Sistem Pemerintahan Tanah Karo

28 Garamata yang mengadakan perlawanan pada awal abad ini 1901-1905 juga berpendapat bahwa jika Belanda dibiarkan ke Tanah karo maka tanah rakyat mungkin sekali diambil untuk perkebunan. Pikiran ini didasarkan pada pengalaman orang Karo di dataran rendah, di Deli dan Langkat. Selanjutnya dia juga berpendapat bahwa orang Karo mempunyai cara hidupnya sendiri dan istiadatnya sendiri dan tidak perlu dicampuri oleh orang Belanda. Namun kekuatan Belanda yang begitu besar tidak dapat dibendung 14 Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung Kuta, yang terdiri dari satu atau lebih kesain bagian dari kampung. Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang Pengulu .

2.5. Sistem Pemerintahan Tanah Karo

Tanah Karo terbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarahnya Kabupaten ini telah mengalami perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan. 15 Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung asli Perbapaan yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan. Ada beberapa sistem atau cara penggantian perbapaan atau Raja Urung . arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok Anak Beru dan Senina. Mereka ini disebut dengan istilah Telu si Dalanen atau tiga sejalanan menjadi satu badan administrasipemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai pembentuk kesain, sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga. 14 Masri singarimbun Garamata: Perjuangan Melawan Penjajah Belanda 1901-1905, Balai Pustaka.Jakrta, 1992. Hal. 45. 15 P. Tambunan. Adat Istiadat Karo, Balai Pustaka. Jakarta. 1952. Hal.34. Universitas Sumatera Utara 29 atau juga Pengulu di zaman itu, yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan runggu 16 • Dasar Adat Sintua-Singuda kaum kerabat berdasarkan kepada 2 dua dasarpokok yakni: 17 • Dasar Bere-bere yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalanagan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan PerbapaanRaja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan Perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapaan Lima Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu berkuasa kaum penjajah Belanda di permulaan abad XX 1907. Belanda melakukan intervensi dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai Perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat. 18 16 Runggu adalah musyawarah yang dilakukan sebelum menggambil sebuah keputusan, Runggu Biasanya di hadiri oleh kalimbubu, senina dan anak beru ketiga ini harus hadir dalam menentukan sebuah keputusan. 17 Sintua Singuda adalah sebutan untuk anak dalam bahasa karo, Sintua = anak sulung, Singuda = Anak Bungsu. 18 Bere-bere adalah panggilan untuk keponakan. , yakni menurut keturunan dari pihak Ibu. Hanya dari keturunan ibukemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan. Namun setelah kedatangan perjajahan Belanda sistem atau dasar Bere-bere ini dihapuskan. Universitas Sumatera Utara 30 Mengangkat dan mengganti Perbapaan dilakukan oleh runggu Anak Beru, Senina dan Kalimbubu. Namun setelah jaman Belanda cara seperti itu diper-modern, dengan cara kekuasaannya dikurangi, malah akhirnya diambil alih oleh kerapatan Balai Raja Berempat. Sistem pergantian Perbapaan Urung dan Pengulu Kesain, sebelum datangnya penjajahan Belanda ke daerah dataran Tinggi Tanah Karo. Yang pertama-tama berhak untuk mewarisi jabatan Perbapaan Urung atau Pengulu ialah anak tertua, kalau dia berhalangan, maka yang paling berhak adalah anak yang termudabungsu. Sesudah kedua golongan yang berhak tadi itu, yang berhak adalah anak nomor dua yang tertua, kemudian anak nomor dua yang termuda. Orang yang berhak dan dianggap sanggup menjadi Perbapaan Urung tetapi karena sesuatu sebab menolaknya, maka dengan sendirinya hilang haknya dan berhak keturunannya yang menjadi PerbapaanRaja Urung. Seiring dengan masuknya pengaruh kekuasaan Belanda ke daerah Sumatera Timur melalui Kerajaan Siak Riau maka terjadi pula perubahan penting di dareah tersebut karena Belanda juga ingin menguasai seluruh Tanah Karo. Di Deli waktu itu sudah mulai berkembang Perkebunan tembakau yang diusahai oleh pengusaha- pengusaha Belanda. Namun tidak selamanya kekuasaan Belanda tertanam dengan mudah di daerah Sumatera Utara terlebih-lebih di daerah dataran tinggi Karo. Dan bagi orang Karo di masa lampau, kedatangan Belanda identik dengan pengambilan tanah rakyat untuk perkebunan. Banyak penduduk di Deli dan Langkat yang kehilangan tanahnya karena Sultan memberikan tanah secara tak semena-mena untuk jangka waktu 99 tahun kemudian konsensi 75 tahun kepada perkebunan tanpa menghiraukan kepentingan rakyat. Kegetiran dan penderitaan penduduk melahirkan perang sunggal yang berkepanjangan 1872-1895 yang juga dikenal sebagai perang Tanduk Benua atau Batakoorlog. Dalam perang tersebut orang Melayu dan orang Karo bahu-membahu menentang Belanda, antara lain dengan membakari bangsal- bangsal tembakau. Pada masa penjajahan Belanda mulai tahun 1906, sistem pemerintahan di wilayah Kabupaten Karo pada dasarnya ialah: Pemerintahan oleh Onderafdeling Karo Landen yang dipimpin oleh Controleur pimpinan pemerintahan selalu ditangan bangsa Belanda. Landschaap, yaitu pemerintahan Bumi Putra. Pemerintahan Landschaap ini dibentuk berdasarkan perjanjian pendek dengan pemerintahan Onderafdeling. Berdasarkan perjanjian pendek Korte Verklaring tahun 1907, maka di Tanah Karo terdapat 5 lima Landschaap yang dikepalai oleh SIBAYAK yang membawahi beberapa URUNG yang dikepalai oleh RAJA URUNG yaitu: Universitas Sumatera Utara 31 • Landschaap Lingga, membawahi 6 enam urung: o Sepuluh Dua Kuta di Kabanjahe o Telu Kuta di Lingga o Tigapancur di Tigapancur o Empat Teran di Naman o Lima Senina di Batu Karang, dan o Tiganderket di Tiganderket • Landschaap Kutabuluh, membawahi 2 dua urung: o Namo Haji di Kutabuluh, dan o Liang Melas di Samperaya • Landschaap Sarinembah, membawahi 4 empat urung: o Sepuluhpitu Kuta di Sarinembah o Perbesi di Perbesi o Juhar di Juhar, dan o Kuta Bangun di Kuta Bangun • Landschaap Suka, membawahi 4 empat urung: o Suka di Suka o SukapiringSeberaya di Seberaya o Ajinembah di Ajinembah, dan o Tongging di Tongging • Landschaap Barusjahe, membawahi 2 dua urung: o Sipitu Kuta di Barusjahe, dan Universitas Sumatera Utara 32 o Sinaman Kuta di Sukanalu Pada masa penjajahan Jepang Tentara Jepang masuk ke Tanah Karo bulan Maret 1942 susunan pemerintahan di Tanah Karo adalah serupa dengan masa penjajahan Belanda, dengan pergantian orang-orangnya yakni yang setia kepada penjajah Jepang. Pada masa Kemerdekaan RI Struktur pemerintahan di Tanah Karo adalah sebagai berikut: • Pemerintahan Tanah Karo sebagai alat pemerintahan Pusat yang pada saat itu dikepalai oleh Sibayak Ngerajai Milala • Pemerintahan Swapraja yaitu Landschaap: • Lingga dengan 6 Urung • Barusjahe dengan 2 Urung • Suka dengan 4 Urung • Sarinembah dengan 4 Urung • Kutabuluh dengan 2 Urung Oleh Komite Nasional Indonesia, Tanah Karo dalam sidangnya tanggal 13 Maret 1946, Kabupaten Karo diperluas dengan Daerah Deli Hulu dan Cingkes, dibagi kedalam 3 tiga Kewedanaan dengan masing-masing membawahi 5 lima Kecamatan yaitu: • Kewedanaan Kabanjahe membawahi 5 Kecamatan yaitu: o Kabanjahe o Tigapanah o Barusjahe o Simpang Empat, dan o Payung Universitas Sumatera Utara 33 • Kewedanaan Tigabinanga membawahi 5 Kecamatan yaitu: o Tigabinanga o Juhar o Munte o Kutabuluh o Mardingding • Kewedanaan Deli Hulu membawahi 5 Kecamatan yaitu: o Pancur Batu o Sibolangit o Kutalimbaru o Biru-Biru o Namo Rambe Universitas Sumatera Utara 34

BAB III LASKAR NAPINDO HALILINTAR