BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PENGGUNAAN INSTRUMEN
CIVIL FORFEITURE DALAM PERAMPASAN ASET MILIK
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A.
Kelebihan dan Kelemahan Instrumen Civil Forfeiture dalam Merampas Aset Milik Pelaku Tindak Pidana Korupsi
3.
Kelebihan Civil Forfeiture
Civil forfeiture dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk menyita dan
mengambilalih aset hasil dari tindak pidana korupsi di Indonesia. Setidak-tidaknya ada beberapa kegunaan civil forfeiture untuk membantu para aparat hukum dalam
proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Beberapa kelebihan dari instrumen civil forfeiture diuraikan sebagai berikut:
Civil forfeiture tidak berhubungan dengan sebuah tindak pidana sehingga
penyitaan dapat lebih cepat dimintakan kepada pengadilan daripada criminal forfeiture
. Berbeda dengan penyitaan dalam proses pidana yang mengharuskan adanya seorang tersangka atau putusan bersalah, penyitaan civil forfeiture dapat
dilakukan dengan secepat mungkin begitu pemerintah menduga adanya hubungan antara sebuah aset dengan tindak pidana, maka langsung dapat dimintakan kepada
pengadilan untuk dilakukan perampasan. Kecepatan melakukan penyitaan adalah suatu hal yang esensial dalam kerangka StAR sebagaimana telah dibahas di bab
sebelumnya, seringkali para koruptor memindahkan asetnya ke luar negeri untuk mempersulit aparat penegak hukum Indonesia dalam menyita dan mengambailnya
108
Universitas Sumatera Utara
begitu ada indikasi bahwa dirinya akan diperiksa dalam keterlibatan sebuah tindak pidana.
Civil forfeiture menggunakan standar pembuktian perdata khusus bukan
berdasarkan perdata biasa yang ada dalam KUH Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-
unsur: Ada suatu perbuatan; Perbuatan itu melawan hukum; Ada kesalahan dari pelaku; Ada kerugian korban; dan Ada hubungan kausal antara perbuatan dan
kerugian.
186
Civil forfeiture tidak perlu harus membuktiakn lebih dahulu adanya
186
Kurtanto Purnama., “Teori Perbuatan Melawan Hukum Secara Perdata”. Artikel di Progresif Jaya Suara Kita Bersatu
, Jakarta, tanggal 21 Mei 2006, hal. 1-3. Menurut Kurtanto Purnomo, melalui perdata biasa harus dibuktikan dahulu Perbuatan Melawan Hukum dalam konsep
perdata onrechmatige daad Perbuatan melawan hukum dimaksud adalah fokus kepada perbuatan melawan hukum menurut hukum perdata. Ada diatur dalam beberapa pasal dalam KUH Perdata
Indonesia hal demikian terjadi juga di negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental seperti di Indonesia, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa gugatan perdata yang ada di
pengadilan di Indonesia didominasi oleh gugatan perbuatan melawan hukum, di samping gugatan atau tuntutan tentang wanprestasi. Karena itu, dapat dipahami betapa pentingnya untuk diketahui apa arti
secara teori-teori yuridis tentang perbuatan melawan hukum tersebut dan praktek perbuatan melawan hukum itu yang terjadi di pengadilan khususnya. Perbuatan melawan hukum di sini, dimaksudkan
adalah sebagai perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum secara pidana delik atau yang disebut dengan istilah “perbuatan pidana” mempunyai
arti konotasi dan pengaturan hukum yang berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara hukum perdata. Demikian juga dengan perbuatan melawan hukum oleh penguasa negara atau
yang disebut dengan onrechmatige overheidsdaad oleh penguasa juga memiliki arti konotasi serta pengaturan hukum yang berbeda pula. Dalam bahasa Belanda, perbuatan melawan hukum dalam
hukum perdata disebut onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggeris disebut tort. Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti “salah wrong”. Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu
sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Jadi, serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum
disebut onrechmatige daad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya. Kata “tort” berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Perancis, seperti kata
“wrong” berasal dari kata Perancis yaitu “wrung” yang berarti kesalahan atau kerugian injury. Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistein hukum yang kemudian dikenal dengan
perbuatan melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum
cuique tribuere
, artinya semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya. Semula, banyak pihak meragukan, apakah perbuatan melawan hukum
memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang sampah, yakni merupakan kumpulan pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan Melawan Hukum, melainkan langsung dilakukan perampasan terhadap aset apabila ada dugaan kuat bahwa aset tersebut berkaitan dengan tindak pidana.
Sehingga dapat mempermudah upaya perampasan aset di Indonesia karena standar pembuktian perdata relatif lebih ringan untuk dipenuhi daripada standar pembuktian
pidana. Apalagi instrumen civil forfeiture ini mengadopsi sistem pembuktian terbalik sehingga dapat meringankan beban pemerintah untuk melakukan pembuktian
terhadap gugatan yang diajukan. Civil forfeiture
menggunakan sistem pembuktian terbalik dimana si pemilik dari aset yang dituntut harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau tidak
tahu kalau aset yang dituntut adalah hasil yang berkaitan dengan sebuah tindak pidana. Hal ini tentunya sedikit berbeda dengan gugatan perdata umumnya yang
mengharuskan si penuntut untuk membuktikan adanya sebuah Perbuatan Melawan Hukum dan harus membuktikan kerugian keuangan negara.
Pembuktian si pemilik aset dalam civil forfeiture hanya berkaitan dengan hubungan antara sebuah tindak pidana dan aset yang dituntut atau dengan kata lain
pemilik hanya perlu membuktikan bahwa “aset tersebut tidak bersalah”. Jika si pemilik tidak dapat membuktikan bahwa “aset tersebut tidak bersalah” maka aset
tersebut dirampas untuk negara. Sehingga dalam civil forfeiture si pemilik aset tidak
satu bidang hukum yang sudah ada, yang berkenaan dengan kesalahan dalam bidang hukum perdata. Baru pada pertengahan abad XIX perbuatan melawan hukum mulai diperhitungkan sebagai suatu
bidang hukum tersendiri, baik di negara-negara Eropa Kontinental, misalnya di Belanda dengan istilah onrechmatige daad
, ataupun di negara-negara Anglo Saxon, yang dikenal dengan istilah tort. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum
adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Universitas Sumatera Utara
harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau tidak terlibat dalam sebuah tindak pidana. Hubungan antara tindak pidana yang diduga dan keterlibatan si
pemilik dengan tindak pidana tersebut tidak relevan dalam persidangan dan hanya hubungan antara si pemilik dan aset yang dituntutlah yang menjadi fokus dari
persidangan. Civil forfeiture
merupakan proses gugatan terhadap aset in rem. Berarti civil forfeiture
ini hanya berurusan dengan aset yang diduga berasal, dipakai atau mempunyai hubungan dengan sebuah tindak pidana. Pelaku tindak pidana itu sendiri
tidaklah relevan di sini sehingga kaburnya, hilangnya, meninggalnya seorang koruptor atau bahkan adanya putusan bebas untuk koruptor tersebut tidaklah menjadi
permasalahan dalam civil forfeiture.
187
Persidangan dapat terus berlanjut dan tidak terganggu dengan kondisi atau status dari koruptor. Seringnya para koruptor
melarikan diri atau sakit dalam proses persidangan tindak pidana korupsi di Indonesia, civil forfeiture merupakan suatu alternatif yang sangat menguntungkan
proses pengembalian aset para koruptor. Civil forfeiture
sangat berguna bagi kasus-kasus dimana penuntutan secara pidana mendapat halangan atau tidak memungkinkan untuk dilakukan. Seringkali
pemerintah menghadapi perkara korupsi berhubungan erat dengan politik sehingga aparat penegak hukum menghadapi kesulitan dalam mengadilinya. Civil forfeiture
sangat menguntungkan karena political dan social cost dapat dikesampingkan oleh
187
Lihat casella, The Case for Civil Forfeiture: Why In Rem Proceddings are an Essential Tool for Recovering the Proceeds of Crime, op.cit, hal 2-5.
Universitas Sumatera Utara
aparat penegak hukum dalam merampas aset pelaku sehingga sebuah tuntutan pidananya dapat diminimalisir.
188
Ada kalanya sebuah aset yang berkaitan dengan sebuah tindak pidana tidak diketahui pemiliknya atau pelakunya. Civil forfeiture memiliki kelebihan dalam
kondisi ini, karena yang digugat adalah asetnya bukan pemiliknya. Jika menggunakan rejim pidana aset tidak bertuan sulit untuk diambil, karena pada penyitaan dalam
hukum pidana berkaitan dengan pelaku dari tindak pidana. Sehingga apabila dalam kurun waktu tertentu setelah dilakukannya penyitaan tidak ada pihak lain yang
berkeberatan, negara langsung dapat merampas aset yang tidak bertuan tersebut. Civil forfeiture
adalah gugatan terhadap aset in rem sedangkan criminal forfeiture
adalah gugatan terhadap orang in personam. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan dalam pembuktian di pengadilan. Criminal forfeiture, penuntut umumnya
harus membuktikan terpenuhinya unsur-unsur dalam sebuah tindak pidana seperti kesalahan personal culpability dan mens rea dari seorang terdakwa sebelum dapat
menyita aset dari terdakwa. Civil forfeiture
tidak mengharuskan penuntut untuk membuktikan unsur-unsur dan kesalahan dari orang yang melakukan tindak pidana personal culpability.
Penuntut cukup membuktikan adanya probable cause atau adanya dugaan bahwa aset yang digugat mempunyai hubungan dengan sebuah tindak pidana. Penuntut cukup
membuktikan dengan standar preponderance of evidence pembuktian formil bahwa
188
Adnan Topan Husodo, Catatan Kritis Atas Usaha Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legislasi, Vol. 7, No.4, Desember 2010, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
sebuah tindak pidana telah terjadi dan suatu aset telah dihasilkan, digunakan atau terlibat dengan tindak pidana. Pemilik dari aset tersebut kemudian harus
membuktikan dengan standar yang sama bahwa aset yang digugat tidak merupakan hasil, digunakan atau berkaitan dengan tindak pidana yang dituntut.
189
Civil forfeiture dapat merampas seluruh aset hasil tindak pidana korupsi dari
pelaku termasuk aset pihak ketiga, keluarganya, yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut. Bahkan civil forfeiture dapat memiskinkan pelaku sampai pada benar-benar
tidak memiliki harta benda. Salah satu pertimbangannya adalah mengedepankan keadilan sosial bahwa aset yang dirugikan itu merupakan hak dari masyarakat dan
harus dikembalikan.
4. Kelemahan Civil Forfeiture
Civil forfeiture bukan berarti tidak memiliki kelemahan. Perlu pengkajian dari
berbagai aspek termasuk mempersiapkan keahlian bagi elemen-elemen terkait dengan perampasan aset, sebab dalam mengimplentasikan civil forfeiture dibutuhkan suatu
keahlian tersendiri untuk membuat gugatan civil forfeiture terutama dalam mengindentifikasi aset yang akan digugat dan mencari alat bukti untuk membuktikan
adanya sebuah dugaan bahwa aset tersebut mempunyai hubungan terhadap tindak pidana. Selain itu, agar instrumen civil forfeiture ini dapat berjalan efektif, perlu
adanya sebuah kerja sama, baik sesama aparat penegak hukum maupun institusi dalam negeri dan negara-negara lain melalui Mutual Legal Assistance MLA
terutama untuk mengambil aset-aset yang ada di luar negeri.
189
Ibid., hal. 20.
Universitas Sumatera Utara