zaman modern. Para pengguna menganggap bahwa para korban anak trafficking tersebut telah dibeli dengan pembayaran sejumlah uang, oleh karenanya mereka
merasa dapat berbuat semaunya mereka terhadap korban.
48
Karena merupakan kegiatan ilegal, data mengenai perdagangan manusia sangat terbatas dan pihak resmi sering hanya mempunyai data yang bersifat
perkiraan. Kantor imigrasi internasional memperkirakan bahwa 250.000 korban diperdagangkan tiap tahun di Asia Tenggara.
49
B. Perangkat Hukum Internasional Yang Mengatur Perdagangan Manusia Human Trafficking
Negara-negara pada umumnya dijadikan tujuan untuk human trafficking internasional untuk Indonesia adalah taiwan, korea selatan, malaysia, singapura,
jepang dan sebagian besar negara timur tengah. Saat ini trafficking manusia menjadi bisnis global yang memberikan keuntungan terbesar ketiga setelah
perdagangan senjata dan obat-obatan terlarang. Trafficking merupakan sindikat kriminal yang terorganisir dari hasil penelitian Universitas Udayana, Bali,
diketahui bahwa jaringan tersebut telah menyusup pula di indonesia, diantaranya “ diidentifikasi” didaerah karang asem Bali hal ini merupakan masalah besar yang
sangat serius bagi pemerintah maupun masyarakat.
1. Larangan Penyelundupan Manusia Baik melalui Darat, Laut, dan Udara
Protocol Against the Smuggling of Migrant by Land, Sea, and Air
48
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang, Trafficking in Persons di Indonesia, 2003
49
Irwanto, dkk. Perdagangan Anak Di Indonesia, Kantor Perburuhan Internasional, Program Internasional, Penghapusan Perburuhan Anak Kerja-sama FISIP-UI, Jakarta, 2001, hal 87
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari protokol ini adalah mencegah mengurangi penyelundupan migrant dengan cara meningkatkan kerja sama antar negara peserta dengan
melindungi hak-hak dari migran yang diselundupkan The purpose of this Protocol is to prevent and combat the smuggling of migrant, as well as to promote
coorperation among State Parties to that end, while protecting the rights of smuggled migrants
Tujuan ini diatur dalam Pasal 2 protokol menentang penyelundupan manusia melalui darat, laut, dan udara.
Pasal 3 Protokol ini menyebutkan bahwa : a.
“Penyelundupan migran “ berarti pengadaan dalam rangka memperoleh, secara langsung atau secara tidak langsung, suatu keuangan atau mamfaat
materil lain, dengan memasukkan secara tidak sah seseorang kedalam suatu negara dimana dia bukanlah warga negara atau penduduk dari negara itu ;
“Smuggling Person” shall mean the procurement, in other to obtain, directly or indirectly, a financial, or other material benefit, of the illegal entry of a
person into a State Party of which the person is not a national or a Permanent resident
b. ” Memasukkan tidak sah” berarti melewati perbatasan tanpa melengkapi
persyaratan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dari suatu negara ; Illegal entry” shall mean crossing borders without complying with
the necessary requirements for legal entry into the receiving State c.
” Dokumen Identitas Palsu” derati dokumen identitas yang : 1.
Dibuat dengan cara mengubah dokumen asli That has been falsely made or altered in some material way by anyone other than a person or agency
Universitas Sumatera Utara
lawfully authorized to make or issue the travel or identity document on behalf of a State ; atau
2. Dikeluarkan oleh orang-orang yang tidak berhak untuk mengeluarkan
That has been improperly issued or obtained through misrespresentation, corruption or duress or duress or in any other unlawfull manner; atau
3. Digunakan oleh seseorang yang bukan pemilik sah That is being used by
a person other than the rightful holder d.
“Kapal” berarti berbagai jenis kenderaan air, mencakup pesawat amphibi, perahu, yang dapat digunakan sebagai transportasi di air, kecuali suatu kapal
perang, alat bantu kelautan atau lain kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh suatu pemerintahan dan menggunakan untuk kepentingan pemerintah;
“Vessel” shall mean any type of water craft, including non- displacement craft and seaplanes, used or capable of being used as means of transportation
on water,except a warship, naval auxiliary or other vessel owned or operated by a government non- commercial service
Dalam mengatasi terjadinya penyelundupan migran, setiap negara peserta harus dapat bekerja-sama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya
penyelundupan migran baik melalui darat, laut, dan udara.
50
1. Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal
Mengenai kerja-sama ini, diatur dalam Pasal 8, yang menyebutkan : Kerja- sama dalama mengatasi penyelundupan yakni Measures against the smuggling
oe migrant by sea:
50
Protocol Against The Smugglingt of Migrant By land, Sea, and Air Mengenai Penyelundupan Manusia Melalui Darat, Laut dan Udara
Universitas Sumatera Utara
yang sedang memasuki daerahnya yang merupakan kapal yang berkebangsaan asing atau menolak untuk menunjukkan identitasnya
sedang melakukan penyelundupan migran ke wilayahnya dan Negara Peserta tersebut dapat meminta bantuan dari negara peserta lainnya untuk
mencegah kapal asing tersebut memasuki wilayahnya. 2.
Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang berlatih di laut lepas sesuai dengan hukum internasioanl
dengan tidak mengetahui asal kapal asing itu, akan melakukan penyelundupan migran ke daerahnya, dapat meminta konfirmasi dari
negara yang bersangkutan, dan jika telah mendapat konfirmasi, meminta pemilik kapal yang mempunyai otorisasi untuk mendapatkan izin dari
negara yang bersangkutan. dan negara yang bersangkutan mempunyai otorisasi meminta penjelasan kepada pemilik kapal mengenai:
a. Penumpang kapal
b. Tujuan dari kapal
c. Jika terbukti ditemukan bahwa kapal tersebut sedang melakukan
penyelundupan migran, maka negara yang bersangkutan dapat mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang diatur di dalam
protokol ini. 3.
Negara anggota dapat memaksakan kapal sesuai dengan ayat 2 untuk segera menginformasikan tentang segala kegiatan kapal yang dimaksud.
4. Negara anggota akan menjawab secara cepat dan efisien terhadap suatu
permintaan dari negara anggota lainnya untuk menentukan apakah suatu kapal yang sedang melakukan pelayaran atau pemilik kapal memang
Universitas Sumatera Utara
berhak untuk suatu permintaan untuk otorisasi sesuai dengan ayat 2. 5.
Negara peserta dapat konsisten dengan artikel 7 protokol ini, pokok otorisasinya ke kondisi-kondisi untuk menyetujui dan meminta status,
kondisi- kondisi termasuk yang berkenaan dengan tanggung jawab dan tingkat ukuran efektif yang dapat diambil. suatu tindakan dari negara
anggota yang tidak mengambilapaupn tindakan ukuran tambahan tanpa menyatakan otorisasi kapal, kecuali mereka diperlukan untuk
membebaskan segera kapal yang dimaksud sesuai dengan persetujuan multilateral.
6. Masing-masing negara anggota akan mengangkat suatu otoritas atau, jika,
perlu otoritas untuk menerima dan bereaksi terhadap permintaan untuk bantuan, karena konfirmasi pencatat kebenaran suatu kapal memilki
otoritas berlayar dengan ukuran sesuai dengan tujuan yang diberitahu melalui secretary-general bagi semua negara anggota.
7. Negara anggota yang mempunyai alasan-alasan yang layak untuk
mencurigai bahwa suatu kapal sibuk dengan penyelundupan orang pindah melalui laut dan adalah tanpa kebangsaan atau mungkin berasimilasi untuk
suatu kapal tanpa kebangsaan boleh menumpang dan mencari kapal. Jika bukti yang kecurigaan ditemukan, negara anggota akan mengambil
tindakan sesuai hukum nasionalnya dan hukum internasionalnya.
51
Dari penjelasan artikel diatas, dapat diketahui bahwa setiap negara anggota dapat meminta bantuan kepada negara anggota lainnya dalam mengatasi
51
Bariah, Chairul, Aturan-aturan Hukum Trafficking Perdagangan Permpuan dan Anak USU.Press. Medan, 2005, hal 23
Universitas Sumatera Utara
terjadinya penyelundupan migran, dan dapat mencurigai setiap kapal yang tidak diketahui secara jelas identitasnya sedang melakukan penyelundupan migran, dan
dengan segera memiliki otoritas untuk mencegah kapal tersebut memasuki daerahnya.
Di dalam artikel ini, bahwa negara peserta harus dapat melindungi hak-hak setiap migran yang diselundupkan. Perlindungan ini dapat dilakukan dengan
mengembalikan secara baik-baik orang-orang yang diselundupkan ke negara asalnya, merawat, dan memberikan pengobatan kepada migran. Dan kepada
negara asal orang-orang yang diselundupkan harus dapat menerima kembali dengan baik migran yang dikembalikan ke negaranya, dengan memperhatikan
peraturan hukum yang berlaku di negaranya masing-masing dan peraturan internasional yang ada.
Dalam artikel 20, berisikan penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin terjadi dalam mengatasi penyelundupan migran. Penyelesaian sengketa ini dapat
dilakukan dengan cara : 1.
Negoisasi 2.
Menyelesaikan melalui Mahkamah Internasional jika negoisasi yang dilakukan tidak berhasil dilakukan batas negoisasi selama 6 enam bulan.
52
2. Kerjasama Internasional dan Peran serta Masyarakat
53
1. Untuk mengefektifkan pelanggaran pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana perdagangan orang Pemerintah Republik Indonesia wajib Bagian Kesatu Kerja Sama Internasional
Pasal 59
52
Ibid. hal 24
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan Kerja Sama Internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral.
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan dalam
bentuk perjanjian bantuan timbal-balik dalam masalah pidana dan atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Bagian Kedua Peran Serta Masyarakat
Pasal 60 1.
Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang.
2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diwujudkan
dengan tindakan memberikan informasi dan atau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang
berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.
Pasal 61 Untuk tujuan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan
orang, maka Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku.
Pasal 62 Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pasal
61, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum
Pasal 63 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61
dilaksanakan secara bertanggung-jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Protokol Untuk Mencegah, Memberantas Dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan Dan Anak, Yang Melengkapi Konvensi PBB
Untuk Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara
54
54
Protokol Untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan dan Anak, Yang Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk
Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara.
Universitas Sumatera Utara
Pembukaan negara-negara dalam protokol ini, menerangkan bahwa tindakan yang efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia,
terutama perempuan dan anak-anak, membutuhkan suatu pendekatan yang internasional yang kompherensif di negara-negara asal, negara- negara
persinggahan dan negara-negara tujuan, dalam bentuk langkah-langkah untuk mencegah perdagangan tersebut, untuk menghukum para pelaku perdagangan
manusia, termasuk dengan melindungi hak-hak asasi mereka yang diakui secara internasional, menimbang fakta bahwa meskipun ada beragam instrumen
internasional yang terdiri dari berbagai peraturan dan langkah-langkah praktis untuk memerangi eksploitasi terhadap manusia, teutama perempuan dan anak-
anak, tidak ada insrumen universal yang dapat menangani semua aspek perdagangan manusia memperhatikan bahwa dengan tidak adanya intrumen
semacam itu, orang-orang yang rentan terhadap perdagangan ini tidak dapat perlindungan dengan baik
Mengingat resolusi Sidang Umum 53111 Tanggal 9 Desember 1998, dimana sidang tersebut memutuskan untuk membentuk panitia ad hoc antar
pemerintahan yang sifatnya terbuka untuk tujuan memperluas konvensi internasional yang sifatnya kompherensif dalam rangka melawan kejahatan yang
terorganisir secara transnasional, dan membahas perluasan instrument internasional untuk menangani perdagangan manusia. Meyakinkan bahwa
melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa untuk melawan kejahatan terorganisir antar negara dengan instrumen internasional untuk pencegahan,
pemberantasan, dan penghukuman perdagangan manusia teutama perempuan dan anak-anak, akan berguna untuk mencegah dan memerangi kejahatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Telah menyetujui hal-hal berikut : I.
Ketentuan Umum Pasal 1
Hubungan dengan Konvensi PBB untuk melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara
1. Protokol ini melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa mengenai
perlawanan terhadap kejahatan terorganisir antar negara. 2.
Ketentuan-ketentuan konvensi berlaku mutatis mutandis terhadap protocol ini kecuali jika dinyatakan sebaliknya dalam protokol ini
3. Kejahatan yang ditetapkan pada Pasal 5 protokol ini dianggap sebagai
kejahatan yang ditetapkan dalam Konvensi. Pasal 2
Tujuan dari protokol ini adalah : a
Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, dengan memberikan perhatian khusus ada perempuan dan anak-anak
b Untuk melindungi dan membantu para korban perdagangan manusia, dengan
sepenuhnya menghormati hak-hak asasi mereka. c
Untuk mendorong kerja-sama di antar Negara-negara Pihak yang mencapai tujuan-tujuan itu.
d Pasal 3
Untuk tujuan-tujuan protokol ini : a
“ Perdagangan manusia “ berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai
ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau
pemberian atau penerimaan pembayaran, atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk
tujuan eksploitasi. Eksploitasi minimal berbentuk eksploitasi prostitusi pada orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja, atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip dengan perbudakan, kerja paksa, atau penghilangan organ.
b Izin dari korban perdagangan manusia intuk maksud-maksud dari
eksploitasi sebagaimana yang disebutkan pada sub ayat a telah digunakan.
c Pengerahan, Pengangkutan, Pemindahan, Penyembunyian, atau
penerimaan anak eksploitasi dianggap sebagai “perdagangan manusia” meskipun hal ini tidak digunakan cara-cara yang ditetapkan pada sub ayat
a dari pasal ini.
Universitas Sumatera Utara
d “ Anak “ berarti setiap orang yang usianya dibawah delapan belas tahun
Pasal 4
Ruang Lingkup Penerapan
55
Penetapan Sebagai Tindak Pidana Kecuali jika dinyatakan sebaliknya, protokol ini berlaku untuk
melakukan pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan atas kejahatan yang ditetapkan pada Pasal 5, Protokol ini dimana pelanggaran- pelanggaran itu bersifat
antar negara dan melibatkan kelompok penjahat yang terorganisir, serta untuk memberikan perlindungan kepada para korban kejahatan-kejahatn tersebut.
Pasal 5
56
1. Masing-masing Negara Pihak harus mengesahkan perundang-undangan dan
tindakan-tindakan lainnya yang mungkin diperlukan untuk menetapkan bahwa, jika dilakukan secara sengaja, tindakan yang ditetapkan pada Pasal
dari Protokol ini adalah tindak-tindak pidana.
2. Masing-masing negara pihak juga harus mengesahkan perundang-undangan
tersebut dan mengambil langkah lainnya yang mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana :
a Dengan tunduk pada konsep-konsep dasar sistem hukumnya, upaya untuk
melakukan suatu pelanggran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini.
b Peran serta sebagai kaki tangan dalam sebuah kejahatan yang ditetapkan berdasarkan ayat 1 dari pasal ini; dan.
c Mengatur dan merintahkan orang lain untuk melakukan pelanggran yang ditetapkan berdasarkan ayat 1 dari pasal ini.
Perlindungan Korban Perdagangan Manusia Pasal 6
Bantuan dan perlindungan untuk korban perdagangan manusia
57
1. Dalam kasus-kasus yang sesuai dan sejauh memungkinkan berdasarkan
hukum yang berlaku dalam negerinya, masing-masing Pihak Negara harus melindungi privasi dan identitas korban perdagangan manusia termasuk antara
dengan membuat proses hukum yang berkaitan dengan perdagangan yang rahasia.
2. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa hukum atau sistem
administratif dalam negerinya berisi langkah-langkah yang memberikan kepada korban perdagangan manusia, dalm kasus-kasus yang sesuai :
a Informasi mengenai proses peradilan dan administratif yang relevan;
b Bantuan yang memungkinkan pandangan dan perhatian mereka dijelaskan
55
Ibid
56
Ibid
57
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dan dipertimbangkan pada tahapan-tahapan proses pidana yang sesuai untuk melawan para pelaku kejahatan, dengan cara tidak mengurangi ka-
hak untuk melakukan pembelaan.
3. Setiap negara pihak harus mempertimbangkan langkah-langkah pelaksanaan
pemulihan korban perdagangan manusia secara fisik, psikologis dan sosial termasuk, berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi terkait
lainnya dan elemen-elemen lain dalam masyarakat, dan secara khusus, penyedian:
a.
Penampungan yang sesuai; b.
Konseling dan informasi yang secara khusus berkenaan dengan hak-hak hukum mereka dalam bahasa yang dapat dipahamioleh korban
pelanggaran perdagangan manusia; c.
Bantuan Kesehatan, psikologis, dan material; d.
Kesempatan untuk bekerja, mendapatkan pendidikan, dan pelatihan. 4.
Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, masing-masing Negara pihak harus mempertimbangkan usia, jenis kelamin, dan kebutuhan-
kebutuhan khusus yang diperlukan oleh korban perdagangan manusia, khususnya kebutuhan khusus anak-anak, termasuk penampungan, pendidikan
dan perawatan.
5. Masing-masing negara pihak harus berupaya untuk menyediakan
perlindungan fisik secara fisik kepada korban perdagangan manusia ketika mereka berada dalam wilayahnya.
6. Masing-masing negara pihak harus memastikan bahwa sistem hukum dalam
negerinya berisi langkah-langkah yang menawarkan kepada korban perdagangan manusia kemungkinan untuk mendapatkan penggantian atas
kerugian yang dideritanya.
Pasal 7 Status korban perdagangan manusia di negara penerima
58
1. Selain mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan Pasal 6 Protokol ini,
dalam kasus-kasus tertentu. Masing-masing negara pihak harus mempertimbangkan untuk mengesahkan perundang-undangan atau langkah-
langkah sesuai lainnya yang mengizinkan para korban perdagangan manusia untuk tetap berada dalam wilayahnya, untuk sementara atau tetap, dalam kasus
yang sesuai
2. Dalam melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam ayat 1 pasal ini, Masing-
masing negara pihak harus memberikan pertimbangan yang sesuai untuk faktor- faktor kemanusiaan dan kasih sayang.
Pasal 8
Pemulangan Korban Perdagangan Manusia 1.
Negara Phak dimana seorang korban perdagangan manusia, menjadi
58
Ibid
Universitas Sumatera Utara
warganegaranya atau memiliki hak untuk bertempat tinggal secara tetap pada saat masuk ke wilayah Negara Penerima, harus menfasilitasi dan menerima
pemulangan orang tersebut, dengan memberikan perhatian yang sungguh- sungguh pada keselamatan orang tersebut, tanpa penundaan yang tidak
semestinya atau tidak masuk akal.
2. Ketika sebuah negara pihak mengembalikan korban perdagangan manusia ke
sebuah negara pihak di mana orang tersebut menjadi warga negaranya atau, ketika masuk ke wilayah Negara Pihak Penerima, memiliki hak untuk
bertemapt tinggal secara tetap, pemulangan tersebut harus benar-benar memperhatikan keselamatan orang tersebut dan status setiap proses hukum
yang berkaitan dengan fakta bahwa orang tersebut adalah korban perdagangan manusia, dan diutamakan dilakukan secara suka-rela.
3. Atas permintaan negara pihak penerima, negara pihak yang diminta, tanpa
penundaan yang tidak semestinya atau tidak masuk akal, harus membuktikan bahwa orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga
negaranya atau memiliki hak untuk bertempat tinggal secara tetap di wilayahnya pada saat masuk kedalam wilayah Negara Pihak Penerima.
4. Untuk membantu pemulangan korban perdagangan manusiayang tidak
memiliki dokumen sebagaimana mestinya, Negara pihak dimana orang tersebut menjadi warga negara atau memiliki hak untuk bertempat tinggal
secara tetap pada saat masuk kedalam Negara Penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen-dokumen perjalanan seperti itu atau perizinan lainnya
yang mungkin diperlukan agar orang tersebut dapat masuk atau masuk kembali ke wilayahnya.
5. Pasal ini tidak akan mengurangi setiap hak yang diberikan kepada korban
perdagangan manusia berdasarkan undang-undang yang berlaku di Negara Penerima.
6. Pasal ini tidak akan mengurangi setiap perjanjian bilateral atau multilateral
atau perjanjian yang berlaku, yang mengatur, secara keseluruhan atau sebagian, pemulangan korban perdagangan manusia. Pencegahan, kerja sama,
dan langkah-langkah lain
Pasal 9 Pencegahan Perdagangan Manusia
1. Negara pihak harus membuat kebijakan, program, dan tindakan-tindakan
lainnya yang kompherensif: a
Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia; dan b
Untuk melindungi korban perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, agar tidak menjadi korban perdagangan lagi.
2. Negara pihak harus berusaha melakukan langkah-langkah seperti melakukan
penelitian, kampanye informasi, dan media massa, dan inisiatif-inisiatif sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia.
3. Kebijakan program dan langkah-langkah lain yang dibuat berdasarkan pasal
ini harus, bila sesuai, berisi kerja-sama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, atau orgnisasi-organisasi terkait lainnya atau elemen-elemen lain
yang ada dalam masyarakat madani.
Universitas Sumatera Utara
4. Para negara pihak harus mengambil atau meningkatkan langkah-langkah,
termasuk melalui kerja-sama bilateral atau multilateral, untuk mengurangi faktor- faktor yang membuat orang, terutama perempuan dan anak-anak rentan
terhadap perdagangan manusia seperti kemiskinan, ketidakmapanan atau kurangnya persamaan kesempatan.
5. Negara pihak harus menggunakan atau memperkuat perundang-undangan atau
langkah-langkah lainnya seperti pendidikan, langkah-langkah sosial atau kebudayaan, termasuk melalui kerja-sama bilateral dan multilateral untuk
mengurangi permintaan yang mendorong semua bentuk eksploitasi orang, terutama perempuan dan anak-anak, yang mengarah kepada perdagangan
manusia.
Pasal 10 Pertukaran Informasi dan Pelatihan
1. Otoritas penegak hukum imigrasi, atau otoritas-otoritas terkait lainnya dari
para Pihak Negara harus, bila sesuai, saling bekerja sama dengan saling menukar informasi sesuai dengan hukum yang berlaku di dalam negerinya
agar mereka memiliki kemampuan untuk menentukan: a
Apakah orang-orang yang menyebrangi dan berusaha menyebrangi perbatasan internasional dengan dokumen perjalanan milik orang lain atau
tanpa dokumen perjalanan adalah penyelundup atau korban perdagangan manusia; dan
b Jenis-jenis dokumen perjalanan yang orang-orang telah gunakan dan
berusaha untuk menggunakan untuk menyebrangi perbatasan internasional untuk tujuan- tujuan perdagangan manusia; dan
c Cara-cara dan metode-metode yang digunakan oleh kelompok-kelompok
kejahatan yang terorganisir untuk tujuan perdagangan manusia, termasuk penerahan, pengangkutan korban, rute dan hubungan antara individu-
individu dan kelompok- kelompok yang terlibat dalam perdagangan manusia, dan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk mengetahui
mereka.
2. Para negara pihak harus memberikan atau meningkatkan pelatihan untuk
para pejabat penegak hukum, imigrasi, dan pejabat-pejabat terkait lainnya dalam pencegahan perdagangan manusia Pelatihan tersebut harus
difokuskan pada metode- metode yang digunakan untuk pencegahan perdagangan manusia. Pelatihan tersebut harus mempertimbangkan
kebutuhan untuk mertimbangkan hak-hak asasi manusia dan masalah- masalah yang peka terhadap permasalahan anak dan jender, dan
mendorong kerja-sama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-oranisasi lain dan elemen-elemen masyarakat madani lainnya
3. Negara pihak yang menerima informasi harus patuh pada setiap
permintaan Negara Pihak yang mengirimkan informasi yang memberkan pembatasan pada penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 11 Langkah-Langkah di Perbatasan
1. Tanpa mengurangi komitmen internasional yang berkaitan dengan
kebebasan orang untuk bergerak, Para Negara Pihak, sejauh dimungkinkan, harus memperkuat pengendalian perbatasan yang mungkin
diperlukan untuk mencegah dan mengetahui perdagangan orang.
2. Masing-masing negara pihak harus mengesahkan perundang-undangan
atau tindakan-tindakan lainnya yang sesuai untuk mencegah, samapai pada tingkat yang memungkinkan, cara-cara pengangkutan yang dioperasikan
oleh perusahaan- perusahaan pengangkutan komersial agar tidak digunakan untuk melaksanakan kejahatan-kejahatan yang ditetapkan
sesuai dengan pasal 5 Protokol ini.
3. Bilamana sesuai, dan tanpa mengurangi Konvensi Internasional yang
berlaku, langkah-langkah tersebut termasuk perusahaan-perusahaan pengangkutan atau pemilik atau operator pengangkutan,, untuk
memastikan bahwa semua penumpang memiliki dokumen-dokumen perjalanan yang diperlukan untuk masuk ke negara penerima.
4. Masing-masing negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang
diperlukan, sesuai dengan hukum yang berlaku didalam negerinya, untuk memberikan sangsi jika terjadi pelanggaran atas kewajiban yang
ditetapkan pada ayat 3 pasal ini.
5. Masing-masing negara pihak harus mempertimbangkan pengambilan
langkah- langkah yang memungkinkan dilakukan penolakan untuk masuk atau pencabutan visa orang-orang yang terlibat dalam kejahatan-kejahatan
yang ditetapkan dalam Protokol ini, sesuai dengan hukum yang berlaku didalam negerinya.
6. Tanpa mengurangi Pasal 27 dari konvensi, negara-negara pihak harus
mempertimbangkan peningkatan kerja-sama di antara badan-badan pengendali perbatasan dengan antara lain membuat dan menjaga saluran-
saluran komunikasi langsung.
Pasal 12
Keamanan dan Pengendalian Dokumen Masing-masing negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang
mungkin diperlukan, dengan cara-cara yang tersedia: a
Untuk menjamin bahwa dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan oleh negara tersebut memiliki kualitas dimana dokumen-
dokumen tersebut tidak dapat dengan mudah disalahgunakan dan tidak langsung dapat dipalsukan atau dirubah, ditiru atau disalahgunakan secara
tidak sah; dan
b Untuk menjamin bahwa kesataun dan keamanan dokumen perjalanan atau
identitas yang dikeluarkan oleh atau atas nama negara tersebut dan untuk mencegah pembuatan, penerbitan dan penggunaan dokumen tersebut
secara tidak sah.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 13 Legitimasi dan Keabsahan Dokumen
Atas permintaan negara pihak lain, sebuah negara pihak sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut, harus memeriksa dalam jangka waktu
yang masuk akal legitimasi dan keabsahan dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan atau diakui telah dikeluarkan dengan menggunakan namanya
dan dicurigai digunakan untuk perdagangan orang. Ketentuan Terakhir
Pasal 14 Klausul Keterpisahan
1. Dalam protokol ini tidak satu pun yang mempengaruhi hak, kewajiban dan
tanggung jawab Negara-negara dan individu-individu berdasarkan hukum internasioanl, termasuk undang-undang kemanusiaan internasional, dan
undang-undang hak asasi manusia internasional dan secara khusus, jika berlaku, Konvensi 1951 dan Protokol 1967 yang berkaitan dengan status
pengungsi dan prinsip non pemulangan sebagaimana yang tertuang dalam protokol ini.
2. Langkah-langkah yang ditetapkan dalam protokol ini harus ditafsirkan dan
diterapkan dengan cara yang tidak diskriminatif pada orang-oarang dilapangan, yang merupakan korban perdagangan manusia. Penafsiran dan
pelaksanaan langkah-langkah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip non- diskriminasi yang diakui secara internasional.
Pasal 15 Penyelesaian Persengketaan
1. Negara-negara pihak harus berupaya untuk menyelesaikan persengketaan
yang berkaitan dengan penafsiran dan penerapan Protokol ini melalui perundingan.
2. Setiap perselisihan antara dua negara pihak atau lebih sehubungan dengan
penafsiran atau penerapan protokol ini, yang tidak dapat diselesaikan melaui perundingan dalam jangka waktu yang masih wajar, atas
permintaan salah satu dari Negara-negara pihak tersebut, harus didaftarkan ke arbitrase. Jika dalam enam bulan setelah tanggal arbitase, Negara-
negara pihak itu belum dapat menyepakati badan arbitase tersebut, yang salah satu dari Negara-negara Pihak itu dapat menyerahkan perselisihan
tersebut ke mahkamah internasional berdasarkan permintaan sesuai dengan Undang-undang Mahkamah tersebut.
3. Pada saat penandatanganan, pengesahan atau pemberian persetujuan atau
penerimaan Protokol ini. Masing-masing negara pihak dapat menyatakan bahwa negara tersenut mengangap tidak terikat dengan ayat 2 pasal in.
Negara-negara pihak lainnya tidak terikat oleh ayat 2 pasal ini sehubungan dengan negara pihak yang telah membuat keberatan itu.
4. Setiap negara pihak yang telah membuat keberatan sesuai dengan ayat 3
Universitas Sumatera Utara
dari pasal ini dapat setiap saat menarik keberatan itu dengan memberikan pemberitahuan kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa.
Pasal 16 Penandatanganan, Pengesahan, Penerimaan Persetujuan dan Penambahan
59
1. Protokol ini terbuka bagi semua negara untuk menandatanganinya mulai
dari tanggal 12 hingga 15 desember 2002 di Palermo, Italia, dan selanjutnya di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di new york
hingga 12 Desenber 2002.
2. Protokol ini terbuka bagi penandatanganan oleh organisasi-organisasi
penyatuan ekonomi kawasan dengan ketentuan bahwa paling sedikit satu negara anggota organisasi tersebut telah menandatangani protokol ini
sesuai dengan ayat 1 pasal ini.
3. Protokol ini harus disahkan, diterima atau disetujui. Instrumen
pengesahan, penerimaan, dan persetujuan harus diserahkan kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Organisasi-organisasi
penyatuan ekonomi kawasan dapat menyerahkan instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan itu, organisasi tersebut menyatakan tingkat
kewenangannya sehubungan dengan hal-hal yang telah diatur berdasarkan protokol ini. Organisasi tersebut juga harus menginformasikan tempat
penyimpanan mengenai perubahan yang relevan sesuai dengan kewenangannya.
4. Protokol ini terbuka bagi penambahan bagi setiap negara atau organisasi
kesatuan ekonomi kawasan dimana paling sedikit satu negara anggotanya adalah satu pihak dalam Protokol ini. Insrumen Penambahan harus
diserahkan pada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Pada saat pengesahannya organisasi kesatuan ekonomi kawasan harus menyatakan
tingkat kewengannya sehubungan dengan hal-hal yang diatur berdasarkan Protokol ini. Organisasi tersebut juga harus menginformasikan letak setiap
perubahan sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Pasal 17 Pemberlakuan
1. Protokol ini harus diberlakukan pada hari kesembilan puluh setelah
tanggal penyerahan instrumen keempat dari pengesahan, penerimaan, persetujuan atau penambahan kecuali jika Protokol tersebut berlaku
sebelum pemberlakuan konvensi. Untuk tujuan ayat ini setiap instrumen yang diserahkan oleh organisasi penyatuan ekonomi kawasan harus
dianggap sebagai tambahan pada perangkat-instrumen yang diserahkan anggota negara-negara anggota organisasi tersebut.
2. Bagi masing-masing negara atau organisasi penyatuan ekonomi regional
yang mengesahkan, menerima, menyetujui, atau menyepakati protokol ini
59
Ibid
Universitas Sumatera Utara
setelah penyerahan instrumen keempat dari tindakan tersebut, protokol ini harus berlaku pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyerahan oleh
negara atau organisasi dari instrumen terkait atau pada Tanggal Protokol ini berlaku sesuai dengan ayat 1 pasal ini, yang mana saja lebih dulu.
Pasal 18 Perubahan
1. Setelah berakhirnya masa lima tahun sejak pemberlakuan protokol ini,
Negara Pihak Protokol ini mengajukan perubahan dan menyerahkannya kepada Sektetaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsayang kemudian
akan mengkomunikasikan perubahan yang diajukan tersebut pada Negara- negara pihak dan pada konferensi negara-negara pihak dari konvensi untuk
tujuan memberikan pertimbangan atau persetujuan pada proposal tersebut. Negara- negara pihak dari protokol ini yang bertemu pada konferensi para
pihak harus melakukan segala upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan dan tercapai kesepakatan, sebagai upaya terakhir, perubahan
tersebut akan mensyaratkan penggunaan dua per tiga suara mayoritas dari negara-negara pihak protokol ini yang hadir dan pemungutan suara dalam
konferensi pertemuan para pihak.
2. Organisasi penyatuan ekonomi kawasan, sesuai dengan kewenangannya,
harus menggunakan haknya untuk mengambil suara berdasarkan pasal ini dengan jumlah suara yang sama dengan jumlah negara anggota mereka
yang merupakan para pihak dari protokol ini. Organisasi-organisasi tersebut tidak akan menggunakan hak mereka untuk memberikan suara
jika negara-negara anggotanya hak suaranya dan sebaliknya.
3. Perubahan yang digunakan sesuai dengan ayat 1 dari pasal harus
disyahkan, diterima atau disetujui oleh negara-negara pihak. 4.
Perubahan yang digunakan sesuai dengan ayat 1 pasal ini, harus diberlakukan oleh sebuah negara pihak setelah sembilan puluh hari setelah
tanggal penyerahan instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan perubahan tersebut kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa.
5. Jika sebuah perubahan diberlakukan, maka perubahan tersebut mengikat
bagi negara-negara pihak yang telah mengemukakan persetujuannya untuk terikat pada perubahan tersebut. Negara-negara pihak lainnya masih tetap
terikat dengan ketentuan-ketentuan dari protokol ini dan perubahan- perubahan sebelumnya yang telah disyahkan. diterima, atau disetujui oleh
negara-negara tersebut.
Pasal 19 Penolakan
60
1. Sebuah negara pihak dapat memberikan penolakan pada protokol ini
dengan pembertahun tertulis kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Penolakan tersebut berlaku satu tahun setelah tanggal
60
Ibid
Universitas Sumatera Utara
penerimaan pembertahuan tersebut oleh sekretaris jenderal. 2.
Sebuah organisasi penyatuan ekonomi wilayah berhenti menjadi pihak protokol ini jika semua negara anggotanya menolaknya.
Pasal 20 Tempat Penyimpanan dan Bahasa
1. Sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa ditunjuk sebagai tempat
penyimpanan Protokol ini. 2.
Protokol asli yang dibuat dalam bahasa arab, cina, inggris, prancis, russia, dan spanyol memiliki keaslian yang sama dan harus diserahkan kepada
sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Demikianlah, para wakil berkuasa penuh yang bertandatangan di bawah ini, yang diberikan
wewenang sebagaimana mestinya oleh Pemerintah mereka yang masing- masing, telah menandatangani Protokol ini.
C. Jenis-Jenis Perdagangan Manusia human trafficking