yang kita gunakan sehari-hari tidaklah menggambarakan realitas. Melainkan hanyalah pengklisean persepsi atau prasangka dari pemikiran dan pengetahuan
yang dimiliki oleh individu, kelompok tertentu ataupun masyarakat. Untuk itulah memahami iklan tidak semudah dan sesingkat menikmati iklan tersebut
Adrian Dektisa hangijanto, 2003. Demikian pula bias gender yang ada di dalamnya Widyatama, 2006:22. Maka peneliti akan menggunakan sebuah
studi semiotik unutk mengkaji dan memahaminya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Bagaiamana representasi Stereotip Laki-laki dalam Iklan
Nescafe Classic versi Rasa lebih Hitam di Televisi ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui Representasi Stereotip laki-laki dalam iklan Nescafe Classic versi
Rasa Lebih Hitam di Televisi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Manfaat Praktis, yaitu membantu permirsa dalam memahami makna tentang Stereotip laki-laki dalam iklan Nescafe Classic.
2. Manfaat Akademis, menambah khasanah kawasan wawasan dalam
subjek periklanan dan mengetahui stereotip dalam iklan. 3.
Manfaat Metodologis, yaitu memberikan referensi bagi penelitian lain sebagai acuan pengemabngan penelitian selanjutnya.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Iklan Televisi
Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis, yaitu re-clame yang berarti “meneriakkan berulang-ulang”.
Terdapat berbagai macam definisi serta pengertian dari iklan. Namun, pada hakikatnya iklan adalah pesan yang disampaikan dari komunikator
pada komunikan. Oleh karena itu iklan adalah bentuk kegiatan komunikasi.
Komunikasi iklan pada dasarnya sama, yakni bentuk komunikasi persuasi terhadap komoditi atau produk dan jasa yang erat kaitannya
dengan masalah-masalah pemasaran. Iklan merupakan ‛media’ pemilik
produk yang diciptakan oleh biro iklan untuk disebarluaskan kepada khalayak dengan berbagai tujuan, diantaranya sebagai informasi produk
dan mendorong penjualan. Karena mendorong penjualan, maka iklan merupakan bagian dari pemasaran produk Widyatama, 2006: 13.
Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk layanan dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya
iklan dibagi dalam dua kategori besar, yaitu iklan above the line
advertising lini atas dan bellow the line advertising lini bawah. Above the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang disebarluaskan melalui
media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, dan televise. Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang
tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan komisi terhadap perusahaan. Umumnya, kegiatan periklanan lini bawah ini
bersifat penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan di tempat penjualan. Widyatama, 2006: 13-14.
Sesuai medianya, iklan televisi television commercial adalah iklan yang ditayangkan televisi. Melalui media ini, pesan dapat
disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Sejalan dengan itu menurut Wells, Burnet Mariarty terdapat beberapa bagian dalam iklan
yang ditayangkan di televisi, terdiri dari video, suara audio, model talent, peraga props, latar settings, pencahayaan lighting, grafik
grapich, kecepatan pacing Wells, Burnet Mariarty, 1999: 391-394. 1.
Video yaitu segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang
perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan
kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak. 2.
Suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat
jingle, atau suara orang voice. Misalnya, seorang model iklan
menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam pada kamera.
3. Aktor atau model iklan talent juga menjadi bagian penting dalam
iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari
komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik. 4.
Alat peraga props adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mendukung pengiklan sebuah produk. Unsur utama alat
peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.
5. Latar atau suasana setting adalah tempat atau lokasi dimana
pengambilan gambar shooting ketika adegan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.
6. Pencahayaan lighting sangat penting untuk menarik perhatian
khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar. 7.
Gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam
menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan.
Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh gesture dari pemeran iklan.
Kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai, yaitu dengan melakukan pengulangan slogan-slogan atau kata-kata.
Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merk atau keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa
sesuatu yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.
2.1.2 Periklanan sebagai bentuk Komunikasi Massa
Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber source, pesan message, saluran channel, penerima
receiver, dan efek effect. Dalam sudut pandang periklanan, sumber disini tidak lain adalah komunikator atau sponsor tertentu secara jelas.
Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara. Yang kedua adalah
pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan
verbal dan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah
pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka ia dapat disebut sebagai pesan komunikasi Widyatama, 2007: 17.
Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan baik itu media cetak, elektronik maupun
internet. Selanjutnya adalah unsur penerima. Iklan diciptakan karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini
antara lain: luas dan banyak large, beragam heterogen, dan antara
audience dengan komunikator tidak saling mengenal anonim. Oleh karena itu, dalam dunia periklanan khalayak sasaran cenderung bersifat
khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu.
Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak Widyatama, 2007: 22.
Yang terakhir adalah unsur efek. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak
tertentu di tengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis maupun dampak sosial.
Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk maksud mendapatkan keuntungan ekonomi. Misalnya,
bertambahnya penjualan produk sehingga mendapatkan keuntungan materi. Sementara dampakk sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu
terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat Widyatama, 2007: 24.
2.1.3 Representasi Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian.
Representasi adalah proses sosial dari “representing”. Dan juga merupakan produk dari proses sosial “representing”. Representasi
menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep yang
abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret, jadi pandangan-pandangan hidup kita tentang perempuan, anak-anak, atau laki-laki, misalnya akan
dengan mudah terlihat dari cara kita memberi hadiah ulang tahun kepada teman kita yang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Begitu juga dengan
pandangan-pandangan hidup kita terhadap cinta, perang, dan lain-lain akan tampak dari hal-hal yang praktis juga. Representasi adalah konsep yang
digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia; dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas,
representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Bagaimana representasi menghubungkan makna dan bahasa dalam
kebudayaan? Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi modal, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita
masing-masing peta konseptual. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua adalah Representasi
‛bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam
kepala kita harus diterjemahkan dalam ‛bahasa’ yang lazim, supaya kita
dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
2.1.4 Stereotip
Stereotip Stereotype ialah ringkasan kesan terhadap sekelompok orang dimana semua anggota dalam kelompok dilihat memiliki sifat-sifat
yang sama. Stereotip dapat saja bersifat negatiif, positif atau juga netral.
Stereotip tidak selalu buruk, mereka terkadang sebagaimana disebut oleh para psikolog, merupakan alat yang berguna dalam kontak mental yaitu
alat penghemat energi yang memungkinkan kita membuat keputusan secara efektif Macrae Bodenhausen, 2000. Pandangan stereotip
mengaburkan pandangan masnusia secara pribadi, karena memasukkan setiap jenis manusia ke dalam kotak-kotak stereotip. Oleh karena itu,
setiap pribadi merasa tidak pantas apabila ”keluar dari kotak”, dan merasa bersalah bila tidak memenuhi kehendak sosial. Salah satu bentuk dari
stereotip ialah seterotip negatif yakni prasangka. Prasangka ialah stereotip negatif dan ketidaksesuaian atau kebencian yang kuat dan tidak rasional
terhadap suatau kelompok. Prasangka merupakan peristiwa yang universal karena memiliki banyak sumber dan fungsi, antara lain :
1. Fungsi Psikologis
Seringkali prasangka melindungi kita dari perasaan ragu, takut, dan tidak aman. Prasangka meningkatkan perasaan rendah diri dengan
mengembangkan ketidaksesuaian atau kebencian pada kelompok yang mereka lihat sebagai lebih rendah dan inferior Islam Hewstone,
1993; Stephan dkk., 1994. 2.
Fungsi Sosial dan Budaya Prasangka atau stereotip diperoleh melalui tekanan sosial untuk
mengikuti pandangan teman, relasi maupun rekan kerja, dan tidak semuanya berakar dari segi psikologis. Akan tetapi turunan dari
generasi ke generasi pun juga mempengaruhi. Secara implisit dapat
diturunkan dari iklan, acara televisi dan laporan berita yang memuat gambar yang menunjukkan adanya stereotip negatif dari kelompok
tertentu. Dalam tjuan budaya, melekatkan orang-orang pada budayanya masing-masing atau kelompok nasional dan cara hidupnya masing-
masing. 3.
Fungsi Ekonomi Prasangka membuat perilaku diskriminatif dalam hal ini
perilaku stereotip seolah-olah sah, dengan membenarkan dominasi, status, ataupun kesejahteraan kelompok mayoritas Sidanius, Pratto
Bobo, 1996. Setiap kelompok mayoritas dari-etnis , gender, atau bangsa apa pun-yang mendiskriminasi menstereotipkan kelompok
minoritas akan berupaya menjadikan prasangka sebagai suatu yang membenarkan perilakunya Islam Hewstone, 1993.
Stereotip juga bisa berasal dari dalam alam bawah sadar kita yakni persepsi. Kemmapuan orang dalam mempersepsikan sesuatu berasal dari
”bawaan” mereka sejak lahir dan pengalaman membentuknya. Beberapa proses persepsi tampak sebagai kemampuan bawaan tidak berarti orang
mempersepsikan dunia secara serupa ataupun sama. Namun sebagai manusia, kita peduli pada apa yang kita lihat, dengar, cicipi, cium dan
rasakan. Karena faktor-faktor psikologis kebutuhan, kepercayaan, emosi dan ekspektasi dapat mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi serta
apa yang kita persepsikan. Terdapat kesamaan antara persepsi, prasangaka dan streotip yakni kemampuan orang untuk memarginalkan membatasi
sesuatu dengan cara yang sudah dipengaruhi oleh budaya dimana kita tinggal.
Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul
sewajarnya dengan orang-orang lain yang dikenai prasangka itu. Biasanya, stereotip terbentuk padanya berdasarkan keterangan-keterangan yang
kurang lengkap dan subjektif Genigan, 2004:181. Gambaran stereotip tidak mudah berubah serta cenderung unutk dipertahankan olehorang
berprasangka. Meskipun demikian, stereotip dan atau prasangka sosial dapat pula berubah, yaitu dengan usaha-usaha intensif secar langsung atau
karena perubahan keadaan masyarakat pada umumnya, misalnya karena peprangan dan revolusi Genigan, 2004:182.
2.1.5 Stereotip Laki-laki
Salah satu kebutuhan pokok manusia ialah kebutuhan untuk melambangkan atau menyimbolkan dalam membedakan manusia yang
satu dengan lainnya. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa segala bentuk sikap dan pandangan tentang karakteristik dan kemampuan
manusia bisa disimbolkan dari apa yang mereka gunakan. Dalam hal ini laki-laki atau pria, bisa disimbolkan dengan bentuk fisiknya maupun
tingkah laku atau perilakunya. Seorang pria bisa disimbolkan atau dipotret dengan ciri maskulin, jantan, gagah, mandiri, kuat, keras, dll. Beberapa
bentuk simbol atau tanda laki-laki yang secara tradisional ialah seorang
yang berbeda bentuk fisiknya dalam hal ini berzakun, dan mempunyai zakar dengan yang lain serta berkarakteristik secara sempurna bijak,
kuat, tangguh, jantan, dewasa. Laki-laki, beruntung atau tidak, selalu menempati posisi lebih tinggi dari perempuan dipandang dari budaya dan
agama apapun dan dari manapun. Laki-laki secara tradisional distereotipkan sebagai sesorang
berkemampuan dan berkepribadian yang macho, jantan, bertanggung jawab, pelindung. Namun itu semua masih belum bisa menggambarkan
laki-laki seutuhnya. Sedangkan media menggambarkan seterotip laki-laki sebagai sosok yang independen, agresif dan berkuasa, dan media juga
mengajarkan laki-laki dan pria untuk menjadi ”lelaki sejati” yang artinya menjadi berkuasa dan mempunyai kontrol Wood, 2005:262. Lelaki sejati
yang digambarkan oleh media berdasarkan perkembangan dan kebudayaan pria atau laki-alaki secara umum memiliki sifat atau karakteristik yang
maskulin, jantan, berani, macho, dll. Banyak pria atau lelaki berbondong- bondong untuk mendapatkan stereotip tersebut, hal ini tidak lain hanya
untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis yang disukainya. Seorang laki- laki harus mempunyai keunikan.
la harus berbeda dari teman- temannya yang lain. Sikap ekstrim- menentang aturan dan nilai-nilai yang berlaku di rumah, sekolah atau
masyarakat-dan sikap eksentrik, bisa membuat seorang laki-laki artikel Jadi Populer di Mata Cewek {HAI, 2621999}. Sumber :
http:www.archive.orgstreamNewsletterKunci8MaskulinitasNewsletter
_KUNCI_8_Maskulinitas_djvu.txt, diakses 4-8-2010 pukul 9.50pm.Dalam keberanian cowok atau pria atau laki-laki yang mendapat
giliran pertama, walapun ada beberapa orang perempuan atau wanita yang bisa dibilang berani. Laki-laki dianggap lebih berani dari perempuan bila
melakukan kegiatan- kegiatan keras dan cenderung menyerempet bahaya seperti panjat tebing, tinju, arung jeram, tampak lebih lazim jika dilakukan
laki-laki. Perempuan yang kegiatan olahraganya tinju dan sepak bola misalnya, akan dianggap seperti anak laki-laki dan berbeda dari
perempuan lain. Pendeknya, cowokatau laki-laki harus kelihatan berani. Dan konsep berani disini berarti siap membela dan menjaga
pasangan perempuannya, berani menjadi diri sendiri, dan berani bertanggungjawab atas apa yang sudah diperbuatnya. Semuanya adalah
sikap yang seharusnya dimiliki oleh semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Peter Irons keberanian adalah suatu tindakan
memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya.
Kode-kode kejantanan tidak berhenti pada sifat intrinsik yang melekat pada diri manusia, ia juga ikut dilekatkan pada asesoris kulit, metal, motor
besar harley davidson, dan pilihan musik tertentu. Musik rock sempat menjadi jenis musik yang identik dengan laki-laki, meskipun kemudian
banyak juga perempuan yang menggemari jenis musik ini. Namun banyak juga laki-laki atau pria yang senang akan musik-
musik jenis melankolis.Dalam hal macho, pria atau laki-laki secara
tradisional disimbolkan dengan tubuh yang berotot, atletis dan kekar. Ciri- ciri ini yang kemudian dipotret oleh media dan menjadi stereotip yang
melekat di masyarakat. Jika pada diri perempuan terdapat stereotipe bahwa bentuk tubuh ideal yang harus dikejar adalah tubuh yang kurus, tinggi,
langsing, lengkap dengan rambut lurus panjang, maka pada diri seorang laki-laki pun sebenarnya juga terdapat stereotipe bentuk tubuh tertentu
yang berlaku. Bahwa seorang laki-laki sebaiknya harus mempunyai bentuk tubuh
yang kuat, berotot, dan sehat. Ini sesuai dengan tuntutan bahwa setiap laki- laki harus mempunyai sikap mental yang jantan dan macho. Laki-laki yang
bertubuh lemah gemulai, kurus, dan lembek dianggap tidak sepenuhnya laki-laki, karena diragukan kemampuannya bisa menjaga perempuan
2.1.6 Macho
Macho, kata ini nampaknya menjadi suatu tujuan dan menunjuk pada citra tradisional pria atau laki-laki yang mencapai ekstremnya. Arti
kata ini disampaikan dalam empat karakteristik : 1 Hindari dengan taruhan apapun juga segala sesuatu yang bahkan sedikit saja menyerupai
sesuatu yang feminin, seperti hal-hal yang berkait dengan perasaan, kata- kata yang menyangkut perasaan, air mata, kelemahan, dll. 2 Raihlah
status dengan taruhan apapun yang mempunyai suatu arti bagi pria atau laki-laki lain. 3 Pastikan bahwa anda tampil keras, kuat dan, lebih-labih,
tidak bergantung pada apapun. 4 jadilah seagresif mungkin. Citra ini
yang ditumbuhkan dan ditampilkan tidak hanya berakar pada kepribadian genetis pria, tapi juga dikembangkan secara luas dengan apa yang
diajarkan, ditampilkan dan dijejalkan dalam masyarakat kita Wright,2000:47. Pria diajar oleh pria lain dan masyarakat untuk
memerlukan orang lain,untuk bersikap independen. Mereka diberitahu untuk tidak berbuat lemah.
Dalam ’Men: A Book for Women’, kecenderungan budaya ini digambarkan sebagai berikut :
Ia tak’kan menagis. Ia tak’kan menunjukkan kelemahan.
Ia tak’kan perlu kasih sayang atau kelembutan atau kehangatan Ia akan menghibur tapi tak memerlukan hiburan.
Ia akan diperlukan tapi tak memerlukan. Ia akan menyentuh tapi tak tersentuh.
Ia akan laksana besi dan bukan darah-daging. Ia tak’kan tergoyahkan dalam kejantanannya
Ia akan berdiri seorang diri.
Seorang pria macho adalah sesorang yang berusaha terlalu keras untuk menyamai standar yang keliru yang dibuat oleh masayrakat kita
untuk sebuah kejantanan Wright,2000:48. Para pria macho berupaya untuk menampilkan sebuah citra tanpa kelemahan. Yang tergambar adalah
citra sebuah rumah tanpa pintu, sebuah puri tanpa gerbang, sorang pria yang tak dapat disentuh. Setiap pria atau laki-laki mempunyai
kecenderungan untuk tampil menjadi sosok yang macho. Ini adalah akibat yang didapatkan dari didikan-didikan yang didapatkan seorang laki-laki
menurut tradisi yang biasa ada karena keadaannya yang khas seorang laki- laki. Masayarakat telah mempersempit jalan bagi para pria unutk dengan
bebasnya melepaskan perasaannya. Sejak kecil mereka belajar bahwa untuk menjadi pria sejati berarti menyembunyikan perasaan
merekaEisenman,~:37. Laki-laki di jaman ini hanya dididik untuk bersaing, untuk
ditanamkan dalam dirinya bahwa kemenangan harus dikejarnya berapapun harganya, baik itu kemenangan dalam arti kemanusiaan ataupun dalam
keTuhanan. Laki-laki dididik untuk mandiri. Tergantung pada orang lain adalah tanda kelemahan. Laki-laki dididik untuk tidak puas hanya yang
ada ditangan nya, dan bahwa terus menerus berusaha untuk maju atau untuk menyelesaikan beberapa proyek adalah jauh lebih penting daripada
meneruskan suatu persahabatan. Kenyataan praktis yang harus kita hadapi adalah ciri kewanitaan
dan ciri kelaki-lakian itu mutlak penting untuk kesinambungan vitalitass dan kesehatan baik pribadi kita maupun keluarga kita. Dengan jelas kita
tahu bahwa kesehatan mental masayarakat kitapun sangat tergnatung pada bagaiamna kita membedakan peran yang tepat bagi kepemimpinan pria
atau wanita. Seorang laki-laki bukannya lemah, tapi kuat, apabila ia dengan bijaknya memilih untuk membiarkan pedangnya tetap pada
sarungnya. Sikap ini bukan sikap yang cengeng. Inilah sikap laki-laki sejati yang telah menyerahkan semua keangkuhan makhoismenya.....
Eisenman,~:57.
2.1.7 Maskulin
Identitas jenis kelamin merupakan soal pilihan. Orang meyakini bahwa dirinya pria atau wanita, namun tedapat perbedaan yang mencolok
tentang persepsi individu terhadap diri mereka sendiri. Maskulinitas adalah karakteristik tubuh laki-laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga
bertanggung jawab dalam memimpin, berpolitik dan urusan sejenisnya yang menggambarkan superioritas laki-laki dalam segenap aspek
kehidupan sehari-hari. Dalam peran tradisional pria harus jadi seorang pemimpin, baik di rumah maupun masyarakat luas. Helen Andelin
mengemukakan bentuk dominasi pria yang amat baik, menyatakan wanita harus mematuhi suami mereka dan menikmati perlindungan yang
diberikan. Pria harus menjadi kepala keluarga yang tidak boleh digugat, istri harus menerima suami sebagai pemimpin mendukung dan
mematuhinyaSears et al., 1991:218. Laki-laki atau pria sebagai penguasa dianggap memiliki
kesewenangan unutk mengatur perempuan dan apabila ia kehilangan kekuasaan tersebut, maka hilang pula harga dirinya. Hal ini sebenarnya
merupakan bumerang bagi laki-laki itu sendiri. Alam bawah sadar mereka mendorong untuk selalu mempertahankan kekuasaan dan keistimewaan
yang diberikan masayarakat pada mereka. Orang yang sangat maskulin adalah orang yang menganggap dirinya memiliki ciri-ciri minat,
kegemaran dan ketrampilan bermasayrakat yang secara khusus dikaitkan dengan sifat kejantanan. Laki-laki tidak diperkenankan unutk menangis,
berkeluh kesah atau menunjuk sikap-sikap lemah lembut yang identik dengan perempuan. Sedari kecil laki-laki diberikan hak istimewa oleh
masyarakat, mereka didahulukan dalam banyak hal dan diberikan kebebasan unutk melakukan apa saja yang bagi perempuan dilarang dan
itu dianggap sebagai suatu kewajaran. Mereka diajarkan bahwa mereka adalah makhluk yang lebih berkuasa dibanding lawan jenisnya, dituntut
unutk selalu tampil kuat, tidak terlihat lemahHumm, 2007:273. Maskulinitasseringkali dimaknai dengan mengacu pada ciri-ciri
yang melekat pada laki-laki. Maka muncul imaji maskulinitas seperti tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang
dan sebagainya. Maskulinitas diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah kompetisi atau bertanding. Stereotip maskulinitas lantas acapkali
disejajarkan dengan aktifitas olah raga dan jiwa sportif Humm, 2007:275.
2.1.8 Teori Norma-norma Budaya
Pada hakikatnya, teori norma-norma budaya menganggap bahwa media massa melalui pesan-pesan yang disampaikannya secara tertentu
dapat menumbuhkan kesan-kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma budayanya. Perilaku individu umumnya didasarkan pada
norma-norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi, dalam hal ini media akan bekerja secar tidak langsung untuk
mempengaruhi sikap individu tersebut Suprapto, 2006:20.
Dalam teori ini ada tiga cara untuk mempengaruhi norma-norma
budaya yang dapat ditempuh oleh media massa. Pertama, pesan-pesan
komunikasi massa dapat memperkuat pola-pola budaya yang berlaku dan membimbing masyarakat untuk mempercayai bahwa pola-pola tersebut
masih tetap berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat. Kedua, media dapat
menciptakan pola-pola budaya baru yang tidak bertentangan dengan pola
budaya yang ada, bahkan menyempurnakannya. Ketiga, media massa
dapat mengubah norma-norma budaya yang berlaku dan dengan cara demikian mengubah perilaku individu-individu dalam masyarakat
Suprapto, 2006:20. Dalam penelitian ini, media massa dalam hal ini iklan Nescafe secara tidak langsung menggunakan cara ketiga dalam
menggambarkan kepada masyarakat akan adanya persoalan yang sedang terjadi.
2.1.9 Teori Kode Nonverbal
Para ahli komunikasi mengakui bahwa bahasa dan perilaku manusia yang sering kali tidak dapat bekerja sama dalam menyampaikan pesan, dan
karenanya teori tanda nonverbal theories of nonverbal signs atau komunikasi nonverbal merupakan elemen penting dalam tradisi semiotika.
Koden nonverbal adalah sejumlah perilaku yang digunakna untuk menyampaikan makna. Menurut Jude Burgoon, kode nonverbal memiliki
tiga dimensi, yaitu dimensi semantic, sintaktik, dan pragmatik. Semantik, yaitu dimensi yang mengacu pada makna dari suatu tanda. Misalnya,
seorang ibu dengan wajah cemberut meletakkan jari telunjukknya di deoan bbirnya meminta anda yang sedang ngobrol untuk berhenti bicara karena
anak bayinya sedang tidur. Sintaktik, yaitu dimensi yang mengacu pada cara tanda disusun atau diorganisir dengan tanda lainnya di dalam sistem.
Misalnya, orang yang meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya itu tidak menunjukkna wajah cemberut, tetapi malah tersenyum sambil berkata
dengan suara lembut, ‘Maaf, ada bayi yang sedang tidur,’ Di sini, gerak tubuh, tanda vokal suara yang lembut, ekspresi wajah, dan bahasa menyatu
untuk menciptakan makna keseluruhan. Pragmatik, yaitu dimensi yang mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda, sebagaimana
contoh orang yang meminta anda diam, namun yang pertama anda terima sebagai menunjukkan sikap tidak suka antipati kepada anda, sedangkan
lainnya diterima sebagai sikap yang ramah atau bersahabat Morrisan, 2009 :93.
Sistem tanda nonverbal sering dikelompokkan menurut tipe aktivitas atau kegiatan yang digunakan di dalam tanda tersebut, menurut Burgoon
terdiri atas tujuh tipe, yaitu bahasa tubuh kinesics, suara vocalics atau paralanguage, tampilan fisik, sentuhan haptics, ruang pro-xemics, waktu
chronemics, dan objek artifacts Morrisan, 2009:93.
2.1.10 Semiotik
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatau tanda. Semiotika atau dalam istilah barthes semiologi pada
dasarnya mempelajari bagaiamana kemanusiaan humanity memakai hal thing. Memaknai berarti tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan communicate. Memaknai berarti bahwa objek- objek itu hendak berkomunikasi Sobur, 2004:15.
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Jika diterapakan dalam tanda-tanda
bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.tanda-tanda itu hanya mengemban arti significant dalam
kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan signified. Sebuah teks baik itu lagu,
musik, surat cinta, cerpen, puisi, komik, kartun semua hal itu mungkin terjadi ”tanda” dapat dilihat dari aktifitas penanda : yaitu suatu proses
signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi.
Semiotika modern mempunyai dua orang bapak yaitu Charles Sanders Pierce 1839-1914 dan Ferdinand de Saussure 1857-1913.
Terdapat perbedaan anatar Pierce dan Saussure anatra lain : Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal
linguistik umum Sobur, 2004:110. Sehingga perlu di garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah
para ahli melihat semiotika sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yang
pertama yakni tanda itu sendiri. Studi yang pertama ini mengenai studi
tenatng tanda yang ebrbeda, cara tanda-tanda yang erbbeda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia
dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. Kedua , kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini
mencakup cara berbagai kode dikemangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi
yang tersedia untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Studi ini bergantung pada penggnaan kode-kode dan
tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri Fiske, 2006:61.
2.1.11 Semiotik John Fiske
Menurut John Fiske, pokok perhatian tentang studi semiotika ialah tentang tanda. Semiotika membahas tiga elemen atau bidang studi yang
sama, antara lain: 1.
Sign atau tanda Tanda ialah konstruksi manudaia dan hanya bisa dipahami dalam
artian manisia yang menggunakannya. Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam
memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga bagaimana mereka saling terhubung dengan
orang-orang yang menggunakannya. 2.
Codesi atau kode
Kode atau system yang mengorganisasikan tanda. Studi tentang system yang terdiri dari berbagai macam tanda yang
terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengekploitasi media komunikasi yang sesuai
dengan transmisi pesan mereka. 3.
Budaya Lingkungan dimana tanda dank ode itu berada. Kode dan lambing
tersebut segala sesuatunya tidak apat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambing itu digunakan.
Menurut John Fiske dalam Introduction to Communication Studies Fiske, 2006 : 69 komunikasi merupakan aktivitas manusia yang lebih
lama dikenal namun hanya sedikit orang yang memahaminya. Dalam mempelajari komunikasi kita dapat membaginya dalam dua perspektif,
yaitu : segi proses, serta sisi produk dan pertukaran makana. Berkaitan dengan penelitian iini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif
yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna. Perspektif produksi dan pertukaran makana memfokuskan
bahasannya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilakan sebuah
makan. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringakali menimbulkan kegagalan berkomunikasi
karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima
pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan yang disampaikan. Untuk itulah pendekatan
yang berasal dari perspektif tentang teks iklan dan budaya ini danamakan pendekatan semiotik.
Definisi semiotik yang umum a
dalah studi mengenai tanda-tanda. S
tudi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda
disini antara lain berupa kata-kata, gambar images, suara, gerak tubuh dan objek. Bila kita mempelajari tanda yang satu dengan tanda-tanda yang
lain membentuk sebuah system, dan kemudian dibuat system tanda. Lebih sederhananya semiotic mempelajari bagaimana system tanda membentuk
sebuah makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbulantara sebuah tanda dan makna yang terkandung di
dalamnya, juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.
Menurut James Monaco, seseorang ahli yang lebih berafiliasi dengan gramatika tata bahasa mengatakan bahwa film iklan tidak
mempunyai gramatika film has no grammar. Untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film iklan dan gramatika pada
sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistic untuk menganalisa
sebuah film iklan, karena film iklan terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam.
Menurut Daniel Chancler
2002
,
model linguistic
seringakali mengarahkan unit analisi media audio visual pada analogi- analogi linguistik. Pada semiotika film iklan, model ini
menggeneralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film iklan sama dengan bahasa tulis, seperti : frame sebagai morfem atau kata, shot
sebagai kalimat, scene sebagai paragraph, dan sequence sebagai bab. Penerapan Semiotik pada iklan televise, berarti kita harus
memperhatikan aspek medium televise yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera selanjutnya disebut
shot saja dan krja kamera camera work. Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya.
Misalnya, close-up CU shot berarti pengambilan kamera dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari CU shot adalah keintiman
dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau
pan-up yaitu gerak kamera mendingak pada poros horizontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau
kekuasaan pada objek yang diambil Berger, 1987 : 37. Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera
work tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan music. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsure visual, namun
juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah, memliki makna yang berbesa-beda. Setiap
suara mengekspresikan sesuatu yang unik Sumarno, 1996:71.
Diasumsikan pembuatan iklan televise sama dengan pembuatan film ccerita. Analisi semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar
lebar menurut John Fiske disetarakan dengan analisa film iklan yang ditayangkan di televisi. Sehinggga yang dilakukan pada iklan kopi
Nescafe Classic versi Rasa Lebih Hitam, menurut John Fiske dibagi menjadi tiga level, yaitu:
1. Level Realitas
Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan make up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, peerilaku, ucapan,
gerak tubuh gesture, ekspresi, suara, dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronika melalui kode-
kode teknis. Kode-kode social yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat berupa :
a. Penampilan
Penampilan, kostum, dan make-up yang digunakan oleh tokoh di iklan kopi Nescafe Classic versi Rasa Lebih. Dalam
penelitian ini tokoh yang menjadi objek penelitian adalah beberapa orang pria atau laki-laki. Bagaimana pakaian dan tata rias yang
digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan signifaksi tertentu menurut kode sosial dan
kultural. b.
Lingkungan
Lingkungan atau setting yang ditampilkan dari cerita masing-masing tokoh tersebut, bagaimana symbol-simbol yang
ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya. Setting mengacu kepada tempat di mana sebuah aksi film berlangsung. Tempat-
tempat yang dipilih sifatnya beragam, bisa jadi tempat yang ditayangkan merupakan imaginary places bersifat khayalan
ataupun nyata. Fungsi utama dari setting adalah untuk membangun tempat dan waktu, untuk mengenalkan ide dan tema, dan untuk
menciptakan mood Prammagiore, 2005 : 62. c.
Gesture Gesture atau gerak tubuh, apa makna dari gerak tubuh dari
masing-masing tokoh iklan tersebut 2.
Level Representasi Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music, dan suara,
yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi yang bersifat konvensional.
Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya.
Level Representasi meliputi :
a Teknik Kamera, Teknik-teknik kamera diuraikan sebagai berikut :
1 Camerawork
Penggunaan kamera dalam pembuatan film iklan tidak saja berfungsi untuk menangkap gambar, akan tetapi hasil dari
tangkapan kamera dapat menciptakan makna. Unsur-unsur yang difungsikan dalam penggunaan kamera adalh sebagai
berikut: a
Scene Naratif yang lengkap dalam sebuah film iklan,
temasuk awal, pertengahan hingga akhir film. Biasanya scene adalah sebuah rangkaian yang dibedakan melalui
waktu dan setting Pramaggiore, 2005 : 103. b
Take Istilah penggunaan kamera yang digunakan dalam
sebuah produksi film yang menandai kapan sebuah rangkaian frame yang berisi gambar bergerak. Pembuat
film biasanya melakukan beberapa kali take untuk sebuah scene dan kemudian film editor akan memilih salah satu
take yang terbaik untuk dipergunakan Pramaggiore, 2005 : 104.
2 Shot, Beberapa jenis Shot gambar meliputi :
a Eye-level shot
Pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak kamera 5’ hingga 6’ dari dasar ground. Teknik ini
menggambarkan figure pameran sebelum melakukan action Pramaggiore, 2005 : 109.
b High-angel shot
Shot yang diambil pada posisi kamera berada di atas atau lebih tinggi daripada subjek, sehingga penonton
melihat kea rah bawah dan juga berfungsi memperkecil tampilan subjek Pramaggiore, 2005 : 110.
c Low-angle shot
Pengambilan gambar dengan menempatkan kamera
diposisi lebih rendah dari pada subjek. Biasanya
menjadikan subjek menjadi lebih besar Pramaggiore, 2005 : 110.
d Zoom shot
Teknik memindahkan lensa dari wide-angel position menuju telephoto position, yang menghasilkan
pembesaran objek dalam frame, dan menjaga objek dalam focus, biasa desebut zoom in. Sedangkan kebalikannya
adalah zoom out, yaitu teknik untuk memindahkan lensa dari telephoto position menuju wide-angel position,
sehingga objek yang besar menjadi lebih kecil dalam frame tetapi tetap dalam fokus.
e Long Shot
Shot yang menghasilkan gambar dimana objek menjadi berukuran kecil atau hamper sama tinggi dengan
layar. Teknik ini sangat dapat menampilkan pergerakan
yang dilakukan objek tanpa harus berganti tampilan Pramaggiore, 2005 : 112.
f Medium Long Shot
Shot yang menampilkan objek figure manusia lutut kaki ke atas Pramaggiore, 2005:112.
g Extreme Long Shot
Pengambilan framing dimana skala dari objek diperlihatkan sangat kecil; gedung, landscape atau
kerumunan orang akan mengisi layar. Dapat juga berfungsi sebagai establishing shot yaitu berguna untuk mengenalkan
environment setting. h
Medium Shot Pengambilan gambar yang menampilkan objek
atau figure manusia dari bagian bahu ke atas Pramaggiore, 2005 : 112.
i Close Up
Shot yang menghasilkan gambar objek menjadi besar dan memnuhi frame dan dekat dengan tubuh objek
seperti dada, wajah, kaki, ataupun tangan Pramaggiore, 2005 : 104
j Medium Close Up
Shot yang diambil dari bagian dada manusia hingga ke atas Pramaggiore, 2005 :113
k Extreme Close Up
Pengambilan shot dengan skala objek yang ditunjukkan amat besar dan berfokus pada bagian tubuh
tertentu 3
Sedangkan untuk teknik pergerakan kamera camera movement antara lain :
a. Pan
Pergerakan kamera ke kanan dan kekiri dalam pengambilan gambar. Pan berfungsi untuk
menghubungkan dua tempat atau karakter dan menimbulkan kesadaran penonton pada hubungan antara
keduanya Pramaggiore, 2005 :116. b.
Swish pan Pergeseran kamera yang dilakukan secara cepat
sehingga menghasilkan gambar buram pada beberapa bagian gambar Pramaggiore, 2005 :116.
c. Tilt
Pergerakan kamera pada pengambilan gambar mengayun kea rah atas atau ke bawah dengan tumpuan
yang kuat Pramaggiore, 2005: 116. d.
Tracking shot Pergerakan kamera yang menghasilkan tampilan
bergerak maju, mundur atau menyamping. Tracking shot
mengikuti pergerakan karakter secara utuh sehingga seolah-olah penonton ikut bergerak bersama karakter
Pramaggiore, 2005 :117. e.
Follow shot Pengambilan gambar dengan kamera bergerak
berputar untuk mengikuti pameran dalam adegan Effendy,2002 :138
b Teknik editing
Editing merupakan proses pemilihan potongan film yang telah dihasilkan dan digunakan sehingga membentuk urutan kesatuan
cerita yang koheran. Beberapa teknik editing yaitu : 1
Cut Transisi instan dari suatu gambar ke gambar lainnya.
Menunjukkan bahwa tidak ada jeda waktu. 2
Cut back Mengubah gambar dalam film iklan secara cepat dari adegan
saat ini ke adegan lain yang telah dilihat sebelumnya. Pemotongan ini dilakukan tanpa adanya transisi.
3 Cut to....
Secara cepat mengubah gambar dalam film iklan dari adegan masa kini ke adegan lainnya, tanpa adanya transisi Effendy,
2002:133. 4
Jump cut
Melakukan pemotongan dari suatu pengambilan gambar ke gambar lainnya pa dasebuah film iklan tanapa adanay
penyesuaian Effendy, 2002:140. Biasanya cut ini bertujuan membuat adegan dramatis.
c Pencahayaan Lighting
Merupakan kebutuhan yang bersifat dalam pembuatan sebuah film iklan. Tanpa adanya cahaya yang masuk ke lensa
kamera, maka tidak akan ada gambar yang terekam ke dalamnya. Lighting memiliki kemampuan menrangi bagian set dan aktor,
pencahayaan juga bisa didesain sedemikian rupa untuk membentuk mood dan efek tertentu. Pencahayaan berfungsi untuk
menimbulkan pengertian penonton terhadap sebuah karakter, memberikan perhatian terhadap action tertentu, mengembangkan
tema dan juga membantu mood. Beberapa jenis Lighting yang bisa dipergunakan dalm pembuatan film iklan adalah sebagai
berikut : 1.
Three-point lighting Sebuah sistem pencahayaan efisien yang digunakan
untuk pembuatan film iklan. Three-Point Lighting terdiri atas 3 pencahayaan, yaitu key-light, fill-light dan back-light. Pada
set up standar pencahayaan, key-light berfungsi menerangi subjek dari adegan, biasanya diletakkan tepat disebelah kanan
atau kiri kamera, kira-kira 45º dari poros kamera. Fill-light
berfungsi menghilangkan bayangan yang dihasilkan dari terpaan key-light, sedangkan back-light berfungsi untuk
memisahkan antara subjek dengan latar belakang yang digunakan Pramaggiore, 2005:79.
2. High-key lighting
Jenis pencahayaan dimana fungsi fill-light hampir menyamai level key-light. Gambar yang dihasilkan menjadi
sangat terang dan hanya menghasilkan sedikit bayangan dari subyek adegan. Biasanya digunakan dalam adegan yang
menggambarkan keceriaan dan komedi Pramaggiore, 2005:81.
3. Natural-key lighting
Pada sistem pencahayaan ini, key-light sedikit banyak digunakan lebih terang dibandingkan fill-light sehingga fill-
light tidak perlu menghilangkan bayangan. Gambar yang dihasilkan menjadi lebih ceria dibandingkan high key-light.
Biasanya digunakan untuk pengambilan gambar diluar ruangan Pramaggiore, 2005:81.
4. Low-key lighting
Pencahayaan denagn menggunakan fill-light yang sangat sedikit, sehingga menghasilkan kontras yang sangat
kuat anatar bagian gambar yang paling terang dan yang gelap.
Biasanya digunakan untuk film yang bertema menegangkan atau film noir Pramaggiore, 2005:81.
d Sound
Mempunyai fungsi integral dalam perannya untuk turut mengkonstruksi gambar-gamabr sistematis. Suara atau sound
memegang peranan yang kritis dalam menjelaskan bagaimana pemirsa bereaksi ketika menyaksiskan iamge atau gambar di layar.
Oleh sebab itu, pendalaman tentang bagaimana berpikir, berbicara dan menulis tentang sound menggunakna bahasa analisis yang
konkrit diperlukan dalam pemaknaan sebuah film iklan. 1
Direct sound Suara yang direkam dalam set, dalam lokasi, jika dalma film
dokumenter direkam dalam kejadian yang sesungguhnya Pramaggiore, 2005:207.
2 Looping
Sebuah teknik yang digunakan untuk merekam dialog, menggunakan mesin yang difungsikan merekam maju dan
mundur Pramaggiore, 2005:207. 3
Offscreen space Suara yang datang dari sember asli berada dalam lingkup
ruang dalam sebuah scene tetapi tidak terlihat. Seperti dalam shotreverse-shot ketika karakter mendengarkan suara lawan
bicaranya. Karakter tersebut terlihat, tetapi suara lawan bicaranya hanya terdengar Pramaggiore, 2005:209.
4 Diegetic non-diegetic
Diegetic membantu penempatan musik atau sound effect yang dipresentasikan secara langsung dalam dunia di dalam film
iklan, sedangkan non Diegetic suara berasal dari dunia di luar film iklan Pramaggiore, 2005:210.
5 Voice over
Apabila suara yang biasanya berasal dari karakter film, terdengar ketika pemirsa melihat image dalam ruang dan
waktu yang pada saat tersebut sebenarnya karakter tersebut tidak berbicara disebut voice over. Suara karakter terdengar,
tetapi sebenarnya berada di tempat lain Pramaggiore, 2005:218.
6 Music
Hampir semua film naratif menambahkan unsur musik untuk menarik perhatian penontonnya, walau begitu musik juga
mampu memanipulasi kenyataan dengan cara tertentu Pramaggiore, 2005:226.
3. Level Ideologi
Level ini diorganisasikan ke dalam kesatuan coherence dan penerimaan sosial social acceptability seperti individualisme, kelas
patriarki, pluralisme, umur, ras dan sebagaianya.
2.1.12 Komunikasi non Verbal
Komunikasi non verbal adalah proses mengirim dan menerima informasi secara interpersonal, baik dengan sengaja maupun tidak
disengaja, tanpa menggunakan bahas atertulsi atau lisan. Sinyal non verbal memainkan tiga peran penting dalam komunikasi. Pertama, melengkapai
bahasa verbal. Sinyal non verbal dapat memperkuat pesan verbal saat sinyal non verbal sesuai dengan kata-kata yang digunakan, sinyal non
verbal juga dapat memperlemah pesan verbal saat sinyal non verbal tidak sesuai dengan kata-kata yang digunakan.
Peran kedua sinyal non verbal adalah mengemukakan yang sebenarnya. Orang-orang berpendapat bahwa berbohong dengans inyal
non verbal akan jauh lebih susah. Sesungguhnya, komunikasi non verbal sering kali menyampaikan leih banyak hal pada para pendenagr atau
komnikan daripada kata-kata yang diucapkan. Peran ketiga sinyal non verbal ialah menyampaikan informasi dengan efisien. Sinyal non verbal
dapat menyampaikan nuansa dan banyak sekali informasi secara instan Bovee Thill, 2007:72.
Secara umum terdapat lima fungsi pesan non verbal menurut Mark L. Knapp. Pertama repetisi yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah
disampaikan secara verbal. Contohnya anak kecil yang menjawab mau diajak ke dufan akan mengiyakan sambil melompat-lompat senang.
Kedua, subsitusi yaitu menggantikan simbol atau lambang verbal.
Contohnya, tanap mengatakan sepath kata pun di Indonesia bila menggelengkan kepala maka lawan bicaranya akan tahu bahwa itu sebagai
tanda tidak setuju. Ketiga, kontradiksi yaitu menolak sebuah pesan verbal denngan memberikan makna lain menggunakan pesan non verbal.
Contohnya, seseorang mengiyakan dan menganggukkan kepala saat diminta mendekat namun lalu mengambil langkah seribu dan lari secepat-
cepatnya. Bahasa tubuhnya yang menghindari kontak dengan melarikan diri menandakan bahw ia takut, kontradiktif dengan awal pesan verbalnya
saat mengiyakan. Keempat, pelengkap yaitu melengkapi dan memperkaya pesan non verbal. Contohnya, air muka yang menunjukkan rasa sakit luar
biasa tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Kelima, aksentuasi atau menegaskan pesan verbal.
2.1.13 Psikologi Warna
Warna digunakan secara artistik sebagai alat ekspresi manusia, warna mempunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah hingga zaman modern kini. Sejak lama para ilmuwan telah memfokuskan
perhatian besar terhadap warna yang kemudian bersama dengan seniman mencoba memperhitungkan semua aspek dan mempelajari bagaimana
warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun dalam penggunaan yang lainnya.
Saat ini, pemilihan warna pada diri seseorang tidak hanya sekedar mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaan saja, tetapi telah
memilihnya dengan penuh kesadaran akan kegunaanya. Da Vinci menemukan warna utama yang fundamental, yang disebut sebagai warna
utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Saat ini ilmuwan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak
menerima serta menginterpretasikan warna Darmaprawira, 2002:31. Dalam konterks warna dan hubungannya dengan kepribadian
seseorang, berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan pribadi seseorang menurut Marian L. David :
1. Merah : cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya,
dosa, pengorbanan dan vitalitas 2.
Merah Jingga : semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah 3.
Jingga : hangat, semangat muda, ekstrimis dan menarik 4.
Kuning Jingga : kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme dan terbuka
5. Kuning : cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut dan
pengkhianatan 6.
Kuning Hijau : persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan berseri
7. Hijau Muda : kurang pengalaman, tumbuh, cemburu, iri hati, kaya,
segar, istirahat dan tenang 8.
Hijau Biru : tenang, santai, diam, lembut dan kepercayaan
9. Biru : damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut,
menahan diri dan ikhlas 10.
Biru Ungu : spiritual, kelelahan, hebat, kesuraman, kematangan, sederhana, rendah hati, keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa
11. Ungu : misteri, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam dan
mulia 12.
Merah Ungu : tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak, teka- teki
13. Coklat : hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa
dan rendah hati 14.
Hitam : kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian dan tidak menentu
15. Putih : senang, harapan, murni. Lugu, bersih, spiritual, pemaaf,
cinta dan terang Darmaprawira, 2002:38. Berikut ini adalah beberapa warna yang mempunyai arti dan
perlambangan secara umum : 1.
Merah Merah dibandingkan dengan warna yang lain, warna ini
terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang primitif. Warna merah diasosiasikan sebagai darah, marah, berani,
seks, bahaya, kekuatan, kejantanan, cinta dan kebahagaian. 2.
Merah Keunguan
Warna ini mempunyai karakteristik mulia, agung, kaya, bangga, sombong dan mengesankan. Lambang serta asosiasinya
merupakan kombinasi warna merah dan biru, sifatnya juga merupakan kombinasi dari kedua warna tersebut.
3. Ungu
Karakteristiknya ialah sejuk, negatif, dan atau mundur. Hampir sama dengan biru, tetapi lebih tenggelam dan khidmat,
serta mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini melambangkan duka cita, kontempelatif, suci atau lambang agama.
4. Biru
Warna ini berkarakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai. Goethe menyebutnya sebagai warna yang mempesona, spiritual,
monoteis, kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa mendatang. Biru merupakan warna perspektif, menarik kita pada
kesendirian, dingin, membuat jaraj dan terpisah. Biru melambangkan kesucian, harapan dan kedamaian.
5. Hijau
Karakter warna ini hampir sama dengan warna biru, dibandingkan dengan warna lain warna ini relatif lebih netral.
Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif dan lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan, dan
keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, warna hijau mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, belum dewasa,
pertumbuhan, kehidupan, harapan, kelahiran kembali dan kesuburan. Sifat negatif dari warna ini adalah warna yang tidak
disukai oleh anak-anak karena diasosiasikan sebagai warna penyakit, rasa benci, racun dan cemburu.
6. Kuning
Warna ini adalah kumpulan dua fenomena penting dalam kehidupan manusia, yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari
dan emas sebagai kekyaan bumi. Kuning adalah warna cerah, karena sering dilambangkan dengan jantung dan roh, maka kuning
adalah lambang intelektual. Kuning adalah warna paling terang setelah putih, tapi tidak semurni putih. Kenuing bermakna
kemuliaan cinta serta pengertian yang mendalam dalam hubungan manusia.
7. Putih
Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian,
polos, jujur dan murni. Putih juga melambangkan kekuatan, maha tinggi, lambang cahaya dan kemenangan yang mengalahkan
kegelapan. Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna
hitam, seperti ungkapan ”hati yang putih” yang berarti tanda bersihnya hati dari iri dan dengki. Ada pula yang disebut ”ilmu
putih” sebagai kebalikan dari ilmu hitam. Bila ilmu hitam
dimaksudkan untuk mencelakakan seseorang, maka ilmu putih dimaksudkan untuk menangkal dan membersihkan sesorang dari
pengaruh ilmu hitam. 8.
Abu-abu Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan
melambangkan ketenangan, sopan dan sederhana. Karena itu warna abu-abu sering melambangkan orang yang telah berumur dengan
kepasifan, sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan intelegensia, tetapi juga mempunyai lambang negatif yaitu keragu-
raguan serta tidak dapat membedakan mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting. Karena sifatnya yang netral, warn abu-
abu sering dilambangkan sebagai penengah dalam pertentangan. 9.
Hitam Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran
cahaya. Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri, warna malam dan selalu diindikasikan denagn kebalikan dari sifat
warna putih atau berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini juga sering dilambangkan sebagai warna kehancuran atau kekeliruan.
Umumnya warna hitam diasosiasikan denagn sifat negatif. Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu hitam, daftar
hitam, pasar gelap atau daerah hitam menunjukkan perlambangan negatif dari warna ini. Tetapi warna hitam juga menunjukkan sifat-
sifat positif seperti sikap tegas, kukuh, formal, elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat.
Dari uraian perlambangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna memiliki arti perlambangan yang tidak dapat dikesampingkan
dalam hubungan dan penggunaannya. Dalam kehidupan modern dewasa ini, lambang-lambang yang menggunakan warna tetap dipergunakan,
bahkan kadang bergeser dalam nilai simbolisnya Darmaprawira, 2002:49.
2.2 Kerangka Berpikir
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai suatau peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang
pengalaman field of experince dan pengetahuan field of reference yang berbeda-beda pada setiap individu. Dalam menciptakan sebuah pesan
komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk iklan, komunkator atau pengiklan dan pemilik produk ingin memberikan pemahaman akan baik
dan buruknya sebuah penganggapan atau prasangka. Prasangka atau stereotip hampir selalu digunakan sebagai alat untuk menilai ada memberi referensi
unutk terbentuknya keputusan akan hal-hal atau segala sesuatau yang berbentuk dab berasa. Stereotip seirngkali memberikan gambaran palsu dan
keputusan yang tidak baik untuk kita, karena kontek pengalaman dan pengetahuna yang berbeda tiap orang.
Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan di atas, sehubungan untuk memahami dan mengungkapkan makan mengenai
representasi stereotip laki-laki yang terkandung dalam iklan Nescafe Classic versi Rasa Lebih Hitam, peneliti akan menggunakan nalisa semiotik oleh John
Fiske. Dimana kategori semitok John Fiske ada tiga lever, antara lain: level realitas, level representasi dan level ideologi. Bersama dengan proses tersebut,
kode dan konteks dari luar seperti konteks sosial, ideologi dan budaya yang dikaitkan secara bersamaan sebagai alat bantu. Dari proses pemaknaan melalui
pembacaaan kode-kode tersebut, maka akan diungkapkan makana mengenai representasi stereotip laki=laki dibalik iklan Nescafe Classic versi Rasa Lebih
Hitam.
55
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian