Pengertian pailit dan kepailitan

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Dari pengertian yang diberikan oleh UUKPKPU tersebut tentu jelas bahwa kepailitan ini adalah suatu proses untuk menyelesaikan suatu keadaan pailit dari seorang debitor sehingga kreditornya mampu mendapatkan pelunasan atas piutangnya.

2.2.2 Syarat permohonan kepailitan

Dalam mengajukan pernohonan kepailitan tentu pemohon harus memperhatikan syarat yang ditelah ditentukan oleh UUKPKPU. Syarat mengajukan permohonan kepailitan tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU yaitu: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.” Berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat 1 tersebut dapat kita ketahui syarat- syarat kepailitan adalah sebagai berikut. 1. Adanya utang yang tidak di bayar lunas Utang merupakan hal yang paling mendasar dalam perkara kepailitan, karena tanpa adanya utang maka tidak ada kepailitan. Utang dalam UUKPKPU di definisikan dalam Pasal 1 angka 6 sebagai berikut. “utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhanny a dari harta kekayaan debitor.” Selain memastikan bahwa telah ada utang, maka juga harus dipastikan bahwa utang tersebut belum di bayarkan hingga lunas. Dalam hal ini mungkin saja debitur telah melakukan pembayaran secara berkala, namun jika belum seluruhnya utang tersebut dibayarkan, maka satu syarat permohonan pailit ini terpenuhi. 2. Adanya minimal satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih Dalam penjelasan Pasal 2 ayat 1 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan penagihan sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Selanjutnya M. Hadi Subhan dalam bukunya juga menjelaskan bahwa suatu utang dapat ditagih jika utang tersebut timbul bukan dari perikatan alami natuurlijke verbintenis. Perikatan yang pemenuhannya tidak dapat dituntut di muka pengadilan dan yang lazimnya disebut perikatan alami natuurlijke verbintenis tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit. 12 3. Adanya dua atau lebih kreditor Syarat ini berarti bahwa debitor haruslah memiliki minimal dua kreditor. Dimana dalam bagian penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU dijelaskan, yang dimaksud dengan “Kreditor” adalah baik Kreditor konkuren, Kreditor separatis, maupun Kreditor preferen. Keseluruh syarat dalam Pasal 2 ayat 1 ini adalah bersifat kum ulatif, sehingga tidak dapat dikurangi. Jadi permohonan pailit baru dapat diterima ketika semua syarat tersebut terpenuhi.

2.2.3 Pihak yang dapat memohonkan pailit

Pengajuan permohonan pailit tidaklah dapat dilakukan oleh semua orang, melainkan terbatas hanya pada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh pembuat undang-undang. Hal tersebut dijabarkan dalam Pasal 2 UUKPKPU, yang dimana pada pkoknya menyatakan bahwa pihak yang dapat mengajukan pailit adalah Debitor sendiri, Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan. Mengenai dalam hal apa kemudian pihak-pihak tersebut dapat bertindak sebagai pemohon pailit adalah sebagai berikut. 1. Debitor Bila debitor merasa dirinya tidak mampu lagi untuk membayar utang- utangnya pada kreditor maka debitor dapat melakukan permohonan pailit. 12 Op.cit, h. 91.

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150