Lokalitas dalam tema even

commit to user peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa jenis musik yang hendak diangkat oleh SIEM adalah jenis musik tradisional. SIEM sebagai wadah perkenalan musik-musik tradisional dengan level internasional. Fleksibilitas pengkategorisasian musik ini dalam pandangan Danesi, muncul dalam pelaksanaan SIEM 2010. Setelah dua kali penyelenggaraan acaranya menggunakan nama Solo International Ethnic Music, maka pada pelaksanaannya yang ketiga, panitia penyelenggara menambahkan nama “Contemporary” pada nama SIEM. Dengan demikian, pada pelaksaan SIEM ketiga nama even tersebut menjadi Solo International Contemporay Ethnic Music. Kata “kontemporer” dalam KBBI diartikan sebagai pd waktu yg sama; semasa; sewaktu; pd masa kini; dewasa ini. Sehingga dalam pengamatan peneliti, kontemporer dimaknai sebagai sebuah pengembangan atau modifikasi dari yang pernah ada sebelumnya. Sehingga dalam konsep acara SIEM secara keseluruhan, eksplisit menggunakan musik tradisional sebagai sarana menyampaikan pesannya. Sementara untuk pelaksanaan SIPA, tidak menyebutkan secara eksplisit pada nama evennya tentang referensi lokal yang digunakan. Referensi lokal pada even SIPA muncul dalam pemilihan tema dan pemilihan lokasi penyelenggaraan SIPA.

2. Lokalitas dalam tema even

Referensi lokal yang digunakan pada penyelenggaraan SIEM dan SIPA muncul pada tema SIEM dan SIPA pada setiap penyelenggaraan acaranya. Referensi lokal dalam tema SIEM dan SIPA berasal dari nilai-nilai budaya Jawa secara khusus dan nilai-nilai bangsa Indonesia secara umum. commit to user SIPA pertama di tahun 2009 mengangkat tema “Art Brings Unity, Unity Brings Harmony”. Tema ini ditulis pada desain iklan dengan menggunakan huruf kapital dengan ukuran jenis huruf yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan jenis tulisan lain yang ada di dalam poster tersebut. Tema ditulis menggunakan Bahasa Inggris, yakni “Art Brings Unity, Unity Brings Harmony”. Dalam Bahasa Indonesia, tema ini memiliki arti “Seni Membawa Persatuan, Persatuan Membawa Harmoni”. Tema ini dalam pengamatan peneliti menggunakan referensi budaya lokal Jawa dan filosofi bangsa Indonesia. Kata “seni”, dalam konteks SIPA 2009, merupakan kata dasar dari kata kesenian. Dalam semiotika Pierce, kata “seni” dapat digolongkan sebagai sebuah indeks. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau dapat pula berarti tanda yang langsung mengacu pada kenyataan Sobur2009:42. Konsep “seni” sebagai sebuah indeks menurut Koentjaraningrat 2004:2 merujuk pada pemahaman bahwa seni merupakan salah satu unsur pembentuk konsep kebudayaan. Penggolong-golongan unsur kebudayaan ini menjadi penting untuk dibicarakan karena terlalu luasnya konsep tentang kebudayaan. Guna kepentingan analisa terhadap konsep kebudayaan, maka menurut Koentjaraningrat, konsep mengenai kebudayaan perlu dipecah kedalam unsur-unsur. Unsur-unsur terbesar sebagai pecahan-pecahan tahap pertama, disebut dengan unsur-unsur kebudayaan yang universal. Unsur-unsur universal ini pasti bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, entah itu ada di dalam kebudayaan masyarakat pedesaan commit to user maupun ada dalam kehidupan masyarakat kekotaan yang besar dan kompleks. Dan salah satu dari ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut ialah kesenian. Lebih lanjut berbicara mengenai kesenian, Sutrisno 2006:63 mengatakan bahwa terdapat dua gugusan dalam sejarah pemikiran mengenai apa yang dimaksud dengan seni. Pandangan pemikiran pertama, lebih memfokuskan seni pada karya seni itu sendiri object centered. Jenis pemikiran seperti ini diprakarsai oleh Plato dan Aristoteles. Pemikiran kedua yang berbicara mengenai seni, memandang seni sebagai sebuah teori ekspresionis. Pemikiran ini muncul pada abad ke-19 yang lebih memfokuskan diri pada sang seniman sendiri sebagai pusatnya artist-centered. Namun, entah seni itu dipandang sebagai object centered atau seni sebagai artist-centered, seni atau kesenian tetaplah merupakan salah satu unsur universal dalam konsep kebudayaan manusia. Kesenian dimiliki oleh semua budaya manusia di dunia, termasuk dimiliki oleh semua golongan. Baik itu golongan masyarakat pedesaan, maupun golongan masyarakat perkotaan, seni tetap menjadi bagian dalam setiap kebudayaan mereka. Selain seni, dalam tema SIPA 2009 juga tercantum kata “unity”. Unity dalam Bahasa Indonesia berarti kesatuan; persatuan. Kata “persatuan” dalam tema SIPA 2009 dalam semiotika Pierce, juga merupakan sebuah indeks. Kata “persatuan” mengacu kepada sila ketiga dari Pancasila, yakni Persatuan Indonesia. Ketika berbicara mengenai Pancasila, ada baiknya kita berfilsafat tentang Pancasila. Notonegoro dalam Suwarno, 1993:84 menyatakan dalam konteks filsafat, bahwa Pancasila dapat didekati dengan pendekatan hakikat dari Pancasila itu sendiri. Notonegoro menyebutnya dengan konsep definition logis atau commit to user definition metafisica Pancasila. Dalam kaitan pemahaman hakikat Pancasila ini, Notonegoro juga mengambil teori filsafat Yunani kuno untuk menjelaskannya, yakni teori abstraksi. Notonegoro lebih lanjut menganalisis istilah-istilah yang digunakan dalam pokok-pokok gagasan Pancasila, yakni Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan. Kata dasar dari rumusan pokok-pokok Pancasila tersebut adalah Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Kata dasar Tuhan, manusia, rakyat, dan adil mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an yang akhirnya menjadikan kata dasar tersebut sebagai kata benda abstrak, sedangkan awalan per- dan akhiran –an dalam kata dasar satu, menurut Notonegoro menjelaskan peristiwa atau hasil perbuatan. Oleh karena itu, dalam memahami Pancasila, Notonegoro selanjutnya menganalisis hakikat dari Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Untuk menjelaskan hakikat Tuhan, Notonegoro tidak melepaskan teori causalis. Tuhan, bagi Notonegoro adalah Causa Prima. Tuhan dideskripsikan secara lengkap dengan mengatakan bahwa hakikat Tuhan adalah sebab yang pertama dari segala sesuatu, yang selama-lamanya ada atau abadi yang ada hanya satu, yang merupakan asal muasal dan tujuan dari segala sesuatu, yang dari padanya tergantung segala sesuatu, jadi sempurna dan kuasa, tidak mengalami perubahan, tidak terbatas, Zat yang mutlak, Ada yang mutlak yang adanya ialah harus dalam arti mutlak, tidak bisa tidak, serta dapat pula mengatur tata tertib alam, maka wajib untuk ditaati. Dalam deskripsi ini kemudian dapat ditangkap dalil-dalil filsafat Yunani kuno theologia naturalis yang mendalilkan Tuhan commit to user sebagai Causa Prima, Motor Immobilis, Sang Maha Pengatur, tetapi juga tersirat konsep Jawa tentang Tuhan yakni Sangkan Paraning Dumadi. Selanjutnya, untuk menjelaskan hakikat manusia, Notonegoro mengatakan manusia sebagai sesuatu yang tersusun monopluralis atau sarwa tunggal dari tubuh dan jiwa, akal rasa, dan kehendak, dengan sifat-sifat individual sekaligus social, mandiri dan berdaulat sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Keseluruhannya tersebut menggerakkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat ketubuhan atau jasmaniah dan bersifat kejiwaan serta religius. Akal manusia mengacu kepada kebenaran, rasa mengacu kepada keindahan, dan kehendak mengacu pada kebaikan. Apabila ketiga hal ini bergerak secara kodrati dan serasi, maka manusia akan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang membawanya ke arah kesempurnaan Suwarno, 1993:85. Mengenai hakikat satu, menurut Notonegoro, adalah mutlak tidak terbagi, terpisah dari yang lain, memiliki kepribadian, mempunyai bentuk, sifat dan keadaan sendiri. Dalam kaitannya dengan penggunaan kata satu atau persatuan dalam tema SIPA 2009, maka dapat diasumsikan bahwa SIPA 2009 merupakan wadah yang mutlak tidak terbagi bagi para seniman, mutlak tidak terpisah dari yang lain dan memiliki kepribadian, bentuk, sifat dan keadaan sendiri sebagai sebuah ajang pentas seni pertunjukkan para seniman tari. Persatuan juga tidak hanya dapat dimaknai sebagai yang mutlak tidak terpisah dan tidak terbagi, namun dapat juga menunjuk pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika oleh Wayan Suwira Satria harus diartika sebagai keragaman, dalam yang satu dan kesatuan dalam yang beragam di dalam commit to user keseluruhan aspek kehidupan manusia Indonesia baik sebagai individu, sebagai anggota masyarakat, ataupun warganegara dalam Oentoro, 2010:111. Hal ini dapat dimaknai bahwa di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung sebuah pemikiran kebhinnekatunggalikaan harus terwujud dalam tataran berpikir, berwacana dan berbuat, dimana ketiga tataran ini merupakan satu kesatuan aksi yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ciri persatuan ini, menurut pengamatan penulis, kemudian diangkat dalam tema SIPA 2009 sebagai tema yang memiliki kaitan historis dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Semangat kebhinnekatunggalikaan. Di sisi lain, tentu semangat persatuan ini juga tidak lepas dari faham nasionalisme yang berkembang pada abad ke-18 yang nampaknya juga memberi pengaruh kepada makna persatuan Indonesia. Pada masa itu, manusia dikelompokkan menjadi kesatuan-kesatuan yang disebut dengan nation bangsa. Di dunia ini, ada ratusan kesatuan atau bangsa, tetapi tidak semua kesatuan itu masuk dalam Pancasila, hanya khusus kesatuan Indonesia saja. Maka sila ketiga dalam Pancasila ini selanjutnya disebut dengan persatuan Indonesia Suwarno, 1993:87. Sementara mengenai hakikat kerakyatan dalam sila keempat Pancasila, masih menurut Suwarno, adalah mengenai seluruh warga di dalam lingkungan daerah atau negara tertentu, yang memiliki hak dan kewajiban asasi termasuk hak- wajib demokrasi, yakni demokrasi politik pendukung kekuasaan dan demokrasi fungsional pendukung kepentingan. Dan akhirnya pada hakikat rasa adil dalam sila kelima Pancasila dijelaskan dengan konsep klasik yakni setiap orang menerima apa yang menjadi haknya. Bagi Notonegoro istilah tersebut lebih commit to user dimaknai dengan dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan suatu hal, meliputi hubungan antara Negara sebagai pendukung wajib bagi warga- warganya, disebut keadilan membagi distribusi, sebaliknya antar warganegara sebagai pendukung wajib bagi negara, disebut keadilan bertaat legal, antara sesama warga disebut keadilan sama-sama timbal balik komutatif. Kesatuan dan harmoni dalam tema yang diangkat SIPA tahun 2009, sebenarnya merupakan dua konsep budaya Jawa yang tidak dapat dipisahkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Niels Mulder dalam bukunya yang berjudul Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia. Mulder adalah peneliti yang banyak meneliti dan menulis tentang kebudayaan Jawa dan kebudayaan Thailand. Mulder mendiskusikan kesatuan dan harmoni dalam filosofi sosial masyarakat Jawa. Bagi Mulder, ideal mistik tentang kesatuan dan harmoni antara manusia dengan “Tuhan” hadir sebagai model bagi hubungan antara manusia dengan masyarakat. Upaya-upaya untuk mencapai keselarasan dan pemeliharaan ketertiban adalah anasir yang menonjol. Gagasan mengenai kesatuan, pada hakikatnya menyiratkan keteraturan. Hasrat, ambisi, dan keinginan pribadi dianggap sebagai ancaman harmoni, sampai-sampai timbul pemikiran bahwa “berkorban demi harmoni sosial akan mengantarkan pada upah tertinggi. Seseorang lebih baik mengalah kepada masyarakat daripada mencoba memaksakan kehendaknya. Dan pendidikan Jawa berupaya menanamkan gagasan-gagasan tersebut secara terus-menerus Mulder, 2001:96. Dalam proses seseorang menjadi orang Jawa, orang tersebut harus belajar membedakan antara diri mereka dengan kepentingan “keluarga dan komunitas commit to user yang lebih luas”. Hingga pada akhirnya individu dan masyarakat terlindung satu sama lain ileh internalisasi semua aturan dan ketentuan yang dianggap dapat menjamin bentuk social yang tepat itu, tanpa pandang kebijaksanaan atau pertimbangan individu. Lebih lanjut menurut Mulder, hubungan yang terjalin di dalam masyarakat haruslah menyenangkan, damai, dan ramah serta memperlihatkan kesatuan tujuan. Intinya hubungan itu harus dicirikan dengan semangat rukun. Mulder menyebut semangat rukun ini adalah konsep Melayu dan Jawa. Konsep nan kaya ini selanjutnya dikemas menjadi “berada dalam harmoni”, “tenang dan damai”, “bagaikan hubungan ideal persahabatan”. “tanpa pertikaian dan perselisihan”, “ramah”, “bersatu dalam tujuan seraya saling tolong- menolong”. Idealnya, kehidupan komunal harus dijiwai oleh semangat rukun yang mengimplikasikan penghalusan perbedaan, kerja sama, aling menerima, dan kesediaan berkompromi. Harapannya kemudian adalah kehidupan dalam masyarakat bisa menyamai kehidupan dalam komunitas ideal Mulder, 2001:98. Dari beberapa konsep dalam tema SIPA 2009, dapat disimpulkan kemudian bahwa tema SIPA 2009 berakar dari nilai-nilai kebudayaan, gagasan-gagasan filsafati tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, serta nilai-nilai budaya Jawa yang menjunjung harmonisasi, keselarasan, dan kerukunan. Menurut panitia, tema tersebut dipilih karena tema ini sebagai perwujudan penyatuan semangat antar seni pertunjukan di Solo dan di berbagai tempat lain di Indonesia bahkan di seluruh dunia. SIPA 2009 memiliki misi untuk menyatukan semangat masyarakat pendukung seni pertunjukan untuk kemudian secara bersama-sama membumikan semangat Kota Solo sebagai Kota Budaya. commit to user Tema SIPA kedua yakni SIPA tahun 2010 pun juga menggunakan referensi lokal untuk menyampaikan pesan evennya. Referensi lokal ini adalah message engineering dari keseluruhan gagasan pelaksanaan acara SIPA. Tema SIPA 2010 adalah “Nature Inspires The Soul of Arts”. Dalam pemahaman semiotika Pierce, tema SIPA 2010 merupakan sebuah indeks. Pencantuman tema SIPA 2010 masih konsisten dengan pencantuman tema SIPA 2009 yang menggunakan Bahasa Inggr is. Tema “Nature Inspires The Soul of Arts” apabila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia berarti “Alam Menginspirasi Jiwa dalam Seni”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, kata “inspirasi” adalah kata benda yang berarti ilham. Kata “ilham” dalam Kamus Thesaurus memiliki sinonim kata angan- angan; bisikan; buah pikiran; gagasan; gerak hati; ide; ilham; kata hati; khayalan; kreativitas; petunjuk; sempena hati; suara halus, dan wahyu. Dalam terjemahan bebas, peneliti dapat mengajukan asumsi sesuai dengan KBBI dan Kamus Thesaurus bahwa kata “inspirasi” memiliki arti ide; gagasan; atau kreativitas. Inspirasi memiliki makna yang berbeda-beda bagi orang-orang yang berbeda-beda pula. Bagi Anne Avantie yang merupakan desainer kebaya terkemuka di Indonesia misalnya, memandang inspirasi sebagai embrio dari kerja seni yang akan terus beranak pinak menajdi karya-karya yang berkelanjutan Endah, 2010:29. Lebih lanjut Avantie menyatakan bahwa sebagian karya memang terlahir otentik tanpa diwarnai oleh khazanah inspirasi dari sumber apapun. Ide tersebut muncul dari hati dan terciptalah sebuah mahakarya yang orisinil. Namun sebagian mahakarya memiliki tempatnya tersendiri karena kekuatan inspirasi yang tercermin di dalam karya tersebut. commit to user Hampir mirip dengan pernyataan Avantie tentang inspirasi, bagi Yoris Sebastian, sosok anak muda Indonesia yang kerap diidentikkan dengan ide kreatif, menyatakan bahwa inspirasi yang dia peroleh selama ini dia dapatkan dari manapun. Selain hal-hal sederhana di lingkungan sosial yang dia amati, mendengarkan music juga sering menjadi sumber inspirasi bagi Yoris untuk menciptakan inovasi-inovasi. Menurut dia, dengan mencatat hal-hal kreatif yang ditemui, wawasan seseorang juga dapat bertambah luas Sebastian, 2010. Dengan demikian, dari pengalaman kedua orang ternama di Indonesia tersebut, dapat peneliti sampaikan bahwa terdapat beragam sumber inspirasi yang dapat digali untuk menghasilkan karya. Berbicara mengenai sumber inspirasi, ada banyak tempat, waktu dan aktivitas untuk bisa mendapatkan inspirasi. Hal-hal yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi antara lain ketika kita sedang menikmati cahaya, bayangan, warna, alam, langit, hujan, hewan, dll. Semua ini bisa membantu kita untuk mendapatkan inspirasi. Seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa sumber inspirasi bisa diperoleh dimana saja, termasuk sumber inspirasi dari alam. Sumber inspirasi dari alam ini pula yang melatarbelakangi penggunaan tema SIPA 2010. “Alam Menginspirasi Jiwa Seni”. Inspirasi ada dalam diri manusia. Alam adalah tempat hidup manusia itu. Dengan demikian ada keterhubungan antara manusia dengan alam. Pada pola hubungan alam dengan manusia ini, Brownlee 2004:152 mengemukakan setidaknya ada tiga sikap manusia terhadap alam. Pertama, manusia memandang alam sebagai ruang kuasa-kuasa yang menakutkan sehingga manusia perlu tunduk kepada alam dan commit to user menyenangkan kuasa-kuasa alam dengan sesajen, kenduri, atau upacara-upacara. Kedua, manusia memandang alam bukan sebagai subjek yang menentukan nasib manusia tetapi sebagai objek yang dapat diselidiki dan dipergunakan oleh alam. Dalam konsep ini, alam ada untuk manusia. Pandangan ketiga mengenai hubungan antara alam dan manusia menunjukkan bahwa baik alam maupun manusia dilihat sebagai dua subjek yang saling mempengaruhi. Manusia dan alam perlu berjalan bersama dalam hubungan yang selaras karena manusia adalah satu dengan alam. Brownlee mengakui bahwa pandangan pertama dipegang oleh suku-suku bangsa tertentu di dunia, sementara pandangan yang ketiga lebih lazim terjadi di Indoensia khususnya di Jawa. Menurut Brownlee, dalam kebudayaan Jawa, alam merupakan suatu keseluruhan yang sakral, dengan menyadari bahwa tidak semua bagian dari alam adalah suci. Ada bagian-bagian dari alam misalnya puncak bukit yang tinggi, jurang yang curam, kuburan dan pohon-pohon beringin, bunga gading, pohon aren yang lebih indah daripada bagian-bagian alam yang lain. Seluruh alam bagi orang Jawa bersifat sacral, namun sifat itu terserak, bukan homogen tapi heterogen. Dalam pandangan ini manusia bersatu dengan alam. Manusia tidak berdiri berhadapan dengan kosmos, melainkan manusia sebagai bagian dari kosmos tersebut. Jadi, dengan melihat adanya keterhubungan antara manusia dengan alam ini, maka tema SIPA 2010 tercipta. SIPA 2010 hendak mengingatkan kembali mengenai keberadaan hubungan manusia dengan alam. Keterhubungan antara manusia dengan alam ini nampak pula pada pemilihan latar belakang background dari pesan iklan SIPA. SIPA 2010 commit to user mengambil latar background lahan pertanian atau sawah. Sawah merupakan ciri khas bangsa Indonesia sebagai negara agraris. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan pertanian. Pada konsep iklan SIPA 2010, ikon padi yang ditampilkan terlihat masih berwarna hijau. Hal ini menandakan saat musim tanam. Lahan pertanian yang masih hijau juga menandakan tanah yang subur yang masih dapat dijadikan media untuk bertanam, khususnya tanaman padi. Dalam pandangan penulis, lahan pertanian ini mengacu pada kata tema SIPA 2010 yakni “nature”. “Nature” atau “natur” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti alam semesta dan segala yg diciptakan oleh Tuhan; alam beserta isinya; asli. Natur dikaitkan dengan keaslian alam. Keaslian alam semesta ciptaan Tuhan yang belum bercampur dengan bangunan gedung-gedung. Kembalinya manusia akan penghargaan kepada keaslian alam ciptaan Tuhan ini, dalam pandangan peneliti merupakan salah satu bentuk autokritik. Masyarakat seringkali telah dimanjakan dengan pembangunan-pembangunan. Setyobudi 2001:1 menyatakan hal senada. Setyobudi mengatakan bahwa selama kurun waktu 25 tahun, Orde Baru dengan program lima tahunannya, rupanya terlampau menitikberatkan pembangunan di kawasan perkotaan. Program ABRI Masuk Desa disinyalir hanyalah sebatas retorika politik pemerintah dan militer, sekadar membangun opini publik bahwa militer dekat dengan rakyat. Poster SIPA kedua ini, nampaknya memiliki harapan agar para seniman kembali kepada natur atau alam, yang memungkinkan mereka untuk menciptakan karya seninya. commit to user Pemilihan sawah sebagai latar dari poster ini juga dikarenakan pada masa lalu, Indonesia, khususnya Jawa, memiliki kerajaan bernama Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit mendasarkan kegiatan perekonomiannya pada pertanian Ricklefs, 2008:35. Hal senada juga diungkapkan oleh Soesastro dkk. Soesastro dkk menyatakan bahwa sifat suatu masyarakat yang sangat agraris dapat diamati dari beberapa artinya yang khas. Salah satu cara mengenalnya adalah melalui pembagian angkatan kerjanya menurut kegiatan ekonomi Soesastro,dkk, 2005:219. Pembagian angkatan kerja dalam kegiatan ekonomi dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu: pertama, industry primer pertanian dan kegiatan ekstraktif; kedua, industry sekunder industri pabrik; ketiga industry tertier yang dapat dibagi lebih lanjut dalam jasa-jasa institusionil perdagangan, perbankan, turisme dan jasa-jasa perorangan profesi, pegawai negeri, pembantu rumah tangga dan segala macam bentuk pekerjaan-pekerjaan lain. Melalui penggolongan ini, terlihat bahwa pendapatan masyarakat Indonesia di kategori primer menempati posisi pertama sebesar 72 dari total pendapatan. Dengan demikian, nampak jelas bahwa sector pertanian menjadi sektor utama penunjang ekonomi Indonesia. Dengan tingginya pendapatan negara di sektor pertanian ini, membuat Indonesia layak disebut sebagai negara agraris. Dalam konteks SIPA 2010, Indonesia sebagai negara agraris diangkat dalam desain latar poster. Desain latar ini menggunakan referensi lokal masyarakat Indonesia untuk mengajak orang-orang dari bangsa lain berkumpul di Indonesia, di negara agraris. Latar sawah yang dipilih ini baik jika dipandang dari sudut pandang panitia pelaksana SIPA. Namun apabila kita lihat fakta yang berkembang pada commit to user saat even ini berlangsung, maka penulis menyatakan sedang terjadi inkonsistensi konsep atau ide SIPA 2010. Konsep SIPA 2010 mengajak kembali ke keaslian alam, sementara pada masa-masa SIPA berlangsung, sedang terjadi pembangunan di beberapa lokasi di Kota Solo. Pemkot Solo melakukan pembangunan pasar, yakni Pasar Legi, Pasar Kembang dan Pasar Nusukan, dan pasar tradisional lain di Kota Solo; pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti terminal hingga pembangunan hotel dan mall baru di Kota Solo. Dengan fakta-fakta ini, semangat untuk kembali ke alam seperti tema yang diusung oleh panitia SIPA nampaknya tidak berjalan beriringan. Artinya terdapat kesenjangan antara message engineering dengan message packaging . Mengenai pelaksanaan SIEM, penggunaan tema yang mengacu pada referensi lokal muncul pada tema SIEM pertama di tahun 2007. SIEM kedua dan ketiga tidak menggunakan tema namun mengacu kepada bentuk lain untuk memuat gagasan-gagasan lokalitas. Tema SIEM pertama yakni “Merajut Kebhinnekaan Budaya Bangsa dan Hubungan Internasional”. Penyampaian tema SIEM 2007 ini menggunakan Bahasa Indonesia. Pesan yang hendak disampaikan oleh penyelenggara adalah menyatukan keragaman budaya dari berbagai bangsa di dunia melalui SIEM. Makna persatuan ini dapat kita amati dalam setiap pilihan kata dan frase dalam tema SIEM 2007. Kata “kebhinekaan budaya bangsa” misalnya, dalam pandangan Hamengku Buwono X mengacu kepada Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika ini harus diingat dan dijadikan basis strategi integrasi nasional. Bhinneka Tunggal Ika diartikan sekalipun satu, tidak boleh dilupakan bahwa sesungguhnya commit to user bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan. Menurut Hamengku Buwono X, pengalaman mengajarkan bahwa bukan semangat kemanunggalan atau ketunggalan tunggal-ika yang paling potensial untuk bisa melahirkan kesatuan dan persatuan yang kuat, melainkan pengakuan akan adanya pluralitas bhinneka dan kesediaan untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia. Pengakuan adanya pluralitas dan kesediaan menghormati kemajemukan inilah yang menjamin persatuan dan kesatuan serta integrasi nasional dalam rentang waktu jangka panjang yang kukuh dan lestari Hamengku Buwono, 2008:67. Mengacu pada pendapat Hamengku Buwono, bahwa dalam kesadaran akan adanya perbedaan dan kesadaran untuk menghormati perbedaan itu merupakan pengalaman yang mampu membuktikan terciptanya persatuan, maka dalam konteks SIEM 2007 ini, merajut kebhinnekaan budaya bangsa juga dapat dimaknai bahwa perbedaan budaya khususnya seni musik mampu diikat dalam semangat persatuan dengan menyadari perbedaan dan penghomatan terhadap perbedaan. Frase lain da lam tema SIEM 2007 adalah frase “hubungan internasional”. Hubungan internasional merupakan hubungan yang terjalin diantara dua negara atau lebih atau hubungan antar individu yang berasal dari negara berbeda, baik berupa hubungan politik, sosial, budaya, ekonomi, dan hankam. Hubungan tersebut dapat terjalin karena adanya ketidakmerataan kekayaan alam atau keseimbangan perkembangan industri di setiap negara, sehingga menuntut negara yang saling mengadakan hubungan tersebut untuk bersama-sama melakukan commit to user kerjasama dengan negara lainnya. Tujuannya tentu saja untuk mencapai kesejahteraan bersama. Jika pada desain iklan SIEM 2007 menggunakan tema dengan referensi lokal khas Jawa dan Indonesia, maka pada pesan iklan SIEM kedua dan ketiga menggunakan referensi lokal dengan cara yang berbeda. SIEM 2008, menggunakan lokalitas pada busana yang dikenakan oleh model pada iklan. Busana yang digunakan oleh model dalam iklan SIEM 2008 adalah busana „basahan‟. „Basahan‟ pada busana laki-laki, dalam konteks kultur Jawa, berarti tidak mengenakan baju atau bertelanjang dada, sementara bagian bawah menggunakan „jarik‟. „Jarik‟ adalah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi tubuh sepanjang kaki. „Jarik‟ dalam konteks budaya Jawa merupakan busana khas yang digunakan baik oleh laki- laki maupun perempuan. „Jarik‟ bukan hanya kain panjang polos, namun kain panjang bermotif. Motif yang digunakan adalah motif batik. Batik juga merupakan motif khas masyarakat Indonesia, termasuk di Jawa. Jawa merupakan ikon batik di Indonesia. Endorser pada poster SIEM 2008 menggunakan „jarik‟ dengan motif „Parang‟. Kata „Parang‟ berasal dari kata „pereng‟ yang berarti „lereng‟. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah dalam bentuk diagonal. Susunan motif ini seperti berbentuk huruf „S‟ yang jalin-menjalin tidak terputus yang melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf „S‟ ini diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat tidak pernah padam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motif ini merupakan salah satu motif dasar batik yang paling tua. Pada masa lalu, motif parang sangat commit to user dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu dan acara-acara tertentu saja. Contohnya, jarik dengan motif parang ini digunakan oleh raja-raja Jawa dan senopati keraton yang pulang berperang membawa kemenangan. Melalui penggunaan jarik motif parang ini, senopati ingin menyampaikan kabar gembira kepada Raja atas kemenangannya. Motif parang sendiri sebenarnya juga beragam. Ada Parang Rusak yang khusus digunakan oleh Raja, ada pula Parang Kusuma dan Parang Barong, Parang Klithik, dsb. Warna dasar motif parang juga berbeda antara motif parang Solo dengan motif parang Yogyakarta. Motif Parang Solo berwarna coklat atau sering disebut dengan „Sogan‟ sementara motif Parang Yogyakarta memiliki warna dasar putih. Mengamati batik yang digunakan oleh endorser pada poster SIEM 2008, nampak bahwa endorser menggunakan jenis jarik dengan motif Parang Rusak Yogyakarta. Parang Rusak merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di lingkungan Keraton. Namun sekarang ini, penggunaannya telah mengalami modifikasi. Motif jenis ini tidak hanya digunakan untuk kalangan bangsawan namun telah digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Motif tersebut juga merupakan motif khas Yogyakarta, karena warna dasar jarik adalah warna putih, padahal SIEM ini dilaksanakan di Solo. Dalam pandangan peneliti, terdapat ketidaksesuaian penggunaan filosofi kemasan pesan dengan pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Dengan kata lain, kembali terjadi kesenjangan antara message engineering dengan message packaging . commit to user

3. Lokalitas pada pemilihan lokasi even