Kerangka Teori Perampasan Asset Milik Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Rezim Civil Forfeiture

Beasiswa Supersemar” yang membahas mengenai gugatan perdata biasa terhadap ahli waris HM Soeharto atas korupsi pada Yayasan Supersemar. Tesis atas nama Irdanul Achyar NIM: 067005071 judul “Analisis Pengimplementasian Rezim Civil Forfeiture Dalam Pemberantasan Money Laundering” yang membahas mengenai penggunaan civil forfeiture dalam tindak pidana pencucian uang. Tesis atas nama Firmawan Sitorus NIM: 087005011 judul “Kewenangan Kejaksaan Sebagai Jaksa Pengacara Negara Dalam Pengambilan Aset Hasil Korupsi” yang membahas kewenangan Jaksa Pengacara Negara dalam merampas aset tindak pidana korupsi masih menggunakan gugatan perdata biasa. Pembahasan pada judul Tesis di atas, berbeda dengan pembahasan di dalam Tesis ini dimana yang dibahas adalah perampasan aset milik pelaku tindak pidana korupsi melalui instrumen civil forfeiture dan dibahas mengenai kelebihan dan kelemahan penggunaan instrumen civil forfeiture. Oleh karena itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dapat dinyatakan masih asli dan jauh dari unsur plagiat terhadap karya tulis pihak lain.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

The United Nations Office on Drugs and Crime dan World Bank secara resmi meluncurkan suatu inisiatif pemulihan aset yang dicuri atau disebut juga dengan Stolen Asset Recovery StAR pada bulan September 2007 yang mempunyai tujuan utama untuk memberikan technical dan financial assistance dalam memperkuat Universitas Sumatera Utara kapasitas institusional lembaga-lembaga nasional dari negara-negara berkembang agar dapat mengambil kembali asset-assetnya yang telah dicuri. 37 Perampasan aset berdasarkan civil forfeiture, salah satu upaya hukum yang dapat diterapkan inisiatif pemulihan aset yang dicuri atau Stolen Asset Recovery StAR, mengoptimalkan Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance MLA sebab MLA bagaikan napas dari upaya pengembalian aset-aset yang telah dicuri oleh para koruptor berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan negara diminta. 38 Pelaku tindak pidana korupsi terhadap keuangan suatu negara, harus diupayakan pemberantasan dan penanggulangannya melalui kebijakan-kebijakan pidana dan pemidanaan. Barda Nawawi Arief, mengatakan, “pedoman pemidanaan dimaksudkan sebagai jembatan untuk menginformasikan prinsip-prinsip atau ide- 37 Bismar Nasution, “Stolen Asset Recovery Initiative dari Perspektif Hukum Ekonomi di Indonesia”, Op. cit., hal. 1. Peluncuran StAR secara khusus mempunyai lima tujuan. Pertama, m embantu membangun kapasitas untuk merespon dan mengajukan permohonan untuk international mutual legal assistance . Kedua, membantu untuk diadopsinya dan diberlakukannya aturan mengenai penyitaan, termasuk undang-undang mengenai penyitaan tanpa hukuman atau kesalahan. Ketiga, m embantu peningkatan transparansi dan akuntabilitas sistem manajemen keuangan publik. Keempat, m embantu membentuk dan memperkuat lembaga anti korupsi nasional. Kelima, membantu mengawasi dana yang dikembalikan monitoring apabila diminta oleh negara terkait. Inisiatif StAR bertujuan untuk menjawab masing-masing dari ketiga unsur kunci di atas bahwa pencurian aset disebabkan oleh kurangnya transparansi dan akuntabilitas di negara-negara berkembang yang terkena dampak. StAR menekankan pentingnya penguatan lembaga akuntabilitas dalam mengembangkan negara-unsur utama tata kelola Bank Dunia dan strategi anti korupsi. 38 Bismar Nasution, “Stolen Asset Recovery Initiative dari Perspektif Hukum Ekonomi di Indonesia”, Op. cit., hal 3-4. Pentingnya mengoptimalkan MLA dalam memulihkan dan merampas aset hasil korupsi yang dicuri pelaku tindak pidana, karena pelaku tindak pidana korupsi tidak hanya menjadi persoalan nasional bahkan sudah menjadi masalah internasional. Sebab, pelaku tindak pidana korupsi di samping memanfaatkan hasil korupsinya secara langsung, bisa juga dilakukan penyimpanan melalui bank bahkan transfer antar bank berskala internasional. Hal ini tentu dapat mempersulit aparat penegak hukum untuk melacak aset-aset hasil tindak pidana korupsi apabila tidak disertai dengan adanya MLA dengan negara-negara lain. Universitas Sumatera Utara ide yang melatar belakangi disusunnya konsep antara lain ide untuk mengefektifkan penggabungan jenis sanksi yang lebih bersifat pidana dengan jenis sanksi yang bersifat tindakan”. 39 Pernyataan Barda di atas, dipertegas Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti yang mengatakan: Pentingnya menginformasikan secara sistematis mengenai prinsip-prinsip atau ide-ide dasar “sistim dua jalur” atau double track system. Menetapkan jenis sanksi, tidak hanya meliputi sanksi pidana tetapi sanksi tindakan. Penekanan kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan dalam kerangka double track system , sesungguhnya terkait bahwa unsur pencelaan lewat sanksi pidana dan unsur pembinaan melalui sanksi tindakan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. 40 Hukum pidana mengenal adanya sanksi pidana straf dan tindakan maatregel. 41 Bagian dari pemidanaan adalah penerapan sanksi pidana straf bukan tindakan maatregel, akan tetapi menurut Jan Remmelink, terkadang penerapan tindakan maatregel dalam praktiknya sering jga menimbulkan penderitaan terhadap pelaku. 42 Salah satu tujuan pemidanaan adalah untuk menjadikan efek jera pelaku tindak pidana. Pemidanaan dimaksud dalam hal ini adalah penerapan sanksi pidana straf terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Penerapan sanksi pidana dalam pemidanaan merupakan suatu penghukuman bagi pelaku agar menjadikan efek jera terhadap pelaku. Pandangan Jan Remmelink dalam penerapan sanksi pidana lebih 39 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru , Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 119. 40 Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi , Jakarta: Sofmedia, 2010, hal. 91 dan hal 92. Sanksi tindakan lebih menekankan kepada nilai-nilai kemanusiaan dalam reformasi dan pendidikan kembali pelaku kejahatan sedangkan sanksi pidana lebih menekankan stelsel sanksi dalam hukum pidanayang menyangkut pembuat undang- undang. 41 Muhammad Eka Putra dan Abul Khair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP Dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru , Medan: USU Press, 2010, hal. 7. 42 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 458. Universitas Sumatera Utara menitikberatkan kepada perbuatan pembalasan atau penderitaan yang dijatuhkan kepada penguasa terhadap seseorang yang melanggar pidana. 43 Tujuan pemidanaan dalam penerapan sanksi pidana selama ini selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan sanksi pidana tidak mengurangi terjadinya kejahatan, justru menambah kejahatan. 44 Dengan demikian, muncul teori-teori pemidanaan yang menekankan kepada tindakan maatregel. Teori pemidanaan dikenal dalam hukum pidana yaitu teori retributif absolut, teori relatif teori tujuan, teori gabungan, teori pengobatan treatment, teori tertib sosial social defence , dan teori restoratif restorative. Teori retributif absolute menekankan pembalasan karena pelaku kejahatan dianggap layak menerima sanksi pidana atas kejahatan yang dilakukannya. Teori retributif absolute dalam perkembangan kemudian menimbulkan masalah sebab semakin diberikan sanksi pidana, kejahatan justru meningkat. Muncul teori yang menedepankan apa sebenarnya tujuan atau apa sebenarnya yang dicari dalam pemberian sanksi pidana. Teori semacam ini disebut teori relatif teori tujuan. Teori relatif ini muncul sebagi protes terhadap teori retributif absolute. Teori relatif berorientasi pada upaya pencegahan terjadinya tindak pidana. Orientasi teori relatif mengedepankan tujuan mencegah, menimbulkan rasa takut, dan memperbaiki yang salah. 45 43 Ibid. 44 Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi , Op. cit., hal. 93. 45 Ibid., hal. 95-97. Universitas Sumatera Utara Teori pengobatan treatment memandang bahwa pemidanaan sangat pantas pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Pemidanaan dimaksud adalah untuk memberi tindakan perawatan atau pengobatan treatment kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Alasannya adalah didasarkan kepada alasan bahwa pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga dibutuhkan tindakan perawatan atau pengobatan. 46 Teori tertib sosial social defence terbadi dua yaitu aliran radikal dan aliran moderat. Aliran radikal memandang ”hukum perlindungan sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang”. Aliran ini masih mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Aliran moderat memandang bahwa setiap masyarakat mensyaratkan tertib sosial dalam seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama, tetapi sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielekkan dalam suatu sistim hukum. 47 Teori restoratif restorative memandang adanya perlindungan secara berimbang terhadap hak-hak dan kepentingan pelaku dan korban tindak pidana, masyarakat dan negara, sehingga dewasa ini dikenal dengan adanya peradilan restoratif sebagai konsep peradilan yang menghasilkan keadilan restoratif. Keadilan restoratif merupakan produk peradilan yang berorientasi pada upaya untuk melakukan 46 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan , Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 79. 47 Ibid., hal. 88-89. Universitas Sumatera Utara perbaikan-perbaikan atau pemulihan dampak-dampak kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang merupakan tindak pidana. Konstruksi pemikiran peradilan restoratif dan keadilan restoratif yang dihasilkannya, perlindungan hak-hak dan kepentingan korban tindak pidana tidak semata-mata berupa perlakuan yang menghargai hak-hak asasi para korban tindak pidana dalam mekanisme sistem peradilan pidana, melainkan juga mencakup upaya sistematis untuk memperbaiki dan memulihkan dampak kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku tindak pidana baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat emosional. 48 Lilik Mulyadi mengatakan, implementasi dari teori restoratif salah satunya adalah pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi berupa tindakan hukum pidana, gugatan perdata berupa perampasan in rem yaitu tindakan negara mengambil alih aset melalui putusan pengadilan dalam perkara perdata berdasarkan bukti-bukti yang lebih kuat bahwa aset tersebut diduga berasal dari tindak pidana atau digunakan untuk tindak pidana maupun kerja sama internasional dalam bantuan timbal balik masalah pidana mutual assistance in criminal matters antara negara korban korupsi atau negara asal country of origin dan negara penyimpan aset korupsi atau negara ketempatan custodial state. 49 48 Howard Zehr, The Little Book of Restorative Justice, Pennsylvania: Intercourse, 2002, hal. 18. 49 Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Pasca Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003 , Bandung: Alumni, 2008, hal. 7. Universitas Sumatera Utara Pandangan dalam teori restoratif adalah memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. J. Andeneses mengatakan teori ini dapat juga disebut sebagai teori perlindungan masyarakat the theori of social defence. 50 Berdasarkan pandangan J. Andeneses di atas, mengarahkan pemikiran bahwa selain teori restoratif yang dapat dijadikan dasar dalam pengembalian dan pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi, teori perlindungan masyarakat the theori of social defence atau teori tertib sosial dapat juga sebagai landasan dalam perampasan aset korupsi. Sedangkan teori retributif absolut, teori relatif teori tujuan, teori gabungan, teori pengobatan treatment sebagaimana telah dijelaskan di atas, tidak cocok digunakan dalam pembahasan perampasan aset korupsi. Justifikasi teoretis perampasan aset secara filosofis, argumentasinya adalah pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi dapat terdiri dari benda tetap maupun benda bergerak atau dapat pula berupa uang hasil korupsi baik yang berada di dalam negeri Indonesia maupun di luar negeri. Aset tersebut hakikatnya merupakan uang negara in casu adalah berasal dari dana masyarakat. StAR pada negara-negara berkembang mengalami hambatan karena tidak adanya regulasi yang mengatur perampasan harta benda tanpa melalui proses peradilan pidana non conviction base sehingga diperlukan adanya pengaturan non conviction base stolen asset recovery 50 J. Andeneses, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Pidana dan Pemidanaan, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1984, hal. 14. Universitas Sumatera Utara yang mengatur mekanisme hukum tentang pembekuan freezing, perampasan seizure dan penyitaan confiscation harta benda tanpa perlu dibuktikan keterlibatan dalam perkara pidana dimana proses ini dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi Indonesia Tahun 2008 dikenal tindakan berupa penelusuran, penggeledahan, pemblokiran, penyitaan dan perampasan yang berupa perampasan in rem dan perampasan pidana. Logikanya dengan pelaku melakukan pengembalian aset diharapkan akan berdampak langsung untuk memulihkan keuangan negara atau perekonomian negara yang akhirnya bermuara kepada kesejahteraan dan keadilan masyarakat. 51 Pemikiran di atas digunakan untuk mewujudkan tujuan hukum yakni keadilan, 52 walaupun keadilan itu bukan satu-satunya yang digunakan untuk mewujudkan tujuan hukum. Karena dalam suatu negara hukum modern, tujuan hukum adalah untuk mewujudkan kesejahteraan welfare state. 53 Apabila terjadi tindakan yang tidak adil unfair prejudice di dalam kehidupan, maka sektor hukumlah yang sangat berperan untuk menemukan kembali keadilan yang telah hilang the lost justice inilah yang disebut Aristoteles sebagai keadilan korektif. 54 51 Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Pasca Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003, Loc. cit., Dimensi ini relatif dan identik dengan perspektif hukum adat dimana dengan dilakukan pemenuhan kewajiban adat maka diharapkan adanya kesimbangan pada komunitas masyarakat adat yang bersangkutan sehingga telah terjadi kesimbangan antara alam kosmis dan makrokosmis atau antara alam kala dengan alam niskala. 52 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ikhtiar Baru, 1975, hal. 20. 53 Mochtar Kusumaatmadja., Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Loc. cit . 54 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, hal. 92. Universitas Sumatera Utara Keadilan yang hilang mesti dikembalikan oleh hukum. Keadilan akan diperoleh jika dilakukan maksimum penggunaan barang secara merata dengan memperhatikan kepribadian masing-masing justice fairnes. Prinsip keadilan dirincinya dalam bentuk pemenuhan hak yang sama terhadap dasar aqual liberties; dan pengaturan perbedaan ekonomi dan sosial sehingga akan terjadi kondisi yang tertib. 55 Ketertiban adalah tujuan hukum dimana perdamaian manusia lah yang dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya. 56 Hukum nasional dibuat selain untuk mencapai keadilan dan ketertiban, juga sebagai sarana pembaharuan kehidupan masyarakat, agar perubahan pembangunan itu dilakukan dengan teratur dan tertib. 57

2. Landasan Konsepsional