Teknik Analisis Data Jargon sama dengan nama even

commit to user pendapat Sutopo 2002 adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai data pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dll untuk merekonstruksi bermacam-macam hal sebagai bagian dari masa lampau dan memproyeksikan hal-hal tersebut dengan harapan yang terjadi di masa yang akan datang. Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan Ketua SIEM, Putut H Pramono; Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri; Ketua Kereta Kencana World Music Festival, Putut H Pramono; Perwakilan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Surakarta, Keksi Sundari; dan Pengamat Budaya dari Institut Seni Indonesia ISI Solo, Profesor Darsono.

4. Teknik Analisis Data

Proses analisis data di dalam penelitian kualitatif merupakan bagian yang paling penting, sebab dengan melakukan teknik analisis yang benar, peneliti dapat mempertanggungjawabkan penelitiannya dengan mantap. Penelitian tentang rancang bangun pesan promosi SIPA dan SIEM ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotik. Metode ini diyakini peneliti sebagai metode yang paling sesuai untuk menganalisis pesan-pesan promosi SIPA dan SIEM. Metode semiotik dianggap metode yang paling tepat karena peneliti meyakini bahwa pesan-pesan promosi ini merupakan sebuah produk budaya. Pesan promosi merupakan produk budaya karena pesan promosi berada pada domain semiotik. commit to user Pawito di dalam bukunya yang berjudul Penelitian Komunikasi Kualitatif menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau teknik meniliti teks. Teks yang dimaksud bukan hanya berupa narasi saja namun ia meliputi semua isi media yang tampil dalam wujud apa saja, misalkan tayangan televise, berita surat kabar, konser music, fashion, dan menu masakan. Metode analisis semiotik ini kemudian, memfokuskan diri pada analisis sinkronik dan diakronik. Analisis sinkronik synchronic adalah teknik analisis data dengan cara menganalisis keberadaan teks terutama berkaitan dengan struktur paradigmatik dari teks tersebut. Cara ini dilakukan untuk menemukan lambang- lambang signs yang menonjol serta untuk menemukan signifier -nya, hubungan- hubungan serta oposisi dari lambang dan sistem-sistem yang mengikat lambang. Teknik analisis selanjutnya menurut Pawito adalah analisis diakronik diachronic . Analisis diakronik digunakan untuk melacak struktur sintagmatik dari teks, yakni makna dari rangkaian lambang-lambang, konteks dari teks baik konteks situasi maupun konteks budaya atau ideologis.

5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian. Tujuannya adalah demi kemantapan dan kebenaran hasil penelitian. Pemeriksaan keabsahan data ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan peneliti dalam penelitian kali ini adalah intertekstualitas dan triangulasi commit to user data. Intertekstualitas digunakan untuk mengkaji keabsahan data pada poster dan katalog, sedangkan triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data wawancara. Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif. Dalam kaitan ini, Patton dalam Sutopo 2002:78 menyatakan bahwa ada empat macam teknik triangulasi, yakni 1 triangulasi data, 2 triangulasi peneliti, 3 triangulasi metodologis, 4 triangulasi teoritis. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari dari pola piker fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Teknik triangulasi data menurut Patton dalam Sutopo 2002 sering disenut dengan triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Jadi, dalam aplikasinya, apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda jenisnya. Berbeda dengan teknik triangulasi metode. Jenis triangulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Disini yang ditekankan adaah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya. commit to user Teknik triangulasi lain yang dapat dijadikan alat untuk menguji keabsahan data adalah triagulasi peneliti. Yang dimaksud dengan cara triangulasi ini adalah hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji keabsahannya dari beberapa peneliti. Dari pandangan dan tafsir yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan dikumpulkan berupa catatan, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil penelitian. Teknik triangulasi lain yang dapat dilakukan adalah triangulasi teori. Triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Permasalahan yang dikaji dengan berbagai macam teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak sehingga bisa dianalisis dan ditarik simpulan yang lebih utuh dan menyeluruh. Karena setiap pandangan teori selalu memiliki kekhususan cara pandang, maka dengan menggunakan beberapa perspektif teori akan menghasilkan simpulan yang multidimensi. Dalam kaitannya dengan penelitian rancang bangun pesan SIEM dan SIPA ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teori. Triangulasi sumber yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara, merujuk pendapat dari buku-buku, dokumen-dokumen, serta jurnal-jurnal yang relevan. Triangulasi teori dilakukan dengan cara membandingkan teori-teori yang digunakan dengan temuan yang diperoleh di dalam penelitian. commit to user

BAB IV. PENYAJIAN DATA

Pada bab ini, peneliti akan mendeskripsikan data-data penelitian yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti. Didalam penelitian ini, terdapat 8 korpus yang terdiri atas 2 poster SIPA, 3 poster SIEM dan 3 katalog SIEM. Dalam mendeskripsikan korpus penelitian, peneliti akan melakukan pengamatan berdasarkan teori periklanan. Dalam teori periklanan, terdapat sebuah teori tentang desain iklan. Prinsip dasar desain dalam iklan adalah keseimbangan, prinsip titik fokus, prinsip ritme, dan prinsip kesatuan. Prinsip-prinsip ini harus diketahui untuk menghasilkan desain grafis iklan yang baik untuk tampilan iklan Suyanto, 2004:57. Prinsip keseimbangan adalah kesamaan distribusi dalam bobot pesan visual dan verbal. Prinsip titik fokus adalah pesan fokus dalam penyampaiannya. Ritme sendiri merupakan pola yang diciptakan dengan mengulang atau membuat variasi elemen dengan pertimbangan yang diberikan terhadap ruang yang ada diantaranya dan dengan membangun perasaan berpindah dari satu elemen ke elemen lainnya. Dalam desain grafis, prinsip ritme yang baik adalah mengerti perbedaan pengulangan dan variasi. Sementara prinsip kesatuan dalam desain grafis adalah prinsip organisasi seluruh elemen dalam suatu tampilan grafis. Untuk mencapai kesatuan ini, desainer harus mengerti tentang garis, bentuk, warna, tekstur, kontras nilai, format, keseimbangan, titik fokus dan ritme. 42 commit to user

4.1. Korpus Poster SIPA 2009

Sumber: sipafestival.com2011 Poster diatas adalah poster SIPA pertama. SIPA merupakan bentuk even budaya yang khusus menampilkan seni pertunjukan. Yang mendasari diselenggarakannya SIPA adalah bahwa seni pertunjukan tidak sekadar untuk persoalan kesenian, namun seni pertunjukan yang sekaligus menjadi benang merah dari semangat kebersamaan. Penyelenggaraan SIPA pertama dilaksanakan pada tahun 2009. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri pada tanggal 13 Juli 2011 pukul 12.46 WIB, SIPA nantinya diharapkan dapat menjadi kebanggaan masyarakat Solo. Konsep penyelenggaraan SIPA adalah even ini bukan milik Ketua SIPA, bukan milik panitia, bukan milik pemerintah kota. Tetapi even ini adalah miliknya masyarakat Solo. Artinya ketika SIPA commit to user dilaksanakan, seluruh masyarakat Solo bergerak. Bergerak yang dimaksudkan adalah bergerak dari sisi ekonomi. Meningkatnya jumlah pengunjung hotel di Solo karena kehadiran delegasi dan penonton dari luar kota, meningkatnya layanan jasa travel karena keberadaan event SIPA, meningkatnya jumlah pengunjung di restoran akibat meningkatnya penonton SIPA yang hadir di Kota Solo, meningkatnya penghasilan pengrajin souvenir karena penonton yang ingin membeli souvenir SIPA, dll. Desain poster SIPA 2009 seperti tercantum pada gambar diatas, peneliti dapatkan dari sipafestival.com, situs resmi dari pelaksanaan SIPA di Solo. Poster ini didistribusikan secara online. Cara online dilakukan dengan jalan mencantumkannya pada situs resmi SIPA. Untuk tema dan pesan iklan pada SIPA 2009 memiliki desain yang sama, hanya medianya yang berbeda, salah satu media tersebut adalah poster seperti yang nampak pada korpus pertama. Poster sebagai media komunikasi below the line memiliki kelebihan yakni pembaca poster dapat mengatur tempo ketika ia sedang membaca pesan dalam poster tersebut. Pembaca poster dapat mengulang bacaannya kembali dan mengatur cara membaca. Pembaca juga dapat dengan teliti membaca pesan iklan dan mengulang kembali bagian-bagian dalam poster tersebut sesuai dengan keinginannya. Kelebihan lain dari penggunaan poster sebagai media beriklan adalah sifat poster yang tercetak sehingga pesan-pesannya bersifat permanen. Sifatnya yang permanen ini membuat poster dapat terdokumentasi dengan baik Disisi lain, penggunaan poster juga memiliki kelemahan, yakni dibutuhkannya perhatian pembaca karena sifatnya yang tidak auditif. Untuk dapat commit to user membaca sebuah poster juga dibutuhkan imajinasi dari pembacanya sehingga pembaca dapat memahami dengan baik pesan dalam poster tersebut. Kelemahan lain yang dimiliki poster adalah pada proses distribusi. Penyebaran poster membutuhkan waktu yang relatif lama dengan penentuan lokasi yang harus tepat pula. Tujuannya agar pesan yang disampaikan sesuai dengan target audience. Mengacu pada teori desain poster, dalam pengamatan peneliti, poster ini menggunakan prinsip keseimbangan Band JewlerDrewniany, 2001:149. Band merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam poster untuk media promosi. Layout Band adalah dengan membagi poster kedalam dua bagian utama, bagian kanan untuk visual yakni endorser, ilustrasi, dsb sedangkan bagian kiri untuk tulisan yang berisi pesan yang hendak disampaikan. Bagian kanan atas merupakan tema SIPA. Tema Art Brings Unity, Unity Brings Harmony dicantumkan dengan memberikan penekanan berupa garis bawah seperti nampak pada gambar di bawah ini: Gambar 4.1.1. Tema SIPA dalam Poster SIPA 2009 Pilihan huruf untuk tema SIPA 2009 keseluruhan hurufnya menggunakan huruf kapital. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Huruf kapital merupakan huruf yang berukuran dan berbentuk khusus lebih besar daripada huruf biasa, biasanya digunakan sebagai huruf pertama dalam kalimat, atau commit to user digunakan pada huruf pertama untuk menuliskan nama diri. Huruf kapital dalam bahasa popular disebut huruf besar. Penggunaan huruf kapital pada poster ini berfungsi untuk menunjukkan tingkat pentingnya kata atau kalimat yang dimaksud. Dengan demikian, penggunaan huruf kapital pada tema SIPA 2009 memiliki tujuan bahwa tema SIPA 2009 adalah penting untuk diperhatikan. Bagian kanan dibawah tema SIPA, terdapat visualisasi seorang penari, seperti tampak pada gambar di bawah ini: Gambar 4.1.2. Visualisasi Penari Seorang penari divisualisasikan dalam poster SIPA 2009 sedang melakukan satu gerakan tari tertentu. Sang penari diperlihatkan sedang melirik ke sudut kiri atas. Lirikan mata ini sinergi dengan gerakan tangan sang penari yang berada di posisi kanan bawah. Sudut pengambilan gambar nampak diambil dari sisi bawah kanan atau disebut dengan low angle. Teknik pengambilan gambar tersebut dimaksudkan untuk membuat gambar atau visualisasi nampak lebih besar dari sebenarnya atau menunjukkan keagungan atau kemegahan. Peneliti mengamati bahwa tujuan tersebut juga berlaku pada visualisasi sang penari pada commit to user poster SIPA 2009 yakni ingin mendapatkan kesan kemegahan atau keagungan. Dari sisi busana dan riasan sang penari digambarkan menggunakan busana tari kontemporer berikut dengan mahkota dan riasan yang digunakan. Hal ini mengindikasikan dinamika seni tari yang berpadu dalam busana dan riasan pada seni tari itu sendiri. Bagian kedua pada poster SIPA adalah disisi kiri dari poster. pada bagian kiri poster terdapat ornamen seperti ranting pada buah anggur yang menjalar. Visualisasi ornament tersebut seperti yang nampak pada gambar dibawah ini: Gambar 4.1.3. Ornamen Poster SIPA 2009 Ornamen pada SIPA 2009 berada di pojok kiri poster. Ornamen tersebut digambarkan sebagai ikon dari ranting yang menjalar. Ranting yang menjalar ini dapat kita temukan misalnya pada tanaman buah anggur. Tanaman buah anggur memiliki ranting yang menjalar. Bentuk tanaman menjalar pada desain mengacu pada gaya Art Nouveau. Art Nouveau merupakan salah satu aliran gaya desain yang berkembang sekitar tahun 1890 sampai dengan 1914 bersamaan dengan inovasi sinema Sembach, 2002:8. Art Nouveau dimaksudkan untuk mewakili perkembangan sosial baru, teknologi baru, dan semangat ekspresi yang baru. Dibawah ornamen ikon ranting tanaman menjalar, terdapat tulisan acara, yakni SIPA sekaligus nama panjang dari acara ini. Nama acara tersebut dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini: commit to user Gambar 4.1.4. Nama Acara SIPA merupakan inti acara kegiatan ini. SIPA merupakan kependekan dari Solo International Performing Arts. Pada bagian ini, nama SIPA dibuat dengan huruf kapital dan memiliki ukuran huruf yang paling besar dalam poster. penggunaan huruf kapital dan ukuran yang paling besar dimaksudkan untuk menunjukkan acara yang akan dilaksanakan. Dalam konsep desain iklan, penggunaan ukuran dalam huruf besar merupakan sebuah headline . Headline merupakan inti dari pesan dalam sebuah konsep iklan. Headline dapat berfungsi untuk menarik perhatian pembaca, membawa pembaca ke pesan lain dalam sebuah iklan body teks , mengkomunikasikan keuntungan dari produk atau jasa yang ditawarkan, memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan connection dengan pembaca, serta memperluas makna visual Jewler Drewniany, 2001:110. Dalam pengamatan peneliti, kelima fungsi headline tersebut memenuhi fungsi desain poster SIPA 2009. Poster SIPA dalam pengamatan konsep desainnya mampu menarik perhatian pembaca melalui penggunaan warna dan pesan verbal yang singkat dan jelas. Poster tersebut juga mampu membawa pembaca ke pesan lain dalam sebuah iklan body teks dengan cara menghubungkan pesan di dalam poster tersebut dengan penyelenggaraan commit to user SIPA. Keuntungan jasa juga ditawarkan lewat poster SIPA ini dengan produksi poster yang dapat membawa keuntungan finansial bagi percetakan serta keuntungan immaterial bagi masyarakat Solo dengan menjadikan SIPA sebagai even milik Solo. Dan keuntungan terakhir adalah lewat poster ini mampu memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan connection dengan pembaca, serta memperluas makna visual ke dalam konsep branding Kota Solo sebagai Kota Budaya. Bagian kiri poster setelah nama acara adalah lokasi, tanggal pelaksanaan dan waktu pelaksanaan SIPA, seperti yang nampak pada gamabr di bawah ini: Gambar 4.1.5. Gambar lokasi, tanggal dan waktu pelaksanaan SIPA 2009 Pada bagian ini, lokasi penyelenggaraan SIPA 2009 dipilih di Pamedan Pura Mangkunegaran. Pura Mangkunegaran merupakan salah satu Keraton yang berada di Kota Solo. Pura Mangkunegaran menjadi tempat wisata favorit bagi wisatawan mancanegara maupun domestik ketika mereka berkunjung ke Solo. Hal ini disebabkan karena Pura Mangkunegaran menjadi ikon Kota Solo, baik itu ikon wisata maupun ikon budaya Solo. Selain menunjukkan lokasi, bagian selanjutnya yang tertulis dalam poster SIPA 2009 adalah tanggal pelaksanaan SIPA. Pada SIPA pertama ini, tanggal 7 – 10 Agustus 2009 dianggap sebagai tanggal yang tepat bagi penyelenggaraan acara commit to user ini. Pada bulan Agustus, dalam kalender pendidikan, merupakan bulan kenaikan kelas, kelulusan siswa dan liburan semester perguruan tinggi. Dengan alasan ini pula, maka acara dilaksanakan pada tanggal dan bulan tersebut dengan harapan bahwa banyak dari masyarakat Solo dan sekitarnya yang datang dan menyaksikan SIPA. Sementara itu, waktu pelaksanaan SIPA dipilih malam hari, yakni pukul 19.00 WIB atau pukul 7 malam. Waktu malam hari dipilih karena pada malam hari, seluruh aktivitas pendidikan maupun aktivitas kerja sudah berakhir, sehingga seluruh masyarakat Solo dan dari luar Solo dapat menikmati acara ini dengan baik. Bagian terakhir dalam poster SIPA 2009 adalah sponsor acara ini. Pencantuman sponsor berada di posisi kiri bawah pojok. Sponsor SIPA 2009 nampak seperti gambar di bawah ini: Gambar 4.1.6. Sponsor SIPA 2009 Ada tiga sponsor utama dalam penyelenggaraan SIPA 2009, mereka adalah Pemerintah Kota Pemkot Solo, kursus tari Semarak Candra Kirana Art Center, dan SIPA Community. Sponsor utama ini muncul dalam poster dalam bentuk simbol sekaligus indeks melalui logonya masing-masing. Secara keseluruhan, poster SIPA menggunakan warna emas sebagai warna dasar dari poster SIPA 2009. Warna emas yang ditampilkan dalam SIPA pertama menyimbolkan kekayaan Hindarto, 2006:38. Warna emas juga dikaitkan dengan commit to user makna elegan, citra high class atau citra kelas atas Sutiono, 2009:200. Dari beberapa rujukan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan warna emas pada desain poster SIPA 2009 ingin memberikan kesan elegan, citra high class, kejayaan, keagungan, kemewahan dan kemegahan sebuah even yang diklaim sebagai even berskala internasional.

4.2. Korpus Poster SIPA 2010

Sumber: sipafestival.com2011 Gambar diatas adalah poster SIPA kedua yang dilaksanakan pada tahun 2010. Poster SIPA 2010 ini peneliti dapatkan dari situs sipafestival.com, sebuah situs resmi dari penyelenggaraan SIPA. Konsep SIPA 2010 disemua publikasi sama, hanya media yang digunakan saja yang berbeda, dan masih konsisten seperti pada SIPA 2009, panitia penyelenggara menggunakan desain poster dengan menggunakan prinsip keseimbangan Band JewlerDrewniany, commit to user 2001:149. Band merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam poster untuk media promosi. Layout Band adalah dengan membagi poster kedalam dua bagian utama, bagian kanan untuk visual yakni endorser dan ilustrasi sedangkan bagian kiri untuk tulisan yang berisi pesan yang hendak disampaikan. Perbedaan dalam desain poster SIPA pertama adalah penempatan visualisasi dan informasi SIPA. Jika SIPA 2009 menggunakan bagian kanan poster untuk menempatkan visualisasinya, maka pda poster SIPA 2010 kali ini, sisi kanan poster digunakan untuk pemberian informasi acara. Dan begitu pula sebaliknya, pada poster SIPA 2010, pada sisi kiri digunakan untuk penempatan visual atau gambar, sementara di poster SIPA 2009 di bagian kiri digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan informasi mengenai acara SIPA. Untuk selanjutnya, peneliti akan mengamati bagian demi bagian dalam poster ini. Bagian pertama yang peneliti amati adalah di bagian kanan poster, posisi utama ditempatkan nama acara dan nama panjang acara seperti tampak pada gambar dibawah ini: Gambar 4.2.1. Nama Acara Gambar diatas adalah nama acara, yakni SIPA sekaligus nama panjang acara yaitu Solo International Performing Arts. Posisi nama acara ini berbeda commit to user dengan posisi di poster SIPA 2009. Jika di poster SIPA 2009, nama acara berada di bagian kanan tengah, pada poster SIPA 2010, posisinya di kanan atas. Hal ini mengindikasikan pentingnya nama acara ini sekaligus menunjukkan headline dari poster tersebut. Peneliti masih sependapat dengan Jewler dan Drewniany 2001:110 bahwa headline dapat berfungsi untuk menarik perhatian pembaca, membawa pembaca ke pesan lain dalam sebuah iklan body teks , mengkomunikasikan keuntungan dari produk atau jasa yang ditawarkan, memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan connection dengan pembaca, serta memperluas makna visual. Dalam pengamatan peneliti, kelima fungsi headline tersebut memenuhi fungsi desain poster SIPA 2010. Bagian kedua dari poster setelah pencantuman nama acara adalah lokasi pelaksanaan, tanggal pelaksanaan waktu dan pelaksanaan, seperti tampak pada gambar dibawah ini: Gambar 4.2.2. Lokasi, tanggal pelaksanaan dan waktu pelaksanaan Body teks pada poster ini adalah penyebutan nama tempat pelaksanaan acara, tanggal pelaksanaan dan waktu pelaksanaan. Pamedan Istana Mangkunegan Solo masih menjadi pilihan panitia SIPA untuk melaksanakan acara ini. Masih konsisten dengan lokasi SIPA pertama, SIPA kedua juga memilih Pamedan Istana Mangkunegaran sebagai pilihan lokasi yang dianggap tepat untuk berlangsungnya acara. Seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa lokasi tersebut commit to user merupakan salah satu ikon Kota Solo. Mangkunegaran sebagai ikon wisata Solo sekaligus ikon budaya Solo. Lokasinya yang tidak jauh dari jalan utama Kota Solo juga menjadi alasan dipilihnya tempat ini untuk melaksanakan SIPA. Bagian ketiga dari poster SIPA 2010 adalah penempatan sponsor utama acara. Logo sponsor sebagai indeks dan simbol sekaligus ditempatkan pada bagian pojok kanan bawah. Tulisan tidak terlalu besar dan bahkan ukuran tulisan maupun logo lebih kecil jika dibandingkan dengan tulisan lain yang ada di dalam poster. gambar sponsor utama dapat dilihat di bawah ini: Gambar 4.2.3. Sponsor SIPA 2010 Gambar tersebut adalah gambar sponsor utama SIPA 2010. Sama halnya dengan penyelenggaraan SIPA 2009, SIPA 2010 kali ini masi disponsori oleh tiga sponsor utama yakni Pemkot Solo, Semarak Candra Kirana Art Center dan SIPA Community. Sponsor mencantumkan logonya dalam penyelenggaraan SIPA sebagai wujud terlibatnya ketiga sponsor dalam SIPA 2010 ini. Logo sponsor dalam konteks semiotika Pierce dapat dikategorikan sebagai simbol sekaligus sebagai indeks. Sebagai simbol dan indek, ia menjadi simbol dan rujukan terhadap institusi atau organisasi yang diwakilinya. Beralih ke bagian sisi kiri dari poster SIPA 2010, terdapat tema SIPA dan visualisasi SIPA 2010. Gambar tema SIPA 2010 dapat kita amati seperti di bawah ini: commit to user Gambar 4.2.4. Tema SIPA 2010 Tema SIPA 2010 adalah Nature Inspires The Soul of Arts . Pilihan jenis hurufnya adalah cetak miring atau italic dan menggunakan jenis huruf untuk menulis judul. Hal ini berbeda dengan SIPA 2009 yang menggunakan jenis huruf kapital untuk penulisan temanya. Di sisi lain, penulisan tema pada SIPA 2010 masih konsisten dengan penulisan tema SIPA 2009 yakni dengan menggunakan garis bawah atau underline pada penulisan kalimatnya. Garis bawah ini, dalam pengamatan peneliti, hendak menunjukkan bahwa kalimat tersebut penting dan diharapkan menjadi pusat perhatian. Mengingat kalimat tersebut adalah tema SIPA 2010, maka dalam pandangan penulis, penggunaan garis bawah pada kalimat tersebut telah sesuai. Bagian selanjutnya di sisi kiri poster setelah tema adalah visualisasi ikon dari penari. Visualisasi tersebut seperti nampak pada gambar di bawah ini: commit to user Gambar 4.2.5 Visualisasi penari pada poster SIPA 2010 Gambar diatas merupakan ikon dari penari. Penari dipilih sebagai visualisasi karena disesuaikan dengan acara SIPA yakni festival seni tari. Penari dalam visualisasi ini digambarkan sedang melakukan salah satu gerakan tari. Ia memegang seuntai padi yang telah menguning, yakni padi yang siap panen. Busana yang dikenakan masih mengikuti model busana kemben khas busana perempuan Jawa, namun aksesori yang dipakai di bagian kepala penari merupakan aksesoris modifikasi. Penari yang dipilih berjenis kelamin perempuan dan sudah popular di kalangan masyarakat Solo. Penari tersebut adalah Sruti Respati. Sruti Respati adalah sinden yang berasal dari Kota Solo. Pemilihan orang terkenal dalam iklan memang memberikan keuntungan. Keuntungan tersebut salah satunya berupa stopping point yakni perhatian audience dapat dengan mudah didapatkan karena audience langsung memperhatikan tokoh dalam sebuah media iklan Jewler Drewniany, 2001:8. commit to user Secara keseluruhan, poster ini didominasi oleh warna hijau. Warna hijau menjadi latar belakang dari poster. warna hijau ini diambil dari warna sawah yang baru saja ditanami padi. Sawah menjadi pilihan untuk dijadikan tema SIPA 2010 ini karena dianggap mampu mewakili lokalitas masyarakat Indonesia yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya dengan bertani www.metrotvnews.com2012. Indonesia juga disebut sebagai negara agraris karena mengandalkan sektor pertanian untuk kegiatan ekonominya. Sejalan dengan pandangan ini, Kusrianto 2007 menyatakan tentang konsep warna pada desain, bahwa warna hijau pun juga selalu dikaitkan dengan warna alam yang menyegarkan. Warna hijau dianggap mampu membangkitkan energi dan mampu memberi efek menenangkan, menyejukkan dan menyeimbangkan emosi. commit to user

4.3. Korpus Poster SIEM 2007

Sumber : Dokumentasi Peneliti Korpus tiga merupakan poster SIEM 2007. Poster ini dipasang di beberapa titik strategis di Kota Solo. SIEM tahun 2007 merupakan SIEM yang pertama kali digelar di Solo. SIEM pertama ini awalnya diselenggarakan oleh Pemkot Solo. Even SIEM berikutnya yakni di tahun 2008 dan 2010, SIEM dilaksanakan oleh pihak swasta dengan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta. Berkaitan dengan poster SIEM tersebut. pemilihan poster dalam beberapa hal merupakan media below the line yang cukup efektif. Poster sebagai media commit to user komunikasi massa memiliki nilai penting dalam meningkatkan awareness atau kesadaran pada khalayak. Yang dimaksud dengan awareness adalah tumbuhnya kesadaran pada benak khalayak bahwa sebuah acara akan terselenggara sesuai dengan informasi yang terkandung di dalam poster tersebut. Selain itu, poster sebagai media luar ruang memiliki keunggulan menarik perhatian konsumen dalam waktu singkat karena letaknya di pinggir-pinggir jalan utama. Dalam konteks politik, poster kerapkali digunakan oleh calon wakil rakyat karena sifatnya yang mampu memberikan pencitraan secara instan. Dalam waktu sekejap, seseorang yang muncul dalam poster tersebut dapat dikenali dengan mudah. Namun, selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh poster, tetap saja dalam penggunaannya, poster juga memiliki kelemahan. Pesannya yang singkat dapat membuat khalayak kesulitan untuk mengartikulasikannya lebih jauh. Apalagi jika poster tersebut dipasang di pinggir-pinggir jalan yang artinya khalayak melewati poster tersebut sepintas lalu saja. Pengartikulasian khalayak akan semakin kabur pada posisi ini. Secara keseluruhan, konsep desain poster SIEM 2007 ini adalah menggunakan prinsip keseimbangan Silhouette JewlerDrewniany, 2001:149. Prinsip keseimbangan Silhouette merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam poster sebagai media promosi. Layout Silhouette adalah dengan membagi poster ke dalam tiga bagian utama, bagian atas sebagai informasi utama atau headline , bagian kiri poster adalah gambar atau ilustrasi dan bagian sisi kanan poster adalah informasi tambahan atau body teks . Poster ini commit to user memiliki ukuran sedang A2 42 x 59.4 cm dengan jenis kertas Art Paper 100 gram. Bagian atas poster adalah informasi utama mengenai SIEM 2007. Informasi yang disampaikan pada bagian utama tersebut adalah nama acara dan jenis acara. Gambar nama acara dan jenis kegiatan tersebut dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 4.3.1.Gambar nama acara dan jenis kegiatan Setidaknya terdapat tiga konsep pada nama acara tersebut, yakni Solo, International dan Ethnic Music. Solo dalam konsep semiotika Pierce merupakan sebuah indeks yang merujuk pada nama tempat dan penyelenggara acara, yakni Kota Solo. International merupakan sebuah indeks yang mengacu pada skala penyelenggaraan acara yakni bertaraf internasional, yakni mengajak semua musisi dan penyanyi dari seluruh dunia untuk bergabung dalam acara ini. Ethnic Music sendiri adalah sebuah indeks yang mengacu pada salah satu jenis musik yang dikonsepsikan sebagai jenis musik khas daerah atau khas negara tertentu. Selain nama acara, terdapat pencantuman jenis kegiatan acara. Acara ini diselenggarakan dengan dua kegiatan utama, yakni Festival dan Konferensi. Kata commit to user “festival” dalam KBBI berasal dari Bahasa Latin festa yang memiliki makna sama dengan kata pesta. Secara umum, yang dimaksud dengan festival adalah sayembara atau perlombaan. Festival dapat dimaknai pula sebagai pesta besar atau sebuah acara meriah yang diselenggarakan dalam rangka memperingati sesuatu hal atau satu hari yang bersejarah seperti hari kemerdekaan atau hari kelahiran. Pesta ini dapat berlangsung selama satu atau beberapa hari dalam seminggu. Untuk festival yang dilaksanakan oleh SIEM 2007 sendiri bukan ditujukan untuk sayembara atau perlombaan tetapi sebagai rangkaian pertunjukan musik etnik dari berbagai belahan dunia. Festival ini dilaksanakan sebagai kegiatan wisata atau promosi Kota Solo sebagai Kota Budaya. Kegiatan yang dilakukan SIEM 2007 selain mengadakan festival musik etnik adalah dengan mengadakan konferensi. Secara umum, yang dimaksud dengan konferensi adalah rapat atau pertemuan untuk merundingkan sebuah hal atau dapat juga sebagai tempat bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama. Dalam pelaksanaan SIEM tahun 2007 ini, konferensi yang diadakan adalah konferensi musik dalam bentuk temu dialog para pelaku, pemikir, kritikus, dan pengamat musik nusantara dan internasional dalam menghadapi tantangan kini dan ke depan. Konferensi tersebut digelar pada tanggal 2 s.d. 5 September 2007 pada pagi hari pukul 10.00-13.00 WIB dengan panelis Ramon P.Santos Philipina, Mara Hakim, Goh Hing Lee, James F Sundah, Slamet Abdul Syukur, Purwanti Kusumaningtyas, dan Endo Swondo. Selain itu juga hadir beberapa panelis di luar disiplin musik, diantaranya adalah Tung Desem Waringin commit to user http:selebriti.kapanlagi.comindonesiaiiga_mawarniberita2007 diunduh tanggal 26 Mei 2012 pukul 18.45 WIB. Mengenai penggunaan huruf pada nama acara tersebut, huruf yang digunakan adalah jenis Times New Roman. Jenis huruf ini mengacu pada sifatnya yang formal. Nama acara ini juga dibuat dengan huruf kapital dengan ukuran huruf paling besar jika dibandingkan dengan ukuran huruf dalam poster tersebut. Penggunaan huruf kapital dan ukuran yang besar memiliki arti bahwa nama acara ini penting dan menjadi fokus utama informasi pada poster. Informasi utama lainnya setelah nama acara dan jenis kegiatan adalah informasi tentang tema acara. Gambar tema acara SIEM 2007 adalah sebagai berikut : Gambar 4.3.2.Gambar tema acara SIEM 2007 Tema SIEM pertama ini adalah “Merajut Kebhinnekaan Budaya Bangsa dan Hubungan Internasional”. Tema tersebut diangkat sebagai wujud semangat untuk menyatukan musisi nasional dan internasional, dalam sebuah wadah festival dan konferensi musik etnik internasional. Tema ini juga diangkat karena untuk pertama kalinya SIEM diadakan di Kota Solo, sehingga Kota Solo sebagai penyelenggara ingin memperkenalkan diri dan membina hubungan yang baik dengan bangsa-bangsa lain di dunia. commit to user Di sisi kanan atas pada informasi utama poster SIEM 2007 adalah logo SIEM. Gambar logo SIEM adalah sebagai berikut: Gambar 4.3.3. Gambar logo SIEM Logo SIEM ini memiliki 4 bagian utama, yakni gambar lingkaran berwarna biru yang merupakan indeks dari bumi atau bola dunia, dan 3 pita yang mengitari lingkaran yang berwarna merah, kuning dan putih. Warna pita ini merupakan indeks yang mengacu pada keragaman ras di dunia. Warna merah mengacu pada ras Negroid di belahan bumi Afrika, warna kuning mengacu pada ras Mongoloid yakni ras manusia yang berada di wilayah Asia Timur dan warna putih mengacu pada ras Kaukasoid yang berada di wilayah benua Amerika dan Eropa. Melalui indeks ini, pesan yang disampaikan adalah SIEM menjadi wadah musisi dunia dari berbagai suku bangsa dunia untuk bergabung bersama-sama dan menikmati musik ethnic bersama di Kota Solo. Masuk ke bagian kedua pada poster SIEM 2007 terdapat ikon seorang laki-laki yang digambarkan sedang meniup terompet. Gambar sosok laki-laki tersebut dapat kita amati sebagai berikut: commit to user Gambar 4.3.4. Gambar Endorser SIEM Dalam visualisasi tersebut, diperlihatkan sosok laki-laki yang bertelanjang dada sedang meniup benda mirip terompet. Terompet itu diarahkan ke atas diikuti dengan pandangan mata keatas dan posisi badan menghadap ke atas. Teknik pengambilan foto laki-laki tersebut hanya setengah badan. Secara keseluruhan, gambar sosok laki-laki tersebut hampir memenuhi bagian kiri poster. Dengan pengamatan ini, peneliti menyimpulkan bahwa dengan benda yang dibawa oleh endorser iklan tersebut hendak menyampaikan pesan bahwa acara musik hendak dilaksanakan di Kota Solo. Kabar perhelatan musik ini ingin disampaikan dan diharapkan didengar oleh semua orang, oleh karena itu terompet pun dihadapkan ke atas seolah-olah hendak mengumandangkan berita ini kepada semua orang di seluruh penjuru dunia. Bagian selanjutnya pada sisi kanan poster adalah nama-nama negara peserta SIEM dan nama-nama peserta SIEM 2007. Nama negara dan nama peserta ini dapat kita lihat pada gambar berikut: commit to user Gambar 4.3.5. Gambar Peserta SIEM Pada gambar tersebut terlihat jelas nama-nama negara peserta SIEM dan nama penampil dalam SIEM 2007. Negara peserta SIEM 2007 adalah Belanda, Iraq, Yunani, Australia, Korea, Bengali, India, Philipina, Papua, Kalimantan, Padangpanjang, Makassar, Bandung, Palu Aceh, dan tuan rumah SIEM yakni Solo. Sedangkan nama peserta festival adalah Dwiki Dharmawan The Next Generation, Sawung Jabo Yayi Kakung Group, “Gan” Gilang Ramadhan dan “ Kua Etnika” Djadug Ferianto. Nama negara dan nama peserta dicantumkan dengan maksud untuk menarik perhatian dan minat masyarakat Solo agar hadir di acara ini. Ditampilkannya nama-nama negara dan nama peserta SIEM karena perwakilan negara-negara peserta tersebut berasal dari luar Indonesia selain karena popularitas para peserta SIEM yang dikenal di seluruh Indonesia. Nama- nama seperti Dwiki Dharmawan, Sawung Jabo, Gilang Ramadhan dan Djadug Ferianto merupakan nama-nama musisi terkenal asal Indonesia. Jewler dan commit to user Drewniany 2001 menyebutkan bahwa dengan mencantumkan dan mendatangkan selebritas pada konsep desain promosi, dapat memberikan efek stopping point , yakni mampu membuat pembaca iklan atau penonton untuk berhenti membaca iklan tersebut. Pencantuman tanggal pelaksanaan dan tempat pelaksanaan SIEM 2007 merupakan pencatuman informasi dalam poster setelah pencantuman nama-nama negara peserta dari dalam dan luar negeri. Tanggal pelaksanaan dan tempat pelaksanaan SIEM dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 4.3.6 Gambar tanggal pelaksanaan dan lokasi pelaksanaan SIEM 2007 SIEM 2007 mengambil lokasi di Benteng Vastenburg, Solo. Benteng Vastenburg merupakan salah satu tempat cagar budaya yang ada di Kota Solo. Benteng ini berlokasi di kawasan Gladak, Surakarta. Benteng ini didirikan pada masa pemerintahan penjajah Belanda atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Benteng Vastenburg memiliki fungsi sebagai tempat orang-orang Belanda untuk mengawasi penguasa Surakarta. Di seberang Benteng ini, terletak kediaman Gubernur Belanda yang saat ini telah menjadi kantor Balaikota Surakarta. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia RI, Benteng ini digunakan sebagai markas TNI untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada masa 1970 s.d. 1980-an bangunan ini digunakan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade commit to user Infanteri 6Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya. Mengenai tanggal pelaksanaan SIEM, awalnya pelaksanaan SIEM direncanakan diadakan pada bulan Agustus, namun karena adanya beberapa alasan, sehingga waktu pelaksanaan menjadi bulan September. Bulan September dipilih karena pada bulan ini merupakan masa-masa awal semester baru bari mahasiswa dan awal-awal masa sekolah tingkat dasar hingga tingkat menengah. Sesuai dengan kalender pendidikan Taman Kanak-Kanak TK hingga jenjang Sekolah Menengah Atas SMA di seluruh wilayah Indonesia, siswa memulai proses belajar mengajar pada bulan Juli tahun berlangsung dan berakhir pada bulan Juli pada tahun yang akan datang. SIEM memanfaatkan momen awal masuk sekolah karena panitia menganggap beban studi masih belum begitu banyak. SIEM menjadi pilihan bagi masyarakat Solo, khususnya bagi para siswa dan orang tua untuk mengisi waktu-waktu senggang mereka dengan melihat acara SIEM. Selain pencantuman lokasi dan tanggal pelaksanaan SIEM juga disebutkan alamat website dari panitia SIEM. Website kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern, termasuk bagi masyarakat Solo. Dengan adanya alamat website tersebut, masyarakat yang ingin mengetahui informasi mengenai acara ini diarahkan untuk membuka website www.siemfc.com. commit to user Bagian paling bawah dari poster yang membentang dari ujung kiri poster hingga ujung paling kanan poster terdapat logo para sponsor SIEM 2007. Gamabr logo sponsor SIEM 2007 adalah sebagai berikut: Gambar 4.3.7. Gambar nama negara dan nama peserta SIEM 2007 Gambar tersebut merupakan logo para sponsor SIEM 2007. Logo dalam konsep semiotika Pierce merupakan simbol sekaligus indeks. Sebagai simbol, logo memiliki makna eksistensi dari sebuah lembaga atau instansi. Sebagai indeks, logo merujuk pada lembaga atau instansi yang diwakilinya. Logo para sponsor yang terantum pada poster tersebut adalah logo PTPN Radio, Ria FM, Matton Film Production, Garasi Indie Production, Mulia Electronic, Courts, Solo Radio, Sumber Ria Sound, Metta FM, logo Pemkot Solo, Kita FM, dan Kaos Oblong. Yang menarik pada pencantuman logo sponsor pada poster ini adalah logo Pemkot Solo yang disejajarkan dengan logo sponsor lain dalam SIEM 2007. Berbeda dengan SIPA, logo Pemkot Solo pada poster SIPA dicantumkan menjadi bagian dari visual poster dan disejajarkan dengan komunitas penyelenggara SIPA dan kursus tari yang menjadi sponsor SIPA, bukan disejajarkan dengan sponsor- sponsor lain di SIPA. Pencantuman logo Pemkot Solo pada poster SIEM ini memunculkan pemaknaan terhadap kontribusi yang dilakukan oleh Pemkot pada penyelenggaraan acara SIEM. Dalam pengamatan penulis, Pemkot Solo pada penyelenggaraan SIEM memiliki kontribusi yang sama dengan sponsor lain pada commit to user SIEM, sementara pada penyelenggaraan SIPA, Pemkot Solo memberikan kontribusi besar sehingga logo yang dicantumkan diberi porsi sesuai dengan kontribusi. Pada poster SIEM 2007 ini secara keseluruhan menggunakan warna dasar atau background berwarna hitam. Dalam kebanyakan kebudayaan, warna hitam dianggap sebagai warna yang membawa kesan kesedihan, kejahatan dan kematian, hal ini kemungkinan karena warna hitam merupakan warna yang kita lihat di malam hari sehingga menimbulkan kesan tersebut. Namun di sisi lain, warna hitam dapat juga menggambarkan immortality keabadian. Warna hitam juga memiliki daya tarik artistik yang tinggi. Warna hitam digemari karena menampilkan kesan elegan dan mewah. Dengan demikian, pada poster SIEM 2007 ini nampaknya kesan elegan dan mewah yang ingin coba disampaikan panitia kepada audience . commit to user

4.4. Korpus Poster SIEM 2008

Sumber : Dokumentasi Peneliti Korpus keempat dalam penelitian ini adalah poster SIEM 2008. Poster ini memiliki ukuran sedang A2 42 x 59.4 cm dengan jenis kertas Art Paper 100 gram. Peneliti mendapatkan poster ini dari panitia SIEM. SIEM tahun 2008 ini menurut pengakuan Ketua SIEM, Putut H Pramono pada situs resmi SIEM, tidak menggunakan spanduk, umbul-umbul dan baliho untuk sosialisasi festival kepada commit to user khalayak. Alasannya karena pemasangan media-media promosi tersebut, hanya akan menambah kotor kota. Selanjutnya panitia menarik perhatian masyarakat untuk menonton SIEM ini adalah dengan mengadakan acara pre-event dan membuat promosi dalam bentuk lain yang tidak memproduksi sampah. Konsep desain iklan SIEM 2008 kali ini menggunakan desain layout prinsip keseimbangan Band JewlerDrewniany, 2001:149. Band merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam baliho atau poster sebagi media promosi. Layout Band adalah dengan membagi baliho ke dalam dua bagian utama, bagian kiri untuk visual yakni endorser, ilustrasi, dsb sedangkan bagian kanan digunakan untuk tulisan yang berisi pesan-pesan yang hendak disampaikan. Seperti yang telah penulis sampaikan bahwa tipe desain poster SIEM 2008 ini menggunakan jenis desain Band, maka poster ini terbagi menjadi dua bagian, bagian ilustrasi dan bagian informasi. Pada bagian ilustrasi, terdapat sebuah ikon remaja laki-laki yang bertelanjang dada, menggunakan sarung batik bermotif parang dan memegang garputala. Gambar ikon tersebut dapat terlihat seperti gambar berikut ini: commit to user Gambar 4.4.1 Gambar endorser poster SIEM 2008 Penggunaan tokoh remaja dalam pandangan umum berbicara mengenai perkembangan remaja itu sendiri. Masa remaja biasanya diasumsikan dengan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, dan dalam masa transisi tersebut remaja menjajaki alternative dan mencoba berbagai pilihan sebagai bagian dari perkembangan identitas Santrock, 2003:16. SIEM seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya, disimbolkan sebagai seorang remaja, karena SIEM baru dua kali diselenggaran. SIEM dalam masa transisi dan dalam masa perkembangan identitas untuk menjadi matang. Sehingga dalam pandangan peneliti, penggunaan tokoh remaja ini hendak mengasosiasikan SIEM yang tengah menginjak masa remaja. Pada poster tersebut dipilih remaja laki-laki. Pemilihan tokoh laki-laki ini untuk menunjukkan citra maskulin. Bahwa dalam penguasaan alat musik, laki-laki lebih berkembang daripada perempuan. Keunggulan dalam penguasaan musik ini muncul pula pada poster, yakni endorser tersebut memegang garputala. Garputala commit to user merupakan alat yang berbentuk seperti garpu bergigi dua atau berbentuk huruf Y dan beresonansi pada frekuensi tertentu bila dihentakkan pada suatu benda. Garputala berfungsi untuk mencari nada pada musik atau nada suara manusia. Alat ini sering digunakan oleh konduktor paduan suara untuk mencari nada dasar lagu pada saat paduan suara tersebut hendak menyanyikan lagu. Garputala dengan demikian sebagai petanda dari acara yang akan dilaksanakan, yakni acara festival musik, sekaligus sebagai petanda bahwa laki-laki lebih bisa menguasai alat-alat musik daripada perempuan. Berbeda dengan SIPA yang dalam dua tahun penggunaan ikonnya menggunakan ikon perempuan dengan tujuan membangun citra feminin. Hal ini dapat terlihat pada endorser yang digunakan selama dua tahun berturut-turut. Seni tari kerapkali diasosiasikan dengan gemulai, lentik dan lemah lembut yang merupakan ciri feminitas. Ekspresi wajah yang ditampilkan endorser tersebut adalah dahi agak berkerut dengan alis mata yang agak sedikit dinaikkan, pandangan mata melirik ke samping. Ekspresi wajah seperti ini adalah ekspresi wajah seseorang yang sedang berpikir. Dengan tangan membawa garputala yang posisinya berada di samping telinga, menciptakan makna bahwa endorser sedang berpikir untuk mencari nada yang sesuai yang diperoleh dari garputala tersebut. Pencarian nada merupakan hal yang penting pada pertunjukan musik dan vocal group. Mengenai busana yang digunakan oleh endorser ini adalah busana „basahan‟. „Basahan‟ pada busana laki-laki, dalam konteks kultur Jawa, berarti tidak mengenakan baju atau bertelanjang dada, sementara bagian bawah menggunakan „jarik‟. „Jarik‟ adalah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi commit to user tubuh sepanjang kaki. „Jarik‟ dalam konteks budaya Jawa merupakan busana khas yang digunakan baik oleh laki- laki maupun perempuan. „Jarik‟ bukan hanya kain panjang polos, namun kain panjang bermotif. Motif yang digunakan adalah motif batik. Batik juga merupakan motif khas masyarakat Indonesia, termasuk di Jawa. Jawa merupakan ikon batik di Indonesia. Endorser pada poster SIEM 2008 menggunakan „jarik‟ dengan motif „Parang‟. Kata „Parang‟ berasal dari kata „pereng‟ yang berarti „lereng‟. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah dalam bentuk diagonal. Susunan motif ini seperti berbentuk huruf „S‟ yang jalin-menjalin tidak terputus yang melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf „S‟ ini diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat tidak pernah padam . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motif ini merupakan salah satu motif dasar batik yang paling tua. Pada masa lalu, motif parang sangat dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu dan acara-acara tertentu saja. Contohnya, jarik dengan motif parang ini digunakan oleh raja-raja Jawa dan senopati keraton yang pulang berperang membawa kemenangan. Melalui penggunaan jarik motif parang ini, senopati ingin menyampaikan kabar gembira kepada Raja atas kemenangannya. Motif parang sendiri sebenarnya juga beragam. Ada Parang Rusak yang khusus digunakan oleh Raja, ada pula Parang Kusuma dan Parang Barong, Parang Klithik, dsb. Warna dasar motif parang juga berbeda antara motif parang Solo dengan motif parang Yogyakarta. Motif Parang Solo berwarna coklat atau sering disebut dengan „Sogan‟ sementara motif Parang Yogyakarta memiliki warna dasar commit to user putih. Mengamati batik yang digunakan oleh endorser pada poster SIEM 2008, nampak bahwa endorser menggunakan jenis jarik dengan motif Parang Rusak Yogyakarta. Parang Rusak merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di lingkungan Keraton. Namun sekarang ini, penggunaannya telah mengalami modifikasi. Motif jenis ini tidak hanya digunakan untuk kalangan bangsawan namun telah digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Motif tersebut juga merupakan motif khas Yogyakarta, karena warna dasar jarik adalah warna putih, padahal SIEM ini dilaksanakan di Solo. Dalam pandangan peneliti, terdapat ketidaksesuaian penggunaan filosofi kemasan pesan dengan pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Setelah sisi kanan digunakan untuk penempatan endorser , pada sisi kiri poster ditempatkan simbol-simbol verbal berupa informasi tentang nama acara dan jenis kegiatan SIEM. Gambar nama dan jenis kegiatan tersebut dapat dilihat dibawah ini: Gambar 4.4.2. Gambar nama acara dan jenis kegiatan SIEM 2008 Gambar tersebut merupakan nama acara yakni SIEM, tahun pelaksanaan SIEM, dan jenis kegiatan SIEM . Penulisan kata „SIEM‟ dalam poster tersebut ditulis dengan ukuran yang paling besar dibandingkan dengan ukuran huruf lain di commit to user dalam poster tersebut. Dengan dem ikian, kata „SIEM‟ merupakan fokus utama atau headline pada poster ini. Warna untuk huruf menggunakan warna coklat gelap yang dapat bermakna kehangatan. SIEM ingin dicitrakan sebagai even yang bisa dihadiri oleh semua lapisan masyarakat. Dibawah nama SIEM adalah tahun pelaksanaan SIEM. Pada poster tersebut dijelaskan bahwa SIEM dilaksanakan pada tahun 2008. Diatas nama acara nampak gambar logo SIEM 2008. Posisi logo ini berada tepat diatas huruf “I” pada kata “SIEM”. Hal ini dimaksudkan logo SIEM sebagai „titik‟ atas pada huruf „i‟ huruf balok atau huruf cetak. Logo SIEM menggunakan warna dasar emas. Warna emas merupakan turunan dari warna kuning. Warna emas memiliki warna simbolik yang bernuansa keagungan, kejayaan, kebesaran, kemegahan dan kemewahan. Sehingga dalam penggunaan warna ini pada logo SIEM, hendak menyampaikan adanya unsur kemegahan, keagungan, kejayaan dan kebesaran. Warna logo ini berbeda dengan warna logo SIEM tahun 2007 yang berwarna-warni. Dalam pengamatan peneliti, kembali terjadi inkosistensi penyampaian pesan. Menurut peneliti, penggunaan logo harus konsisten, sekalipun yang terjadi disini adalah penggantian warna. Karena logo merupakan simbol filosofi dasar sebuah acara atau even sekaligus simbol visi dan misi dari organisasi tersebut. Apabila berganti-ganti logo ataupun warna logo dapat mempengaruhi filosofi dasar pendirian institusi atau organisasi atau even termasuk mempengaruhi merk atau brand tersebut di benak konsumen. Dengan berganti-gantinya logo atau warna logo dapat menimbulkan ambiguitas makna dalam diri audience . commit to user Mengenai jenis kegiatan, SIEM 2008 masih konsisten dengan mengadakan jenis kegiatan yang sama di tahun 2007 yakni festival dan konferensi. Festival pada SIEM 2008 bukan dimaksudkan sebagai sebuah perlombaan musik tradisional namun merupakan sebuah parade musik tradisional dari berbagai dunia. Sedangkan konferensi adalah pertemuan seperti rapat yang mendiskusikan sesuatu hal tertentu. Dalam pelaksanaan SIEM, pokok bahasan yang dibahas adalah tentang music khususnya musik tradisional dari berbagai negara sekaligus membicarakan kemungkinan kerjasama bagi musisi-musisi yang terlibat pada acara SIEM ini. Dibawah nama acara dan tahun pelaksanaan, disebutkan tentang tanggal, waktu dan lokasi penyelenggaraan acara SIEM. Gambar tanggal, waktu dan lokasi penyelenggaraan dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 4.4.3 Gambar nama panjang acara dan jenis kegiatan Pura Mangkunegaran dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan SIEM kedua. Pura Mangkunegaran merupakan ikon budaya sekaligus ikon wisata di Kota Solo. Pura Mangkunegaran dipilih karena memiliki posisi yang strategis di Kota Solo karena lokasinya yang berdekatan dengan jalan utama Kota Solo. Tanggal pelaksanaan SIEM kedua awalnya dilaksanakan pada bulan Agustus, namun karena adanya acara World Heritage Cities Conference WHCC atau Konferensi Internasional Kota-kota Warisan Dunia di Solo, oleh karena itu commit to user maka SIEM dirangkaikan sekaligus dengan acara konferensi. Pelaksanaan acara SIEM kemudian diundur hingga tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 2008. Berkaitan dengan waktu pelaksanaa, pada baliho tersebut dicantumkan waktu pelaksanaan acara yakni pukul 20.00 s.d. 23.30 WIB. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan acara dilaksanakan malam hari. Malam hari dianggap merupakan waktu yang tepat karena pada malam hari, kegiatan seluruh masyarakat Solo dan masyarakat pada umumnya telah berhenti. Malam hari menajdi waktu istirahat bagi sebagian besar orang. Sehingga sajian musik etnik dari berbagai dunia, dapat dijadikan sebagai sarana melepas lelah setelah seharian bekerja sekaligus sebagai hiburan tersendiri bagi masyarakat. Bagi panitia, pemilihan di malam hari juga memberi keuntungan sendiri, sebab malam hari angina bertiup diatas permukaan bumi. Hal ini mengakibatkan produksi suara yang dihasilkan alat-alat musik dapat didengar lebih jelas oleh pendengarnya. Berbeda jika dilaksanakan pada siang hari. Di siang hari udara bergerak dari permukaan bumi dibawa ke angkasa, sehingga bunyi-bunyian seperti suara alat musik akan terdengar kurang jelas. Bagian terakhir dari poster SIEM 2008 ini adalah penyebutan nama-nama sponsor SIEM 2008. Gambar nama-nama sponsor dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 4.4.4 Gambar logo sponsor SIEM 2008 commit to user Ukuran logo terbesar pada gambar tersebut adalah logo Pemkot Solo. Jika dibandingkan dengan logo lain pada poster ini, maka ukuran logo lain nampak memiliki ruang yang lebih kecil. Posisi logo Pemkot Solo juga berada di posisi pertama. Hal ini berbeda jika kita membandingkannya dengan logo SIEM tahun 2007 dimana logo Pemkot Solo memiliki ukuran yang sama besar dengan ukuran logo lain dalam poster dan posisinya juga bukan posisi pertama, namun menempati posisi keenam setelah kelima logo sponsor lain. Namun, selain perbedaan pencantuman peletakan dan ukuran logo, terdapat pula persamaan penempatan logo Pemkot Solo ini. Pada poster SIEM 2007 dan 2008, logo Pemkot Solo diposisikan sejajar dengan logo sponsor lain. Berbeda dengan penempatan logo Pemkot Solo pada Poster SIPA 2009 dan 2010 yang peletakkannya pada ruang visual dan ruang informasi pada posternya. Pada pencantuman logo ini, tertulis frase “supported by” yang artinya acara ini didukung atau disponsori oleh Pemkot Solo, TELKOM Indonesia, Garuda Indonesia, Hotel Sahid Raya, Hotel Lor In, Kompas, TATV dan Solopos. Pencantuman keenam sponsor ini tentunya diluar sponsor lain yang medukung. Peletakan sponsor pada poster sebuah acara mengindikasikan besaran dana yang diberikan kepada panitia acara. commit to user

4.5. Korpus Poster SIEM 2010

Sumber : Dokumentasi Peneliti Gambar tersebut merupakan gambar korpus kelima berupa poster SIEM 2010. Poster ini berukuran 35 cm x 50 cm dengan bahan Art Paper full color. Secara keseluruhan, konsep desain poster SIEM 2010 ini adalah menggunakan prinsip keseimbangan Silhouette JewlerDrewniany, 2001:149. Prinsip keseimbangan Silhouette merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam poster sebagai media promosi. Layout Silhouette adalah dengan membagi poster ke dalam tiga bagian utama, bagian atas sebagai commit to user informasi utama atau headline, bagian kiri poster adalah gambar atau ilustrasi dan bagian sisi kanan poster adalah informasi tambahan atau body teks. Bagian pertama SIEM berupa informasi panitia penyelenggara SIEM 2010. Informasi ini diposisikan di ujung kiri poster. Gambar informasi tersebut dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 4.5.1. Gambar informasi panitia SIEM 2010 Gambar tersebut adalah gambar informasi mengenai panitia penyelenggara SIEM 2010. Informasi diawali dengan kata “follow us” yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah “ikuti kami”. Frase “follow us” ini popular dalam penggunaannya di twitter. Twitter adalah salah satu media sosial yang ada di internet yang mengalami perkembangan pesat termasuk di Indonesia. Frase “follow us” berarti bahwa massa atau audience digerakkan atau diarahkan untuk mengikuti panitia untuk memfokuskan perhatiannya pada even SIEM ini. “Follow us” juga dapat dimaknai panitia penyelenggara sebagai sebuah organisasi yang memiliki ide, menginisiasi ide dan menjadi kreator acara yang kegiatan dan aktivitasnya diikuti oleh khalayak. Setelah frase “follow us” diikuti dengan kata “website”, “facebook”, “fanpage”, “twitter”, dan “email”. Dengan penyebutan kata-kata yang ada dalam commit to user internet tersebut, dapat diartikan khalayak dapat mengikuti informasi yang lebih lengkap pada alamat-alamat tersebut. Website biasanya memuat informasi yang lengkap tentang penyelenggaraan sebuah acara, mulai dari panitia dan alamat serta nomor telepon yang dapat dihubungi sampai pada nama-nama peserta dan nama negara asal peserta serta jadwal pelaksanaan acara. Facebook, fanpage dan twitter merupakan beberapa contoh dari media sosial yang kini berkembang di internet dan menjadi media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Dengan tingginya penggunaan media sosial-media sosial ini maka dalam pengamatan peneliti, panitia ingin menarik perhatian dari masyarakat Indonesia pengguna media sosial-media sosial tersebut. Email sendiri merupakan bentuk surat elektronik yang berkembang di internet. Email berfungsi seperti surat pada umumnya, sehingga melalui media ini, khalayak dapat bertukar informasi, pertanyaan, saran dan kritik seperti halnya ketika khalayak berkirim surat kepada sebuah organisasi atau instansi atau perusahaan. Bagian selanjutnya setelah informasi tentang panitia penyelenggara SIEM adalah nama acara. Gambar nama acara dapat terlihat seperti pada gambar dibawah ini : Gambar 4.5.2. Gambar nama acara commit to user Gambar tersebut adalah gambar nama acara yang dilaksanakan, yakni SIEM yang merupakan kependekan dari nama Solo International Contemporary Ethnic Music. Pada nama SIEM diakhiri dengan simbol “©” yang diasosiakan sebagai tanda titik seperti ketika kita menutup sebuah kalimat dengan tanda titik. Namun tanda titik yang digunakan pada poster ini adalah huruf “c” yang berada di tengah lingkaran. Penggunaan simbol tersebut dalam arti harfiah memiliki makna “copyright” atau hak cipta, sehingga simbol tersebut biasanya dicantumkan pada produk-produk yang memiliki hak cipta. Dalam konteks pelaksanaan SIEM kali ini, simbol “©” memiliki makna bertingkat atau makna konotasi sebagai tanda titik pada kata “SIEM” sekaligus sebagai indeks dari kata “contemporary”. “Contemporary” merupakan kata berarti kontemporer. Kata tersebut ditambahkan pada nama panjang SIEM pada tahun 2010 ini. Dalam pengamatan peneliti, kata ini baru digunakan oleh panitia penyelenggara pada tahun 2010. SIEM 2007 dan 2008 tidak menggunakan kata tersebut.Selanjutnya dalam pengamatan peneliti, digunakannya kata tersebut karena selama dua tahun penyelenggaraan SIEM, musik-musik yang disajikan bukan merupakan musik etnik murni tetapi merupakan modifikasi dengan jenis musik kontemporer atau jenis m usic popular. Dengan demikian, digunakanlah kata “contemporary”. Simbol lain lain yang muncul dalam informasi mengenai acara ini adalah logo SIEM. Logo SIEM diposisikan tepat diatas huruf “I” pada kata “SIEM”. Dengan demikian, dapat diartikan, logo tersebut sebagai tanda titik untuk huruf cetak “i” yang biasa digunakan untuk penggunaan huruf dalam kata. Logo SIEM, selanjutnya, kembali kepada warna dasar seperti pada SIEM 2007 yang commit to user menggunakan kombinasi empat warna, yakni biru, merah, kuning dan putih. Penggunaan warna ini berbeda ketika kita bandingkan dengan penggunaan warna pada SIEM 2008. Logo SIEM ini memiliki 4 bagian utama, yakni gambar lingkaran berwarna biru yang merupakan indeks dari bumi atau bola dunia, dan 3 pita yang mengitari lingkaran yang berwarna merah, kuning dan putih. Warna pita ini merupakan indeks yang mengacu pada keragaman ras di dunia. Warna merah mengacu pada ras Negroid di belahan bumi Afrika, warna kuning mengacu pada ras Mongoloid yakni ras manusia yang berada di wilayah Asia Timur dan warna putih mengacu pada ras Kaukasoid yang berada di wilayah benua Amerika dan Eropa. Melalui indeks ini, pesan yang disampaikan adalah SIEM menjadi wadah musisi dunia dari berbagai suku bangsa dunia untuk bergabung bersama-sama dan menikmati musik ethnic bersama di Kota Solo. Bagian ketiga dalam desain poster adalah tanggal pelaksanaan acara dan lokasi penyelenggaraan cara. Gambar tanggal dan lokasi acara seperti terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 4.5.3. Gambar pelaksanaan dan lokasi acara Gambar tersebut adalah gambar pelaksanaan acara SIEM 2010. SIEM 2010 dilaksanakan pada tanggal 7 Juli s.d. 11 Juli 2010. Dalam kalender akademik sekolah tingkat Dasar sampai tingkat menengah atas, pada bulan ini merupakan bulan liburan, setelah pada bulan Juni, siswa-siswa melaksanakan ujian akhir commit to user sekolah. Pada tingkat pendidikan perguruan tinggi pada bulan ini juga masa-masa libur semester dan pendaftaran mahasiswa baru, sehingga bulan Juli dianggap tepat oleh panitia untuk menyelenggarakan SIEM 2010. Waktu pelaksanaan SIEM 2010 adalah pukul 20.00 s.d. 23.00 WIB. Waktu yang dipilih sama seperti penyelenggaraan SIEM tahun-tahun sebelumnya yakni pada jam-jam tersebut. Pemilihan waktu di malam hari juga masih konsisten dengan pemilihan waktu pada tahun-tahun sebelumnya, karena malam hari merupakan waktu yang paling baik untuk bunyi-bunyian terdengar dengan jelas. Lokasi pelaksanaan SIEM ketiga ini berbeda dengan SIEM pertama dan kedua. SIEM 2010 mengambil lokasi di Stadion R. Maladi, Sriwedari. Stadion ini berlokasi di Jalan Bhayangkara yang merupakan lokasi jantung kota Solo. Stadion ini pada masa pemerintahan Walikota Solo, Slamet Suryanto diberi nama Stadion R. Maladi. Maladi merupakan desainer stadion ini sekaligus sebagai salah satu pejuang asal Solo yang pada masanya berjuang melawan penjajah Belanda. Maladi juga pernah menjabat sebagai Menteri Olahraga Indonesia. Karena prestasi-prestasi itulah maka untuk mengenang Maladi, Slamet Suryanto memberi nama Stadion Sriwedari dengan nama Stadion R. Maladi. Dalam perkembangannya, yakni tahun 2011, pada masa pemerintahan Walikota Solo, Joko Widodo, nama stadion ini dikembalikan ke nama semula yakni Stadion Sriwedari. Dalam sejarah olahraga di Indonesia, Stadion Sriwedari merupakan stadion tempat diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional PON I pada tahun 1946. Faktor-faktor kesejarahan inilah yang kemudian dalam pandangan peneliti commit to user merupakan alasan panitia sehingga memilih tempat ini sebagai tempat untuk menyelenggarakan SIEM. Hal lain yang dapat diamati peneliti dari pemilihan lokasi SIEM adalah selama tiga kali penyelenggaraan SIEM, panitia belum pernah menggunakan lokasi yang sama sebagai tempat penyelenggaraannya. Setiap tahun pelaksanaan SIEM selalu mengambil lokasi yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk eksplorasi tempat-tempat di Solo yang memiliki nilai sejarah dan budaya, sehingga penonton SIEM dapat mengenali setiap sudut Kota Solo. Setelah bagian informasi utama atau headline poster, bagian berikutnya adalah bagian informasi tambahan berupa informasi visual pada sisi kiri poster dan informasi nama negara dan peserta SIEM pada sisi kanan poster. Bagain visual poster adalah ditunjukkan dengan gambar berikut: Gambar 4.5.4. Gambar visual poster SIEM 2010 Gambar tersebut merupakan visual poster SIEM 2010. Visualisasi ini dalam konsep semiotika Pierce merupakan ikon dari seorang laki-laki yang commit to user sedang menabuh alat musik sejenis “bedug”. Bedug merupakan alat musik tabuh tradisional yang biasanya digunakan umat Muslim sebagai penanda waktu Sholat. Dalam perkembangannya, alat musik ini tidak hanya bisa ditemukan di Masjid dan digunakan umat Muslim namun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Pada visual gambar tersebut, ekspresi endorser melihat kearah samping dengan mulut menganga. Ekspresi seperti ini menunjukkan ekspresi yang penuh semangat untuk memainkan alat musik yang dipakainya sekaligus ekpresi kekuatan yang digunakan untuk memukul alat musik tersebut. Tujuannya untuk membunyikan alat musik sekencang mungkin sehingga gaungnya bisa didengar oleh banyak orang. Bagian bodycopy yang lain disebelah visualisasi adalah informasi mengenai pengisi acara SIEM. Pada bagian ini terbagi menjadi tiga yakni, pengisi acara yang terdiri dari musisi-musisi popular Indonesia, nama peserta SIEM yang berasal dari luar Indonesia dan yang terakhir adalah nama peserta SIEM yang berasal dari Indonesia. Gambar pengisi acara tersebut dapat terlihat seperti dibawah ini: commit to user Gambar 4.5.5. Gambar daftar peserta SIEM 2010 Yang menarik untuk diamati pada bagian ini menurut peneliti adalah peletakan posisi peserta SIEM asal luar Indonesia dan asal Indonesia. Nama peserta dari negara luar Indonesia diposisikan setelah pencantuman nama-nama peserta SIEM asal Indonesia. Hal ini mengandung arti bahwa panitia SIEM lebih mendahulukan peserta SIEM dari luar Indonesia karena even ini bertaraf internasional. Panitia menghargai masing-masing pengisi acara dengan porsi yang berbedda-beda sesuai dengan posisi masing-masing pengisi acara. Bagian terakhir dalam konsep desain poster SIEM 2010 adalah pencantuman logo para sponsor SIEM 2010. Gambar logo para sponsor ini dapat dilihat sebagai berikut: commit to user Gambar 4.5.6. Gambar visual poster SIEM 2010 Pencantuman nama-nama sponsor ini apabila kita bandingkan dengan poster SIEM 2008, memiliki perbedaan dari sisi jumlah sponsor. Dalam pandangan penulis, even ini mulai dikenal masyarakat Solo sehingga mulai menjadi perhatian khusus dari pihak sponsor. Pihak sponsor berani mempromosikan produk atau jasanya melalui even ini. Pada bagian sponsor ini terbagi menjadi dua bagian yakni penyebutan penyelenggara dan penyebutan sponsor SIEM. Pada bagian penyebutan penyelenggara, SIEM Community dan IDEA Production merupakan dua nama yang tercantum dalam poster tersebut. Pemkot Solo sebagai pendukung acara SIEM, disebut sebagai sponsor pertama dalam poster tersebut. Setelah Pemkot Solo, disebutkan nama sponsor lainnya yakni Djarum, Metro TV, Kompas, Sriwijaya Air, Larasati, Omah Sinten, Soga, Griya Teratai, Rumah Turi, The Sunan Hotel, Kusuma Sahid Raya Hotel, Sahid Jaya Hotel, Best Western Premier Hotel, Lor In Hotel, Goela Klapa, Roemahkoe, de Tree, Sidomuncul, Hailai, PT Perkebunan Nusantara, Solopos, Cosmopolitan, Solo Radio, Prambors Radio, Fiesta FM, Solopos FM, Metta FM, PTPN, Ria FM, Karavan, Jimbaran, Comsogirl, Bazaar, Amica, Esquire, Goodhousekeeping, dan commit to user Trax. Penyebutan penyelenggara dan sponsor menggunakan Bahasa Indonesia, berbeda jika kita amati pada poster SIEM 2008.

4.6. Korpus Katalog SIEM 2007

Gambar 4.6.1. Katalog SIEM 2007 Sumber : Dokumentasi Peneliti Korpus enam berupa katalog SIEM 2007. Katalog ini berukuran 21 cm x 26 cm. Katalog SIEM 2007 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan jenis kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 66 lembar halaman dan dicetak sebanyak 500 eksemplar. Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam dwi bahasa yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2007 adalah Sambutan dari Menteri Pariwisata dan Budaya, Sambutan dari Walikota Solo, Sambutan dari Ketua Panitia SIEM, Jadwal Festival, Jadwal Konferensi, Jadwal Workshop, Profil SIEM, Profil Delegasi SIEM dari Indonesia, Profil Delegasi SIEM dari luar Indonesia serta pencantuman nama-nama sponsor dan logo commit to user sponsor. Katalog SIEM ini diberikan kepada para delegasi SIEM dari dalam dan luar Indonesia serta dikirimkan kepada Kedutaan-Kedutaan Indonesia di luar negeri.

4.7. Korpus Katalog SIEM 2008

Gambar 4.7.1. Katalog SIEM 2008 Sumber : Dokumentasi Peneliti Korpus selanjutnya adalah katalog SIEM 2008. Katalog ini berukuran 19,5 cm x 19 cm. Katalog SIEM 2008 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan jenis kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 80 lembar halaman dan dicetak sebanyak 500 eksemplar. Katalog SIEM ini diberikan kepada para delegasi SIEM dari dalam dan luar Indonesia serta dikirimkan kepada Kedutaan-Kedutaan Indonesia di luar negeri. Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam dwi bahasa yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2008 adalah Sambutan dari Ketua Panitia SIEM, Sambutan dari Walikota Solo, Jadwal Festival, Jadwal Workshop, Profil SIEM, Jadwal Konferensi, Profil Delegasi SIEM dari Indonesia, commit to user Profil Delegasi SIEM dari luar Indonesia, Profil Kurator dan pencantuman nama- nama sponsor dan logo sponsor.

4.8. Korpus Katalog SIEM 2010

Gambar 4.8.1. Katalog SIEM 2010 Sumber : Dokumentasi Peneliti Korpus delapan berupa katalog SIEM 2010. Katalog ini berukuran 20,5 cm x 20,5 cm. Katalog SIEM 2010 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan jenis kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 68 lembar halaman dan dicetak sebanyak 500 eksemplar. Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam dwi bahasa yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2010 adalah Sambutan dari Ketua Panitia SIEM, Sambutan dari Walikota Solo, Jadwal Festival, SIEM Profile, Panitia SIEM, Profil Delegasi SIEM dari dalam dan luar negeri, Kata-Kata Apresiasi serta pencantuman nama-nama sponsor dan logo sponsor. commit to user

BAB V. ANALISIS DATA

Seperti yang telah dijelaskan di bagian latar belakang bahwa penelitian ini mengambil objek Solo International Ethnic Music SIEM dan Solo International Performing Arts SIPA. SIEM merupakan acara festival musik yang mendatangkan sejumlah musisi dari dalam maupun luar negeri. Tujuan dilaksanakannya SIEM adalah untuk menjaga kelangsungan tradisi dan menjaga Solo sebagai Kota Budaya http:www.detiknews.com2011. SIEM pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007 dengan mengambil lokasi di kawasan cagar budaya Benteng Vastenburg Solo. SIEM digelar dengan format pertunjukan musik yang disajikan dalam bentuk etnik tradisional, etnik kontemporer dan etnik entertainment . Sedangkan waktu pertunjukannya adalah pagi, sore dan malam hari. Selain pertunjukan musik, pagelaran SIEM juga menampilkan sejumlah sesi diskusi, workshop, demo alat musik etnik dan lain sebagainya. Pada SIEM kali pertama dipamerkan juga alat musik etnik, partitur, buku, video, kaset, CD, VCD serta DVD. Musisi luar negeri yang hadir pada saat itu adalah musisi dari Irak, Yunani, Korea, Belanda, Australia, India, Bengali India Timur dan Filipina. Sedangkan dari dalam negeri terdapat sejumlah musisi dari Padang Panjang, Bengkulu, Jabar, Madura, Makassar, Palu, Aceh, Papua, Yogyakarta serta seniman dari Solo. Musisi Indonesia popular yang pernah ikut memeriahkan SIEM diantaranya adalah musisi Dwiki Darmawan, Gilang Ramadhan, Dewa Budjana, Djaduk Ferianto, Iga Mawarni dan Waldjinah. 93 commit to user Pada penyelenggaraan perdananya tahun 2007 silam, panitia mengklaim bahwa respon dari masyarakat yang hadir pada saat itu diluar dugaan panitia dan Pemerintah Kota. Selama sepekan pelaksanaan SIEM, jumlah penonton yang hadir pada pagelaran musik tersebut diperkirakan berjumlah lebih dari 50.000 orang yang berasal dari berbagai kota. Sehingga kemudian, panitia SIEM 2007 mentargetkan penyelenggaraan SIEM pada tahun 2008 mampu mendatangkan penonton dari berbagai penjuru kota. Inilah yang disebut dengan strategi multi player effect http:siemfestival.wordpress.com2011 . Sebagai salah satu strategi Solo City Branding , tentunya Pemerintah Kota Solo menaruh harapan kepada SIEM. Beban tidak ringan bagi SIEM. Di satu pihak mengemban fungsi sebagai ajang capaian prestasi para musisi etnik dari berbagai latar belakang kultural, dan di lain pihak menjadi salah satu strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Solo dan sekitarnya. Dalam perkembangannya, selanjutnya SIEM dilaksanakan pada tahun 2008. SIEM pada tahun 2008 dilaksanakan di Pura Mangkunegaran Surakarta. SIEM 2008 mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat Solo sama seperti pelaksanaan SIEM yang pertama. Tahun 2009 SIEM tidak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena SIPA pertama lahir pada tahun 2009. SIEM dan SIPA direncanakan dilaksanakan secara bergantian setiap tahun, sehingga di dalam penyelenggaraannya SIEM dan SIPA menjadi even Biennale, yakni even seni yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. SIEM kembali dilaksanakan pada tahun 2010. Tahun 2010 SIEM dilaksanakan di Stadion R Maladi Sriwedari. Karena masuk dalam konsep Biennale, maka SIEM selanjutnya dilaksanakan di commit to user tahun 2012. Namun SIEM 2012 urung dilaksanakan karena terjadi perdebatan tentang lokasi pelaksanaan SIEM. SIEM pada akhirnya urung dilaksanakan. Namun, di tanggal yang sama, muncul even musik yang bertema budaya namun memiliki nama acara yang berbeda. Kereta Kencana World Music Festival KWF adalah nama acara tersebut. KWF diselenggarakan di lokasi Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar. Menurut anggapan masyarakat umum, KWF merupakan even musik pengganti SIEM. Namun pihak panitia KWF tidak menyatakan bahwa KWF adalah pengganti SIEM. Objek penelitian kedua yang hendak diteliti adalah Solo International Performing Arts SIPA. SIPA merupakan bentuk even budaya yang khusus menampilkan seni pertunjukan. Yang mendasari diselenggarakannya SIPA adalah bahwa seni pertunjukan tidak sekadar untuk persoalan kesenian, namun seni pertunjukan yang sekaligus menjadi benang merah dari semangat kebersamaan. SIPA mulai dilaksanakan pada tahun 2009, sehingga pada bulan Juli 2011 ini, dilaksanakan SIPA yang ketiga http:sipafestival.com2011. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri pada tanggal 13 Juli 2011 pukul 12.46 WIB, SIPA nantinya diharapkan dapat menjadi kebanggaan masyarakat Solo. Konsep penyelenggaraan SIPA adalah even ini bukan milik Ketua SIPA, bukan milik panitia, bukan milik pemerintah kota. Tetapi even ini adalah miliknya masyarakat Solo. Artinya ketika SIPA dilaksanakan, seluruh masyarakat Solo bergerak. Bergerak yang dimaksudkan adalah bergerak dari sisi ekonomi. Meningkatnya jumlah pengunjung hotel di Solo karena kehadiran delegasi dan penonton dari luar kota, meningkatnya layanan jasa travel karena commit to user keberadaan event SIPA, meningkatnya jumlah pengunjung di restoran akibat meningkatnya penonton SIPA yang hadir di Kota Solo, meningkatnya penghasilan pengrajin souvenir karena penonton yang ingin membeli souvenir SIPA, dll. Selanjutnya, sesuai dengan deskripsi korpus penelitian di bagian penyajian data peneliti akan melakukan analisis 8 korpus yang terdiri dari poster dan katalog sebagai media promosi SIEM dan SIPA dengan menggunakan teori message studies yang dikembangkan oleh Purwasito. Analisis dilakukan dengan cara menganalisis simbol-simbol dalam poster dan katalog SIEM guna mengetahui alasan dibalik penciptaan simbol-simbol tersebut dan dengan tujuan apa simbol- simbol tersebut pada akhirnya diciptakan. Pada proses analisis, peneliti menggunakan beberapa media promosi, yakni poster dan katalog SIEM dan SIPA untuk diteliti karena konsep promosi di semua media yang digunakan oleh SIEM dan SIPA sama. Menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I serta berdasarkan latar belakang masalah dan fakta-fakta yang ada, kajian ini berangkat dari tiga pertanyaan yang berbasis pada teori message studies , yakni 1 Apakah yang dimaksud dengan SIEM dan SIPA? Apa kaitan antara SIEM dan SIPA dengan branding Kota Solo sebagai Kota Budaya? 2 Bagaimana konstruksi pesan SIEM dan SIPA untuk mem- branding Kota Solo sebagai Kota Budaya? 3 Mengapa pesan SIEM dan SIPA tersebut dikemas sedemikian rupa? Apa makna kemasan pesan tersebut? Hal-hal tersebut merupakan persoalan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. commit to user Untuk menjawab tiga persoalan tersebut, peneliti mengajukan tiga kategori meliputi: 1 penggunaan jargon-jargon dalam konstruksi pesan, 2 penggunaan logo dalam konstruksi pesan, dan 3 penggunaan referensi lokal. Konstruksi pesan, sebagaimana dijelaskan Purwasito dalam buku Message Studies 2003:15 adalah sebuah upaya untuk mengkaji bagaimana pesan secara teknis verbal dan non verbal dibangun dengan tujuan memperkuat bobot pesan agar mencapai derajat tertentu, seperti optimalitas pesan, efektifitas dan keberhasilan yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek seperti bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago mundi , latar belakang produktor, distributor dan bahasa. Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Purwasito 2003 ini, maka penulis akan mengamati bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago mundi , serta bahasa yang digunakan melalui korpus-korpus yang peneliti ajukan. Proses selanjutnya setelah mengetahui fisik dan tipologi, struktur pesan, serta imago mundi pada setiap korpus, maka peneliti akan menganalisa pula latar belakang produktor dan distributor demi mengetahui optimalitas pesan, efektivitas dan keberhasilan pesan yang diinginkan oleh produktor. Konstruksi pesan, dengan demikian adalah sebuah upaya untuk mengkaji bagaimana pesan secara teknis verbal dan nonverbal dibangun dengan tujuan memperkuat bobot pesan agar mencapai derajat tertentu, seperti optimalitas pesan, efektifitas dan keberhasilan yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek seperti bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago mundi, latar belakang produktor, distributor dan bahasa sebagaimana dijelaskan Purwasito dalam buku Message Studies 2003:15. commit to user Dikaitkan dengan penelitian tentang Kota Solo ini, Kota Solo telah memposisikan dirinya untuk dicitrakan sebagai Kota Budaya. Untuk melihat apakan pesan pencitraan Kota Solo sebagai Kota Budaya ini sudah sesuai dengan harapan masyarakat Solo dan pemerintah Kota Solo, maka secara khusus peneliti hendak melakukan analisis tersebut melalui pengamatan terhadap pesan-pesan dalam paket promosi SIEM dan SIPA.

A. Penggunaan Jargon pada even SIEM dan SIPA

Analisis pertama yang penulis ajukan adalah mengenai kategorisasi penggunaan jargon-jargon pada konsep pesan iklan SIEM dan SIPA. Konsep pesan iklan SIEM dan SIPA di dalam konstruksi pesannya menggunakan jargon- jargon untuk mengingatkan khalayak tentang acara yang akan diselenggarakan. Menurut KBBI Alwi et.al, dalam Manurung, 2009 yang disebut dengan “jargon” adalah kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan lingkungan tertentu. Pemahaman ini mengandung arti bahwa jargon digunakan dalam sebuah situasi tertentu. Melengkapi yang tertulis di dalam KBBI, Harimurti Kridalaksana dalam Manurung, 2009 dalam Kamus Linguistik menyatakan bahwa jargon adalah kosakata yang khas yang dipakai dalam bidang kehidupan tertentu, seperti yang dipakai oleh montir-montir mobil, tukang kayu, guru bahasa, dan sebagainya yang tidak dipakai dan sering tidak dipahami oleh orang dari bidang lain. Sementara itu, dalam Tesaurus Bahasa Indonesia dalam Manurung, 2009, jargon disebut juga “patois”, “slang”, atau “slogan”. Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan dari pendapat beberapa sumber tersebut commit to user bahwa jargon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kosakata yang khas yang dipergunakan dalam bidang kehidupan tertentu. Kekhasan ini mengacu pada suatu tempat, acara atau kegiatan tertentu. Dengan demikian, berdasarkan pada beberapa konsep tersebut, maka peneliti mengajukan argumentasi bahwa jargon sama dengan konsep “slogan” sesuai yang dimaksud dalam Tesaurus Bahasa Indonesia . Berbicara mengenai slogan, Decrop 2007:505 menyatakan bahwa slogan dapat pula berarti headline . Dalam semua format iklan, khususnya iklan cetak, terdiri dari beberapa komponen. Elemen-elemen kunci dalam iklan cetak adalah headline atau slogan itu sendiri, visual, subheadline, body copy , captions, boxes and panels, dan logotypes Decrop, 2007, 506. Dengan demikian, slogan dapat diasumsikan pula sebagai headline dari sebuah iklan cetak. Istilah headline merujuk pada kata-kata yang digunakan yang posisinya berada di bagian paling utama leading position dalam sebuah iklan. Kata-kata tersebut dimaksudkan untuk menarik perhatian dan agar pertama kali dibaca oleh seseorang. Belch Belch dalam Decrop, 2007:512 menyatakan sebuah penelitian menunjukkan bahwa headline merupakan elemen pertama iklan yang dilihat seseorang, baru seteleh itu adalah elemen visual dari sebuah iklan. Sebuah riset tentang pariwisata menyatakan bahwa 66 masyarakat lebih memperhatikan headline dan ilustrasi dari sebuah iklan, sementara hanya 15 dari masyarakat tersebut yang memperhatikan body copy iklan. Oleh karena alasan inilah, maka headline ditempatkan dengan lebih hati-hati dan biasanya dituliskan dengan tipe huruf yang lebih besar daripada tipe huruf lain dalam sebuah iklan. commit to user Penulis kemudian memberikan argumentasi berkaitan dengan temuan- temuan dalam jargon pada penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Jargon sama dengan nama even

Jargon SIPA 2009 dan SIPA 2010 adalah juga nama acara even. Penggunaan jargon yang sekaligus digunakan sebagai nama acara SIPA muncul pada korpus 4.1.4 dan korpus 4.2.1 seperti yang nampak pada gambar dibawah ini: Gambar 5.1. Nama acara sekaligus jargon SIPA 2009 Gambar 5.2. Nama acara sekaligus jargon SIPA 2010 Korpus 1.4 dan korpus 2.1. merupakan nama acara yang sekaligus digunakan oleh panitia penyelenggara sebagai jargon sebuah even. Nama acara, yakni Solo International Performing Arts atau disingkat dengan nama “SIPA”, digunakan secara bersama-sama sebagai nama acara even dan jargon acara tersebut. commit to user SIPA sebagai sebuah even, pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009. SIPA 2009 merupakan SIPA yang pertama kali digelar pada masa pemerintahan Walikota Solo, Joko Widodo atau akrab disapa dengan nama Jokowi. Menurut pengakuan panitia penyelenggara dan Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Solo, even ini dilaksanakan mengacu pada visi Kota Solo yang termaktub di dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No.2 tahun 2007. Visi Kota Solo sebagaimana dinyatakan dalam Perda tersebut adalah mewujudkan Solo sebagai Kota Budaya yang didasarkan pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata dan olahraga. Visi Kota Solo ini kemudian dikemas kembali dalam periode kedua pemerintahan Jokowi dengan menyatakan bahwa Pemerintah Kota Solo pada kurun waktu 2010-2015 hendak meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan kota berdasarkan semangat Solo sebagai Kota Budaya. Penyelenggaraan even SIPA diharapkan dapat memenuhi visi Kota Solo tersebut. Kata “SIPA” selain digunakan sebagai nama acara, ia juga digunakan sebagai sebuah jargon. Jargon dalam konsep periklanan, umumnya dikembangkan untuk mengiklankan sebuah produk atau jasa. Dewasa ini, ada beragam jargon yang dikembangkan oleh pengiklan. Jargon-jargon ini bahkan seringnya digunakan oleh masyarakat kita dalam percakapan mereka sehari-hari. Beberapa jargon yang terkenal untuk mengiklankan sebuah produk misalkan adalah jargon “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”. Jargon ini merupakan jargon iklan sebuah produk parfum terkenal di Indonesia. Jargon tersebut bukan merupakan nama produk parfum yang ditawarkan. Jargon dalam konteks iklan parfum ini merupakan kosakata khusus yang digunakan pada situasi commit to user tertentu yakni dalam situasi sedang menawarkan sebuah parfum kepada calon konsumen dan atau kepada pelanggan. Contoh lain dari jargon yang digunakan dalam sebuah penawaran jasa adalah jargon iklan layanan jasa telekomunikasi ternama di Indonesia. Dalam iklannya, bintang iklan berkata “Aku enggak punya pulsa…”. Jargon untuk menawarkan jasa layanan telekomunikasi inipun bukan merupakan nama instansi penyedia layanan jasa. Jargon dalam iklan ini dipergunakan sebagai pengingat bagi khalayak untuk menggunakan jasa layanan telekomunikasi tersebut ketika sedang tidak memiliki pulsa untuk berkomunikasi. Kedua contoh diatas merupakan contoh penggunaan jargon pada sebuah produk atau jasa yang diiklankan. Bagi sebuah penyelenggaraan festival, umumnya jargon yang digunakan adalah nama acara festival itu sendiri. Hal ini seperti terlihat pada penyelenggaraan acara Jogja Asian Film Festival 2011. Jogja Asian Film Festival menggunakan nama acara sebagai jargon, sedangkan tema yang dipilih berubah-ubah setiap tahun disesuaikan dengan dinamika sosial, budaya, politik yang berkembang pada setiap tahunnya. Tema Jogja Asian Film Festival 2011 misalnya, mengambil tema “Multitude”. Tema ini diangkat sebagai bentuk penghormatan para sineas terhadap masyarakat dan komunitas dengan segala jenis bentuk masyarakat dan komunitas tersebut. Tema yang dikembangkan oleh panitia ini juga sebagai sarana pembacaan sosiologi film dalam beragam dimensi serta sebagai bentuk kritik terhadap lembaga formal film yang dianggap tidak mampu menjalankan misinya dengan baik. Demikian pula dengan penyelenggaraan festival di negara lain, commit to user menggunakan nama acaranya sekaligus sebagai jargon dari penyelenggaraan even tersebut. Cannes Film Festival CFF di Perancis merupakan contoh lain dari even yang menggunakan nama festival sekaligus sebagai jargon acaranya. CFF merupakan referensi yang dirujuk oleh ketua penyelenggara SIPA untuk menciptakan dan mengelola even SIPA. Gambar 5.3. Message Engineering even SIPA Diunduh dari www.festival-cannes.fr CFF tidak memiliki jargon dalam setiap penyelenggaraannya. CFF menggunakan tema dalam setiap penyelenggaraan acaranya untuk menunjang jargonnya agar diingat oleh khalayak. CFF menjadi inspirasi bagi penyelenggaraan SIPA oleh karena CFF merupakan even festival film lokal di Perancis namun memiliki dampak popularitas hingga ke berbagai negara di commit to user seluruh dunia. Perjalanan CFF sampai sedemikian popular melewati proses yang panjang. Cannes Film Festival dimulai di akhir tahun 1930-an dan terus berkembang hingga abad 21. Festival Film Cannes merupakan salah satu even yang paling berpengaruh di dunia perfilman internasional. Popularitas Cannes Film Festival menurut DiMare 2011:913 lebih dari sekadar pertunjukan artistik, namun festival ini merupakan wadah kerjasama internasional dan bahkan sebagai tempat dimana sirkulasi jutaan dollar berlangsung dan peningkatan karir dan debut artis terjadi pada festival ini. Berlokasi di Mediterania, Kota Cannes memiliki sejarah yang panjang sebagai tempat pertemuan internasional. Pada abad 19, Kota Cannes menjadi tempat favorit sebagai tempat tujuan liburan para aristokrat Inggris. Mereka pergi ke lokasi ini karena cuaca di Inggris pada masa-masa liburan mereka dianggap kurang menyenangkan. Dengan kehadiran para tamu elit ini, mulailah bermunculan hotel-hotel bintang lima, vila-vila yang mewah dan spa-spa kesehatan di sekitar kota tersebut. Pemilihan lokasi di kota Cannes dianggap sebagai lokasi yang tepat bagi penyelenggaraan festival film internasional karena penyelenggara festival ingin menciptakan kerjasama global sebagai respon atas berkembangnya ancaman facisme kala itu. Hasilnya kemudian adalah Festival Film Cannes pertama kali diselenggarakan. Festival Film Cannes atau Le Festival International de Cannes ini terlaksana atas usaha yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional Perancis, Jean Zay dan dari dukungan Aliansi Perancis di Inggris dan Amerika. commit to user CFF pertama kali diselenggarakan pada bulan September 1939 dengan Louis Lumiere sebagai presiden festival. Selama Perang Dunia II, festival ini ditunda, dan kemudian dilaksanakan kembali pada tahun 1946. Secara khusus, masa-masa setelah perang ini menjadikan CFF memfokuskan tujuannya pada kerjasama internasional. Sebagai festival yang pertama kali dilaksanakan setelah masa perang, festival ini kemudian dilaksanakan untuk membangun kembali hubungan internasional. Sutradara film Italia menyebutnya sebagai “the international language of film”. Meskipun sebenarnya festival ini bertujuan untuk mengembangkan hubungan bilateral, namun CFF membuka dirinya untuk pendaftaran film dari berbagai belahan dunia. Tidak mengejutkan jika kemudian pembuat-pembuat film dari Perancis, Italia, dan Amerika Serikat mendaftarkan film-film mereka. Dengan kehadiran mereka, penyelenggara festival kembali menekankan bahwa festival ini merupakan sebuah wadah selebrasi dunia perfilman di seluruh dunia. Kemudian berdatanganlah para pembuat filam dari Meksiko, India, Jepang dan Mesir. CFF terus berlangsung hingga saat ini dan menghasilkan penghargaan-penghargaan bergengsi yang diperebutkan oleh seluruh pembuat film dan artis di seluruh dunia. Penyelenggaraan even SIPA apabila dilkaitkan dengan penyelenggaraan CFF di Perancis merupakan sebuah bentuk message engineering . Konsep message engineering mengacu kepada konsep yang dikemukakan oleh Purwasito 2003 bahwa sebuah bentuk even atau produk-produk budaya lain yang sifatnya material, digerakkan oleh akal, pikiran dan rasa dari manusia. Pemikiran Purwasito ini sejalan dengan pemikiran Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa commit to user budaya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Dengan demikian, peneliti menyatakan bahwa even SIPA merupakan message packaging yang kemunculannya didasari dari message engineering si pencipta lewat rasa dan karsanya. Dalam konteks penyelenggaraan SIPA yang ingin menyamakan posisinya dengan penyelenggaraan CFF di mata dunia, bisa saja terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Peneliti beragumentasi bahwa kemungkinan SIPA sejajar dengan CFF oleh karena saat ini kerjasama global dan atau kerjasama internasional sekarang ini sedang berkembang dengan pesat. Perkembangan kerjasama internasional dipicu dengan kemajuan teknologi dan komunikasi di seluruh dunia. Dunia saat ini tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan wilayah geografis. Batas-batas ini telah diatasi dengan kehadiran teknologi komunikasi seperti televisi, radio, dan yang baru berkembang saat ini, yakni internet. Dengan keberadaan teknologi komunikasi ini, maka kerjsama internasional sangat mungkin terjadi, bahkan melalui penyelenggaraan sebuah even semacam SIPA. Disisi lain, penyelenggaraan SIPA yang dicita-citakan seperti penyelenggaraan CFF di Perancis tidak dapat terlaksana karena situasi dan kondisi yang berbeda dari pelaksanaan kedua even. CFF lahir di Perancis sebagai tempat wisata aristokrat Inggris yang kemudian berkembang bukan hanya sebagai sebuah wadah penyelenggaraan festival film. Dibalik penyelenggaraan CFF ini lebih kental aroma muatan-muatan politik diantara negara-negara peserta festival. Hal ini berarti bahwa ada keterlibatan dan kepentingan dari pemerintah kota dan dan masing-masing negara peserta CFF. Keterlibatan mereka bukan hanya sebagai commit to user pemberi dana stimulan, namun memikirkan bentuk-bentuk kerjasama bilateral, multilateral dan bahkan kerjasama internasional dan juga kepentingan politik diantara para delegasi dari masing-masing negara peserta festival. SIPA sendiri merupakan even lokal yang mengangkat seni tari sebagai bentuk pertunjukkannya. SIPA dilaksanakan di Kota Solo yang saat ini tengah mencitrakan dirinya sebagai Kota Budaya. Kota Solo hingga sekarang belum menjadi pilihan utama bagi penduduk di kota lain bahkan di negara lain sebagai tempat wisata dan tempat untuk menghabiskan masa-masa liburan mereka. Kota Solo masih terus berbenah dan mencari bentuknya untuk menjadi pilihan utama untuk dikunjungi masyarakat luas. Kondisi ini pula yang dalam pandangan peneliti, belum mampu membuat SIPA untuk menjadi pilihan favorit masyarakat untuk dinikmati. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan SIPA adalah perlunya keterlibatan pemerintah kota dan bahkan keterlibatan negara untuk menjadikan even ini bukan sekadar even yang harus terlaksana, namun sebagai sarana yang betul-betul dijadikan wadah kerjasama antar kota dan antar negara. Para delegasi yang terlibat sebagai peserta membawa misi kerjasama negara masing-masing selain membawa misi pribadi. Kerjasama hingga di level kenegaraan ini yang nampaknya sulit dilaksanakan jika tidak ada kesamaan kepentingan antara penyelenggara dan pemerintah kota maupun negara. Kendala lain adalah bahwa even-even yang dilaksanakan masih bersifat sporadis di masing-masing wilayah di Indonesia. Akan menjadi baik apabila even-even ini dilaksanakan dalam sebuah kerangka kenegaraan secara bersama-sama. commit to user Apa yang dicita-citakan oleh SIPA merupakan sebuah pesan. Pesan ini berada dalam sebuah sistem komunikasi. Sistem komunikasi merupakan memiliki tipe-tipe wicara. Salah satunya adalah mitos. Mitos menurut Barthes 2006 bukanlah sembarang tipe wicara. Ia membutuhkan syarat khusus agar bisa menjadi mitos. Mitos tidak bisa menjadi sebuah objek, konsep atau ide; mitos bagi Barthes adalah cara penandaan signification , sebuah bentuk. Mitos sebagai sebuah bentuk, pada dasarnya tidak diekspresikan pada waktu yang bersamaan. Beberapa objek menjadi wicara mitis untuk sementara waktu, lalu sirna, yang lain menggeser tempatnya dan memperoleh status sebagai mitos. Mitos, oleh karena itu, tidak hanya dibatasi pada wicara lisan saja. Ia bisa terdiri dari berbagai bentuk tulisan atau representasi; bukan hanya dalam bentuk wacana tertulis, namun juga berbentuk fotografi, sinema, reportase, olahraga, pertunjukan, publikasi, yang kesemuanya bisa berfungsi sebagai pendukung wicara mitis. Pendukung wacana mitis SIPA ini kemudian dapat peneliti ajukan adalah berupa korpus yang ada di Bab IV. Berbagai macam bentuk publikasi, seperti poster dan katalog merupakan wacana pendukung mitis SIPA. SIPA sendiri sebagai bentuk pertunjukan adalah bentuk wacana pendukung mitos dari pemerekan atau branding Kota Solo sebagai Kota Budaya. Tanda-tanda ini kemudian saling terhubung dan membentuk sistem semiologis. Berkaitan dengan pembacaan mitos ini, terkadang kita kesulitan untuk menbaca mitos yang melekat pada bentuk mitos itu sendiri. Hal ini terjadi karena saat ini, kita tidak lagi berhadapan dengan bentuk representasi yang bisa ditelaah commit to user secara teoritis: kita sedang berhadapan dengan suatu citra yang diberikan pada suatu penandaan yang khas pula. Wicara mitis menurut Barthes 2006 terbentuk oleh bahan-bahan yang telah dibuat sedemikian rupa agar cocok untuk komunikasi. Hal ini disebabkan karena semua bahan mitos, entah itu yang berwujud gambar atau tulisan, mengandaikan sebuah kesadaran akan penandaan, sehingga seseorang bisa berpikir tentang bahan-bahan tersebut sembari ia mengabaikan substansinya. Substansi ini menurut Barthes, bukannya tidak penting. Sebab kadangkala gambar lebih banyak „berbicara‟ daripada tulisan, ia memaksakan maknanya hanya dengan sekali snetak, tanpa mesti melewati analisis. Namun perbedaan ini tidak lagi prinsipil. Gamabr-gambar bisa jadi tulisan sejauh mereka bermakna. Cannes Film Festival CFF sebagaimana yang dirujuk oleh SIPA merupakan sebuah mitos borjuasi. Sebagaimana yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa Cannes merupakan sebuah kota yang awalnya digunakan sebagai tempat wisata para aristrokrat Inggris. Kota ini kemudian menjadi tujuan wisata kaum aristrokrat Inggris. Berbagai macam hiburan akhirnya berkembang di kota ini termasuk salah satunya adalah hiburan menonton film diiringi dengan perkembangan politik dunia pada masa itu, Cannes berkembang sampai sekarang seperti yang telah kita lihat saat ini. Apapun kejadian, kompromi, konsesi dan petualangan politisnya, apa pun perubahan teknis, ekonomis atau bahkan perubahan sosial yang disebabkan oleh sejarah, Barthes mengklaim bahwa masyarakat yang ada di dalamnya masih merupakan masyarakat borjuis. Awal mula Kota Cannes dikenal karena minat commit to user kaum borjuis Inggris ke kota ini. Sehingga peneliti sependapat dengan Barthes bahwa dalam perkembangan CFF ini kental dengan nuansa borjuas. Tidak terkecuali dengan SIPA yang merujuk CFF sebagai intertekstualitasnya, peneliti mengajukan argumentasi bahwa SIPA ini pun mengacu pada mitos borjuis. Mitos borjuis kini tampak tak terlihat jejaknya. Hal ini dalam pandangan Barthes merujuk pada tahun 1789 di Perancis, dimana beberapa tipe borjuasi telah silih berganti duduk di tampuk kekuasaan-namun ia tetap memiliki status yang sama. Barthes menyebutnya dengan rezim kepemilikan, sebuah aturan, sebuah ideologi-tetap berada pada level yang lebih dalam. Kini fenomena tersebut memiliki persoalan penamaan rezim. Berdasarkan fakta ekonomi, borjuasi dinamai tanpa mengalami sejumlah kesulitan untuk mengakui dirinya sendiri. Sebagai fakta ideologis, ia benar-benar sirna. Borjuasi telah menghapus namanya manakala ia beranjak dari realitas menuju representasi, dari manusia yang ekonomis menuju manusia mental. Ia mencapai kesepakatan dengan fakta, tetapi tidak berkompromi dalam soal nilai. Perubahan penyebutan dari realitas ekonomis menuju realitas mental ini tidak serta merta dapat dengan mudah kita abaikan. Peneliti sependapat dengan Barthes bahwa sebenarnya secara politis, kebocoran makna kata „borjuis‟ disebabkan oleh gagasan tentang bangsa. Ia merupakan gagasan yang amat progresif, yang telah menggeser aristokrasi. Saat ini borjuasi menyatu kedalam bangsa, kendati ia harus mengecualikan beberapa ideologi yang berseberangan, dalam hal ini yang dimaksud adalah ideologi Komunis.sinkritisme terencana ini memungkinkan borjuasi menarik dukungan numeris dari aliansi sementara yang commit to user dibangunnya, yang semuanya berada pada level menengah, oleh karena itu terwujudlah kelas „yang tak berbentuk‟. Namun penggunaan terus-menerus kata bangsa telah gagal mende-politisasinya secara mendalam; substrata politis ada di sana, begitu dekat ke permukaan dan beberapa kesempatan menjadikannya muncul secara tiba-tiba. Secara politis, selain usaha-usaha universalistiknya lewat kosakata, borjuasi pada akhirnya menyerang jantung perlawanan yang adalah merupakan partai revolusioner. Namun partai revolusioner ini hanya bisa membentuk kekayaan politis: dalam budaya borjuis taka da budaya proletarian ataupun moralitas proletarian, juga tidak ada seni proletarian. Secara ideologis, semua yang bukan borjuis diwajibkan meminjam konsep-konsep dari borjuasi. Dengan demikian, ideologi borjuis bisa menyebar ke semua aspek sembari menanggalkan namanya tanpa resiko, dalam konteks ini tidak seorang pun bisa melemparkan nama borjuis agar kembali kepadanya. Ia bisa memasukkan teater, seni dan manusia tanpa perlawanan berdasarkan analogi abadi mereka. Dengan kata lain, ia dapat mengangkat dirinya secara leluasa. Kegagalan dari nama „borjuis‟ disini benar-benar lengkap. Bukti lain yang dapat peneliti ajukan tentang adanya mitologi borjuasi adalah lewat pencantuman nama even SIEM dan SIPA itu sendiri. Baik SIEM maupun SIPA merupakan even yang dikemas dalam bentuk festival. Festival dalam KBBI masuk dalam kategori kata benda yang berarti hari atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa penting dan bersejarah; commit to user pesta rakyat; perlombaan. Sementara itu, Falassi 1987 dalam bukunya “Time Out of Time : Essay on The Festiv al” menyatakan bahwa : Festival is an event, a social phenomenon, encountered in virtually all human cultures. Festival adalah suatu peristiwa atau kejadian penting, suatu fenomena sosial yang pada hakikatnya dijumpai dalam semua kebudayaan manusia. Dari pernyataan Falassi ini dan KBBI, dapat peneliti simpulkan bahwa sebuah penyelenggaraan festival merupakan sebuah penanda dari peristiwa penting; peristiwa yang bersejarah dalam sebuah budaya manusia. Jika Falassi meyatakan festival sebagai simbol dari peristiwa penting di masyarakat, maka Picard 2006 melihatnya dari sisi yang berbeda. Picard melihat festival sebagai “celebratory events” atau peristiwa perayaan. Peristiwa perayaan ini bukan sekadar merayakan sebuah acara, namun ia memandangnya sebagai pengalaman wisata modern Picard, 2006:1. Pandangan ini, didasarkannya pada ketersejarahan dari festival itu sendiri. Bagi Picard, festival-festival, prosesi- prosesi karnaval, kontes-kontes telah memberikan titik pemaknaan koneksivitas dan tontonan kepada para pengunjung. Konsep festival tidak banyak berbeda bila dikaitkan dengan karnaval. Perbedaan diantara kedua konsep tersebut terletak pada bentuk kegiatannya. Festival mengacu kepada aktivitas yang dilaksanakan pada suatu hari di satu lokasi, sedangkan karnaval mengacu pada jenis kegiatan berupa pawai atau arak- arakan di suatu hari dengan lokasi yang dapat berpindah dari satu tempat ke commit to user tempat lain. Sekalipun berbeda dalam bentuk kegiatannya, festival dan karnaval memiliki kesamaan konsep. Kesamaan diantara kedua kegiatan itu adalah baik festival maupun karnaval merupakan acara yang sama-sama mengusung ide tentang perayaan terhadap sesuatu hal. Berbicara mengenai karnaval, Bakhtin dalam Fiske, 2011:93 menyampaikan teorinya tentang karnaval untuk menjelaskan perbedaan- perbedaan antara kehidupan yang dikemukakan oleh tatanan sosial yang didisiplinkan dan kepuasan-kepuasan yang direpresikan milik kaum subordinat. Berbagai keberlebihan fisik dalam dunia menurut Rabelais yang dikembangkan oleh Bakhtin dan ofensivitas hal-hal tersebut terhadap tatanan mapan mengikuti unsur-unsur karnaval masa pertengahan: kedua hal tersebut menaruh perhatian terhadap kepuasan ragawi ketika menentang moralitas, disiplin dan kendali sosial. Karnaval, bagi Bakhtin, dicirikan dengan gelak tawa, oleh keberlebihan terutama keberlebihan tubuh dan fungsi-fungsi ragawi, oleh cita rasa yang buruk dan ofensivitas, dan oleh degradasi. Momen dan gaya Rabelaisan disebabkan oleh tabrakan dua bahasa – bahasa tinggi dan tervalidasi pembelajaran klasik yang dikeramatkan dalam kekuasaan politik dan religious, dan bahasa rendah dan sehari-hari rakyat. Karnaval merupakan hasil dari tabrakan dua bahasa ini dan merupakan testamen terhadap kekuasaan „bahasa rendah‟ untuk mendesakkan hak-haknya atas suatu tempat dalam budaya. Karnaval, lanjut Fiske, mengkonstruksikan “dunia dan kehidupan kedua yang terletak di luar otoritas”, dunia tanpa strata atau hierarki sosial. Karnaval mengelu-elukan pembebasan sementara dari kebenaran yang berlaku dari tatanan mapan; hal tersebut menandai penangguhan semua commit to user peringkat hierarkis, privilese, norma dan larangan Bakhtin dalam Fiske, 2011:93 . Konsep yang disampaikan oleh Bakhtin ini dapat kita ketahui kemudian adalah fungsinya yang membebaskan, memungkinkan kebebasan kreatif yang bermain-main, menyakralkan kebebasan kreatif..membebaskan dari sudut pandang yang berlaku tentang dunia, dari pelbagai konvensi dan kebenaran yang mapan, dari pelbagai klise, dari semua yang menjemukan dan diterima secara universal Bakhtin dalam Fiske, 2011:93. Lebih lanjut Fiske menyampaikan bahwa dalam carnival, kehidupan hanya tunduk pada „hukum-hukum kebebasannya sendiri‟. Karnaval adalah berlebih- lebihan dalam berolahraga, ruang untuk kebebasan dan kendali yang ditawarkan oleh permainan-permainan tersebut bahkan dibuka secara lebih lanjut oleh melemahnya aturan-aturan yang berisi hal tersebut. Layaknya olahraga, karnaval diikat oleh aturan-aturan tertentu yang memberinya pola, namun karnaval membalikkan aturan-aturan tersebut dan membangun dunia yang terbalik, dunia yang distrukturkan menurut logika „terbalik‟ yang menghasilkan „parodi terhadap kehidupan di luar karnival‟. Karnaval dimaknai dengan perhatiannya yang sepenuhnya pada tubuh, bukan tubuh individu, tetapi terhadap „prinsip tubuh‟, materialitas kehidupan yang mendasari dan mendahului individualitas, spiritualitas, ideologi dan masyarakat. Hal ini merupakan representasi masyarakat pada level material yang diatasnya commit to user semuanya setara, yang menangguhkan peringkat hierarkis dan privilese yang biasanya memberikan beberapa kelas sosial kekuasaan terhadap kelas-kelas sosial yang lain. Degradasi karnaval secara harfiah merupakan jatuhnya semua hal menjadi kesetaraan dalam prinsip tubuh. Tontonan spektakuler bagi Fiske merupakan pelebih-pelebihan terhadap kepuasan dalam menonton. Hal tersebut melebih-lebihkan hal yang tampak, memperkuat dan menonjolkan penampilan permukaan, dan menolak makna atau kedalaman. Karnaval, sekali lagi bukan merupakan tontonan yang dilihat oleh orang-orang, orang-orang tersebut hidup di dalamnya, dan semua orang ikut serta di dalamnya, karena gagasannya merangkul semua orang Bakhtin dalam Fiske, 2011:97. Dari berbagai macam argumentasi mengenai karnaval, dapat disimpulkan bahwa karnaval tidak selalu mengganggu, tetapi unsur-unsur gangguannya selalu ada. Karnaval tidak mungkin selalu progresif atau membebaskan, tetapi potensinya bagi progresivitas dan pembebasannya selalu ada. Desain promosi SIEM tidak berbeda dengan SIPA dalam penggunaan nama acara yang sekaligus dijadikan jargon untuk promosi evennya. Penggunaan nama acara sekaligus jargon SIEM muncul pada korpus 3.1, 4.2, dan korpus 5.2. commit to user Gambar 5.6. Nama acara sekaligus jargon SIEM 2010 Gambar 5.4. Nama acara sekaligus jargon SIEM 2007 Gambar 5.5 Nama acara sekaligus jargon SIEM 2008 commit to user Ketiga korpus diatas merupakan nama acara sekaligus jargon yang digunakan untuk penyelenggaraan acara Solo International Ethnic Music atau disingkat dengan nama “SIEM”. SIEM sebagaimana halnya SIPA menggunakan nama acaranya sebagai jargon penyelenggaran kegiatan yang dilakukan. Dalam sebuah penyelenggaraan festival, peneliti menemukan bahwa nama acara digunakan sebagai jargon. Hal ini dalam pandangan peneliti, dimaksudkan agar nama acara mampu diingat oleh khalayak dan memiliki positioning dalam pikiran konsumen. Berbeda dengan iklan produk atau jasa, nama produk atau jasa yang dikenal dengan seb utan “merk” menggunakan jargon yang berbeda dengan nama merk itu sendiri. Penggunaan jargon dalam konsep komunikasi pemasaran pada dasarnya menunjukkan keuntungan-keuntungan dari sebuah produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Dengan menunjukkan keuntungan-keuntungan spesifik produk atau jasa tersebut, dalam pandangan teoritisi komunikasi pemasaran dapat meningkatkan emosi khalayak. Emosi khalayak menjadi penting karena dapat menciptakan kesan positif atau negative terhadap sebuah produk atau jasa yang diiklankan hingga tujuan akhirnya adalah dapat merubah perilaku khalayak. Dalam konteks penyelenggaraan SIEM, peneliti mengamati bahwa SIEM belum memiliki jargon khusus yang berbeda dari nama acaranya untuk memposisikan acara tersebut dalam pikiran konsumen. Apabila dikaitkan dengan teori komunikasi pemasaran yang peneliti sampaikan, maka peneliti memberikan usulan bahwa akan baik bila SIEM menciptakan jargon yang mengangkat manfaat-manfaat spesifik dari penyelenggaraan kedua even tersebut. Manfaat- commit to user manfaat tersebut dapat dikorelasikan dengan visi dan misi kota tempat pelaksanaan acara tersebut berlangsung. SIEM sendiri dalam pikiran panitia pelaksana hendak dijadikan even dua tahunan. Panitia pelaksana merujuk kepada konsep “Biennale”. Biennale merupaka n bahasa Italia yang berarti “setiap tahun” dan dapat pula digunakan untuk mendeskripsikan setiap even yang berlangsung setiap dua tahun sekali. Istilah ini kerapkali digunakan untuk mendeskripsikan even seni kontemporer berskala internasional. Dia Asia, penggunaan istilah Biennale baru dimulai pada tahun 1995 pada saat pelaksanaan Gwangju Biennale di China Hung, 2008:249. Pada saat itu, biennale dan triennial, yakni merujuk pelaksanaan even tiap tiga tahun sekali, masih jarang dilaksanakan. Di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur juga masih jarang festival-festival tersebut dilaksanakan. Namun saat ini, banyak kita jumpai penyelenggaraan Biennale dan Triannial di beberapa negara di dunia bahkan di Asia. commit to user Gambar 5.7. Message Engineering even SIEM Diunduh dari http:gb.or.kr?mid=sub_engmode=02sub=01 Di Indonesia juga bermunculan festival-festival serupa, tidak terkecuali di Solo. SIEM merupakan even seni musik yang dicita-citakan dilaksanakan secara bergantian dengan SIPA setiap dua tahun sekali. Ide ini pernah terlaksana ketika pelaksanaan SIPA pertama yakni tahun 2009. Pada tahun ini, SIEM tidak dilaksanakan. SIEM kembali digelar pada tahun 2010 dengan konsep yang sedikit berubah dari dua kali pelaksanaan SIEM sebelumnya. Tetapi cita-cita even dilaksanakan secara bergantian setiap dua tahun sekali belum berhasil karena di tahun yang sama, yakni tahun 2010, SIPA dilaksanakan pula kala itu. Hingga tahun 2012 sekarang ini, kedua even dilaksanakan setiap tahun hanya berbeda pada bulan penyelenggaraan. commit to user

2. Jargon sama dengan