1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai studi dalam Ekonomi Pembangunan menyatakan bahwa untuk melakukan proses pembangunan dan mendesain suatu kebijakan diperlukan
pemahaman mengenai prilaku individu yang akan menjadi sasaran kebijakan pembangunan. Pemahaman yang lebih baik akan mengarah pada diagnose
permasalahan yang lebih baik, dan pada akhirnya solusi atau kebijakan yang
dirancang dapat menjadi lebih tepat sasaran Datta dan Mullainathan; 2012. Penelitian dari Tanaka, Camerer, dan Nguyen 2010 menemukan keterkaitan
antara hasil atau capaian pembangunan ekonomi dengan preferensi pelaku ekonomi. Hasil penelitian ini sekaligus menjawab pertanyaan mendasar dalam ekonomi
pembangunan mengenai hubungan antara capaian pembangunan ekonomi dengan preferensi pelaku ekonomi. Oleh karena itu identifikasi preferensi pelaku ekonomi
perlu dilakukan untuk memperkuat dasar desain dari sebuah kebijkan.
Khusus mengenai perilaku dalam berusaha, Sukadana dan Saraswaty 2014,
menemukan dari hasil entry game experiment sebagian pengusaha pemula memiliki perilaku yang risk-averse, yang dapat dikatakan juga memiliki sifat yang cenderung
pesimis, lebih-lebih jika mereka berada pada industri yang terdapat satu atau beberapa
perusahaan yang sudah mapan. Roll 1986, menyatakan perilaku overconfidence
seseorang akan menyebabkan gagalnya usaha, hal ini kemudian diperkuat oleh
Camerer dan Lovallo 1999 melalui lab experiment. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perilaku individu, preferensi dan perilaku atas sebuah resiko akan menentukan bagaimana individu tersebut mengelola usaha yang ditekuninya.
Data Badan Pusat Statistik BPS sampai dengan tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 56.534.592 unit UMKM di Indonesia, dengan laju pertumbuhan
sebesar 2,41 persen pada tahun 2012. Pertumbuhan UMKM sejak era reformasi memang memperlihatkan laju yang fluktuatif, namun sejak krisis keuangan tahun
2007 laju pertumbuhan jumlah UMKM terus mengalami penurunan, dan memiliki kecenderungan untuk terus mengalami penurunan. Sesuai dengan berbagai laporan
makro ekonomi, industri mikro dan kecil mampu menyerap tenaga kerja mencapai tidak kurang dari 60 persen, yang dikatakan mampu sebagai penyelamat perekonomin
2 dikala krisis keuangan melanda. Namun proporsi value-added nasional yang
disumbangkan oleh industry mikro dan kecil ini hanya mencapai 22 persen. Industri mikro dan kecil sangat berhasil dalam mendukung perbaikan ekonomi terutama dari
sisi penyerapan tenaga kerja, namun untuk peningkatan value-added, industri kecil masih tertinggal jauh. Permasalahannya bukan hanya dalam ukuran besar atau
kecilnya perusahaan, namun pada kemampuannya dalam meningkatkan value-added. Peningkatan value-added dapat dilakukan dengan meningkatkan kandungan
teknologi, skil, modal dan ukuran usaha. Namun yang paling penting adalah apakah pengusaha tersebut memiliki preferensi untuk melakukannya. Perilaku untuk
mengambil resiko, dan kepercayaan diri akan sangat mempengaruhi bagaimana pengembangan usaha terjadi. Salah satu perilaku yang mencerminkan kepercayaan
diri dalam berusaha adalah perilaku dalam mengambil keputusan mengenai sumber pembiayaan usaha. Pengusaha yang memiliki kepercayaan diri yang lebih besar
biasanya akan lebih percaya diri untuk mengambil keputusan untuk pembiayaan usaha dari lembaga keuangan dengan proporsi yang relative besar. Oleh karena itu
penelitian ini akan memfokuskan pada investigasi pada perilaku pengusaha yang dianalisis melalui preferensinya dalam memilih sumber pembiayaan usaha dan
besaran pembiayaannya dengan menganalisis Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 Panel.
1.2. Tujuan Penelitian