ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS

PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE

PAVEMENT

CONDITION INDEX

(PCI)

(Studi Kasus : Ruas Jalan Argodadi, Sedayu, Bantul Yogyakarta)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : RIZALDI KURNIAWAN

NIM : 20120110213

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

iii

MOTTO :

Dalam setiap pilihan yang kita buat pasti ada baik dan buruknya tapi jangan

pernah menyesali pilihan yang sudah diambil karena pasti selalu ada hikmah

yang terkandung didalamnya.

PERSEMBAHAN :

Penulis mempersembahkan Tugas Akhir ini untuk :

1.

Allah Subhanahu wa Ta’ala

atas karunia dan Rahmat-Nya serta

Junjungan Nabi Besar Muhammad S

hallahu’alaihi wasallam

atas

perjuangan menegakkan Ajaran Islam.

2.

Ibunda tercinta yang selalu senantiasa mendoakan, serta sebagai seorang

motivator pembangkit semangat untuk tetap melakukan terbaik.

3.

Ayahanda tercinta yang selalu senantiasa mendoakan, serta sebagai

seorang motivator pembangkit semangat untuk tetap melakukan terbaik.

4.

Saudari perempuan terbaik saya yaitu Lia Resiani yang senantiasa

memberikan semangat dan dorongan kepada saya untuk menyelesaikan

tugas akhir ini.

5.

Terima kasih kepada Noval Kurnia, Ilham Saputra, Elsa Okta Chalika,

Halimah Tusa’diyah, Widya Puspadayanti

sebagai sahabat terbaik saya

yang selalu memotivasi saya untuk tugas akhir ini.

6.

Terima kasih kepada Deden Hardiatman, Tri Wahyu, dan Irwan Faisal

Luzan sebagai tim PCI juga sahabat terbaik dalam pembuatan tugas akhir

ini

7.

Ita, Dwi, Jenny, Alief, Riris, Mila dan Esti yang menjadi sahabat terbaik

dan selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(3)

iv

pengerjaan tugas akhir ini.

9.

Serta terimakasih teman-teman kelas C yang selalu membuat saya terpacu

untuk berinovasi dan menjadi mahasiswa yang kreatif.


(4)

v

Segala puja puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Ta’ala. Tidak lupa sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabat. Setiap kemudahan dan kesabaran yang telah diberikan-Nya kepada saya akhirnya saya selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Analisa

Kondisi Kerusakan Jalan Pada Lapis Permukaan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (PCI)”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, Penyusun sangat membutuhkan kerjasama, bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak, terima kasih penyusun haturkan kepada :

1. Bapak Jaza’ul Ikhsan, ST, MT, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Ir. Hj. Anita Widianti, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. Bapak Puji Harsanto, ST, MT. Selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Anita Rahmawati, ST, M.Sc. selaku dosen pembimbing I. Yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi tugas akhir ini.

5. Bapak Emil Adly, ST., M.Eng. selaku dosen pembimbing II. Yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berhaga bagi tugas akhir ini.

6. Bapak Dian Setiawan M., ST., M.Sc., Sc.sebagai dosen penguji. Terima kasih atas masukan, saran dan koreksi terhadap Tugas Akhir ini.


(5)

vi

8. Kedua orang tua saya yang tercinta, Ayah dan Ibu, serta keluarga besarku. 9. Para staf dan karyawan Fakultas Teknik yang banyak membantu dalam

administrasi akademis.

10.Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2012, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, kalian luar biasa.

Demikian semua yang disebut di muka yang telah banyak turut andil dalam kontribusi dan dorongan guna kelancaran penyusunan tugas akhir ini, semoga menjadikan amal baik dan mendapat balasan dari Allah Ta’ala. Meskipun demikian dengan segala kerendahan hati penyusun memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam Tugas Akhir ini, walaupun telah diusahakan bentuk penyusunan dan penulisan sebaik mungkin.

Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala jugalah kami serahkan segalanya, sebagai manusia biasa penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang dada dan keterbukaan akan penyusun terima segala saran dan kritik yang membangun demi baiknya penyusunan ini, sehingga sang Rahim masih berkenan mengulurkan petunjuk dan bimbingan-Nya.

Amien.

Yogyakarta, Agustus 2016

Penyusun


(6)

vii

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Halaman Motto dan Persembahan ... iii

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Lampiran ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Intisari ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Batasan Masalah ... 2

D. Tujuan Penelitian... 2

E. Manfaat Penelitian ... 2

F. Keaslian Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum... 4

B. Definisi dan Klasifikasi Jalan ... 4

C. Perkerasan Jalan ... 9

D. Faktor Penyebab Kerusakan ... 15

E. Pavement Condition Index (PCI) ... 16

F. Penelitian Sebelumnya ... 17

BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum... 20

B. Penilaian Kondisi Perkerasan ... 20


(7)

viii BAB IV METODE PENELITIAN

A. Tinjauan Umum... 50

B. Bagan Penelitian ... 50

C. Metode Penelitian ... 52

D. Tahap Persiapan ... 52

E. Lokasi Survei ... 53

F. Alat dan Bahan Survei ... 53

G. Analisa Data ... 54

F. Alur Penelitian ... 55

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum... 62

B. Analisis Kondisi Perkerasan ... 62

C. Pembahasan Rekapitukasi Kondisi Perkerasan ... 70

D. Waktu pemeliharaan perkerasan menurut PCI Decision Matrix .. 72

E. Metode Perbaikan ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78 Daftar Pustaka


(8)

ix

Lampiran A Data Inventori Ruas Jalan Argodadi, Sedayu, Bantul KM 0+000

4+000 ... 79

Lampiran B Perhitungan PCI... 82

Lampiran C Contoh Perhitungan Grafik Deduct Value ... 99

Lampiran D Hasil Perhitungan Corret Deduct Value ... 105

Lampiran E Perhitungan Grafik Corret Deduct Value ... 106

Lampiran F Hasil Perhitungan Pavement Condition Index ... 123


(9)

x

Tabel 2.1 Pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban ... 7

Tabel 2.2 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku ... 14

Tabel 4.1 Formulir survei Pavement Condition Index (PCI) ... 57

Tabel 5.1 Formulir survei Pavement Condition Index (PCI) ... 63

Tabel 5.2 Perhitungan Correted Deduct Value (CDV) ... 66

Tabel 5.3 Hasil pengolahan data PCI ... 68

Tabel 5.3 Hasil pengolahan data PCI (Lanjutan) ... 69

Tabel 5.3 Hasil pengolahan data PCI (Lanjutan) ... 70

Tabel 5.4 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata STA 0+000-1+000 .... 70

Tabel 5.4 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata 0+000 s/d 1+000 (Lanjutan) ... 71

Tabel 5.5 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata STA 1+000-2+000 .... 71

Tabel 5.6 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata STA 2+000-3+000 .... 71

Tabel 5.7 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata STA 3+000-4+000 .... 71

Tabel 5.7 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata 0+000 s/d 1+000 (Lanjutan) ... 72

Tabel 5.8 Persentase Kerusakan Jalan ... 73


(10)

xi

Gambar 2.1 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur ... 10

Gambar 2.2 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Kaku ... 12

Gambar 2.3 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Komposit ... 15

Gambar 3.1 Grafik CDV ... 22

Gambar 3.2 Grafik Deduct Value Retak Kulit Buaya (Aligator Crack) ... 24

Gambar 3.3 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) ... 24

Gambar 3.4 Grafik Deduct Value Kegemukan (Bleeding)... 25

Gambar 3.5 Kegemukan (Bleeding)... 25

Gambar 3.6 Grafik Deduct value Retak Kotak-Kotak... 26

Gambar 3.7 Retak Kotak-kotak (Bloking Cracking) ... 27

Gambar 3.8 Grafik Deduct Value Cekungan ... 28

Gambar 3.9 Cekungan (Bomb and Sags) ... 28

Gambar 3.10 Grafik Deduct Value Keriting ... 29

Gambar 3.11 Keriting (Corrugation) ... 29

Gambar 3.12 Amblas ((Depression) ... 30

Gambar 3.13 Grafik Deduct Value Amblas ... 30

Gambar 3.14 Grafik Deduct Value Retak Samping Jalan ... 31

Gambar 3.15 Retak Samping Jalan (Edge Cracking) ... 32

Gambar 3.16 Grafik Deduct Value Retak Sambung ... 33

Gambar 3.17 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking) ... 33

Gambar 3.18 Grafik Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal ... 34

Gambar 3.19 Pinggiran Jalan Turun Vertikal ... 34

Gambar 3.20 Grafik Deduct Value Retak Memanjang/Melintang ... 35

Gambar 3.21 Retak Memanjang/Melintang ... 35

Gambar 3.22 Grafik Deduct Value Tambalan ... 36

Gambar 3.23 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)…... 36

Gambar 3.24 Grafik Deduct Value Pengausan Agregat ... 37

Gambar 3.25 Pengausan Agregat (Polised Agregat) ... 38

Gambar 3.26 Grafik Deduct Value Lubang ... 39


(11)

xii

Gambar 3.30 Grafik Deduct Value Alur ... 41

Gambar 3.31 Alur (Rutting) ... 41

Gambar 3.32 Grafik Deduct Value Sungkur ... 42

Gambar 3.33 Sungkur (Shoving) ... 42

Gambar 3.34 Patah Slip (Slippage Cracking) ... 43

Gambar 3.35 Grafik Deduct Value Patah Slip ... 43

Gambar 3.36 Mengembang Jembul (Swell) ... 44

Gambar 3.37 Grafik Deduct Value Mengembang Jembul ... 44

Gambar 3.38 Grafik Deduct Value Pelepasan Butir ... 45

Gambar 3.39 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling ... 46

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian ... 51

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian (Lanjutan) ... 52

Gambar 4.2 Lokasi Survey ... 53

Gambar 4.3 Bagan Alir Penelitian ... 56

Gambar 5.1 Grafik deduct value alur (rutting) ... 64

Gambar 5.2 Grafik Deduct Value Cekungan (Bumps And Sags) ... 65

Gambar 5.3 Grafik Deduct Value Sungkur (Shoving) ... 65

Gambar 5.4 Grafik Deduct value Tambalan (Patching And Utility Cut Patching) ... 66

Gambar 5.5 Correct Deduct Value STA 0+000 s/d 0+100 ... 67


(12)

xiii

Kondisi perkerasan mempengaruhi kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Namun, kondisi perkerasan semakin lama semakin berkurang akibat faktor Kerusakan jalan yang dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan struktural yang mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas, dan kerusakan fungsional yang mencakup keamanan dan kenyamanan, oleh karena itu perlu dilakukan adanya Pemeliharaan Jalan, yang meliputi perawatan, rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan. Upaya pemeliharaan dan perbaikan perkerasan diperlukan untuk menjaga kinerja perkerasan mencapai umur layanan rencana.

Dalam metode PCI (Pavement Condition Index), tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu : tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, jumlah atau kerapatan kerusakan. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya berkisar diantara 0 sampai 100. Nilai 0 menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak, dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. Metode PCI digunakan untuk mengevaluasi kinerja perkerasaan serta menentukan upaya pemeliharaan dan perbaikan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Jenis dan nilai rata-rata kerusakan pada ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul KM 0+000 s/d 4+000 antara lain : Retak Buaya (0.246 %), Retak Kotak-Kotak (0.021 %), Cekungan (0.021 %), Retak Samping Jalan (0.687 %), Pinggir Jalan Turun Vertiakal (0.654), Retak Memanjang/Melintang (1.654 %), Tambalan (0.533 %), Pengausan Agregat (1.667 %), Lubang (0.042 %), Alur (2.771 %), Sungkur (0.179 %), Pelepasan Butir (0.250 %) dengan nilai PCI rata-rata yaitu 65,85 %.

Berdasarkan klasifikasi yang ada yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), Sedang (fair), jelek (poor) dan gagal (failed) kualitas ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul,Yogyakarta berada pada level Baik (Good). Dengan melihat kondisi pada ruas jalan tersebut, maka pemeliharaan jalan perlu ditingkatkan agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pemakai jalan.


(13)

(14)

xiii

berkurang akibat faktor Kerusakan jalan yang dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan struktural yang mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas, dan kerusakan fungsional yang mencakup keamanan dan kenyamanan, oleh karena itu perlu dilakukan adanya Pemeliharaan Jalan, yang meliputi perawatan, rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan. Upaya pemeliharaan dan perbaikan perkerasan diperlukan untuk menjaga kinerja perkerasan mencapai umur layanan rencana.

Dalam metode PCI (Pavement Condition Index), tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu : tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, jumlah atau kerapatan kerusakan. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya berkisar diantara 0 sampai 100. Nilai 0 menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak, dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. Metode PCI digunakan untuk mengevaluasi kinerja perkerasaan serta menentukan upaya pemeliharaan dan perbaikan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Jenis dan nilai rata-rata kerusakan pada ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul KM 0+000 s/d 4+000 antara lain : Retak Buaya (0.246 %), Retak Kotak-Kotak (0.021 %), Cekungan (0.021 %), Retak Samping Jalan (0.687 %), Pinggir Jalan Turun Vertiakal (0.654), Retak Memanjang/Melintang (1.654 %), Tambalan (0.533 %), Pengausan Agregat (1.667 %), Lubang (0.042 %), Alur (2.771 %), Sungkur (0.179 %), Pelepasan Butir (0.250 %) dengan nilai PCI rata-rata yaitu 65,85 %.

Berdasarkan klasifikasi yang ada yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), Sedang (fair), jelek (poor) dan gagal (failed) kualitas ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul,Yogyakarta berada pada level Baik (Good). Dengan melihat kondisi pada ruas jalan tersebut, maka pemeliharaan jalan perlu ditingkatkan agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pemakai jalan.


(15)

1

A.

Latar Belakang

Jalan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, pada era industrialisasi, perdagangan serta angkutan umum, angkutan barang dan jasa, harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, salah satunya adalah dengan adanya prasarana hubungan darat yaitu jalan raya. Tingginya frekuensi kendaraan yang lewat di atas permukaan jalan yang ada. menyebabkan turunnya tingkat pelayanan jalan. Karena pada umumnya jalan jalan dalam kota jarang dilewati kendaraan berat, maka penurunan tingkat pelayanan dapat berupa kerusakan pada permukaan jalan. Adanya retak-retak (Crack), pengelupasan (Ravelling) dan lubang-lubang (Potholes) pada permukaan jalan merupakan bukti bahwa jalan mengalami penurunan tingkat pelayanan atau jalan dalam kondisi rusak.

Kerusakan-kerusakan kecil yang tidak segera diantisipasi penanganannya menyebabkan kerusakan yang terjadi semakin parah, pengaruhnya semakin luas serta mengurangi kapasitas jalan itu sendiri. Dari sekian banyak ruas jalan nasional yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya jalan lokal di Kabupaten Bantul salah satunya adalah ruas jalan Argodadi, Sedayu yang dengan panjang 4 km dan lebar jalan 6 m terdapat kerusakan yang cukup banyak seperti retak buaya, lubang, retak memanjang, tambalan ataupun retak samping jalan. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya kendaraan barang dan angkutan bermuatan berat yang melalui ruas jalan Argodadi, Sedayu yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapis permukaan jalan. Ternyata ini memberikan pengaruh dan dampak yang merugikan bagi kemampuan pelayanan struktur jalan.

Dari hasil pemantauan di lapangan terlihat adanya beban lalu lintas yang melebihi kapasitas dari yang direncanakan. Bahkan kemungkinan dengan adanya kondisi arus lalu lintas sekarang ini, struktur perkerasan jalan akan


(16)

lebih cepat rusak. Untuk menentukan apakah pada waktu dekat atau di masa yang akan datang, jalan masih dalam kondisi baik, maka kondisi permukaan, kemampuan struktur dan geometri perlu dievaluasi. Jika pertimbangannya dibuat untuk menentukan atau memilih perbaikan yang dibutuhkan, maka perbaikan yang paling ekonomis dapat dirancang dan dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah : 1. Apa jenis kerusakan lapis perkerasan yang terjadi pada ruas jalan.

2. Penangan kerusakan ruas jalan.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan arteri bantul.

2. Mengetahui Performance permukaan jalan mengunakan metode PCI yang dikembangkan oleh U.S. Army Corp of Engineer (Shahin et al., 1976-1984) 3. Menentukan jenis penanganan kerusakan ruas jalan berdasarkan metode

Standar Dirjen Bina Marga 1995.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pertimbangan instansi yang terkait dalam penanganan jalan khususnya direktorat jendral bina marga departemen pekerjaan umum. 2. Sebagai literatur dalam kegiatan akademik khususnya dalam bidang

Teknik Sipil agar dapat menambah wawasan tentang penilaian perkerasan jalan.

E. Batasan Masalah

Agar tidak menimpang dari tujuan penulisan tugas akhir nantinya, maka dilakukan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Ruas jalan yang di teliti adalah ruas jalan lokal bantul sepanjang 4 km. 2. Mengevaluasi jenis kerusakan pada perkerasan lentur yang selama ini terjadi

pada ruas jalan lokal Bantul hanya sebatas pada kerusakan yang terjadi pada permukaan perkerasan atau fungsional jalan.


(17)

3. Metode penelitian menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI). 4. Metode perbaikan kerusakan jalan menggunakan metode perbaikan Standar

Bina Marga 1995.

F. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian mengenai penilaian kondisi jalan telah dilaksanakan, namun sepengetahuan penulis untuk lokasi ruas jalan lokal bantul belum pernah ada yang melakukan kajian sehingga bisa di jamin keasliannya.


(18)

4

A. Tinjauan Umum

Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overloaded), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana. (Suwardo & Sugiharto, 2004).

Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun nonstruktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pemeriksaan nonstruktural (ungsional) antara lain bertujuan untuk memeriksa kerataan (roughness), kekasaran (texture), dan kekesatan (skid resistance). Pengukuran sifat kerataan lapis permukaan jalan akan bermanfaat di dalam usaha menentukan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan. Di Indonesia pengukuran dan evaluasi tingkat kerataan jalan belum banyak dilakukan salah satunya dikarenakan keterbatasan peralatan. Karena kerataan jalan berpengaruh pada keamanan dan kenyamanan pengguna jalan maka perlu dilakukan pemeriksaan kerataan secara rutin sehingga dapat diketahui kerusakan yang harus diperbaiki. (Suwardo & Sugiharto, 2004).

Penilaian tipe dan kondisi permukaan jalan yang ada merupakan aspek yang paling penting dalam penentuan sebuah proyek, sebab karakteristik inilah yang akan menentukan satuan nilai manfaat ekonomis yang ditimbulkan oleh adanya perbaikan jalan.

B. Definisi dan Perkerasan Jalan

Menurut UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi


(19)

lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan UU No 22 tahun 2009 adalah :

1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.

1.1. Jalan arteri primer

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

1.2. Jalan arteri sekunder

Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.

2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

2.1. Jalan kolektor primer

Jalan kelektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.


(20)

2.2. Jalan kolektor sekunder

Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

3.1. Jalan lokal primer

Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

3.2. Jalan lokal sekunder

Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Menurut UU no 22 tahun 2009 Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:

1. Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi


(21)

Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada pada ketentuan di atas dapat di lihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban

Kelas Jalan Fungsi Jalan

Karakteristik kendaraan (m)

Muatan Sumbu Terberat (MST) Panjang Lebar

I Arteri 18 2,50 >10 Ton

II Arteri 18 2,50 10 Ton

III A Arteri/Kolektor 18 2,50 8 Ton

III B Kolektor 12 2,50 8 Ton

III C Lokal 9 2,10 8 Ton

Sumber : Peraturan Perundangan UU No 22 tahun 2009.

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)


(22)

milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.

Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh: a. Pemerintah, untuk jalan nasional.

b. Pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi. c. Pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten. d. Pemerintah kota, untuk jalan kota.

Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas: 1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan.(UU 38 tahun 2004)

a. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya. b. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua

dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada di bawah pengaruhnya.

c. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota


(23)

jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder :

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. ( UU 38 tahun 2004)

a. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

b. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.

c. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

C. Perkerasan Jalan

Pada umumnya pembuatan jalan menempuh jarak beberapa kilometer sampai ratusan kilometer bahkan melewati medan yang berbukit, berliku-liku dan berbagai masalah lainnya. Oleh karena itu jenis konstruksi perkerasan harus disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap tempat atau daerah yang akan dibangun jalan tersebut, khususnya mengenai bahan material yang digunakan diupayakan mudah didapatkan disekitar trase jalan yang akan dibangun, sehigga biaya pembangunan dapat ditekan.

Silvia sukirman (1999) menyatakan bahwa berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi jalan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang


(24)

diletakan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya.

Sedangkan lapisan konstruksi perkerasan secara umum yang biasa digunakan di Indonesia menurut Sukirman (1999) terdiri dari :

a. Lapisan permukaan (surface course). b. Lapisan pondasi atas (base course). c. Lapisan pondasi bawah (subbase course). d. Lapisan tanah bawah (subgrade).

Selanjutnya bagian perkerasan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1 pada halaman selanjutnya.

Gambar 2.1 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

a. Lapisan Permukaan (surface course).

Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yang berfungsi sebagai lapis perkerasan penahan beban roda, lapis kedap air, lapis aus dan lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah. Jenis lapisan permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia adalah lapisan bersifat non struktural dan bersifat struktural.

b. Lapisan Pondasi Atas (base course).

Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan yang berfungsi sebagai penahan gaya lintang dari beban roda, lapisan peresapan dan bantalan terhadap lapisan permukaan.


(25)

c. Lapisan Pondasi Bawah (subbase course).

Lapisan pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapisan pondasi bawah yaitu :

1) Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

2) Efisiensi penggunaan material.

3) Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal. 4) Lapis perkerasan.

5) Lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.

6) Lapisan untuk partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.

d. Lapisan Tanah Dasar

Lapisan tanah dasar adalah tanah permukaan semula, permukaan tanah galian ataupun tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan yang lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka tanah dasar dibedakan atas :

1) Lapisan tanah dasar berupa tanah galian. 2) Lapisan tanah dasar berupa tanah timbunan. 3) Lapisan tanah dasar berupa tanah asli.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat antar materialnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas dilimpahkan ke pelat beton.Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur. Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Konstruksi ini jarang digunakan karena biaya yang cukup mahal, tetapi biasanya digunakan pada proyek-proyek jalan layang. Pada konstruksi


(26)

perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah ( subbase berupa cement treated subbase maupun granular subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap. Selanjutnya bagian perkerasan kaku dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Kaku Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) adalah sebagai berikut :

a. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar ini berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan atau disebarkan oleh konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar (subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya dukung dan keseragaman kepadatan. Daya dukung atau kapasitas tanah dasar pada konstruksi perkerasan kaku yang umum digunakan adalah CBR dan modulus reaksi tanah dasar (k). Pada konstruksi perkerasan kaku fungsi tanah dasar tidak terlalu menentukan, dalam arti kata bahwa perubahan besarnya daya dukung tanah dasar tidak berpengaruh terlalu besar pada nilai konstruksi (tebal) perkerasan kaku.


(27)

b. Lapis Pondasi (Subbase)

Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular (sirtu) atau bound granural (CTSB, cement treated subbase). Pada umumnya fungsi lapisan ini tidak terlalu struktural, maksudnya keberadaan dari lapisan ini tidak untuk menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton semen. Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai kerja yang rata dan uniform. Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata. Ketidakrataan ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.

c. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Subbase course adalah bagian dari struktur perkerasan antara base course dan tanah dasar. Fungsi utama adalah pendukung struktural tapi juga dapat:

1) Meminimalisir terjadinya amblas pada jalan.

2) Meningkatkan drainase subbase umumnya terdiri dari bahan bahan kualitas lebih rendah dari pada lapisan atas, tetapi lebih baik daripada tanah dasar. Bahan agregat yang bagus dan berkualitas tinggi mengisi struktural. Sebuah subbase tidak selalu dibutuhkan atau digunakan.

d. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Base Course berada di bawah lapis permukaan. Hal ini memberikan distribusi beban tambahan, kontribusi dan resistensi drainase, memberikan dukungan lapisan di atasnya dan platform yang stabil untuk peralatan konstruksi. Bisa juga membantu mencegah gerakan tanah tanah dasar karena tekanan dari atas. Base course biasanya di buat dari:

1) Agregat dasar. Sebuah lapisan dasar sederhana dari agregat. 2) Agregat stabil atau tanah yaitu tanah yang telah dipadatkan

hingga memperleh kestabilan tertentu. Kekuatannya diperkirakan 20-25 % dari kekuatan lapis pertama.


(28)

3) Lean concrete. Berupa pasta semen portland dan lebih kuat daripada agregat stabil. Lean concrete dapat dibangun untuk sebanyak 25-50 % dari kekuatan lapis permukaan.

e. Bound Breaker di atas Subbase

Bound breaker adalah plastik tipis yang diletakan di atas subbase agar tidak terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain itu, permukaan subbase juga tidak boleh di Alur (groove) atau di Sikat (brush).

3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement) adalah lapis perkerasan yang berupa kombinasi antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku. Perkerasan lentur berada diatas perkerasan kaku, atau kombinasi berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Perbedaan antara perkerasan kaku dan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku

No Penyebab Perkerasan lentur Perkerasan kaku

1 Bahan pengikat Aspal Semen

2 Repetisi beban Timbul Rutting (lendutan pada jalur roda)

Timbul retak-retak pada permukaan 3 Penurunan tanah

dasar

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan 4 Perubahan

temperatur

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar


(29)

Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa aspal. Gambar susunan perkerasan komposit dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Bagian Lapisan Konstruksi Perkerasan Komposit Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

D. Faktor Penyebab Kerusakan

Menurut Silvia Sukirman (1999) Kerusakan-kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh:

1. Lalu lintas, dapat berupa peningkatan dan repetasi beban.

2. Air, yang dapat berupa air hujan, sistem drainase yang tidak baik, naiknya air akibat kapilaritas.

3. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengelolaan bahan yang tidak baik.

4. Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. 5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh

sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah yang memang jelek.

6. Proses pemadatan lapisan diatas tanah yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi bisa saja merupakan gabungan penyebab yang saling terkait, sebagai contoh yaitu retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan


(30)

oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk kelapisan dibawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping daya dukung lapisan dibawahnya.

E. Pavement Condition Index (PCI)

Pentingnya perencanaan sistem managemen adalah kemampuan dalam menentukan pekerjaan dan penilaian dari kondisi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk mengidentifikasikan keadaan dari lapisan perkerasan jalan tersebut. Pavement Condition Index (PCI) adalah perkiraan kondisi jalan dengan sistem rating untuk menyatakan kondisi perkerasan yang sesungguhnya dengan data yang dapat dipercaya dan obyektif. Metode PCI dikembangkan di Amerika oleh U.S Army Corp of Engineers untuk perkerasan bandara, jalan raya dan area parkir, karena dengan metode ini diperoleh data dan perkiraan kondisi yang akurat sesuai dengan kondisi di lapangan. Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0 - 100.

Menurut Shahin (1994) kondisi perkerasan jalan dibagi dalam beberapa tingkat seperti berikut :

1. Sempurna (Exellent)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 85–100. 2. Sangat Baik (Very Good)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 70–85. 3. Baik (Good)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 55–70. 4. Cukup (Fair)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 40–55. 5. Jelek (Poor)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 25–40. 6. Sangat Jelek (Very Poor)

Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 10–25. 7. Gagal (Failed)


(31)

Kondisi perkerasan seperti tersebut diatas digunakan untuk semua jenis kerusakan. Kerusakan jalan dapat dibagi menjadi 19 macam kerusakan dan dalam setiap macam kerusakan dibagi lagi menjadi 3 tingkat kerusakan, yaitu :

Low (L) = Rusak ringan Medium (M) = Rusak sedang High (H) = Rusak parah

Dengan macam-macam kerusakannya adalah sebagai berikut : 1. Retak kulit Buaya (Alligator Cracking) 2. Kegemukan (Bleeding)

3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking) 4. Cekungan (Bumbs and Sags)

5. Keriting (Corrugations) 6. Amblas (Depression)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking) 8. Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)

9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off) 10.Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse

Cracking)

11.Tambalan (Patching and Utility cut Patching) 12.Pengausan Agregat (Polished Aggregate) 13.Lubang (Potholes)

14.Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing) 15.Alur (Rutting)

16.Sungkur (Shoving)

17.Patah Slip (Slippage Cracking) 18.Mengembang Jembul (Swell)

19.Pelepasan Butiran (Weathering and Raveling)

F. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Amin Khairi (2009) yang berjudul “ Evaluasi Jenis Dan Tingkat Kerusakan Dengan Mengunakan Metode Pavement Condition Index (PCI) (Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta, Dumai


(32)

05+000-10+000)”. Jenis penelitian ini adalah dengan metode Pavement Condition Index (PCI) dengan Luas kerusakan pada jalan Soekarno Hatta Dumai dengan luas total 4580,04 m2 dengan jenis kerusakan yang didominasi oleh jenis kerusakan alur sebanyak 97,18% dengan tingkat kerusakan pada jalan Soekarno Hatta ini yaitu Very Poor (sangat jelek) dengan nilai PCI total 24,07. Dan Pemeliharaan sebagian besar pada ruas jalan Soekarno Hatta (Sta 05+000 – 10+000) dilakukannya Penambalan, karena Penambalan cocok untuk jenis kerusakan seperti: Alur, Retak kulit buaya, Amblas dan Lubang.

Agus Suswandi (2008), dalam penelitiannya mengenai “Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Untuk Menunjang Pengambilan Keputusan (Studi Kasus: Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta)” menyatakan bahwa Nilai PCI rata-rata pada jalur 1 Jl. Lingkar selatan adalah 92,26 dengan rating excellent, sedangkan pada jalur 2 adalah 94,58 dengan rating yang sama yaitu excellent. Luas kerusakan banyak terjadi pada jalur 2 dengan luas total 12.152 m2 dibandingkan jalur 1 yang luasnya hanya 6.817 m2. Namun pada kedua jalur tersebut, sama-sama didominasi oleh jenis kerusakan yang sama yaitu block cracking sebanyak 58,05% pada jalur 1 dan sebanyak 83.44% pada jalur 2, sedangkan kerusakan lainnya yang cukup signifikan adalah kerusakan alligator cracking sebanyak 28,26% pada jalur 1 dan sebanyak 9.59% pada jalur 2. Prioritas penanganan pertama dilakukan pada unit sampel penelitian dengan nilai PCI terkecil, yaitu Nomor 23B dengan nilai PCI sebesar 22 (rating very poor) pada jalur 1.

Aris Munandar (2014), dalam penelitiannya mengenai “Analisa Kondisi Kerusakan Jalan Pada Lapisan Permukaan (Studi Kasus : Jalan Adi Sucipto Sungai Raya Kubu Raya)” dalam penelitiannya dengan menggunakan metode PCI menyatakan bahwa nilai rata–rata PCI sebesar 35,654% yang menunjukkan kondisi perkerasan jalan dalam kondisi Buruk ( Poor ). Jika dilihat dari kondisi kerusakan jalan yang ada, jalan yang mengalami kerusakan lubang-lubang perlu dilakukan penambalan (paching) serta dilapisi ulang (overlay) agar bekas tambalan yang dilakukan dan retakan–retakan serta kerusakan-kerusakan lainnya yang terjadi di sepanjang jalan tersebut tertutupi


(33)

oleh aspal hotmix agar air tidak meresap kedalam lapisan jalan yang menyebabkan terjadinya kerusakan berulang pada jalan tersebut dan selanjutnya dilakukan pemeliharaan rutin untuk menjaga kondisi jalan tetap maksimal.


(34)

20

A. Tinjauan Umum

Kinerja perkerasan adalah respon perkerasan akibat beban lalu lintas, umur, lingkungan serta kekuatan dan mutu perkerasan sendiri dimana suatu perkerasan akan mengalami kerusakan sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut oleh karena itu baik atau buruknya kinerja suatu perkerasan baik secara struktural maupun fungsional secara fisik akan ditunjukan oleh cepat atau lambatnya awal terjadinya serta perkembangan sebagai jenis kerusakan pada perkerasan.

B. Penilaian Kondisi Perkerasan

Survei kondisi permukaan jalan dilakukan secara visual dengan cara melihat sepanjang jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survei adalah sebagai berikut:

1) Kekasaran Permukaan (Surface Texture) 2) Lubang-lubang (Pot Holes)

3) Tambalan (Patching) 4) Retak-retak (Cracking) 5) Alur (Ruting)

6) Amblas (Depression)

Urutan Prioritas 0 – 3

Jalan-jalan yang terletak pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program peningkatan.

Urutan Prioritas 4 – 6

Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan Berkala.

Urutan Prioritas 7

Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan Rutin.


(35)

C. Pavement Condition Index (PCI)

Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI (Pavement Condition Index) adalah tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan di permukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya berkisar diantara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak, dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI ini didasarkan dari hasil survei kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan ukurannya diidentifikasikan saat survei kondisi tersebut. PCI dikembangkan untuk memberikan indeks dari integritas struktur perkerasan dan kondisi operasional permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survei kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan, dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim. Dalam metoda PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu : tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, jumlah atau kerapatan kerusakan 1. Rumus Menentukan Pavement Condition Index (PCI)

Setelah selesai melakukan survei, data yang diperoleh kemudian dihitung luas dan persentase kerusakannya sesuai dengan tingkat dan jenis kerusakannya. Langkah berikutnya adalah menghitung nilai PCI untuk tiap-tiap sampel unit dari ruas-ruas jalan, berikut ini akan disajikan cara penentuan nilai PCI :

a. Mencari Presentase Kerusakan (Density)

Density adalah presentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit yang ditinjau, density diperoleh dengan cara membagi luas kerusakan dengan luas sampel unit.

Rumus mencari nilai density:

Density = Ad/As x 100 % (3.1)

Atau

Density = Ld/As x 100 % (3.2)

Dimana:


(36)

Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) As = Luas total unit segmen (m²)

b. Menentukan Deduct Value

Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing-masing jenis kerusakan diplotkan ke grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk mencari nilai deduct value.

c. Menjumlah Nilai Total Deduct Value

Total Deduct Value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau dijumlah sehingga diperoleh Total Deduct Value (TDV) d. Mencari Nilai q

Syarat untuk menentukan nilai q ditentukan oleh jumlah nilai deduct value individual yang lebih besar dari 5 pada setiap segmen ruas jalan yang diteliti.

e. Mencari Nilai CDV

Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai deduct value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada gambar grafik CDV yang dapat dilihat pada Gambar 3.1 pada halaman berikutya sesuai dengan nilai q yang diperoleh.

Gambar 3.1 Grafik CDV


(37)

f. Menentukan Nilai PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

PCI = 100 – CDV (3.3)

Setelah nilai PCI diketahui, selanjutnya dapat ditentukan rating dari sampel unit yang ditinjau dengan mengeplotkan grafik. Sedang untuk menghitung nilai PCI secara keseluruhan dalam satu ruas jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

PCI = N

PCI

(3.4)

Dimana: PCI

= Nilai Total PCI dalam satu Ruas Jalan N = Jumlah segmen dalam satu Ruas Jalan

2. Jenis-Jenis kerusakan Permukaan jalan

Menurut Shanin (1994). M.Y, PCI (Pavement Condition Index) adalah petunjuk penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut:

a. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)

Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon) kecil menyerupaik kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang.

Kemungkinan penyebab :

 Bahan perkerasan atau kualitas material yang kurang baik sehingga menyebabkan perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).

 Pelapukan aspal.

 Penggunaan aspal kurang.

 Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan.  Lapisan bawah kurang stabil.


(38)

Level :

L = Retak memanjang dengan bentuk garis tipis yang tidak saling berhubungan.

M=Pengembangan lebih lajut dari retak dengan kualitas ringan. H=Retakan-retakan akan saling berhubungan membentuk pecahan-

pecahan.

Gambar 3.2 Deduct value Retak Kulit Buaya Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.3 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

b. Kegemukan (Bleeding)

Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal pada suatu tempat tertentu di permukaan jalan. Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi temperatur permukaan


(39)

perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalu lintas yang berat, akn terlihat jejak bekas ’bunga ban’ kendaraan yang melewatinya. Hal ini juga akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan akan menjadi licin.

Kemungkinan penyebab utama :

 Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan.  Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai.

 Akibat dari keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal

Level :

L = Aspal meleleh dengan tingkat lelehan rendah dengan indikasi tidak lengket pada sepatu.

M=Lelehan semakin meluas dengan indikasi aspal menempel disepatu. H=Lelehan semakin meluas dan mengkhawatirkan.

Gambar 3.4 Deduct Value Kegemukan

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.5 Kegemukan (Bleeding) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983


(40)

c. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)

Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan jalan. Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan pola retakan perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm x 200 mm.

Kemungkinan penyebab :

 Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan di bawahnya.

 Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar sebelum pekerjaan lapisan tambahan (overlay) dilakukan.

 Perbedaan penurunan dari timbunan atau pemotongan badan jalan dengan struktur perkerasan.

 Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar.

 Adanya akar pohon atau utilitas lainnya di bawah lapis perkerasan. Level :

L = Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar. M = Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut.

H = Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak dengan celah besar.

Gambar 3.6 Deduct value Retak Kotak-Kotak Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994


(41)

Gambar 3.7 Retak Kotak-kotak (Block Cracking) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

d. Cekungan (Bumb and Sags)

Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan perkerasan tidak stabil. Bendul juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC. 2. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung). 3. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai retakan

yang ditambah dengan beban lalu lintas (kadang-kadang disebut tenda).

Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan membentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada area yang lebih luas dengan banyaknya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan biasa disebut gelombang.

Level :

L = Cekungan dengan lembah yang kecil.

M = Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak. H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan


(42)

Gambar 3.8 Deduct Value Cekungan

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.9 Cekungan (Bumb and Sags) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

e. Keriting (Corrugation)

Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples.bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman kendaraan.

Kemungkinan penyebab :

 Stabilitas lapis permukaan yang rendah.

 Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti digunakannya agregat yang berbentuk bulat licin.

 Terlalu banyak menggunakan agregat halus.  Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.


(43)

 Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair).

Level :

L = Lembah dan bukit gelombang yang kecil.

M = Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dalam.

H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah yang agak lebar.

Gambar 3.10 Deduct Value Keriting

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.11 Keriting (Corrugation) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

f. Amblas (Depression)

Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu


(44)

(setempat) dengan atau tnpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air.

Kemungkinan penyebab :

 Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.

 Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar.  Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.

Level :

L = Kedalaman 0,5-1 inch (13-25 mm). M = Kedalaman 1-2 inch (25-50 mm). H = Kedalaman >2 inch (>50 mm).

Gambar 3.12 Amblas (Depression) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Gambar 3.13 Deduct Value Amblas


(45)

g. Retak Samping Jalan (Edge Cracking)

Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga biasanya berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6 m) dari pinggir perkerasan. Ini biasa disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantara area retak pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang lunak dan kadangkadang pondasi yang bergeser.

Kemungkinan penyebab :

 Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).  Drainase kurang baik.

 Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan.  Konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan. Level :

L = Retak yang tidak disertai perenggangan perkerasan. M = Retak yang beberapa mempunyai celah yang agak lebar. H = Retak dengan lepas perkerasan samping.

Gambar 3.14 Deduct Value Retak Samping Jalan Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994


(46)

Gambar 3.15 Retak Samping Jalan (Edge Cracking) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

h. Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)

Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal atau membentuk blok.

Kemungkinan penyebab :

 Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang timbul akibat ekspansi dan konstraksi saat terjadi perubahan temperatur atau kadar air.

 Gerakan tanah pondasi.

 Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi. Level :

L = Retak dengan lebar 10 mm.

M = Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm. H = Retak dengan lebar >76 mm.


(47)

Gambar 3.16 Deduct Value Retak Sambung

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.17 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

i. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)

Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara permukaan perkerasan dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih renadah terhadap permukaan perkerasan. Kemungkinan penyebab :

 Lebar perkerasan yang kurang.

 Material bahu yang mengalami erosi atau penggerusan.

 Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan pembentukan bahu.

Level :


(48)

M = Turun sampai 2 – 4 inch (50 mm – 102 mm). H = Turun sampai >4 inch (>102 inch).

Gambar 3.18 Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.19 Pinggiran Jalan Turun Vertikal Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

j. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking) Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya yaitu, retak memanjang dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah.

Kemungkinan penyebab :

 Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan di bawahnya.  Lemahnya sambungan perkerasan.

 Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume akibat pemuaian lempung pada tanah dasar.


(49)

Level :

L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm).

M = Lebar retak 3/8 – 3 inch (10 mm – 76 mm). H = Lebar retak >3 inch (76 mm).

Gambar 3.20 Deduct Value Retak Memanjang/Melintang Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.21 Retak Memanjang/Melintang Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

k. Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)

Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut.


(50)

Kemungkinan penyebab :

 Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.  Penggalian pemasangan saluaran atau pipa.

Level :

L = Luas 10 sqr ft (0,9 m2). M = Luas 15 sqr ft (1,35 m2). H = Luas 25 sqr ft (2,32 m2).

Gambar 3.22 Deduct Value Tambalan

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.23 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983


(51)

l. Pengausan Agregat (Polised Agregat)

Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulangulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna. Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistence test adalah rendah.

Kemungkinan penyebab :

 Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.

 Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan hasil dari mesin pemecah batu).

Level :

L = Agregat masih menunjukan kekuatan. M = Agregat sedikit mempunyai kekuatan. H = Pengausan tanpa menunjukan kekuatan.

Gambar 3.24 Deduct Value Pengausan Agregat Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994


(52)

Gambar 3.25 Pengausan Agregat (Polised Agregat) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 m. Lubang (Pothole)

Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).

Kemungkinan penyebab :  Kadar aspal rendah.  Pelapukan aspal.

 Penggunaan agregat kotor atau tidak baik.  Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.  Sistem drainase jelek.

 Merupakan kelanjutan daari kerusakan lain seperti retak dan pelepasan butir.

Level :

L = Kedalaman 0,5 – 1 inci (12,5 mm – 25,4 mm) M = Kedalaman 1 – 2 inci (25,4 mm – 50,8 mm) H = Kedalaman >2 inci (>50,8 mm)


(53)

Gambar 3.26 Deduct Value Lubang

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.27 Lubang (Pothole) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

n. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)

Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi antara rel dan perkerasan.

Kemungkinan penyebab :

 Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel.


(54)

Level :

L = Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm). M = Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm). H = Kedalaman >1 inch (>25 mm).

Gambar 3.28 Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Gambar 3.29 Deduct Value Rusak Perpotongan Rel Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

o. Alur (Rutting)

Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur. Kemungkinan penyebab :

 Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu lintas.

 Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.

 Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehingga terjadi deformasi plastis.


(55)

Level :

L = Kedalaman alur rata-rata

¼ - ½

in. (6 – 13 mm) M = Kedalaman alur rata-rata

½

- 1 in. (13 – 25,5 mm) H = Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)

Gambar 3.30 Deduct Value Alur

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.31 Alur (Rutting) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

p. Sungkur (Shoving)

Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat ketika menerima beban dari kendaraan.


(56)

Kemungkinan penyebab :

 Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.  Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai.  Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan.

 Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.  Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.

Level :

L = Sungkur hanya pada satu tempat. M = Sungkur pada beberapa tempat.

H = Sungkur sudah hampir seluruh permukaan pada area tertentu.

Gambar 3.32 Deduct Value Sungkur

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 3.33 Sungkur (Shoving) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983


(57)

q. Patah Slip (Slippage Cracking)

Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah bulan yang disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran lapisan perkerasan yang rendah dan jelek.

Kemungkinan penyebab :  Lapisan perekat kurang merata.  Penggunaan lapis perekat kurang.

 Penggunaan agregat halus terlalu banyak.  Lapis permukaan kurang padat.

Level :

L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm).

M = Lebar retak 3/8 – 1,5 inch (10 mm – 38 mm). H = Lebar retak >1,5 inch (>38 mm).

Gambar 3.34 Patah Slip (Slippage Cracking) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Gambar 3.35 Deduct Value Patah Slip


(58)

r. Mengembang Jembul (Swell)

Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang lapisan perkerasan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira panjangnya 10 kaki (10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas.

Level :

L = Perkerasan mengembang yang tidak selalu dapat terlihat oleh mata. M = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang kecil. H = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang besar.

Gambar 3.36 Mengembang Jembul (Swell) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Gambar 3.37 Deduct Value Mengembang Jembul Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994


(59)

s. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar.

Kemungkinan penyebab :

 Pelapukan material pengikat atau agregat.  Pemadatan yang kurang.

 Penggunaan material yang kotor.

 Penggunaan aspal yang kurang memadai.  Suhu pemadatan kurang.

Level :

L = Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat. M = Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas.

H = Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat lepas dengan membentuk lubang-lubang kecil.

Gambar 3.38 Deduct Value Pelepasan Butir


(60)

Gambar 3.39 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling) Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

D. Metode Perbaikan

Metode perbaikan Standar Dirjen Bina Marga tahun 1995: a) Metode Perbaikan P1

Jenis kerusakan:

Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan. Langkah penanganan:

 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi  Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki  Membersihkan daerah dengan air comperessor

 Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal >10 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan

 Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan(berat 1-2 ton) sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.

b) Metode Perbaikan P2 Jenis kerusakan:

 Kerusakan tepi bahu jalan beraspal  Retak buaya yang lebih kecil 2 mm  Retak garis lebar kurang dari 2 mm  Terkelupas

Langkah penanganan:

 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi  Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki


(61)

 Membersihkan daerah dengan air comperessor

 Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal 5 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan hingga rata.

 Melakukan pemadatan dengan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.

c) Metode Perbaikan P3 Jenis kerusakan:

Lokasi –lokasi retak satu arah dengan lebar retakan lebih keci 2 mm. Langkah penanganan:

 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi  Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki  Membersihkan daerah dengan air comperessor

 Menyemprotkan tack coat (0,2 lt/m2) didaerah yang akan diperbaiki.  Menebarkan dan mertakan campuran aspal beton diatas permukaan

yang terkena kerusakan hingga rata.

 Melakukan pemadatan ringan (1-2 ton) sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %. d) Metode Perbaikan P4

Jenis kerusakan:

Lokasi –lokasi retak satu arah dengan lebar retakan lebih besar 2 mm Langkah penanganan:

 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi  Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki  Membersihkan daerah dengan air comperessor

 Mengisi retajkan dengan aspal cut back 2lt/m2 menggunakan asphalt Sprayer

 Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal >10 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan.

 Melakukan pemadatan dengan baby roller minimal 3 lintasan. e) Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)


(1)

densitas pada grafik masing-masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high), selanjutnya pada titik potong tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat DV.

Contoh Deduct Value (DV) Pada STA 0+000 s/d 0+100

1. Alur

Gambar 5.1 Grafik Deduct Value Alur 2. Pelepasan Cekungan

Gambar 5.2 Grafik Deduct Value Cekungan 3. Pengausan Agregat

Gambar 5.3 Grafik Deduct Value Sungkur 4.Tambalan

Gambar 5.4 Grafik Deduct Value Tambalan d. Mencari Corrected Deduct Value

Untuk mendapatkan nilai CDV dengan yaitu dengan cara memasukkan nilai TDV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertikal pada nilai CDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah DV yang lebih dri 5. Misalkan untuk segmen Km.0+000 0+100 terdapat 4 deduct value, tetapi nilai deduct value yang lebih dari 5 hanya ada 3 maka q yang dipakai adalah q = 3 maka dari grafik CDV seperti pada Gambar 5.5 diperoleh nilai CDV = 49. Contoh perhitungan ditunjukkan pada Tabel 5.2

Tabel 5.2. Perhitungan Corrected Deduct Value

STA DEDUCT VALUE TOTAL Q CDV 0+000

s/d 0+100

34 22 18 3 77 3 49

Dari hasil Tabel Corrected Deduct Value

kemudian dimasukam ke Grafik Total Deduct Value (TDV) seperti pada Gambar 5.8


(2)

Gambar 5.8 Correct Deduct Value STA 0+100 s/d 0+200

Pada gambar diatas dapat di lihat nilai pengurang terkoreksi maksimum (CDV) pada STA 0+000 s/d 0+100 adalah 49.

2. Pembahasan Rekapitulasi Kondisi Jalan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan di atas, maka didapat nilai kondisi perkerasan 40 segmen yang yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : PCIs = 100 – CDV

Didapatkan hasil seperti pada Tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Perhitungan nilai PCI Tiap Segmen

NO STA CDV

MAX PCI TINGKATAN

1

0+000 S/D 0+100

49 51 FAIR

2

0+100 S/D 0+200

27 73 VERY GOOD

3

0+200 S/D 0+300

55 45 FAIR

4

0+300 S/D 0+400

30 70 GOOD

5

0+400 S/D 0+500

20 80 VERY GOOD

6

0+500 S/D 0+600

75 25 VERY POOR

7

0+600 S/D 0+700

51 49 FAIR

8

0+700 S/D 0+800

51 49 FAIR

9

0+800 S/D 0+900

56 44 FAIR

10

0+900 S/D 1+000

54 46 FAIR

11

1+000 S/D 1+100

52 48 FAIR

12

1+100 S/D 1+200

41 59 GOOD

13

1+200 S/D 1+300

50 50 FAIR

14

1+300 S/D 1+400

0 100 EXCELLENT

15

1+400 S/D 1+500

0 100 EXCELLENT

16

1+500 S/D 1+600

80 20 VERY POOR

17

1+600 S/D 1+700

40 60 GOOD

18

1+700 S/D 1+800

10 90 EXCELLENT

19

1+800 S/D 1+900

28 72 VERY GOOD

20

1+900 S/D 2+000

26 74 VERY GOOD

21

2+000 S/D 2+100

71 29 POOR

22

2+100 S/D 2+200

0 100 EXCELLENT

23

2+200 S/D 2+300

12 88 EXCELLENT

24

2+300 S/D 2+400

40 60 GOOD

25

2+400 S/D 2+500

55 45 FAIR

26

2+500 S/D 2+600

0 100 EXCELLENT

27

2+600 S/D 2+700

0 100 EXCELLENT

28

2+700 S/D 2+800

9 91 EXCELLENT

29

2+800 S/D 2+900

31 68 GOOD

30

2+900 S/D 3+000

22 73 VERY GOOD

31

3+000 S/D 3+100

40 54 FAIR

32

3+100 S/D 3+200

76 24 VERY POOR

33

3+200 S/D 3+300


(3)

34

3+300 S/D 3+400

30 70 GOOD

35

3+400 S/D 3+500

23 77 VERY GOOD

36

3+500 S/D 3+600

25 75 VERY GOOD

37

3+600 S/D 3+700

26 74 VERY GOOD

38

3+700 S/D 3+800

- 100 EXCELLENT

39

3+800 S/D 3+900

24 76 VERY GOOD

40

3+900 S/D 4+000

32 68 GOOD

∑ 1357 2643

65.85 GOOD

Dengan rata – rata nilai PCI pada Ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul yang dihitung menggunakan rumus dibawah ini.

=

segmen jumlah

PCI

=

40 2643

= 65,85 %

Maka dapat ditarik kesimpulan Nilai Perkerasan yang ada di Ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul adalah baik (GOOD) dengan nilai perkerasan terendah terjadi pada STA 0+500 S/D 0+600, STA 1+500 S/D 1+600 dan STA 3+100 S/D 3+200 dengan klasifikasi sangat jelek (very poor).

3. Klasifikasi Kualitas Perkerasan

Dari nilai PCI masing- masing segmen penelitian dapat diketahui kualitas rata-rata lapis perkerasan ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul adalah 65,85 % berdasarkan klasifikasi yang ada yaitu sempurna (Excellent), sangat baik (Very Good) , baik (Good) , Sedang (Fair) , jelek (Poor) dan gagal (Failed) kualitas ruas jalan Argodadi, Sedayu,

Bantul berada pada level baik (Good) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.6

Gambar 5.6 Kualifikasi Kualitas Perkerasan Menurut Nilai PCI.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka terdapat bebarapa hal yang dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) rata rata ruas jalan Argodadi, Sedayu, adalah 65,85 % yang termasuk dalam kategori baik (Good).

2. Nilai PCI terendah terdapat pada STA 2+000 S/D 2+100 dengan klasifikasi jelek (poor), STA 0+500 S/D 0+600, STA 1+500 S/D 1+600, dan STA 3+100 S/D 3+200 dengan klasifikasi sangat jelek (very poor).

3. Jenis-jenis dan Persentase kerusakan pada ruas jalan Argodadi, Sedayu, Bantul adalah sebagai berikut :

Tabel 6.1 Persentase Kerusakan Jalan

No Jenis Kerusakan

Persentase Kerusakan

(%) 1 Retak Kulit Buaya 0.246 2 Retak Kotak-Kotak 0.021

3 Cekungan 0.184

4 Retak Samping Jalan 0.687 5 Pinggir Jalan Turun 0.654


(4)

Vertikal

6 Retak

Memanjang/Melintang 1.654

7 Tambalan 0.533

8 Pengausan Agregat 1.667

9 Lubang 0.042

10 Alur 2.771

11 Sungkur 0.179

12 Pelepasan Butir 0.250 4. Metode Perwatan dan Perbaikan

a. Metode Perawatan dan Perbaikan Kerusakan Fungsional digunakan metode Perbaikan P2 dan P5 yang telah ditetapkan pada Manual Pemeliharaan jalan.

b. Pelapisan Ulang

Lapisan ulang pada perkerasan jalan dilakukan untuk satu atau lebih alasan berikut :

1) Untuk menambah kekuatan pada konstruksi dan memperpanjang umur pelayanan.

2) Untuk membetulkan atau memperbaiki bentuk permukaan dan memperbaiki kualitas perlintasan dan drainase air permukaan.

3) Untuk memperbaiki ketahanan luncur pelapisan lama yang terkikis oleh beban kendaraan. 4) Untuk memperbaiki penampilan

atau estetika dari lapis permukaan yang lama.

5. Korelasi atau hubungan antara Metode PCI (Pavement Condition Index) dengan Persentase kerusakan dapat disimpulkan sebagai berikut : a. PCI (Pavement Condition Index)

menggunakan 3 faktor yaitu : tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan dan jumlah atau kerapatan kerusakan.

b. Persentase kerusakan tidak menggambarkan tingkat keparahan kerusakan tetapi hanya jumlah rata-rata kerusakan jalan.

6. Metode PCI (Pavement Condition Index) hanya memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saat survey dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa yang akan datang dan perhitungan nilai PCI sangat berpengaruh terhadap 3 faktor yang disebutkan diatas.

7. Metode PCI (Pavement Condition Index) tidak dapat dikorelasikan hanya dengan tingkat kerusakan saja.

2. Saran

Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang ada maka dapat disampaikan beberapa saran untuk segala aspek yang berhubungan dengan Ruas Jalan Argodadi, Sedayu, Bantul antara lain sebagai berikut :

1. Perlu segera dilakukan penanganan kerusakan jalan untuk mengurangi tingkat kecelakaan dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan. Selain itu agar kerusakan yang telah terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah ,sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih tinggi.

2. Melakukan survey kondisi perkerasan secara periodik sehingga informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa yang akan datang, selain juga dapat digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.

3. Disarankan kepada instansi terkait untuk mengadakan program pemeliharaan/preservasi untuk lokasi dan memperbaiki segmen-segmen yang sudah parah dan supaya tidak membayakan untuk penguna jalan. 4. Perlu dilakukan pemeliharaan rutin

yang sebaiknya tindakan pernbaikan harus dilakukan minimal 1 kali dalam setahun 1.

5. Inventarisasi data yang lebih baik bagi pihak-pihak terkait, apabila


(5)

sewaktu-waktu data tersebut dibutuhkan dapat segera di pergunakan tanpa membutuhkan banyak waktu untuk mencarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agus.,Surwandi.,2008.“Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode

Pavement Condition Index,

(Studi Kasus : Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta ).

Amin., Khairi.,2009.”Evaluasi Jenis Dan Tingkat Kerusakan Dengan Metode Pavement Condition Imdex, (Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta, Dumai 05+000-10+000).

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. (1995)

Tata Cara Penyusunan Program

Pemeliharaan Jalan Kota,

Nomor : 002/T/Bt/1995

Hardiyatmo H.C., 2007, Pemeliharaan

Jalan Raya, Gajah Mada

University Press,`Yogyakarta. Kusumaningrum, S., Sartono, W., dan

Hardiyatmo, H. C. (2009). Sistem

Penilaian Perkerasan Jalan

dengan Pavement Condition

Index (PCI) dan Asphalt Institute (Studi Kasus Ruas Jalan Arteri Pantura Semarang), Prosiding Civeng Edisi XXVII, Vol. VI, hal 496-506. Yogyakarta: Pasca Sarjana UGM.

Departemen Pekerjaan Umum., 1983,

Tata Cara Perencanaan

Geometrik Jalan Kota No.

03/MN/B/1983, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Jakarta, Indonesia.

Presiden Republik Indonesia, 2009,

Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Nusa Media, Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, 2004,

Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Nusa Media, Jakarta.

Shahin, M. Y., 1994, Pavement Management for Airpor, Road, and Parking Lots,

Chapman & Hall, New York. Sukirman, S., 1999, Perkerasan Lentur

Jalan Raya, Badan Penerbit Nova, Bandung.

Suswandi, A., Sartono, W., dan Hardiyatmo, H. C. (2008).

Evaluasi Tingkat Kerusakan

Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) untuk

Menunjang Pengambilan

Keputusan (Studi Kasus: Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta), Majalah Forum Teknik Sipil No. XVIII/3-September 2008.

Suwardo dan Sugiharto, 2004, Tingkat

Kerataan Jalan Berdasarkan

Alat Rolling Straight Edge Untuk Mengestimasi Pelayanan Jalan, Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.


(6)

Dokumen yang terkait

Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (PCI)

0 10 1

Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (PCI)

3 20 62

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (Studi Kasus : Ruas Jalan Siluk Panggang, Imogiri Barat, Bantul Yogyakarta)

17 75 165

ANALISIS KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (Studi Kasus : Ruas Jalan Goa Selarong, Guwosari, Bantul Yogyakarta)

2 12 153

ANALISIS KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (Studi Kasus : Jalan Imogiri Timur,Bantul, Yogyakarta)

12 38 178

RANCANG BANGUN SOFTWARE APLIKASI PCI(PAVEMENT Rancang Bangun Software Aplikasi PCI (Pavement Condition Index) Untuk Evaluasi Kondisi Jalan.

0 2 14

RANCANG BANGUN SOFTWARE APLIKASI PCI (PAVEMENT Rancang Bangun Software Aplikasi PCI (Pavement Condition Index) Untuk Evaluasi Kondisi Jalan.

0 5 16

Tingkat Kerusakan Jalan Menggunakan Metode Pavement Condition Index dan Metode Present Serviceability.

5 21 19

Analisa kerusakan Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI),Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Veteran Sukoharjo.

0 1 4

TUGAS AKHIR - Evaluasi Tingkat dan Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menggunakan Metode PCI (Pavement Condition Index) Pada Ruas Jalan Jatilawang – Rawalo - repository perpustakaan

0 0 19