menetukan kecepatan pertumbuhan dan penyebarannya pada inang dan meningkatkan kerusakan pada jaringan tanaman. Faktor virulensi yang
disekresikan dapat berupa toksin termasuk Ekstraseluler Polisakarida, enzim, dan hormon tumbuh yang menginduksi seperti jenis gejala seperti menguning, busuk
lunak, hiperplasia, nekrosis dan layu Habazar dan Rivai, 2000. Pada bakteri R. solanacearum, ekstraseluler Polisakarida sangat berperan
dalam patogenis, utamanya dalam menghambat translokasi unsur hara dan air, juga menjadi pelindung bakteri dari keadaan yang ekstrim, dapat menetralisir
senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman Wydra dan Rudolph, 1993.
4. Pengendalian Penyakit Layu Bakteri
Cara efektif untuk mengendalikan penyakit-penyakit bakteri yaitu dengan penggunaan kultivar yang resisten atau toleran terhadap penyakit tersebut,
sertifikasi benih dan rotasi tanaman. Kultivar baru yang memiliki resistensi tinggi terhadap serangan penyakit bisa diperoleh melalui persilangan konvesional dan
teknik rekayasa genetika. Tetapi kekuranganya teknik persilangan konvensional terbentur pada masalah gen resisten. Umumnya pemuliaan mengambil gen-gen
resisten dari tanaman lain Plantus, 2008.
a. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan OPT termasuk memanipulasi inang, lingkungan atau
musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati memiliki arti khusus , karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak
membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi
yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya Baker dan Cook, 1974; Reintjes et al. 1999.
Salah satu komponen utama dalam pengendalian terpadu penyakit adalah dengan agensia hayati yang mana tidak berbahaya bagi manusia dan ramah
lingkungan. Teng 1990. Pemakaian agensia hayati atau organisme hidup untuk memberantas organisme lain Rao, 1994. Pengendalian Hayati adalah kegiatan
untuk menurunkan kepadatan pathogen atau parasit dalam kondisi aktif atau kondisi dorman atau istirahat Cook dan Baker, 1991.
Agensia pengendalian hayati penyakit tanaman adalah mikroorganisme yang hidup dan diperoleh dari alam yang dapat berupa jamur, bakteri dan virus
yang dapat digunakan untuk menekan, menghambat dan memusnakan OPT Upadhyay, 1987.
Kelebihan pengendalian secara hayati adalah sebagai berikut: Ramah lingkungan dan tidak membahayakan bagi manusia baik di masa sekarang ataupun
di masa yang akan datang, pengendalian akan mengenai sasaran dengan tepat tanpa membahayakan bagi mikroorganisme lain, lebih menyuburkan tanah dan
memperbaiki struktur tanah, dapat memperbanyak dan menjaga kehidupan mikroorganisme dalam tanah yang bermanfaat bagi tanaman, menjamin dan
menjaga lahan pertanian dimasa yang akan datang Upadhyay dan Ray, 2987. Selanjutnya Howell dan Stipanovic 1979 mengatakan bahwa perlakuan
bakteri Pseudomonad fluoresen pada tanah yang terkontaminasi R. solanacearum telah menambah ketahanan anak tanaman kapas terhadap patogen tersebut 30-79
persen, sedangkan perlakuan antibiotik pyrrolnitrin menambah ketahanan 13-70 persen. Ini berarti bakteri Pseudomonad fluoresen berpotensi sebagai agen
pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Tetapi tidak semua Pseudomonad fluoresen yang diisolasi dari risosfer tanaman bersifat antagonistik terhadap R.
solanacearum Arwiyanto, 1997.
b. Pengendalian Dengan Menggunakan Agensia Hayati Pseuodomonad fluoresen