B. Perampasan  Aset  Milik  Pelaku  Tindak  Pidana  Korupsi  dengan
Mengupayakan Mutual Legal Assistance MLA
Penanganan suatu tindak pidana tidak dengan serta merta dapat diatasi dengan sendirinya  tanpa  bantuan  pihak  lain.  Polisi,  Jaksa,  dan  KPK  tidak  akan  mampu
bekerja secara sendiri-sendiri dalam menegakkan hukum terkait dengan hal terjadinya suatu  tindak  pidana.  Bahkan  di  dalam  struktur  hukum  sendiri  pun  yang  ada  dalam
suatu negara tertentu, penegakan hukum itu mustahil dapat dilakukan. Sebab, struktur hukum,  budaya  hukum,  dan  substansi  hukum  harus  berada  dalam  satu  sistim  yang
bekerja dengan baik.
140
Tindak  pidana  tidak  saja  dilakukan  pelaku  dalam  suatu  negara  tertentu, melainkan telah melewati batas-batas negara. Hal ini disebabkan oleh era globalisasi
berbagai  aspek  kehidupan,  sehingga  batas-batas  lintas  negara  tersebut  hampir  tidak dapat  diatasi  walapun  negara  tertentu  memiliki  kedaulatan  berdasarkan  yurisdiksi
yang diakui oleh PBB. Oleh sebab itu, penanganan suatu tindak pidana dalam konteks lintas  negara  atau  lintas  batas  tersebut  dapat  dilakukan  melalui  kerja  sama  yang
bersifat internasional misalnya bilateral, regional, dan multilateral. Kerja sama dilakukan dalam hal-hal tertentu misalnya dalam hal penanganan
tindak  pidana  korupsi  khususnya  untuk  merampas  aset  pelaku  yang  disimpan  atau disembunyikan  atau  dititipkan  di  luar  negeri.  Wujud  dari  kerj  sama  ini  baik  secara
bilateral,  regional,  dan  multilateral  dapat  dilakukan  berupa  perjanjian  dalam  hal bantuan  hukum  timbal  balik  atau  disebut  dengan  Mutual  Legal  Assistance  MLA.
140
Lawrence  M.  Friedman,  American  Law  an  Introduction,  diterjemahkan  oleh  Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Edisi Kedua, Jakarta: Tatanusa, 2001, hal. 8-9.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Romli  Atmasasmita,  munculnya  MLA  sebagai  salah  satu  upaya  dalam mengatasi  dan  memberantas  berbagai  kejahatan  yang  sifatnya  lintas  batas
transnasional.
141
Pemakaian  istilah  bantuan  timbal  balik  masih  terdapat  banyak  perbedaan penulisan  istilah
142
,  namun  walaupun  demikian  tetap  digunakan  Bantuan  Hukum Timbal  Balik  atau  Mutual  Legal  Assistance  MLA.  Sebab,  persoalan  yang  perlu
diperoleh  bantuan  itu  menyangkut  persoalan-persoalan  hukum.  Secara  rinci  definisi MLA  dalam  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  2006  tentang  Bantuan  Timbal  Balik
141
Romli  Atmasasmita,  Tindak  Pidana  Narkotika  Transnasional  dalam  Sistem  Hukum Pidana  Indonesia
,  Bandung:  Citra  Aditya  Bakti,  1997,  hal.  39.  Kejahatan  transnasional  yaitu kejahatan  yang  memenuhi unsur-unsur a tindakan  yang berdampak terhadap lebih dari satu  negara;
b  tindakan  yang  melibatkan  warga  negara  dari  lebih  satu  negara;  dan  c  menggunakan  sarana  dan metoda yang melampaui batas teritorial.
142
Dalam  mempergunakan  istilah  bantuan  timbal  balik  Mutual  Legal  AssistenceMLA banyak  terdapat  perbedaan  dalam  penulisan.  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2010  perubahan  atas
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Pencucian  Uang,  ditentukan  dalam  Pasal  89  ayat  2  yakni
”Bantuan  Timbal  Balik”,  sebagaimana  dalam  Pasal  89  ayat  2  UU  No.8  Tahun  2010  disebutkan, ”Kerja sama internasional yang dilakukan PPATK dapat dilaksanakan dalam bentuk kerja sama formal
atau  berdasarkan  bantuan  timbal  balik  atau  prinsip  resiprositas”.  Demikian  juga  dalam  Undang- Undang  Nomor  1  Tahun  2006  memakai  istilah  Bantuan  Timbal  Balik  Dalam  Masalah  Pidana.
Penggunaan istilah ”bantuan timbal balik” kurang tepat, sebab hal ini terlihat dasar pemakaian istilah bantuan  timbal  balik  tersebut  berasal  dari  istilah  ”Mutual  Legal  Assistence”  yang  lebih  tepat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah ”Bantuan Hukum Timbal Balik”. Pemakaian  istilah Bantuan  Hukum  Timbal  Balik  Mutual  Legal  AssistenceMLA  dapat  dilihat  referensi  yang  telah
diuraikan  di  atas  seperti  misalnya  Rekomendasi  40  dari  the  Financial  action  Task  Force  on  Money Loundering
FATF  pada  poin  36  dan  37  dalam  terjemahannya  ke  Bahasa  Indonesia  terdapat  istilah ”Bantuan  Hukum  Timbal  Balik”  demikian  juga  dalam  Konvensi  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  Anti
Korupsi  Tahun  2003  United  Nation  Convention  Against  Corruption  2003  yang  diratifikasi  dengan Undang-Undang  Nomor  7  tahun  2006  tertanggal  18  April  2006  pada  Pasal  46  tertulis  ”Bantuan
Hukum  Timbal  Balik”.  Mengingat  bantuan  timbal  balik  menyangkut  kerja  sama  internasional  di bidang  hukum  pidana  dan  pedoman  dalam  membuat  perjanjian  bantuan  timbal  balik  masalah  pidana
dengan  negara  asing  guna  melakukan  penyidikan,  penuntutan  dan  proses  peradilan  berkaitan  dengan kejahatan-kejahatan tindak pidana dengan kata lain ruang lingkup bantuan timbal balik itu menyangkut
masalah ”hukum” maka sangat tepat istilah bantuan timbal balik tersebut dinyatakan sebagai ”Bantuan Hukum Timbal Balik”.
Universitas Sumatera Utara
Dalam  Masalah  Pidana,  tidak  disebutkan.
143
MLA  dapat  dirujuk  kepada  Penjelasan Umum UU No.1 Tahun  2006 dijelaskan ”Kerja sama antar negara diperlukan untuk
mempermudah  penanganan  proses  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di sidang  pengadilan  atas  suatu  masalah  pidana  yang  timbul  baik  di  Negara  Peminta
maupun Negara Diminta”.
144
MLA didefinisikan oleh Siswanto Sunarso, yakni ”suatu perjanjian  yang  bertumpu  pada  permintaan  bantuan  yang  berkaitan  dengan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di depan sidang pengadilan, dan lain-lain, dari Negara Diminta dengan Negara Peminta”.
145
Istilah  Bantuan  Hukum  Timbal  Balik  Muatual  Legal  AsistanceMLA  mulai diperkanalkan  dalam  hukum  pidana  adalah  berkenaan  dengan  kerja  sama
internasional  untuk  memberantas  tindak  pidana  pencucian  uang  money  loundering yang  termuat  dalam  rekomodasi  The  Financial  Action  Task  Force  on  Maney
Loundering FATF,  yang  dibentuk  oleh  negara-negara  yang  tergabung  dalam
kelompok 7 atau negara G-7 pada waktu G-7 Summit di Perancis bulan Juli 1989. Rekomendasi  yang  di  keluarkan  oleh  the  Financial  Action  Task  Force  on  Money
Loundering FATF,  paralel  dengan  UN  Convention  on  Against  Illicit  Trafic  in
143
Pelaksanaan  bantuan  hukum  timbal  balik  dalam  masalah  pidana  atau  Mutual  Legal Assistance
MLA  di  Indonesia  diatur  dalam  UU  No.  1  Tahun  2006.  Tujuannya  untuk  memberikan dasar  hukum  bagi  Pemerintah  RI  dalam  meminta  danatau  memberikan  bantuan  hukum  timbal  balik
dalam  masalah  pidana  dan  pedoman  dalam  membuat  perjanjian  timbal  balik  dalam  masalah  pidana dengan  negara  asing.  Sebagaimana  diatur  dalam  ketentuan  tersebut,  maka  MLA  dapat  dilakukan
berdasarkan suatu perjanjian namun dalam  hal belum ada  perjanjian  maka bantuan hukum dapat saja dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas.
144
Paragraf  3  Penjelasan  Umum  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  2006  tentang  Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
145
Siswanto  Sunarso,  Ekstradisi  dan  Bantuan  Timbal  balik  dalam  Masalah  Pidana: Instrumen Penegakan Hukum Pidana Internasional
, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 133.
Universitas Sumatera Utara
Nacoti  Drugs  and  Psychotropic  substance atau  yang  dikenal  dengan  Vienna
Convention 1988, yang lahir di Wina, Austria pada tanggal 19 Desember 1988, yang telah  ditandatangani  oleh  106  Negara,  termasuk  negara  Indonesia  yang  kemudian
diratifikasinya di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1997.
146
MLA  menurut  Bismar  Nasution,  adalah  nafas  dan  suatu  instrumen  hukum yang  sangat  berguna  dari  upaya  pengembalian  aset-aset  yang  dicuri  oleh  para
koruptor oleh karena MLA merupakan permintaan bantuan di masalah hukum pidana berkenan  dengan  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  i  sidang  pengadilan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta.
147
Berdasarkan  hal  tersebut,  maka  MLA  sebenarnya  merupakan  suatu  sistim kerja  sama  internasional  dalam  bidang  pencegahan  dan  pemberantasan  kejahatan
146
Bismar Nasution., Rejim Anti Money Loundering Di Indonesia, Bandung: Books Terrace Library, 2008, hal. 122. Selanjutnya dengan revisi tahun 1996, the Financial Action Task Force on
Maney Loundering FATF telah mengeluarkan rekomendasi yang berkaitan dengan praktik pencucian
uang  dengan  mempunyai  tiga  ruang  lingkup  yaitu:  peningkatan  sistim  hukum  nasional,  peningkatan peranan sistem finansial, dan memperkuat kerja sama internasional. Rekomendasi the Financial Action
Task  on  Maney  Loundering FATF  yang  berkaitan  dengan  Bantuan  Hukum  Timbal  Balik  Mutual
Legal  Assistance MLA  adalah  dalam  ruang  lingkup  memperkuat  kerja  sama  internasional,  hal  ini
dapat  terlihat  dari  Rekomendasi  40  empat  puluh  yaitu  pada  angka  36  sampai  dengan  39.  Negara- negara  harus  menjamin  bahwa  kewenangan  pihak  yang  diwajibkan  menurut  Rekomendasi  40  juga
tersedia  guna  mengajukan  permohonan  bantuan  timbal  balik,  dan  jika  konsisten  dengan  peraturan setempat,  merespon  permohonan-permohonan  langsung  dari  pengadilan  di  lusr  negeri  atau  penegak
hukum  berwenang  untuk  disampaikan  kepada  lembaga  domestik.  Guna  menghindari  konflik  antar negara,  perlu  dibuat  perencanaan  dan  menerapkan  mekanisme  penentuan  nilai-nilai  terbaik  dalam
proses  penuntutan  terhadap  terdakwa  demi  kepentingan  keadilan  atas  kasus-kasus  yang  tunduk  pada penuntutan  di  lebih  dari  satu  negara,  sebagaimana  dalam  angka  37  menentukan  bahwa  ”sedapat
mungkin,  negara-negara  harus  menyediakan  bantuan  hukum  timbal  balik  meskipun  tidak  terdapat kriminalitas ganda dual criminality. Jika kriminalitas ganda diwjibkan untuk bantuan hukum timbal
balik  atau  ektradisi,  persyaratan  tersebut  harus  ipenuhi  tanpa  memperhatikan  apakah  kedua  negara menetapkan  tindak  pidana  ke  dalam  kategori  tindak  pidana  yang  sama  atau  menggabungkan  tindak
pidana  melalui  terminologi  yang  sama,  mengingat  bahwa  kedua  negara  mengkriminalisasi  tindakan sebagai tindak pidana”.
147
Bismar  Nasution.,  Stolen  Asset  Recovery  Initiative  Dari  Perspektif  Hukum  Ekonomi  Di Indonesia,
Op. cit., hal. 6-7.
Universitas Sumatera Utara
khususnya  terhadap  kejahatan  lintas  negara  yang  lahir  dari  kaidah-kaidah  hubungan antar  negara  yang  telah  diterapkan  oleh  Indonesia  baik  dengan  perjanjian  maupun
tidak.  Secara  internasional,  dasar  perampasan  aset  adalah  UNCAC  2003  atau  KAK 2003. Ditentukan dalam Pasal 46 ayat 3 UNCAC 2003 mengenai hal-hal yang perlu
dilakukan bantuan timbal balik yaitu: 1.
Mengambil bukti atau pernyataan dari orang; 2.
Mempengaruhi pelayanan dokumen peradilan; 3.
Pencarian pembekuan aset; 4.
Meneliti benda dan situs; 5.
Memberikan informasi, barang-barang pembuktian dan penilaian ahli; 6.
Memberikan  dokumen  asli  atau  salinan  resmi  dari  dokumen-dokumen  yang relevan  dan  catatan,  termasuk  laporan  pemerintah,  bank,  keuangan,
perusahaan atau bisnis; 7.
Mengidentifikasi atau melacak hasil kejahatan, kekayaan, sarana atau hal-hal lain untuk tujuan pembuktian;
8. Memfasilitasi sukarelawan seseorang di Negara Pihak Peminta;
9. Setiap jenis bantuan lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum nasional
Negara Pihak yang diminta; 10.
Mengidentifikasi,  membekukan,  dan  melacak  hasil  tindak  pidana  sesuai dengan ketentuan Bab V KAK 2003; dan
11. Pemulihan aset, sesuai dengan ketentuan Bab V KAK 2003.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  ketentuan  Pasal  46  ayat  3  UNCAC  2003  di  atas,  objek  MLA antara  lain,  pengambilan  dan  pemberian  barang  bukti,  termasuk  pernyataan,
dokumen, catatan, identifikasi lokasi keberadaan  seseorang, pelaksanaan  permintaan untuk  pencarian  barang  bukti  dan  penyitaan,  pencarian,  pembekuan,  dan  penyitaan
aset  hasil  kejahatan,  mengusahakan  persetujuan  orang  yang  bersedia  memberikan kesaksian atau membantu penyidikan di negara peminta bantuan MLA.
MLA sangatlah penting dilakukan untuk menjembatani perampasan aset hasil dari tindak pidana korupsi,
148
dan bagaikan nafas dari upaya pembalian aset-aset yang telah  dicuri  oleh  para  koruptor  di  Indonesia.
149
MLA  sangat  dianjurkan  dalam UNCAC  2003.  Pasal  44  ayat  2  UNCAC  2003  ditegaskan:  Bantuan  hukum  timbal
balik  wajib  diberikan  seluas  mungkin,  dan  pengaturan-pengaturan  yang  terkait  dari Negara  Pihak  yang  diminta  menyangkut  penyidikan,  penuntutan,  dan  proses
pengadilan  yang  berkaitan  dengan  kejahatan-kejahatan  terhadap  mana  suatu  badan hukum dapat dikenai tanggung jawab sesuai dengan Pasal 26 Konvensi ini di Negara
Pihak yang diminta. Pasal 3 ayat 1 UU No.1 Tahun 2006 ditegaskan yaitu bantuan timbal  balik  dalam  masalah  pidana,  merupakan  permintaan  Bantuan  berkenaan
dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara diminta.
148
Maskun., Stolen Asset Recovery StAR Dalam Perspektif Hukum Internasional, Makalah pada Seminar Pengkajian Hukum Nasional SPHN 2007, di Hotel Millenium, Jakarta, Tanggal 28 sd
29 November 2007, hal. 50. Lihat juga: http:www.digilib.ui.edu, diakses tanggal 20 Mei 2011.
149
Bismar  Nasution.,  Stolen  Asset  Recovery  Initiative  Dari  Perspektif  Hukum  Ekonomi  Di Indonesia,
Loc. cit., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk  kerja  sama  MLA  antara  negara-negara  pada  prinsipnya  dapat dilakukan dalam 3 tiga bentuk yaitu bilateral, regional, dan multilateral.
150
1. Perjanjian Bilateral. Dilakukan oleh tim terpadu yang terdiri dari Kementerian
Luar  Negeri,  Kementerian  Hukum  dan  HAM,  Kepolisian  dan  Kejaksaan Agung. Perjanjian dibuat oleh dua Negara atas dasar peraturan MLA mengikat
kedua  belah  pihak  sehingga  wajib  dipatuhi  dan  dilaksanakan.  Pemerintah Indonesia telah memiliki 4 empat perjanjian bilateral di bidang MLA.
151
2. Perjanjian  Regional.  Dilakukan  oleh  negara  yang  terhimpun  dalam  suatu
regional misalnya anggota Association of South East Asian Nations ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailan, Filipina, Singapura, dan Brunai darusalam
dan  telah  ditandatangani  pada  bulan  November  2004  semua  negara  anggota Association of South East Asian Nations
ASEAN.
150
Zulkarnain  Sitompul,  Merampas  Hasil  Korupsi  Tantangan  Kerjasama  Internasional, dalam Forum Keadilan No. 40, 13 Februari 2005, hal. 2.
151
Yunus Husein., Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, Cetakan I, Bandung: Book Terrace Library, 2007, hal. 357.
a. Indonesia  dengan  Australia,  yang  ditandatangani  pada  tahun  1995,  sebagaimana  telah  disahkan
melalui  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1999  tentang  Pengesahan  Perjanjian  Antara  Republik Indonesia dan Australia mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Treaty
Between  The  Republic  of  Indonesia  and  Australia  on  Mutual  Legal  Assistance  in  criminal Matters
. b.
Indonesia  dengan  RRC,  yang  ditandatangani  pada  tahun  2000,  sebagaimana  telah  disahkan melalui  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2006  tentang  Pengesahan  Perjanjian  Ekstradisi  antara
Republik Indonesia dan Republik  Rakyat  China  mengenai  Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Treaty Between The Republic of Indonesia and The People’s Republic of China
on Mutual Legal Assistance in criminal Matters .
c. Indonesia  dengan  Korea  Selatan,  yang  ditandatangani  pada  tahun  2004,  sebagaimana  telah
disahkan  melalui  Undang-Undang  Nomor  42  Tahun  2007  tentang  Pengesahan  Perjanjian Ekstradisi  antara  Republik  Indonesia  dan  Republik  Korea  Treaty  on  Extradition  between  the
Republic of Indonesia and the Republic of Korea , dan
d. Indonesia  dengan  Hong  Kong,  yang  ditandatangani  oleh  Jaksa  Agung  RI  pada  tanggal  3  April
2008, tentunya diharapkan dikemudian hari Jaksa Agung dapat menjadi central authorithy dalam penanganan  permintaan  Bantuan  Hukum  Timbal  Balik  dalam  masalah  pidana  ini,  sebagaimana
negara negara sahabat lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Perjanjian Multilateral. Yakni perjanjian yang terdiri banyak negara. Misalnya
UNCAC 2003. Perjanjian model ini akan berlaku setelah ditandatangani oleh negara-negara  peserta  dan  setelah  diratifikasi  negara-negara  lain,  sehingga
konvensi  tersebut  dapat  dijadikan  landasan  untuk  melakukan  kerja  sama MLA. Pemerintah Indonesia telah memiliki beberapa perjanjian multilateral di
bidang MLA.
152
Prinsip dalam MLA menurut Yunus Husein, haruslah memperhatikan prinsip persamaan  equality  yang  didasarkan  pada  sikap  saling  menghargai  dan  kedaulatan
souvereignity  dari  negara-negara  yan  terlibat  dalam  kerja  sama  itu.  Sebab,  kerja sama  internasional  yang  tertuang  dalam  perjanjian  internasional  akan  berlaku  dan
mengikat secara politik dan hukum kepada negara-negara yang membuatnya.
153
Oleh sebab  itu,  MLA  tidak  mungkin  dilakukan  atas  dasar-dasar  yang  bertumpu  pada
ketidakadilan atau dibuat karena adanya tekananpaksaan yang menguntungkan salah satu pihak.
154
Kerja sama internasional dalam memberantas tindak pidana, tertuang di dalam berbagai  perjanjian,  antara  lain:  Perjanjian  Pertukaran  Informasi  Memorandum  of
152
Zulkarnain Sitompul., Op. cit., hal. 2. e.
ASEAN MLA TREATY, ditandatangani tanggal 29 Nopember 2004, sebagaimana telah disahkan dengan  Undang-Undang  Nomor  15  Tahun  2008  tentang  Pengesahan  Treaty  On  Mutual  Legal
Assistance  In  Criminal  Matters Perjanjian  Tentang  Bantuan  Timbal  Balik  Dalam  Masalah
Pidana. f.
Konvensi  PBB  Menentang  Korupsi  United  Nations  Convention  Against  CorruptionUNCAC tahun 2003, sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
g. Konvensi  PBB  Menentang  Tindak  Pidana  Transnasional  Yang  Terorganisasi  United  Nations
Convention  Against  Transnastional  Organized  Crime UNTOC  tahun  2000,  sebagaimana  telah
disahkan dengan Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2009.
153
Yunus Husein., Op. cit., hal. 361.
154
. Zulkarnain Sitompul., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Understanding  on  Exchange  InfoemationMoU ,  Mutual  Legal  AssistanceMLA,
Ekstradisi  dan  Perjanjian  Pemindahan  Terpidana  Transfer  of  sentences  Person. Perbedaan  satu  sama  lainnya  adalah  dalam  perjanjian  pertukaran  informasi
memorandum of Understanding on Exchange InfoemationMoU objeknya atau yang dipertukarkan  adalah  informasi  dalam  rangka  penyidikan  atau  penyidikan  tindak
pidana.  Sedangkan  Mutual  Legal  AssistanceMLA,  ruang  lingkup  kerjasamanya meliputi  tahap  penyelidikan,  penyidikan,  pemeriksaan  dimuka  persidangan  hingga
pelaksanaan putusan pengadilan. Sementara, perjanjian ekstradisi lebih fokus kepada upaya  menangkap  seseorang  tersangka  atau  terdakwa  yang  berada  pada  yuridiksi
Negara lain. Perjanjian Pemindahan Terpidana transfer of sentences person meliputi pemindahan  orang  yang  sudah  menjalani  sebahagian  hukuman  ke  Negara  asalnya
untuk  menjalani sisa hukuman yang  belum dijalani.
155
Berdasarkan  uraian  di  atas,  dapat  dipahami  bahwa  peran  MLA  merupakan salah  satu  perangkat  hukum  yang  sangat  diperlukan  untuk  dapat  dilakukan  proses
hukum terhadap suatu tindak pidana yang melewati batas lintas negara antar negara khususnya ditujukan untuk perampasan aset tindak pidana korupsi. Maka, diharapkan
bahwa  Indonesia  mesti  melakukan  kerja  sama  dalam  Bantuan  Hukum  Timbal  Balik ini  dalam  berbagai  aspek  pidana  dan  perdata  artinya  meliputi  semua  tindak  pidana
dan  masalah  perdata  baik  kerja  sama  bilateral  maupun  multilateral  tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
155
Yunus Husein., Op. cit., hal. 362.
Universitas Sumatera Utara
C. Implementasi  Instrumen  Civil  Forfeiture  Untuk  Merampas  Aset  Milik