Sudut pandang orang ke dua tunggal yaitu dengan menceritakan tanpa melibatakan diri sendiri diluar dari cerita biasanya ditandai dengan menggunakan
kata “ Dia”. Sudut pandang orang ketiga tunggal yaitu menceritakan dengan
melibatakan diri sendiri dan orang lain biasanya ditandai dengan pemakaian kata “ Kami”
b.
Sudut pandang orang ketiga tunggal
Menuturkan cerita tidak hanya sebagai seorang pengamat, tetapi berusaha juga menyelam ke dalam cerita
c.
Pencampuran antara 1dan 4
Suatu cara yang melaksanakan cakapan batin
2.1.2.6 Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui novelnya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara
implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat
pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan
utama cerita.
2.1.2 Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 142. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap atau tingkah laku atau
watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan.
Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas
a. Tokoh primer yakni tokoh utama b. Tokoh sekunder yakni tokoh yang merupakan tokoh bawahan
c. Tokoh komplementer yakni tokoh tambahan Sudjiman dalam
Siswanto, 2005:143. Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas
tokoh dinamis dan statis. Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks
Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 143. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiaanya selalu berkembang. Sebagai contoh tokoh Henry Pu Yi yang
semula rendah hati tetapi karena terpengaruh akan kekuasaan di dalam kerajaan yang akhirnya membuatnya menjadi seorang yang angkuh tetapi tokoh Henry Pu
Yi menjadi rendah hati kembali setelah menyadari bahwa dengan keangkuhannya dia tidak akan bisa hidup dengan kondisi kehidupannya yang sudah tidak menjadi
kaisar. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap. Contoh tokoh Henry Pu Yi yang semula memiliki watak curiga sampai diakhir cerita pun
akan tetap seorang yang berwatak curiga. Tokoh yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter seragam atau tunggal. Tokoh
yang mempunyai watak yang kompleks adalah tokoh yang mempunyai kepribadian yang kompleks, misalnya tokoh Henry Pu Yi yang di mata
masyarakat dikenal sebagai orang yang penuh curiga, ambisius, dan egois. Ternyata ia juga menjadi seorang yang sangat mencintai leluhurnya dan sangat
ingin mempertahankan pemerintahan tetap dalam bentuk monarki sehingga menjadikannya seorang yang ambisius, egois dan penuh curiga. Henry Pu Yi
semata-mata memiliki karakter demikian membuktikan betapa ia sangat mencintai kerajaan dan menghormati leluhurnya. Sukada dalam Siswanto, 2005: 143
merangkum keempat pembagian di atas menjadi tokoh datar flat character, yakni tokoh yang sederhana dan bersifat statis, dan tokoh bulat round character,
yakni tokoh yang memiliki kekompleksan watak dan bersifat dinamis. Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis Aminuddin dalam Siswanto, 2005:143. Tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya, watak
tokoh semacam ini adalah tokoh yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri dan setia kawan. Dalam kehidupan
sehari-hari, jarang ada orang yang mempunyai watak yang seluruhnya baik. Selain kebaikan orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, ada juga watak
protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Sebagai contoh, tokoh Henry Pu Yi dikenal dengan watak yang ambisius. Henry Pu Yi
memang ambisius namun dia memiliki watak ambisius karena dia sangat mencintai warisan leluhurnya sehingga bersikeras untuk mempertahankannya.
Contoh lainnya watak Henry Pu Yi yang penuh dengan kecurigaan. Henry Pu Yi menjadi sangant pencuriga dikarenakan intrik politik dan banyaknya kecurangan
yang ada di Istana kerajaan. Tokoh antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang buruk dan
negatif, seperti pembenci, pencuriga, pemarah, angkuh, jahil dan nakal. Boulton Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 144 mengungkapakan
bahwa: “Cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat
berbagai macam, menampilkan tokoh yang hanya hidup di alam mimpi, tokoh yang memiliki semangat perjuangan dalam hidupnya, tokoh yang memiliki cara
hidup yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri.”
Ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah melalui 1 tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya 2 gambaran yang diberikan
pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian 3 menunjukkan bagaimana perilakunya 4 melihat bagaimana tokoh
itu berbicara tentang dirinya sendiri 5 memahami bagaiman jalan pikirannya 6 melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya 7 melihat tokoh lain
berbincang dengannya 8 melihat bagaimanakah tokoh-tokoh lain itu memberi reaksi terhadapnya 9 dan melihat bagaimana tokoh itu mereaksi tokoh yang lain
Aminuddin dalam Siswanto, 2005:80-81. Saleh Saad dalam Baried, 1985:74 mengatakan, “ Bahwa soal tokoh erat
sekali hubungannya dengan peristiwa-peristiwa”. Penggambaran kronologis tokoh oleh Lubis dalam Baried,1985:75 Secara kronolis mula-mula tokoh utama mulai
titik peristiwa A. Kemudian melalui berbagai perkembangan dia bergerak ke titik
peristiwa B, C, dan akhirnya sampai di titik peristiwa Z. Penampilan tokoh utama itu ada yang didahului dengan penceritaan tentang orang-orang yang
menurunkannya. Maksudnya adalah untuk mengutarakan bahwa leluhurnya atau orang-orang yang menurunkannya pun juga termasuk hebat. Dengan demikian,
Pembaca diajak untuk meyakini bahwa tokoh utama memang sudah pada tempatnya apabila memiliki sifat-sifat kebaikan dan kesaktian.
Tokoh, watak, dan penokohan tidak bisa berdiri sendiri dalam cerita rekaan. Ia selalu berhubungan dengan unsur-unsur pembangun cerita, seperti gaya
bahasa, sudut pandang, suasana, latar, nilai, amanat, dan tema cerita.
2.2 Kajian Pustaka