Titik pandang Sudut Pandang

84. Duko Chow yang merupakan orang yang akan menghentikan makanannya dua kali dan memegang rambutnya tiga kali saat sedang keramas untuk menangani permasalahan Negara 85. Tomoyuki Yamashita yang merupakan tentara Jepang 86. Otozo Yamata yang merupakan komandan terkhir dari tentara Kwantung 87. Rokuzo Takabe yang merupakan direktur kantor urusan umum dan dewan Negara 88. Hashimoto yang merupakan presiden biro penyembahan 89. Yamata yang merupakan sang komandan tentara Kwantung 90. dan Wu Chang.

4.1.5 Titik pandang Sudut Pandang

Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat , waktu, dengan gayanya sendiri. Titik pandang oleh Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 152 diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi 1 narrator omniscient, 2 narrator observer, 3 narrator observer omniscient, dan 4 narrator the third person omniscient. Harry Shaw dalam siswanto, 2005: 152 menyatakan titik pandang terdiri atas 1 Sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, 2 sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan 3 sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas a pengarang menggunakan sudut pandang tokoh, b pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan c pengarang menggunakan sudut pandang yang impersonal: ia sama sekali berdiri diluar cerita. Sudut pandang yang terdapat dalam novel The Last Emperor ini menggunakan sudut pandang pribadi yakni sudut orang pertama. Hal ini seperti terlihat dari kutipan di bawah ini. “Aku dilahirkan pada hari ke-14 bulan pertama tahun ke-32 dari pemerintahan Kuang Hsu.” The Last Emperor, 2010:9 …” Aku sangat lelah mengahadiri berbagai upacara tradisional dan mencapai titik di mana aku sangat membenci naik tandu kuning dengan atap berwarna emas. Kadang-kadang aku menuduh para kasim tidak setia karena hal kecil dan mengirimkan mereka ke biro administrasi untuk mendapatkan hukuman. Namun, hal yang membuat para pangeran dan para pejabat tinggi tidak nyaman adalah saat aku akan berencana akan menata ulang struktur di Istana dan melakukan penyelidikan mendalam terhadap kondisi keuangan, dan pada saat yang lain mengatakan bahwa aku ingin meninggalkan kota Terlarang untuk belajar di luar negeri. Semua orang merasa ketakutan dan gemetaran sepanjang hari sehingga kuncir mereka memutih karena gelisahnya.” The Last Emperor, 2010:123

4.1.6 Gaya Bahasa