Landasan Teori Analisis Tokoh Utama Dalam Novel The Last Emperor Karya Henry Pu Yi

[5] Verawati Ratu Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitiannya “Perilaku Menyimpang Tokoh Utama dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara NG”: Tinjauan Psikosastra. Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penulis meneliti dari segi penokohannya dalam novel The Last Emperor sedangkan peneliti sebelumnya meneliti tokoh utama dalam film The Last Emperor dan meneliti tokoh utama dalam novel yang berbeda.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori yang dipergunakan penulis dalam menganalisis tokoh utama dalm novel The Last Emperor adalah teori strukturalis medan psikoanalisis oleh Sigmund Freud. Kehadiran teori sutrukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori atau pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya. Strukturalis pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang saling terkait satu sama lain. Kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan. Keseluruhan akan lebih berarti dibanding bagian atau fragmen struktur. Penelitian struktural lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Dengan tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat sebagaimana cipta estetis. Dalam penelitian struktural, penekanan pada relasi antar unsur pembangun teks sastra. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. Unsur-unsur itu tidak jauh berbeda dengan sebuah“artefak” benda seni yang bermakna. Artefak tersebut terdiri dari unsur dalam teks seperti ide, tema, plot, latar, watak, tokoh, gaya bahasa, dan sebagainya yang jalin menjalin rapi. Jalinan antar unsur tersebut akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks. Itulah sebabnya Aminuddin dalam Endraswara Suwari, 2008: 52 mengungkapkan penelitian struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work of art. Dari sini tampak bahwa karya sastra merupakan: organized whole has various constituente, unsur-unsur pemadu dalam totalitas itu memiliki stratifikasi hubungan tertentu. Analisis strukturalisme biasanya mengandalkan paham posivistik yaitu berdasarkan tekstual. Peneliti membangun yang handal, kemudian diterapkan untuk menganalisis teks. Metode positivistik ini biasanya juga sering digunakan oleh kaum formalis, yang mempercayai teks sebagai studi utama. Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia tiga penerapan: 1 suatu metoda penelitian dari pikiran; 2 suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia, dan 3 suatu metoda perlakuan terhadap penyakit pskologis atau emosional. Dalam bukunya The Ego and The Id 1923, Sigmund Freud dalam Susanto Dwi, 2012: 61 membagi struktur kepribadian manusia itu secara kronologis adalah id, ego, dan superego. Struktur ini dalam kelompok topografi dapat disejajarkan dengan ketidaksadaran untuk id sedangkan untuk ego dan superego merupakan tingkat kesadaran manusia. Id dianggap sebagai struktur kepribadian manusia yang tertua yang ada sejak manusia dilahirkan. Id ini diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis. Id menjadi satu sumber energi pada manusia. Id sendiri bersifat kacau, artinya bahwa mekanisme dari Id ini tanpa aturan, tidak mengenal nilai-nilai moralitas dan tidak bisa membedakan antara benar dan salah. Ia bekerja atas keinginan kesenangan dan tidak senang. Id sendiri bekerja dengan dua cara yakni secara refleksi dan melalui proses primer. Sebagai contoh bila seseorang lapr atau bayi lapar, dia akan mencari air susu ibunya ataupun ketika menginjak api, maka orang langsung menghindar. Kerja semacam ini disebut dengan kerja refleks. Namun, refleks ini tidak selalu mampu menahan ketegangan sehingga manusia memerlukan satu citra yang ideal dari objek yang ingin diraihnya atau objek pemuasan bayangan dan dianggap sebagai primer yang di irikan tidak masuk akal atau tidak logis, tidak dapat membedakan yang khayal dan realitas. Manusia dalam proses hidupmemerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara yang khayal dan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang selanjutnya, yakni ego. Ego merupakan bagian dari kepribadian yang harus patuh terhadap id dalam mencari realitas yang id butuhkan sebagai peredam dari ketegangan – ketegangan. Atas asumsi ini dapat dikatakan bahwa ego telah dapat membedakan yang khayal dan yang bukan khayal. Dia mampu meredam ketegangan dengan batas tertentu karena ego itu bekerja pada prinsip realitas. Dengan mempertahankan prinsip realita itu ego dapat meredam pemuasan kebutuhan dengan cara diubah pemuasannya atau menunda pemuasan diri dengan cara mencari pemusan yang lain sesuai dengan prinsip-prinsip sosial, lingkungan, dan hati nurani. Ego juga menggunakan pikiran secara rasional dalm menentukan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Superego secara sederhana dapat diartikan sebagai representasi dari berbagai nilai dan hukum- hukum satu masyarakat dalam mana individu tersebut berada disitu. Superego diperoleh seseorang ketika masih kecil melalui proses pendidikan, sosialisasi, perintah, dan laranganataupun hukuman. Bila tahap oidipal dilakukan dengan baik, maka superego seseorang itu dapat terbentuk dengan baik pula. Sigmund Freud membagi superego ini menjadi dua bentuk yakni ego ideal dan hati nurani. Hukuman dan larangan yang diberikan pada waktu kecil mampu membentuk hati nurani seseorang. Ego ideal merupakan wujud dari sosialisasi waktu kecil; melalui pujian dan berbagai hadiah yang diberikan atas berbagai tindakan yang dianggap baik oleh lingkungan, terutama keluarga. Superego ini menjadi satu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan objek sesuai apa adanya. Yang bertujuan mengangkat fakta, keadaan dan variabel yang terjadi saat penelitian berlangsung.

3.1 Pendekatan Penelitian