tradisional disimbolkan dengan tubuh yang berotot, atletis dan kekar. Ciri- ciri ini yang kemudian dipotret oleh media dan menjadi stereotip yang
melekat di masyarakat. Jika pada diri perempuan terdapat stereotipe bahwa bentuk tubuh ideal yang harus dikejar adalah tubuh yang kurus, tinggi,
langsing, lengkap dengan rambut lurus panjang, maka pada diri seorang laki-laki pun sebenarnya juga terdapat stereotipe bentuk tubuh tertentu
yang berlaku. Bahwa seorang laki-laki sebaiknya harus mempunyai bentuk tubuh
yang kuat, berotot, dan sehat. Ini sesuai dengan tuntutan bahwa setiap laki- laki harus mempunyai sikap mental yang jantan dan macho. Laki-laki yang
bertubuh lemah gemulai, kurus, dan lembek dianggap tidak sepenuhnya laki-laki, karena diragukan kemampuannya bisa menjaga perempuan
2.1.6 Macho
Macho, kata ini nampaknya menjadi suatu tujuan dan menunjuk pada citra tradisional pria atau laki-laki yang mencapai ekstremnya. Arti
kata ini disampaikan dalam empat karakteristik : 1 Hindari dengan taruhan apapun juga segala sesuatu yang bahkan sedikit saja menyerupai
sesuatu yang feminin, seperti hal-hal yang berkait dengan perasaan, kata- kata yang menyangkut perasaan, air mata, kelemahan, dll. 2 Raihlah
status dengan taruhan apapun yang mempunyai suatu arti bagi pria atau laki-laki lain. 3 Pastikan bahwa anda tampil keras, kuat dan, lebih-labih,
tidak bergantung pada apapun. 4 jadilah seagresif mungkin. Citra ini
yang ditumbuhkan dan ditampilkan tidak hanya berakar pada kepribadian genetis pria, tapi juga dikembangkan secara luas dengan apa yang
diajarkan, ditampilkan dan dijejalkan dalam masyarakat kita Wright,2000:47. Pria diajar oleh pria lain dan masyarakat untuk
memerlukan orang lain,untuk bersikap independen. Mereka diberitahu untuk tidak berbuat lemah.
Dalam ’Men: A Book for Women’, kecenderungan budaya ini digambarkan sebagai berikut :
Ia tak’kan menagis. Ia tak’kan menunjukkan kelemahan.
Ia tak’kan perlu kasih sayang atau kelembutan atau kehangatan Ia akan menghibur tapi tak memerlukan hiburan.
Ia akan diperlukan tapi tak memerlukan. Ia akan menyentuh tapi tak tersentuh.
Ia akan laksana besi dan bukan darah-daging. Ia tak’kan tergoyahkan dalam kejantanannya
Ia akan berdiri seorang diri.
Seorang pria macho adalah sesorang yang berusaha terlalu keras untuk menyamai standar yang keliru yang dibuat oleh masayrakat kita
untuk sebuah kejantanan Wright,2000:48. Para pria macho berupaya untuk menampilkan sebuah citra tanpa kelemahan. Yang tergambar adalah
citra sebuah rumah tanpa pintu, sebuah puri tanpa gerbang, sorang pria yang tak dapat disentuh. Setiap pria atau laki-laki mempunyai
kecenderungan untuk tampil menjadi sosok yang macho. Ini adalah akibat yang didapatkan dari didikan-didikan yang didapatkan seorang laki-laki
menurut tradisi yang biasa ada karena keadaannya yang khas seorang laki- laki. Masayarakat telah mempersempit jalan bagi para pria unutk dengan
bebasnya melepaskan perasaannya. Sejak kecil mereka belajar bahwa untuk menjadi pria sejati berarti menyembunyikan perasaan
merekaEisenman,~:37. Laki-laki di jaman ini hanya dididik untuk bersaing, untuk
ditanamkan dalam dirinya bahwa kemenangan harus dikejarnya berapapun harganya, baik itu kemenangan dalam arti kemanusiaan ataupun dalam
keTuhanan. Laki-laki dididik untuk mandiri. Tergantung pada orang lain adalah tanda kelemahan. Laki-laki dididik untuk tidak puas hanya yang
ada ditangan nya, dan bahwa terus menerus berusaha untuk maju atau untuk menyelesaikan beberapa proyek adalah jauh lebih penting daripada
meneruskan suatu persahabatan. Kenyataan praktis yang harus kita hadapi adalah ciri kewanitaan
dan ciri kelaki-lakian itu mutlak penting untuk kesinambungan vitalitass dan kesehatan baik pribadi kita maupun keluarga kita. Dengan jelas kita
tahu bahwa kesehatan mental masayarakat kitapun sangat tergnatung pada bagaiamna kita membedakan peran yang tepat bagi kepemimpinan pria
atau wanita. Seorang laki-laki bukannya lemah, tapi kuat, apabila ia dengan bijaknya memilih untuk membiarkan pedangnya tetap pada
sarungnya. Sikap ini bukan sikap yang cengeng. Inilah sikap laki-laki sejati yang telah menyerahkan semua keangkuhan makhoismenya.....
Eisenman,~:57.
2.1.7 Maskulin