Norm

al


(2)

Frequency Table

Jenis Kelamin

101 63,1 63,1 63,1

59 36,9 36,9 100,0

160 100,0 100,0

Laki-Laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Umur Balita

70 43,8 43,8 43,8

78 48,8 48,8 92,5

12 7,5 7,5 100,0

160 100,0 100,0 0-<12 Bulan

12-36 Bulan 37-59 Bulan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Agama

151 94,4 94,4 94,4

7 4,4 4,4 98,8

2 1,3 1,3 100,0

160 100,0 100,0 Islam

Kristen Protestan Kristen Katolik Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Suku

81 50,6 50,6 50,6

42 26,3 26,3 76,9

5 3,1 3,1 80,0

32 20,0 20,0 100,0

160 100,0 100,0

Jawa Minang Melayu Batak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Umur Ibu

33 20,6 20,6 20,6

101 63,1 63,1 83,8

26 16,3 16,3 100,0

160 100,0 100,0 15-24 Tahun

25-34 Tahun >=35 Tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pendidikan Ibu

4 2,5 2,5 2,5

12 7,5 7,5 10,0

108 67,5 67,5 77,5

36 22,5 22,5 100,0

SD SLTP SLTA PT Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Pekerjaan Ibu

22 13,8 13,8 13,8

21 13,1 13,1 26,9

113 70,6 70,6 97,5

4 2,5 2,5 100,0

160 100,0 100,0

PNS

Karyawan Swasta Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Lama Rawatan

32 20,0 20,0 20,0

128 80,0 80,0 100,0

160 100,0 100,0

<3 Hari >=3 Hari Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Status Gizi Awal

98 61,3 61,3 61,3

36 22,5 22,5 83,8

26 16,3 16,3 100,0

160 100,0 100,0 Normal

Kurang Sangat Kurang Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Status Gizi Akhir

108 67,5 67,5 67,5

36 22,5 22,5 90,0

16 10,0 10,0 100,0

160 100,0 100,0 Normal

Kurang Sangat Kurang Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Crosstabs

Case Processing Summary

160 100,0% 0 ,0% 160 100,0%

Lama Rawatan * Status Gizi Akhir

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Lama Rawatan * Status Gizi Akhir Crosstabulation Count

<3 Hari Lama Rawatan

Normal Kurang

Sangat Kurang Status Gizi Akhir


(6)

Chi-Square Tests

,278a 2 ,870

,264 2 ,876

,171 1 ,679

160 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20.


Dokumen yang terkait

Gambaran Status Gizi Balita Pada Penderita Diare dan ISPA di Ruang Rawat Inap Bagian Anak RSU.H.Adam Malik Medan Periode Januari sampai Juni Tahun 2000

1 38 45

Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun 2010

0 7 66

Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal Sebelum dan Sesudah Pemberian Workplace Stretching-Exercise pada Perawat di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2015

13 49 115

HUBUNGAN LAMA KESAKITAN ISPA DAN DIARE DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Lama Kesakitan Ispa Dan Diare Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo.

0 6 13

PENDAHULUAN Hubungan Lama Kesakitan Ispa Dan Diare Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo.

0 2 4

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN PNEUMONIA BALITA Hubungan antara Status Gizi dengan Lama Rawat Inap Pasien Pneumonia Balita.

1 5 19

Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal Sebelum dan Sesudah Pemberian Workplace Stretching-Exercise pada Perawat di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2015

0 1 16

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN ANAK BALITA DIARE AKUT

0 0 24