Perbandingan Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1998 Dengan Gerakan Mahasiswa Perancis Tahun 1968 (Studi Kasus Ideologi Dan Dampak Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968)

(1)

PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA

TAHUN 1998 DENGAN GERAKAN MAHASISWA PERANCIS

TAHUN 1968

(Studi tentang Ideologi dan Dampak Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968)

SKRIPSI

ZULFAN EFFENDI RAMBE 030906004

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ZULFAN EFFENDI RAMBE (030906004)

PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1998 DENGAN GERAKAN MAHASISWA PERANCIS TAHUN 1968

(Studi tentang Ideologi dan Dampak Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968)

Rincian isi Skripsi xv, 118 halaman, 32 buku, 6 situs internet, 2 majalah. ( Kisaran buku dari tahun 1979-2008 )

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk membahas dan memperbandingkan mengenai gerakan mahasiswa di Indonesia yang terjadi tahun 1998, lazim disebut dengan Reformasi yang memiliki dampak besar bagi suatu Negara Indonesia karena berhasil mengakhiri pemerintahan yang telah berjalan selama 32 tahun yang bagi sebagian sangat otoriter dan menganggap hal itu wajar diterapkan bagi sebuah negara Indonesia yang masih baru dan dalam proses membangun kehidupannya, dengan gerakan mahasiswa Perancis tahun 1968 dengan melawan sistem lama dan mapan di sebuah Negara besar seperti Perancis.

Gerakan mahasiswa adalah suatu gerakan yang akan selalu timbul ketika dia merasakan kondisi sekelilingnya membutuhkan perubahan. Hal ini merupakan suatu bentuk konsekuensi sebagai kelompok yang menikmati pendidikan tinggi, dimana didalamnya terdapat tanggungjawab besar untuk dapat memberikan sumbangsih saran, pemikiran hingga tindakan, untuk dapat menjawab tantangan dari mereka yang telah menggantungkana harapan besar tersebut.

Dalam perjalanannya, mahasiswa di kedua Negara tersebut memang memiliki sejarah panjang dengan keterlibatannya dalam memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Hal ini lah yang menjadi ketertarikan penulis untuk menelitinya. Mengapa mereka harus menentang suatu pemerintahan yang


(3)

sah?, apa yang menjadi landasan dari pergerakan ini? hingga hasil yang diperoleh dari gerakan ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ZULFAN EFFENDI RAMBE (030906004)

The comparison for the movement of the Indonesian student in 1998 with the movement of the French student in 1968 (the Study about the Ideology and the Impact of the Movement of the Indonesian Student in 1998 and the Movement of the French Student in 1968).

Details of the contents of the Thesis xv, 115 the page, 32 book, 6 on the net site , 2 magazines, (the Range of the book from the year 1979-2008)

Abstract

This research tried to discuss and compared concerning the movement of his devout student the movement of the student in Indonesia that happened in 1998, usual was mentioned with Reform that had the big impact for a Indonesian Country because of succeeding in ending the government that walked for 32 years that for partly was very authoritarian and regarded that natural was applied for a Indonesian Country that was still new and in the constructive process of his life, with the movement of the French student in 1968 by opposing the long and established system in a big Country like France.

The movement of the student was a movement that always will emerge when he felt the condition for its surrounds needed the change. This was a form of the consequences as the group that enjoyed higher education, where inside was gotten by big responsibility of could give the suggestion contribution, thinking through to the action, to be able to answer the challenge from them that has depend this big hope.

In his trip, the student in the two countries indeed had the long history with his involvement in playing the very important and decisive role. That’s make interested to research it. Why must they oppose a government? , what became the base from this movement? Through to results that were received from this movement.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dilaksanakan pada:

Hari : ……….

Tanggal :……….. Pukul :………

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

Tim Penguji Ketua :

( )

NIP :

Anggota I :

Muryanto Amin, S.Sos, M.Si ( )

NIP : 132306950

Anggota II :

Warjio, SS.,MA ( )


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dan diperbanyak oleh

Nama : ZUFAN EFFENDI RAMBE

NIM : 030906004

Departemen : Ilmu Politik

Judul : PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA

TAHUN 1998 DENGAN GERAKAN MAHASISWA PERANCIS TAHUN 1968

(Studi Kasus Ideologi Dan Dampak Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968)

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik

Drs. Heri Kusmanto, MA NIP :132 215 084

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

(Muryanto Amin, S.Sos, M.Si ) (Warjio, S.S, M.A)

NIP : 132 306 950 NIP : 132 316 810

Mengetahui: Dekan FISIP USU

PROF. DR. M. Arif Nasution, MA NIP : 131 757 010


(6)

Karya ini kupersembahkan untuk: Ayahanda dan Ibunda tercinta, Adik-Adikku yang kusayangi,

Sahabat-sahabatku yang memberi warna dalam perjalanan ini, dan kepada mereka yang masih tetap turun ke medan juang untuk mewujudkan perubahan yang bukan hanya sekedar Utopia belaka.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan Alhamdulillah penulis panjatkan atas Rahmat dan Hidayah Allah SWT hingga hari ini masih diberikan kesehatan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari khususnya dalam menyelesaikan skripsi sebagi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-I) pada FISIP USU dengan judul “PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1998

DENGAN GERAKAN MAHASISWA PERANCIS TAHUN 1968 (Studi tentang Ideologi dan Dampak Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968)”.

Shalawat beriring salam juga penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, karena telah membawa manusia dari alam yang gelap gulita menuju alam terang benderang hari, tidak lupa kepada para sahabat dan keluarga Beliau, sehingga kita dapat memperoleh syafaatnya di yaumil akhir kelak. Amin.

Skripsi ini disusun sebagai sebuah aplikasi dari ilmu yang diperoleh selama ini dan merupakan tugas akhir untuk dilaksanakan. Skripsi ini penulis buat dengan mengangkat gerakan mahasiswa yang ada di Indonesia dan Perancis sebagai sedikit sumbangsih penulis untuk mereka yang masih tetap terus memiliki semangat untuk melakukan gerakan dalam menciptakan kehidupan yang lebih ke depannya. Besar harapan skripsi ini memperoleh manfaat dari isi dan makna yang terkandung bagi yang membacanya.

Terselesaikannya skripsi ini juga tidak terlepas atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Kedua Orang tua penulis Ayahanda Syaiful M. Rambe dan Ibunda A. Siregar yang tiada hentinya-hentinya terus “menampar” penulis dalam hal doa, semangat maupun kesabaran untuk segera menyelesaikan skripsi, ini maupun kedua adik saya, Yunita Sari Rambe S.Pd dan Achmad Rinaldi Rambe.

Yang Terhormat Bapak Dekan FISIP USU, Prof. DR. M. Arif Nasution, MA dan seluruh pegawai FISIP USU

Yang Terhormat Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik FISIP USU Bapak Drs. Heri Kusmanto MA, Bapak Muryanto Amin, S.Sos, M.Si sebagi dosen pembimbing dan Bapak Warjio S.S, MA sebagai dosen pembaca, maupun seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Politik yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membimbing selama masa perkuliahan ini.

Kepada kak Uci dan khususnya bang Rusdi yang telah banyak membantu dalam hal administrasi selama masa perkuliahan terlebih lagi ketika menyelesaikan skripsi ini.


(8)

To all my best friend from child until now .,.,.,the Phyton yaitu : Adi Gunawan ( saudara yang tak pernah kumiliki ), Ismail “Qibo”(Tuan Syech dari Benteng Baru), M.Ramli “Kulok” (Mr.Cool a.k.a the last virgin in the world), Heri Syahputra (udah bro, nikah aja, jangan gonta ganti terus), Indra (the father), Wendi Chaniago (ente melayu ato padang sich), Jois is Mr. Black, Dedi Encep (si Buruk Rupa), Armen (si tiang jemuran), Boim (anak buah OP)..Woi akhirnya aq selesai juga dan jangan kelen pikir setelah aq tamat ini jadi pengacara ya……

Sahabat-sahabat alumni SLTP N 39 Medan angkatan 2000…kapan ya kita ngumpul2 lagi???

Rekan-Rekan Kepengurusan HMI Cabang Medan periode 2007-2008 maupun kepengerusan Badko HMI Sumut Periode 2008-2010…terima kasih telah mau menampakkan kondisi HMI hari ini..Yakin Usaha Sampai…

Sahabat-sahabat alumni Training LK II Di Makassar tahun 2007 (NARSIS always de best) serta Training LK III Di Medan tahun 2008…….

Kawan-kawan angkatan 2003 Departemen Ilmu Politik yang telah lebih duluan menceburkan diri dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat..:Mario, Andi On the Sky, Miemie FadiDong, Ochan, Ridho Nst, Fairuz, Evi Kurnia, Yudha, Fernando, Benson, Surya, Alween, Syaiful, Said Ossie, Putra, alm. Eki dan Endang (semoga kalian diterima di sisi Allah SWT) maupun yang tidak dapat disebutkan satu persatu…

Kepada yang terhormat dan tersayang sahabat-sahabat ku yang mungkin bahkan dituliskan dalam satu buku pun tidak dapat menampung seluruh cerita yang pernah dilewati dan mimpi-mimpi indah yang ingin dirajut…Rati Sukmaria Jupri, Miqdad, Agustia Permanda, M.L Mahardika, Fuad Putra P.Ginting, Fernanda Putra Adela, M.Aulia Afrianshah, Elfian Choki Nasution, Roland Ahmadi Nasution, Walid Musthafa Sembiring, Akhyar Anshori, Veni Judo, Andri Bastian, Christ Fandi Tarigan, Prima Ardani, Jupri Adi Ali, Ali Imran, Irsan Muliadi, T. Adil Hidayat S.,Syahputra, Nurdini Rahmasari Nasution , Yurika, Ananda Idha Zulfia, Sri Romadhona Sitorus, Bashita Hasibuan, Nuning Ana Fauziah, Armayati, Yuslia “Ade” Safrina.de el el . Semoga kita semua memiliki umur yang panjang tuk tetap menikmati persahabatan ini selamanya….Amin.

Kawan-kawan stambuk 2004, Rajab, Ari, Eko, Elis, Titin and the Rombongan lainnya juga stambuk 2005,.Jean Ari, Suhendra, Dayat, Nia and rombongan lainnya..sangat ditunggu kehadirannya yang lebih nyata di masa depan…

Yang terhormat juga kakanda –kanda yang telah memberi motivasi, dukungan maupun diskusi-diskusinya,,..,M. Zulfadli Matondang. M. Zaki Syachreza, Sutan Arsyad, M.Rinaldi Khoir, M.Surahwan, Heri Purwanto, Didi Rahmadi, Abraham Tarigan, Sofyan Sitepu, Syaiful Azhar maupun kakanda-kakanda lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu..,…


(9)

Yang terhormat kepengurusan HMI FISIP USU periode 2009-2010 di bawah saudara Ryan Achdiral Juskal, Amardin Hrp, Ulfa Maulida. Ais. Muhar, maupun pengurus-pengurus lainnya..

Kawan-kawan Stambuk 07…kalian lah generasi selanjutnya untuk menjaga dan membuat sejarah baru di kampus khususnya komisariat ini…

Juga kepada adinda-adinda lainnya khususnya Andre Alfath (thanks ya Ndre atas laptopnya sehingga aq bisa menyelesaikan skripsi ini)..

Kepada HMI Komisariat FISIP USU yang telah menjadi “rumah” bagi penulis dalam membentuk, memberi warna dan menciptakan petualangan yang mengasyikkan yang mungkin tidak dapat penulis jumpai di manapun dan terulang kembali…

“Perjuangan adalah pelaksanaan dari Kata-Kata” (W.S Rendra) The Changes Start Here...


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul………. i

Abstrak……….. ii

Abstract ……… iii

Halaman Pengesahan ………... iv

Halaman Persetujuan ……….. v

Lembar Persembahan ………. vi

Kata Pengantar ……….... vi

Daftar Isi ……… ix

Daftar Tabel dan Gambar……… xi

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 12

C. Tujuan Penelitian ……….. 14

D. Manfaat Penelitian ……… 14

E. Kerangka Teori ………. 14

F. Metode Penelitian ………. 26

G. Sistematika Penulisan ……….. 28

BAB II Deskripsi Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 Dan Gerakan Mahasiswa Pernacis tahun 1968 A. Sekilas tentang Gerakan Mahasiswa di Dunia …. 30 B. Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia Lahirnya Kaum Terpelajar di Indonesia …………. 32

C. Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan Gerakan Mahasiswa tahun 1966 dan Lahirnya Orde Baru ………. 39


(11)

Gerakan Moral Sebagai Awal Mahasiswa Indonesia

Tahun 1974 ………. 44 Gerakan Mahasiswa tahun 1978 dan Munculunya

NKK/BKK ………. 49 Konsolidasi Gerakan Mahasiswa kembali ke Rakyat … 53 C. Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998

Krisis Ekonomi tahun 1997 sebagai Momentum

Perlawanan ………. 57 D. Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

Euphoria Protes Berkeley ……….. 65 Fase Tumbuhnya Gerakan Mahasiswa Perancis

Tahun 1968 ……… 67 Akhir Gerakan Mahasiswa Perancis mei 68’ ……… 73

BAB III Gerakan Mahasiswa Indonesia Menuntut Rezim Orde Baru

A. Soeharto dan Pemerintahan Orde Baru sebagai

Musuh Bersama ……… 75 B. Polarisasi Gerakan Mahasiswa Indonesia dalam

Menentang Orde Baru

Ideologisasi Pada Gerakan Mahasiswa Indonesia …. 82

Organisasi-Organisasi Mahasiswa Reformasi 98 ….. 85 1. Forum Kota (Forkot) ………. 86 2. Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta . 89 C. Reformasi Belum Selesai ……….. 96

BAB IV MEI 68’, Revolusi Mahasiswa yang Mengguncang Perancis

dan Dunia

A. Akar Sejarah Revolusi di Perancis ………... 97 B. Kebebasan yang Menggerakkan Revolusi

Mahasiswa Perancis ………. 101 C. Organisasi-organisasi yang Menggerakkan Revolusi


(12)

Perancis ………. 105 D. Revolusi yang memberi Pelajaran bagi Perancis

dan Dunia ……….. 110

BAB V Pentup

Kesimpulan ……….` 114

Daftar Pustaka ………. 117

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1.2 Objek Penelitian yang ingin Diteliti ………... 28 Tabel 2.1 Potret Fragmentasi Aksi Protes Mahasiswa 98 …... 93 Tabel 3.1 Perbedaan maupun persamaan yang dapat ditemukan

dari Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998

dengan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968 ... 113

Daftar Gambar

Halaman

Gambar Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 ……….... 120 Gambar Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1998 …………... 122


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peranan kaum Intelektual, dalam hal ini mahasiswa cukup menarik untuk dibahas. Menarik, sebab mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam melakukan perubahan terhadap kondisi sosial yang terjadi secara menyimpang, diwujudkan melalui gerakan mahasiswa untuk menuntut perubahan ini dimana saja dia berada.

Dalam sejarahnya, peranan gerakan mahasiswa selalu menjadi garda terdepan melakukan perubahan. Peranan ini merupakan suatu peranan yang kompleks dan penting, meski tidak selalu menentukan. Karena merupakan kelompok generasi muda yang kritis dan memiliki intelektualitas sehingga mahasiswa sering dianggap sebagai agent of change dan agent of social control merupakan kelompok yang mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi sehingga mampu merepresentasikan barometer yang sangat sensitif dan secara setia merefleksikan animo yang bergerak dalam masyarakat,1 hal ini selaras dengan apa yang diucapkan Soe Hok Gie,2

1

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia. Yogyakarta. Resist Book. 2007. hal 37-38

2

dikutip dari Dhaniel Dhakidae. Soe Hok Gie;Catatan Seorang Demonstran.Jakarta. LP3ES. 1989. hal 58 bahwa mahasiswa adalah sedikit orang bahagia yang beruntung dan terpilih mendapatkan pendidikan, sehingga mahasiswa harus terjun dalam setiap usaha untuk melakukan perubahan ditengah masyarakat, karena jika masyarakat yang terjun melakukan perubahan ditakutkan


(14)

yang terjadi adalah kerusuhan (chaos), maka diharapkan mahasiswa yang harus menjadi garda terdepan akibat perbedaan pendidikan yang diperoleh.

Dalam pernyataannya, Arbi Sanit juga mengemukakan bahwa ada lima faktor yang menjadikan mahasiswa peka dengan masalah kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak diantara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit dikalangan kaum muda.

Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan

penelitian berbagai masalah masyarakat.3

Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai sejak munculnya universitas-universitas pertama di dunia. Mahasiswa di Bologna dan Paris selama abad pertengahan ádalah sumber utama ketegangan. Kerusuhan ádalah fenomena umum di banyak universitas. Selain itu, mahasiswa-mahasiswa Amerika Latin juga merupakan penyumbang ide-ide bagi gerakan mahasiswa lainnya di belahan

3

Arbi Sanit. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik. Yogyakarta. Insist Press dan Pustaka Pelajar. 1999. hal 32


(15)

dunia lain. Seiring terus berjalannya dunia, gerakan mahasiswa tetap hadir untuk memberikan sentuhan dalam melakukan perubahan terhadap kondisi-kondisi yang mengalami penindasan karena menyadari kodratnya sebagai “pembawa pesan” dan “pemegang amanah”.

Pertanyaannya kemudian adalah mengapa timbul sebuah gerakan sosial yang terwujud melalui pemberontakan oleh masyarakat, khususnya mahasiswa? Jika dikaji lebih dalam, asal muasal setiap pemberontakan adalah rasa frustrasi yang dialami oleh setiap anggota masyarakat. Akumulasi frustrasi yang bertumpuk-tumpuk itulah klimaks yang melahirkan pemberontakan Dengan kata lain, muncul pemberontakan sebagai sebuah tindakan kekerasan di awali dengan hadirnya situasi ketidakadilan ditengah–tengah masyarakat. Secara umum kondisi pemberontakan oleh masyarakat ini tercipta akibat atau terkait erat dengan ketidakbecusan pemangku kekuasaan publik dalam memberikan pengayoman yang adil terhadap masyarakat.4

4

Drs. Zaiyardam Zubir, M. Hum. Radikalisme Kaum Pinggiran: Studi tentang Ideologi, Isu Strategi dan Dampak Gerakan. Yogyakarta. Insist Press. 2002. hal 25

Hal diataslah yang sedikit banyak mempengaruhi terjadinya gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa bersama elemen masyarakat lainnya, seperti di Indonesia tahun 1998 yang lebih dikenal dengan peristiwa Reformasi Mei 98’ maupun mahasiswa di Perancis tahun 1968 yang lebih dikenal dengan Pemberontakan Mahasiswa Perancis Mei 68’.


(16)

Sejarah panjang gerakan mahasiswa di Indonesia ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa ketika mulai di terapkannya Politik Etis di Indonesia pada awal abad ke 20 dengan diperbolehkannya orang-orang Indonesia menuntut pendidikan hingga ke negeri Belanda sebagai upaya untuk memerdekakan diri dari penjajahan, yang berlanjut dengan gerakan mahasiswa yang pernah terjadi di Indonesia, seperti gerakan mahasiswa tahun 1965, tahun 1974, tahun 1978 sampai gerakan mahasiswa yang terjadi dari awal 80-an hingga 90-an yang membentuk gerakan Mei 98 ini. Walaupun demikian keunggulan yang dimiliki gerakan mahasiswa Gerakan Mei 98 ini adalah sangat konsisten dan militan dalam melakukan gerakan perlawanan terhadap penguasa yaitu presiden Soeharto dengan Orde Baru nya.

Di Indonesia sendiri, cukup menarik melihat gerakan mahasiswa Mei 98’ karena gerakan ini tidak bergandengan dengan militer dan mampu menumbangkan sebuah rezim yang menempatkan Militer, Golkar dan Birokrasi sebagai tiang penyangga kekuasaannya,5 berbanding terbalik dengan gerakan mahasiswa tahun 1966 yang bergandengan tangan dengan militer. Pramodya Ananta Toer dalam sebuah wawancaranya malah lebih gamblang menjelaskan mengenai perbedaan kedua gerakan itu, seperti berikut6

5

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op.Cit hal 3

6

Dikutip dari Pramodya Ananta Toer dalam Wawancara Film Dokumenter “Kado Buat Rakyat Indonesia”:Golkar Partai Penguasa Orde Baru

:

“ Yang menjatuhkan Soekarno itu kan tangan-tangan Imperialis. Nah kalau menjatuhkan Harto itu,..saya hormat...dibunuhi, diculiki, ditembaki, dianiaya…tanpa senjata...toh bisa bikin Harto terjengkang…itu satu-satu kejadian dalam sejarah umat manusia…Jangan lupa itu!!!


(17)

Banyak pihak yang menganggap mahasiswa adalah “bintang lapangan” ketika proses perlawanan untuk menumbangkan rezim Soeharto ini berlangsung, walaupun diakui perlawanan ini bukan hanya menjadi milik mahasiswa “sendiri”, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan kalangan profesi maupun tokoh-tokoh politik di Indonesia. Karena menyadari bahwa predikat mahasiswa bukanlah kelas tersendiri dalam masyarakat. Bahwa perubahan sosial yang sesungguhnya haruslah didorong dari golongan yang paling tertindas dalam masyarakat.

Lantas timbul pertanyaan, mengapa gerakan ini memperoleh begitu banyak dukungan? Ternyata hal ini terkait dengan ketidakbecusan pemerintah mengatasi permasalahan yang melanda bangsa akibat krisis moneter yang terjadi tahun 1997, ditandai dengan jatuhnya mata uang Bath (Thailand) yang kemudian menyapu seluruh Asia Tenggara menuju Asia lalu seluruh dunia, mengakibatkan jatuhnya perekonomian negara yang selama ini diagung-agungkan oleh pemerintahan Orde Baru. Akibatnya pemerintah melakukan serangkaian tindakan yang mengakibatkan beban kehidupan masyarakat bertambah susah yang merembes kepada kepercayaan politik terhadap pemerintahan, seperti kenaikan listrik dan bahan bakar minyak (BBM) sesuai rekomendasi International Monetary Fund (IMF) yang diminta bantuannya oleh pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut. Mahasiswa menemukan momentum gerakan ini dengan tuntutan awal penurunan harga-harga yang naik akibat kebijakan ekonomi pemerintah. Isu ini berhasil dimajukan dengan isu yang politis yaitu berkembang menjadi tuntutan


(18)

turunnya Soeharto dan juga pencabutan dwi fungsi ABRI. Ternyata Soeharto menanggapi isu-isu yang digulirkan ini dengan menerapkan Teori Dalang yaitu jika pemimpin gerakan mahasiswa diculik maka gerakan mahasiswa akan menjadi surut, sehingga dimulailah penculikan terhadap belasan aktivis mahasiswa maupun masyarakat yang aktif menentang Soeharto pada periode Januari sampai April 98’. Selain penculikan, peristiwa tragis terjadi tanggal 12 Mei 98’ ketika terjadi aksi penembakan oleh aparat keamanan di Universitas Trisakti, Jakarta, yang mengakibatkan 6 mahasiswa Trisakti tewas diterjang peluru. Peristiwa ini lah yang kemudian menyulut perlawanan lebih hebat dari mahasiswa maupun lapisan masyarakat lainnya.7

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencoba mengelompokkan gerakan mahasiswa di tahun 1990-an ke dalam dua kategorisasi besar, yaitu Gerakan Anti Orde Baru (GAOB) dan Gerakan Koreksi Orde Baru (GKOB). Penelitian ini menyimpulkan bahwa gerakan mahasiswa yang bersifat radikal (GAOB) sangat dipengaruhi oleh aliran kiri gaya PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang sudah membangun jaringan sejak tahun 1980-an. Dengan demikian ada satu kontinuitas yang masih bisa ditelusur akar sejarahnya, antara gerakan mahasiswa zaman sekarang dengan era sebelumnya.

8

7

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op.cit hal 102-109

8

dikutip dari A. Prasetyantoko, S.E, Ign. Wahyu Indriyo, S.E dkk. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi Di Indonesia. Jakarta. Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum (YHDS). P.T Alumni. 2001. hal 3


(19)

Selama tahun 1998, kita menyaksikan meningkatnya militansi gerakan mahasiswa. Dimulai dengan aksi-aksi protes, menyebar di berbagai daerah dengan tuntutan penegakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa pada bulan Mei lalu, gerakan mahasiswa Indonesia mencapai puncaknya saat mereka menduduki gedung MPR/DPR dan berhasil memaksa Suharto turun dari jabatan presiden.

Pada era sebelumnya tahun 1960-an, dunia menyaksikan sebuah gelombang besar kebangkitan mahasiswa. Mahasiswa di berbagai belahan dunia mengambil alih aksi-aksi radikal dan mengambil peran penting dalam berbagai perubahan politik di negaranya masing-masing. Negara-negara Amerika Latin, Amerika Serikat, hingga negara Eropa seperti Hongaria, Spanyol dan Perancis maupun negara Asia seperti Jepang, China hingga Indonesia dengan isu utama dari gerakan mahasiswa pada era tersebut adalah pendidikan yang kemudian berkembang dengan isu untuk melakukan perubahan terhadap kondisi yang menindas.

Majalah Newsweek pada edisi 19 November 2007 menjadikan tahun 1968 sebagai tahun yang membentuk dunia Barat. Pada tahun inilah dibangun (atau dihancurkannya) fondasi yang menentukan arah demokrasi di negara-negara Barat sehingga kita mengenal Amerika, Jerman, dan Perancis sebagaimana kita kenal hari ini. Ada beberapa hal yang kita bisa lihat dan pelajari mengenai masa tersebut dan membandingkannya dengan pengalaman sejarah bangsa kita. Mengapa semuanya meletus di tahun 1968? Hal ini timbul sebagai reaksi tidak terbendung atas ketidakpuasan atas segala hal, seperti diskriminasi ras dan gender, gerakan


(20)

budaya, anti-komunisme, hingga perang dingin menjadi hal-hal yang mengacaukan benak negara Amerika Serikat di dekade 60-an. Sementara kaum muda Prancis dan Jerman sama-sama muak dengan moralitas generasi tua (dengan alasan berbeda). Yang menarik dari gerakan ini adalah pada umumya gerakan ini berpusat pada pelajar atau kalangan yang mengenyam pendidikan tinggi. Sementara yang membedakan gerakan pada tiap negara adalah kedekatannya dengan unsur masyarakat lainnya.9

Selain alasan yang telah disebutkan diatas, gerakan mahasiswa tersebut mengangkat isu mengenai pendidikan. Di banyak negara gerakan mahasiswa selalu berawal dengan membangun militansi pada isu-isu akademik, baru kemudian bergerak ke isu-isu politik. Gerakan Cordoba di Amerika Latin, yang kemudian membangun gerakan solidaritas dengan para pejuang gerilyawan, adalah salah satu contoh yang jelas. Kemenangan politis SDS Jerman Barat sendiri didasarkan kampanye awal untuk mendemokratiskan kampus. Jadi sama sekali salah kalau menghadapkan pilihan antara tuntutan pendidikan atau tuntutan politis, seakan tuntutan pendidikan tidak mempunyai muatan politis. Sebaliknya, pengalaman menunjukkan bahwa keduanya justru saling membangun. Di Amerika Serikat, hal ini sudah terbukti melalui peristiwa Berkeley. Seperti juga mobilisasi politis nasional besar-besaran Zengakuren di Jepang kemudian juga meledakkan pemberontakan pendidikan lokal seperti yang di Mitada. Isu politis

9


(21)

dan pendidikan tidak bisa dikontraskan dengan dogma-dogma yang abstrak, namun disatukan dengan perjuangan kongkrit.10

Herbert Marcuse yang pada 1960-an dikenal sebagai nabi gerakan kiri baru melalui serangkaian buku yang ditulisnya seperti Eros and Civilization,

Soviet Marxism, One Dimensional Man dan sebagainya, menyatakan bahwa

pendidikan memainkan peranan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan refleksi kritis atas masing-masing individu dalam masyarakat. Oleh karena itu, universitas dan lembaga pendidikan lain adalah kaya atas sumber material yang dapat dipergunakan oleh kita karena, karena disana ditemukan salah satu kelompok yang juga menderita dari satu dimensi dan kelompok-kelompok ini relatif mudah diubah dengan gagasan pembebasan baru. Oleh karena itu, tidak mengejutkan bila dalam karya-karyanya Marcuse menyarankan bahwa mahasiswa memiliki kesempatan terbesar memulai pemberontakan melawan tatanan lama.

11

Demikian halnya gerakan mahasiswa Perancis, yang terjadi pada Mei 1968 dengan berangkat pada isu mengenai pendidikan di negara tersebut. Isu pendidikan ini terus menggelinding hingga akhirnya membesar dan mampu menggandeng kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Kondisi saat itu juga turut mempengaruhi yaitu, masyarakat Perancis yang sangat tertutup dan kaku. Tata cara hidup masih diatur sesuai dengan agama Katolik yang keras. Banyak masalah yang tidak bisa untuk

10

Alex Supartono. Mahasiswa Bergerak. Belajar dari Perlawanan dan Perjuangan Internasional 1960-an. Jakarta. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1999 hal 65-66

11

dikutip dari Abdul Wahib Situmorang. Gerakan Sosial. Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2007. hal 40 dan 51


(22)

dibahas secara bebas, dan masalah seks salah satu diantaranya.12 Mereka menginginkan kebebasan sebagaimana yang dinikmati oleh seluruh bangsa, kebebasan politik untuk berserikat, mendapatkan informasi, dan mengekspresikan diri, sebagaimana halnya kebebasan seksual. Hal diatas merupakan sebagian dari akar kemarahan mahasiswa yang kemudian tumbuh secara keseluruhan menjadi sesuatu yang baru, tantangan politik, bukan hanya kepada universitas borjuis, tetapi juga negara borjuis.13

Dalam perjalanannya, gerakan mahasiswa ini berhasil membawa kelas pekerja dan kelompok masyarakat lainnya untuk turun ke jalan. Sekitar 10 juta pekerja di Perancis ikut turun ke jalan yang diwakili oleh Confederation Generale

du Travail atau CGT (yang dikendalikan oleh Komunis, federasi serikat kerja

yang paling kuat) dipimpin oleh George Seguy dan Confederation Francais et

Democratique du Travail atau CFDT yang dipimpin oleh Eugene Descamp

Gerakan mahasiswa Perancis ini yang kemudian lebih dikenal dengan Pemberontakan Mahasiswa Perancis atau Revolusi Mahasiswa Perancis.

14

. Juga terdapat kelompok-kelompok profesi seperti dokter, orang-orang hukum, orang-orang gereja, jurnalis dan pembuat film, artis, musisi, pelukis, penulis dan kaum intelektual lainnya15

Gerakan mahasiswa ini kemudian tidak hanya mengangkat isu pendidikan, tetapi mulai pada isu-isu lainnya seperti kesejahteraan pekerja, kebebasan

.

12

Majalah TEMPO, Edisi 9 April 2006 hal 103-104

13

Ibid hal 20

14

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 39

15


(23)

berekspresi dan sebagainya yang kemudian memuncak dengan tuntutan yang diinginkan yaitu adanya keinginan merombak sistem-sistem kehidupan yang terdapat di negara tersebut, yaitu suatu kebebasan dalam segala sendi kehidupan tanpa adanya intervensi yang berlebihan dari negara. Dengan menggunakan slogan “KEKUASAAN ADA DI JALANAN BUKAN DI PARLEMEN”, petualangan revolusioner oleh mahasiswa Perancis menghentak negara tersebut dan juga membawa dampak hingga ke negara-negara lain di luar Perancis.

Menurut Doug Lorimer, gerakan mahasiswa Perancis ini menjadi sebuah fenomena yang membuat pemerintahan Barat menggigil, ini adalah penolakan atas institusi-institusi politik yang sangat elitis dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka.16

Tuntutan yang disuarakan oleh gerakan mahasiswa Perancis tersebut memang jauh dari berhasil jika melihatnya an-sich sesuai dengan yang diteriakkan di jalanan saat itu. Tetapi masyarakat dunia sungguh tergoncang saat itu melihat fenomena ini. Dan adanya fenomena mengenai perubahan yang terjadi ini, benar-benar merasuk di masyarakat Perancis. Pemerintahan Charles de Gaulle goyang dan hampir saja menjatuhkan dia. Hal ini bisa disebut sebagai kemenangan gerakan moral, bukan kemenangan politis.

17

Fenomena kedua gerakan mahasiswa di atas cukup menarik untuk diteliti karena mahasiswa di kedua negara tersebut yang melakukan gerakan baik tahun

16

dikutip dari Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 40

17


(24)

1998 dan 1968 mampu melakukan gerakan yang cukup besar dan istimewa, dengan menggandeng berbagai kelompok masyarakat lainnya untuk turut serta dalam melakukan perlawanan/pemberontakan terhadap tatanan lama yang selama bertahun-tahun mengungkung segala sendi kehidupan. Selain itu, gerakan mahasiswa ini berjalan dengan banyaknya Ideologi yang turut serta didalamnya hingga memiliki dampak yang cukup besar bagi kedua negara, di mana pasca kedua gerakan di atas belum ada lagi terjadi di kedua negara tersebut.

B. Perumusan Masalah

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap gerakan sosial, Ideologi memegang peranan yang penting. Begitu pentingnya sehingga hal utama yang terkadang harus dipersiapkan dalam gerakan adalah Ideologi, karena ini menjadi sebuah kerangka atau konsep yang memperjelas arah gerakan hingga tujuan yang ingin dicapai dari gerakan sosial tersebut, walaupun terkadang Ideologi tidak menjadi suatu hal mutlak yang harus dipersiapkan oleh suatu gerakan mahasiswa. Dalam gerakan mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan mahasiswa Perancis tahun 1968 terdapat berbagai macam Ideologi hingga variannya yang digunakan oleh kedua gerakan.

Dalam gerakan mahasiswa Indonesia tahun ‘98 tercatat Ideologi ini terpolarisasi melalui haluan Radikal-Militan, Moderat-Konservatif, hingga Moderat-Reaktif-Religius dengan satua tujuan yang sama yaitu dengan


(25)

menjatuhkan pemerintahan Orde Barunya presiden Soeharto18

, dan gerakan Mahasiswa Perancis dengan Ideologi Komunis, Sosialis Marxisme Revolusioner, dengan agenda perombakan sistem pendidikan maupun sistem politik negara. Tetapi yang paling penting adalah kebebasan dalam segala sendi kehidupan manusia itu sendiri. Ideologi dari kedua gerakan mahasiswa tersebut cukup mempengaruhi dan memegang peranan penting karena melahirkan berbagai macam model haluan gerakan dan menciptakan sebuah isu yang diangkat serta strategi yang dijalankan dalam gerakan sosial tersebut sehingga memiliki dampak yang luas bagi kedua Negara ini. Di Indonesia gerakan mahasiswa ini berhasil menumbangkan rezim yang berkuasa selama 32 tahun di bawah pemerintahan Soeharto. Berbanding terbalik dengan gerakan mahasiswa Perancis tahun 1968 yang tidak berhasil menumbangkan pemerintahan Charles De Gaulle tetapi memiliki dampak yang luas dalam merubah pola kehidupan masyarakat Perancis yang mapan dan borjuis.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis coba menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimana Ideologi mampu mempengaruhi gerakan dan Dampak

dari Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dengan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968”?

18


(26)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Ideologi dan Dampak dari Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

2. Mengetahui dan menjelaskan perbandingan dari Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

D. Manfaat Penelitian

1. Mengenal lebih jauh mengenai gerakan mahasiswa khususnya gerakan mahasiswa di Indonesia tahun 1998 dan gerakan mahasiswa di Perancis tahun 1968 dalam porses sejarah , tujuan dan hasil yang dicapai.

2. Diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang concern dalam gerakan, khususnya mahasiswa dalam membangun dan melakukan sebuah gerakan mahasiswa untuk perubahan sosial kearah yang lebih baik. 3. Perngembangan Ilmu pengetahuan dalam hal ini Ilmu Politik secara

mendalam dan lebih terspesialisasi, serta untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan berpikir dan menulis bagi penulis secara akademis dan ilmiah dalam sebuah penulisan ilmiah.

E. Kerangka Teori

Dalam menyusun sebuah karya tulis ilmiah, kerangka teori memegang peranan penting , karena kerangka teori berisi pokok-pokok pikiran yang menjadi titik tolak atau landasan dalam menyoroti masalah, sehingga menggambarkan juga


(27)

dari sudut mana masalah penelitian disoroti. Selain itu, kerangka teori berfungsi juga sebagai tolok ukur untuk menguji kondisi variabel dan gejala didalamnya yang sama berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data.19

Teori dapat didefenisikan sebagai sebuah seperangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis atau dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati dan juga berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.

20

Dalam sejarahnya, gerakan sosial pasti memiliki alasan untuk melakukan sebuah gerakan. Ted Robert Gurr menyatakan bahwa dasar gerakan sosial adalah

the basic frustration, yaitu gerakan sosial dimulai oleh rasa frustrasi atas keadaan

yang menimpa diri seseorang atau sekelompok orang. Rasa frustrasi yang dimiliki oleh seseorang pada awalnya tidak menimbulkan reaksi apapun, seperti diam saja terhadap persoalan yang ada disekitarnya. Sikap ini sudah merupakan pembangkangan paling awal terhadap kondisi yang sudah ada dan sudah merupakan bentuk yang paling dasar dari gerakan social. Setelah orang-orang yang frustrasi ini bergabung, maka kumpulan orang-orang ini memiliki potensi besar untuk memunculkan sebuah konflik, gerakan ataupun pemberontakan. Tentu

Berikut ini teori yang akan digunakan dalam penelitian ini:

Teori Gerakan Sosial

19

H. Hadari Nawawi dan H.M Martini Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 1995. hal 32

20


(28)

saja ini harus memenuhi berbagai persyaratan lainnya seperti Ideologi, isu dan tokoh.21

Alasan lain yang dapat dikemukakan mengenai timbulnya gerakan sosial selain alasan dasar di atas, ternyata juga memiliki defenisi yang luas karena beragam ruang lingkup yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan.22 Adapun menurut Mansour Fakih, secara harfiah gerakan sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial.23

Defenisi yang hampir sama juga di ungkapkan oleh Tarrow yang menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang kuat dan di gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak lawan, dan hasilnya adalah gerakan sosial.24

21

dikutip dari Drs. Zaiyardam Zubir, M. Hum op.cit hal 40

22

dikutip dari Fadillah Putra dkk. Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Aktor dan Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang. PlaCID’s dan Averroes Press. 2006. hal 1

23

dikutip dari Drs. Zaiyardam Zubir, M. Hum op.cit hal xxiv

24

Ibid hal. 1-2


(29)

gerakan sosial didefenisikan sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam masyarakat.25

Menurut Charles Tilly, Revolusi adalah kasus khusus dari aksi kolektif dimana kelompok-kelompok yang bersaing, berjuang untuk mendapatkan kedaulatan politik tertinggi atas masyarakat, dan kasus dimana kelompok-kelompok penentang berhasil, sekurang-kurangnya dalam beberapa hal tertentu, menggantikan para pemegang kekuasaan yang ada. Menurut konsepsi ini, faktor-faktor penyebab situasi revolusioner dari kedaulatan yang terpecah-pecah (multiple soverignty). Sekurangn-kurangnya ada sejumlah perkembangan yang dapat diidentifikasikan munculnya revolusi menurut Charles Tilly, pertama kecenderungan jangka panjang masyarakat untuk mengalihkan sumber daya dari beberapa kelompok dalam masyarakat kepada kelompok lain nya, kedua adanya peristiwa perantara seperti berkembangbiaknya ideologi revolusi atau meningkatnya ketidakpuasan masyarakat. Ideologi revolusi ini bisa dikatakan sebagai suatu sistem nilai yang dominan dan mulai memiliki makna emosional yang kuat bagi seseorang atau sekelompok orang. Peran utama ideologi dalam suatu revolusi adalah mempersatukan berbagai penderitaan dan kepentingan di bawah simbol oposisi yang sederhana dan memikat.26

25

Robert Mirsel. Teori Pergerakan Sosial. Ygyakarta. Resist Book. 2004. hal 6

26

dikutip dari Theda Skocpol. Negara dan Revolusi Sosial. Satu Analisis Komparatif tentang Perancis, Rusia dan Cina. Jakarta. Penerbit Erlangga. 1991. hal 25


(30)

Revolusi juga dianggap berhasil ketika pembentukan koalisi antara anggota masyarakat politik dengan kelompok-kelompok penentang yang mengajukan klaim-klaim alternatif yang eksklusif untuk menguasai pemerintahan. Dan juga tergantung dari besarnya kekuatan yang dimiliki oleh koalisi revolusioner.27

Pada dekade 1960-an, para akademisi baik di Amerika Utara dan Eropa menguji bentuk-bentuk ketegangan politik, seperti gerakan sosial, revolusi, nasionalisme dan demokratisasi, mempergunakan beberapa mekanisme. Salah satunya adalah Political Opportunity Structure (POS) atau struktur kesempatan politik. Mekanisme POS berupaya menjelaskan bahwa gerakan sosial terjadi karena disebabkan oleh perubahan dalam struktur politik, yang dilihat sebagai kesempatan.

Hubungan teori gerakan sosial maupun revolusi diatas dengan perumusan masalah adalah adanya suatu benang merah bahwa inti dari sebuah gerakan sosial adalah menginginkan terjadinya perubahan atau menghalangi perubahan dengan beberapa tujuan, teroganisir maupun tidak terorganisir secara rapi dan memiliki tindakan kolektif serta bertindak diluar saluran-saluran yang mapan diidentikkan dengan suatu tindakan revolusi atau pemberontakan dari mereka yang merasa kondisinya mengalami ketertindasan.

Political Opportunity Structure

28

27

Ibid hal 26

28


(31)

Peter Eisinger di dalam artikelnya di American Political Science Review menjadi akademisi pertama yang mempergunakan mekanisme POS dalam menjelaskan kasusu-kasus gerakan sosial, revolusi dan nasionalisme. Eisinger mengadopsi pandangan Tocqueville yang mengatakan bahwa revolusi terjadi tidak ketika kelompok masyarakat tertentu dalam kondisi tertekan. Tetapi, aksi kolektif berupa revolusi muncul kepermukaan ketika sebuah sistem politik dan ekonomi tertutup mengalami keterbukaan.29 Akademisi lain, seperti McAdam dan Sydney Tarrow menjabarkan mekanisme POS secara lebih spesifik. Mereka mengembangkan dan mengindentifikasi variabel-variabel lainnya, disamping variabel yang telah dikemukan oleh Eisinger, tentang bagaimana sebuah gerakan sosial muncul mempergunakan mekanisme POS. Berkaitan dengan variabel-variabel tersebut, pertama, sejalan dengan pemikiran Eisinger, gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan. kedua, ketika keseimbangan politik sedang tecerai berai sedangkan keseimbangan politik baru belum terbentuk. ketiga, ketika para elite politik mengalami konflik besar dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan. keempat, ketika para pelaku perubahan digandeng oleh para elite yang berada di dalam sistem untuk melakukan perubahan.30

Hubungan antara penelitian yang diangkat dengan teori POS adalah teori POS ini menjelaskankan bagaimana salah satu variabel yang terdapat atau keseluruhannya untuk melihat fenomena gerakan sosial yag dilakukan oleh

29

Ibid hal 3

30


(32)

mahasiswa Indonesia dan Perancis. Sebagai contoh, gerakan mahasiswa Indonesia menumbangkan Soeharto. Gerakan ini menguat disebabkan oleh perpecahan di tubuh elite politik, misalnya antara kelompok Harmoko, Wiranto, Akbar Tanjung dan Ginanjar Kartasasmita yang melakukan pembangkangan terhadap Soeharto.31

Istilah Ideologi pertama kali di ciptakan oleh Filsuf Perancis, Antoine Destutt De Tracy pada tahun 1796 yang berasal dari bahasa Perancis, Ideologie. Antoine Destutt de Tracy menciptakan istilah Ideologi untuk mendukung gerakan pencerahan dalam gerakan Revolusi Perancis tahun 1789.

Ideologi

32

De Tracy melihat bahwa ketika revolusi berlangsung, banyak ide atau pemikiran telah menginspirasi ribuan orang untuk menguji kekuatan ide-ide tersebut dalam kancah pertarungan politik dan mereka mau mengorbankan hidup demi ide-ide yang diyakini tersebut. Latar belakang inilah yang mendorong de Tracy untuk mengkaji ideologi. Ideologi, secara etimologis berasal dari kata Idea (ide, gagasan) dan Ology (logos, ilmu). Dalam rumusan de Tracy, Ideologi diharapkan menjadi cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan mengkaji serta menemukan hukum-hukum yang melandasi pembentukan serta perkembangan ide-ide dalam masyarakat.33

Jika melihat awal kata dari Ideologi, banyak yang menganggap bahwa Ideologi itu sama dengan idea atau konsep. Sebenarnya Ideologi tidaklah sama dengan hal di atas. Melainkan Ideologi, lebih bersifat suatu rangkaian ide yang

31

Ibid hal 5

32

dikutip dari Heri Kusmanto, Murianto Amin, dkk. Pengantar Ilmu Politik. Medan. Pustaka Bangsa Press. 2006. hal 73

33


(33)

satu sama lainnya secara logis (in logical way) memiliki keterkaitan. Sebagaimana dijelaskan oleh Roy C. Macridis, ada empat kriteria untuk membedakan antara ide dan ideologi, dan bila tidak termasuk dalam kriteria ini maka tidak bisa digolongkan sebagai ideologi, yaitu Comprehensiveness, Pervasiveness,

Extensiveness dan Intensiveness.34

Defenisi Ideologi dalam terminologi ilmu sosial sangat sukar dipahami. Dalam kehidupan sehari-hari Ideologi cenderung diartikan sebagai sesuatu yang sangat negatif, yang terutama digunakan untuk mengelompokkan ide-ide yang bias dan ekstrem. Bahkan Michael Freeden mengatakan bahwa selama lebih setengah abad ini konsep Ideologi muncul seabagi salah satu ide politik yang paling rumit dan mengundang perdebatan. Ide ini mencolok dalam perdebatan dalam diskusi pada jenjang-jenjang yang tampaknya tidak saling bersinggungan, usaha untuk untuk menyusun fenomena yang tidsk berkaitan dan mengakibatkan kerancuan di kalangan akademisi dan pengamat politik. Namun demikian, ada pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk memahami Ideologi yaitu Ideologi sebagai pemikiran politik, Ideologi sebagai kepercayaan dan norma, Ideologi sebagai bahasa, simbol dan mitos, serta Ideologi sebagai kekuatan elite.35

Berbicara mengenai Ideologi, akan begitu banyak pengertiannya. Dalam artian yang luas, ideologi berisi tatanan nilai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pedoman untuk kehidupan bersama dalam rangka meraih harapan-harapan

34

Efriza S.I.P. Ilmu Politik. Dari Ilmu Politik sampai Sistem Pemerintahan. Bandung. Alfabeta. 2008. hal 80-81

35


(34)

mereka. Tatanan nilai tesebut berasal dari tradisi atau adat istiadat dan dapat pula bersumber dari ajaran suatu agama. Tetapi jika kita berbicara dalam artian khusus, Ideologi mengacu kepada perangkat cita-cita tentang kehidupan masyarakat an negara yang tersusun secara alamiah atau secara sistemik dalam rangka memenuhi kebutuhan segenap warganya. Agama yang di Ideologikan, seperti halnya dengan Demokrasi, Nasionalisme dan Liberalisme termasuk ke dalam ideologi yang tersusun secara alamiah karena proses pembentukannya terjadi secara berangsur dan tanpa melalui suatu prosedur yang diatur secara ketat. Sedangkan Ideologi yang seperti Marxisme, Komunisme dan Marhaenisme yang dirancang secara sistemik oleh pencinta atau penggagasnya.36

Dalam perjalanannya juga, Ideologi menjadi penting karena Ideologi adalah pembimbing bagi tindakan politik. Ideologi memberi kita ideal untuk diyakini, tujuan untuk diusahakan, dan alasan untuk diperjuangkan. Selain itu juga, Ideologi dapat mengatakan kepada kita kebijakan yang harus kita kejar, menetukan siapa kawan dan siapa lawan, dan mengapa kepercayaan yang bertentangan dengan kita adalah bahaya. Ketika Ideologi dianut oleh sekelompok orang, ia dapat menginspirasi tindakan bersama dan memuaskan aspirasi bersama untuk mencipta atau mempertahankan dunia yang paling mungkin di mana segala sesuatunya, setidak-tidaknya yang paling bernilai, dapat dipenuhi.37

36

Arbi Sanit. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik. Yogyakarta. Insist Press dan Pustaka Pelajar. 1999. hal 38

37

Ian Adams. Ideologi Politik Mutakhir. Konsep, Ragam, kritik dan Masa Depannya. Yogyakarta. Qalam. 1994 hal 8


(35)

Menurut Antonio Gramsci, Ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, Ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya Ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.38 Selain itu, menurut Roger Eatwell, Ideologi dapat berfungsi sebagai kekuatan yang menciptakan kestabilan atau kekuatan radikal. Karena memberikan pengesahan kepada pemerintah, Ideologi membenarkan adanya status quo. Tetapi, Ideologi juga bisa digunakan oleh para pembaharu atau pemberontak untuk menyerang status quo. Sekalipun pemerintah bisa menindas warga negaranya dengan menggunakan dalih “hak Ketuhanan raja” atau “kehendak sejarah”, tetapi para pemberontak bisa membenarkan tindakan kekerasan mereka dengan bersandar pada prinsip “hak-hak dasar” atau “kehendak yang kuasa”. Ideologi yang dianggap sarat dengan kepentingan kelas pekerja bukan tidak bisa digunakan untuk menentang kekuasaan negara borjuis, melainkan juga untuk mensahkan kekuasaan diktator terhadap kelas pekerja. Dengan memberikan dasar etika pada pelaksanaan kekuasaan politik, Ideologi juga bisa mempersatukan rakyat suatu negara atau pengikut suatu gerakan yang berusaha mengubah negara.39

Dalam setiap gerakan sosial yang terjadi, tidak bisa dipungkiri bahwa Ideologi memegang peranan yang penting. Hal yang utama adalah penerapan Ideologi itu secara nyata berpengaruh terhadap kehidupan dan kemudian berdasarkan Ideologi itulah masyarakat melakukan gerakan sosial. Akan tetapi,

38

dikutip dari Roger Simon. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta,.Pustaka Pelajar.1999 hal 10

39


(36)

dalam realitasnya adalah kemungkinan bahwa tanpa Ideologi pun suatu gerakan sosial itu dapat berjalan.40

Teori ini dikemukan oleh Ted Robert Gurr dalam bukunya Why Men

Rebel. Konsep dasar yang digunakan oleh Gurr adalah “perampasan”

(deprivation). Perampasan memicu munculnya resistensi. Resistensi terjadi jika orang merasa sesuatu yang dihargainya, bermanfaat baginya, dirampas. Perasaan terampas inilah yang disebut Gurr dengan “relative deprivation”. Relative Deprivation berarti suatu persepsi perihal kesenjangan antara nilai yang diharapkan (value expectation) dengan kapabalitas untuk meraih nilai (value

capabilities). Makna lainnya, relative deprivation ialah gambaran ketimpangan

antara yang seharusnya (das sollen) dan yang senyatanya (das sein).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa teori di atas memiliki korelasi dengan permasalahan yang ingin diteliti yaitu Ideologi memiliki peran yang cukup vital dalam suatu gerakan sosial. Peran Ideologi menjadi vital karena ia menjadi sebuah keyakinan, tujuan atau mimpi besar yang ingin diraih hingga menjadi suatu pendorong semangat bagi suatu kelompok atau masyarakat yang diwujudkan melalui gerakan sosial.

Teori Relative Deprivation

41

Relative deprivation bisa menyulut ketidakpuasan (discontent) dalam masyarakat, yang berwujud kemarahan, kemurkaan, atau kejengkelan, tergantung

40

Drs. Zaiyardam Zubir, M. Hum. Op.cit hal 40

41


(37)

pada kedalaman rasa terampas. Kadar ketidakpuasan akan berkurang bila tersedia sarana untuk menyalurkannya. Saluran ini disebut “value opportunies”. Apabila ketidakpuasan itu tidak tersalurkan atau berada dijalan buntu, ia dapat bermetamorfosis menjadi pemberontakan dengan kekerasan yang berwujud kekacauan, konspirasi, atau perang dalam negeri. Reaksi ketidakpuasan mudah meningkat, jika rasa tidak puas beranjak kian mendalam. Sasaran akan lebih terarah ketika orang menyadari tentang siapa dan apa yang menyebabkan rasa tidak puas itu. Misalnya, kekerasan bisa tertuju pada simbol-simbol lembaga negara seperti bangunan pemerintahan, pengadilan, akntor polisi atau militer yang dianggap sebagai sumber perampasan hak mereka.42

Namun, betapa besar dan terarahnya tindak kekerasan itu, titik ledaknya sangat tergantung pada bagaimana reaksi penguasa terhadap ketidakpuasan tersebut dan seberapa besar dukungan politik atas gerakan ketidakpuasan tersebut. Penumpasan terhadapnya justru dapat menambah intensitas ketidakpuasan yang pada saatnya menyulut eskalasi resistensi atau lebih jauh meletupkan kerusuhan dan memicu gerakan revolusi. Makin keras penumpasan dilancarkan makin teguh dan luas reaksi perlawanan.43

Korelasi teori di atas dengan penelitian yaitu adanya perasaan terampas yang dialami oleh mahasiswa khususnya kelompok masyarakat oleh penguasa. Ketika perasaan ini coba diutarakan dengan sebuah pertanyaan-pertanyaan melalui gerakan sosial, yang terjadi kemudian adalah adanya suatu gerakan

42

Ibid hal 25

43


(38)

refresif oleh penguasa dalam meredam gerakan ini. Hal ini lah memicu timbulnya suatu kekerasan yang terwujud dengan bentrokan yang menimbulkan korban diantara kedua belah pihak. Makin keras tindakan yang dilakukan oleh penguasa, makin kuat dan solid dukungan maupun gerakan yang dilakukan oleh kelompok yang merasa terampas haknya.

F. Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian, harus ada sebuah metode yang dilakukan untuk memudahkan penyelesaian permasalahan. Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian.44

Metode deskriptif yaitu memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada. Pada saat penelitian dilakukan, masalah yang bersifat aktual kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan interprestasi rasional yang akurat.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan suatu jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bersifat membandingkan variabel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.

Sebagaimana menurut Nawawi bahwa:

45

Dengan demikian, pelitian yang dilakukan ini menerapkan metode penelitian deskriptif yang bersifat memberikan gambaran mengenai kondisi yang

44

H. Hadari Nawawi dan H.M Martini Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 1995. hal 66

45

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 1995. hal 64


(39)

terjadi dalam usaha-usaha untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi atau diteliti.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data melalui studi kepustakaan (Library Research), yaitu mengadakan penelitian berdasarkan kepustakaan-kepustakaan dengan mempelajari buku-buku literature, majalah-majalah serta tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan dengan penelitian ini, baik melalui sumber media cetak maupun media elektronik. Adapun sumber-sumber yang digunakan tidak hanya terbatas pada buku-buku, tetapi dapat juga berupa bahan-bahan hasil dokumentasi, majalah, koran dan sebagainya yang berupa tulisan dan berhubungan dengan masalah penelitian ini.46

Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini terdapat dua objek yang ingin diteliti, untuk kemudian menggunakan perbandingan. Defenisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan identifikasi persamaan atau perbedaan antara dua gejala tertentu atau lebih. Lebih lanjut Lijphart mengemukakan bahwa metode perbandingan harus menemukan hubungan empiris antara variabel serta bukan metode pengukuran atau dengan kata lain metode perbandingan menggunakan analisas kualitatif, bukan kuantitatif.47

46

Ibid hal. 32

47

Ronald H. Chilcote. Teori Perbandingan Politik.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.2003 hal. 21


(40)

membanding-bandingkan variabel tersebut kemudian diikuti dengan pemberian interprestasi secukupnya sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan48

No.

, terhadap data yang diteliti sesuai dengan yang diinginkan peneliti.

Tabel 1.1

Objek penelitian yang ingin diteliti adalah: Yang

ingin diteliti

Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998

Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968 01. Ideologi Polarisasi Ideologi yang di

usung oleh gerakan mahasiswa.

Ideologi Komunisme atau Marxisme yang begitu dominan dalam gerakan ini.

02. Dampak Gerakan

Selain jatuhnya pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto, apa yang menjadi dampak lainnya.

Gerakan mahasiswa beserta rakyat ini gagal menjatuhkan pemerintahan dan apa dampak lainnya yang timbul.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

48

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitaitf dan Kualitatif. Surabaya. Airlangga University Press. 2001. hal 48


(41)

Bab II : Deskripsi Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

Bab ini terdiri dari gambaran umum mengenai Sejarah , Proses perjalanan, hingga akhir dari Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998 dan Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

Bab III : Gerakan Reformasi Mahasiswa Indonesia Menuntut Rezim Orde Baru

Bab ini berisikan pembahasan mengenai Peran dari Ideologi gerakan mahasiswa Indonesia yang digunakan untuk menentang Soeharto sehingga dianggap sebagai musuh bersama, tuntutan-tuntutan Reformasi hingga model gerakan yang digunakan maupun dampak yang terjadi.

Bab IV : Mei 68’, Revolusi Mahasiswa yang Mengguncang Perancis dan Dunia

Bab ini berisikan pembahasan mengenai akar revolusi di Perancis, Ideologi dalam revolusi tersebut maupun gagalnya revolusi ini dalam menjatuhkan pemerintahan De Gaulle di Perancis.

Bab V : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dari penulis berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(42)

BAB II

DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1998 DAN GERAKAN MAHASISWA PERANCIS TAHUN 1968

A. Sekilas tentang Gerakan Mahasiswa di Dunia

Hampir di setiap negara, tidak peduli apa bentuk tatanan masyarakatnya, kehadiran gerakan mahasiswa atau aksi-aksi politik mahasiswa menentang kebijakan dan kekuasaan pemerintah telah mengundang banyak perhatian masyarakat, terutama kaum intelektual, cendikiawan dan juga politisi49, khususnya mahasiswa dari negara – negara bagian dunia ketiga seperti Indonesia, Argentina, Chile, Venezuela dan lainnya untuk hadir dan terlibat didalamnya dengan segala ancaman berbahaya, tantangan besar dan prospek untuk perubahan radikal50

Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai sejak munculnya universitas – universitas pertama didunia. Mahasiswa di Bologna dan Paris selama Abad Pertengahan adalah sumber utama ketegangan. Kerusuhan adalah fenomena umum di banyak universitas. Marthin Luther mendapatkan dukungan besar dari mahasiswa Wittenberg dan Universitas di Jerman lainnya. Bahkan, Marthin

, dalam setiap geraknya, sehingga hal ini dapat dimaklumi karena sebagai bagian dari sebuah kaum/golongan yang disebut Intelektual, mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam melakukan perubahan sosial dimana saja dia berada.

49

Muchtar E. Harahap dan Andris Basril. Gerakan Mahasiswa dalam Politik Indonesia. Jakarta. NSEAS. 1999. hal. 1

50


(43)

Luther dipaksa untuk menahan mahasiswa agar protes mereka tidak terlalu jauh hingga menyerang Paus dan Kaisar.51

Dalam perjalanannya, yang paling fenomenal dan memberikan pelajaran, tidak lain adalah gerakan mahasiswa dunia di tahun 1960-an. Di tahuin 1960-an dunia menyaksikan sebuah gelombang besar kebangkitan mahasiswa. Mahasiswa di berbagai belahan dunia mengambil alih aksi-aksi radikal dan mengambil peran Meskipun demikian, Mahasiswa Amerika Latin adalah penyumbang pertama langkah awal yang besar dalam aksi mahasiswa. Manifesto Cordoba tahun 1918 adalah deklarasi hak mahasiswa yang pertama kalinya di dunia, dan sejak saat itu mahasiswa Amerika Latin memainkan peran yang konstan dan militan dalam kehidupan politik di negaranya. Pengalaman mahasiswa Amerika Latin ini mengajarkan bahwa tuntutan-tuntutan akademis dan aktivitas politik adalah dua hal yang saling melengkapi, bukan malah bertentangan. Pengalaman mahasiswa China memperlihatkan sebuah usaha dalam demokratisasi radikal di universitas dan merepresentasikan model gerakan mahasiswa yang benar-benar berbeda. Sedangkan Jepang adalah negara Kapitalis dunia utama yang pertama kali merasakan gerakan mahsiswa militan. Gerakan mahasiswa Spanyol adalah satu-satunya di Eropa yang berhasil membangun kerja sama organisasional dengan kelas buruh/proletar yang militan. Gerakan di Jerman, Italia dan Perancis memberikan arti khusus pada mahasiswa-mahasiswa di negara-negara Eropa lain yang masih terbelakang gerakan mahasiswanya.

51


(44)

penting dalam berbagai perubahan politik di negaranya masing-masing. Berakar dari Manifesto Cordoba di Argentina tahun 1918 mengenai tuntutan otonomi universitas dan keterlibatan mahasiswa dalam mengelola administrasi universitas, lalu Amerika Latin yang mengalami puncak dari sebuah gerakan mahasiswa pada gerakan Mei 1968 di Perancis hingga seluruh Eropa.

Dalam kaca mata internasional pemberontakan mahasiswa bukanlah hal yang mudah di pahami, tidak ada benang merah yang begitu saja bisa ditarik, sehingga ketika coba diterapkan pengalam tersebut di suatu negara pada negara lainnya tanpa mempertimbangkan konteks dan karakteristiknya, adalah naif dan hanya akan menghasilkan kebingungan. Walaupun demikian, pemaparan singkat dan selektif tentang pengalaman perjuangan mahasiswa di seluruh dunia bagaimanapun juga akan memberikan gambaran berbagai kemungkinan dan pelajaran yang sistematis.52

Gerakan mahasiswa di Indonesia tahun 1998 tidak bisa terlepas dari sejarah panjang gerakan mahasiswa yang terdapat di Indonesia. Sejarah panjang ini bahkan telah di mulai jauh sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, yaitu ketika pemerintahan Hindia Belanda mulai menerapkan Politik Etis atau Politik Balas Jasa terhadap negara jajahannya yaitu Indonesia, sehingga melahirkan kaum terpelajar Indonesia imbas dari diterapkannya Politik Etis ini.

B. Sejarah Gerakan Mahasiswa Di Indonesia

Lahirnya Kaum Terpelajar Indonesia

52


(45)

Politik etis atau politik balas jasa yang didukung oleh Van Deventer yang kemudian mendorong munculnya perguruan tinggi di Hindia Belanda. Politik etis yang terdiri dari 3 aspek yaitu edukasi, emigrasi dan irigasi pada dasarnya bukan politik balsa jasa dari kolonial belanda untuk masyarakat pribumi. Hal ini dapat dilihat dari motifnya yang lebih merupakan dorongan ekonomi (eksploitasi dan akumulasi modal dari rejim kolonial belandam setelah hancurnya monarkhi di Belanda dan digantikan dengan monarkhi parlementer yang berisi orang-orang liberal dengan menuntut perluasan peran swasta di Hindia Belanda. Politik etis hanya merupakan taktik dari kolonial untuk mendapatkan tenaga terdidik yang murah, membuka lahan perkebunan di luar jawa dengan memanfaatkan tenaga pribumi dan juga irigasi yang akan meningkatkan hasil pertanian dan perkebunan yang tentu saja hanya menguntungkan kolonial Belanda. Walaupun demikian, perannya tetap saja besar bagi kemunculan kaum terpelajar yng pada awalnya masih didominasi oleh putra – putri priyayi.53

Kaum terpelajar Indonesia ini muncul seiring dibangunnya sekolah-sekolah oleh Belanda pada abad ke 18. Pada tahun 1819, Belanda membangun sekolah militer di Semarang, kemudian sekolah-sekolah umum, seperti Sekolah Tinggi Leiden (1826), Institut Bahasa Jawa Surakarta (1832), Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Delfit (1842), dan Sekolah Guru Bumiputra di Surakarta (1852). Sekolah-sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan pegawai tinggi Pribumi. Selain membuka sekolah-sekolah tinggi, sekolah dasar

53


(46)

juga mulai didirikan seperti di Weltervreden pada tanggal 24 Februari 1817. Sekolah-sekolah itu hanya dapat diakses oleh anak-anak Belanda dan juga anak pegawai tinggi Pribumi. Baru pada tahun 1871 dikeluarkan UU Pendidikan pertama yang membuka akses pendidikan bagi kaum Pribumi.54

Selain sekolah-sekolah yang dibangun oleh Belanda, juga terdapat sekaolah yang dibangun oleh penduduk Tionghoa ataupun Arab. Pada tahun 1900 penduduk Tionghoa di Hindia, telah berhasil mendirikan perhimpunan modern pertama, Tiong Hoa Hwee Koan. Perhimpunan tersebut dengan kekuatan sendiri, yang diperoleh dari para donatur dan kontribusi, mendirikan sekolah-sekolah swasta di seluruh Jawa dan Hindia. Pada tahun 1915, organisasi-organisasi tersebut mendirikan dan memiliki tidak kurang dari 442 sekolah di seluruh hindia dengan murid tidak kurang dari 19.000. Pada Juli 1905 para bangsawan Arab,

Hingga tahun 1920-an tidak terdapat universitas di Hindia Belanda. Hanya pribumi kaya, umumnya bupati yang mampu mengirim anak mereka belajar di Eropa. Perguruan pertama muncul pada tahun 1920, yakni sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Ini disusul dengan dengan Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1924. STOVIA kemudian berubah menjadi Fakultas Kedokteran pada tahun 1927. Perkembangan tersebut selain karena Politik Etis juga dikarenakan kebutuhan Belanda untuk memperoleh tenaga-tenaga menengah lokal yang diperlukan untuk perluasan ekonomi kolonial, yang kurva pertumbuhannya berpuncak pada 1920-an.

54


(47)

Sayid al-Fakri bin Abdurrahman al-Mansyur, Sayid muhammad bin Abdullah bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab dan Sayid Syehan bin Syihab, mendirikan sekolah di Tanahabang dan Krukut, Betawi.55

Selain itu, juga muncul lembaga pendidikan yang dikelola oleh bangsa sendiri. Pertama kali oleh R.A Kartini, pada tahun 1903 dengan mendirikan sebuah kelas kecil bagi kepentingan gadis-gadis yang diselenggarakan empat kali seminggu dan mendapat pelajaran membaca, menulis, kerajinan tangan, memasak dan menjahit. Lalu tahun 1904 didirikan sekolah oleh R. Dewi Sartika, awalmya bernama Sekolah Istri kemudian berubah menjadi Keutamaan Istri. Pada tahun 1912 terdapat sembilan sekolah gadis yang tersebar di berbagai kabupaten. Munculnya sekolah-sekolah yang didirikan oleh kaum perempuan tersebut juga menandai dimulainya gerakan perempuan di Indonesia. Berbagai organisasi perempuan seperti putri Mardika pada tahun 1912 dan pendidikan oleh kaum perempuan sendiri mulai tumbuh. Gerakan perempuan menjadi semakin politik setelah anbil bagian dalamn kegiatan SI, PKI, PNI dan PERMI.56

Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya organisasi-organisasi sosial. Yang pertama adalah Sarikat Priyayi pada tahun 1906. Organisasi ini didirikan oleh Tirtho Adhi Soerjo, termasuk juga Thamrin Mohammad Thabrie dan R.A.A Prawiradiredja. Organisasi ini tidak berkembang karena sudah arivee atau mapan dan tidak mampu bergerak tanpa restu dari pemerintah. Kemudian pada tahun 1908 berdirilah Boedi Oetomo, dengan

tokoh-55

Ibid hal 51-52

56


(48)

tokohnya antara lain E. Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesoedo. Boedi Oetomo dimotori oleh pemuda dan mahasiswa dari STOVIA, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah menghendaki kemajuan bagi Hindia.57

Selain Boedi Oetomo, pada tahun 1911 di Solo berdiri sebuah perkumpulan bernama Sarekat Islam (SI). Organisasi ini didirikan bukan semata-mata sebagai perlawanan terhadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga digunakan sebagai front untuk melawan semua bentuk penghinaan terhadap rakyat Bumiputra. Organisasi ini merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politiek (politik pengkristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap penindasan pihak kolonial. Dengan kata lainnya SI hadir untuk melawan segala bentuk penindasan dan kesombongan rasial. SI berbeda dengan boedi Oetomo yang elitis karena hanya berada dilingkungan priyayi. SI mampu menjamah lapisan masyarakat bawah yang waktu itu paling menderita dan tidak mengalami perubahan.58

Pada tahun 1908, mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda membuat organisasi bernama Indische Vereeniging. Pada mulanya organisasi ini hanya bersifaat organisasi sosial. Tetapoi sejak berakhirnya Perang Dunia I dan tahanan-tahanan politik yang diasingkan datang, terutama Suwardi Surjaningrat bergabung, organisasi ini makin bersifat politis. Perkembangan itu membuat organisasi ini berganti nama dengan Indonesiche Vereeniging pada

57

Ibid hal 54-55

58


(49)

tahun 1922. Kemudian pada tahun 1925 di samping menggunakan nama dalam bahasa Belanda, juga digunakan nama Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan Indonesia menyerukan kesatuan di antara organisasi-organisasi yang ada. Dari persatuan tersebut diharapkan terbentuk front tunggal yang dapat menarik dukungan massa atas dasar nasionalisme. Metode yang digunakan untuk mendapatkan pengaruh adaloah melalui boycott terhadap dewan tuan-tuan tanah kolonial, mengikuti contoh India dengan gerakan non-cooperation, dan secara umum bergantung pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri.59

Ketika para mahasiswa Indonesia di Belanda kembali ke tanah air, mereka mempraktekkan ide-ide mereka dengan membuat study clubs untuk berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan partai dan intelektual. Salah satu study club tersebut adalah Algemeene Studie Club di bandung yang didirikan pada tahun 1925 oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 4 Juli 1927 atas inisiatif study club tersebut diadakanlah rapat pendirian Perserikatan Nasional Indonesia.

Perhimpunan Indonesia juga menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi internasional. Diantara organisasi tersebut adalah Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, Komunis Internasionl (Komintern) dll. Pada kongres keenam Liga Demokratik Internasional untuk Perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Perancis, Moh. Hatta menyatakan tuntutan kemerdekaan Indonesia.

60

59

Ibid hal 58-59

60

Ibid hal 59


(50)

Pada tahun 1930 hampir semua perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda. Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, terjadi pelarangan semua kegiatan yang berbau politik dan membubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa, serta partai politik. Banyak perguruan tinggi juga ditutup. Jumlah mahasiswa sendiri sangatlah kecil, pada waktu itu hanya 637 orang. Angka lain menyebutkan sekitar 387 orang.

Karena kondisi yang sangat refresif itu, mahasiswa dan pemuda memilih melakukan kegiatan berkumpul dan berdiskusi di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan adalah Asrama “Angkatan Baru Indonesia ( Menteng 31), Asrama “Fakultas Kedokteran”, dan Asrama “Indonesia Merdeka” (Kebon Sirih).61

Pada akhir tahun 1944, berdiri sebuah organisasi bernama “Angkatan Muda” yang memiliki pengaruh cukup luas di kalangan pemuda. Organisasi ini tersebar di daerah-daerah dan menjadi forum wakil-wakil dan tokoh bermacam-macam grup dan golongan yang saling bertukar pikiran secara bebas. Pada tanggal 16-18 Mei 1945, di Vila Isola Bandung telah diadakan konferensi Pemuda yang dihadiri oleh lebih dari 100 orang utusan yang datang dari berbagai tempat di Jawa.Pengambil inisiatif dari konferensi ini adalah angkatan muda Bandung seperti Djama Ali, Hamid dan M. Tahir. Beberapa orang yang hadir dalam konferensi itu antara lain, Suwarto, Suharti dan Karsono (Solo), S. Karna (Semarang), Drajat dan Surjono “Pak Kasur” (Surabaya), Handoko (Kediri), Mr.

61


(51)

Kadarisman Purwokusumo dan Adisumarto (Yogyakarta), Sukarni, Chairul Saleh, Sjamsuddin Tjan dan Aidit (Grup Menteng 31, Nona E. ratulangi (grup Fakultas Kedokteran) serta kakak beradik Tjokroaminoto, Kusnandar dan Sidik Kertapati. Dalam pertemuan ini juga untuk pertama kalinya dinyanyikan lagu Indonesia raya dan juga dipampangnya bendera Merah Putih di dalam ruangan.

Dapat disimpulkan bahwa akibat Politik Etis ini telah melahirkan berbagai tokoh mahasiswa dan pemuda Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, H.M Miscbah, E. F Douwes Dekker, Wahidin Soediro Hoesodo dan lain lain yang menjadi cikal bakal gerakan mahasiswa dalam melakukan perubahan dan pemberi spirit hingga generasi ke generasi selanjutnya.

C. Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan

Gerakan Mahasiswa tahun 1966 dan Lahirnya Orde Baru

Pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 45, berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan dengan dasar ideologi yang berbeda-beda, diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI,62 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Resimen Mahasiswa (Menwa) berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya.63

62

Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta. LP3ES. 1985 hal. 7

63

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 69


(52)

kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi induknya yaitu partai politik dan TNI AD.

Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian.64

Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat

Karena jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa.

Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1 Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Peristiwa tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu) pada tanggal 2 Oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah para perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI.

64


(53)

terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Komposisi KAMI terdiri organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia (PELMASI), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI).65

“Jagalah anak-anak muda ini (mahasiswa) jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”

Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama, hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya dengan Komandan Kostrad Kemal Idris :

66

Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi : pembubaran PKI, retool kabinet dan turunkan harga. Pada saat Tritura tercetus pada tanggal 10 Januari 1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Di depan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di

65

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15

66

Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. 1996 hal. 137-138


(54)

daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus.67

Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet Dwikora. Ketika demonstrasi mencapai jalan Merdeka Utara, pasukan Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah demonstrasi. Akibat tembakan itu, Arif Rahman Hakim (mahasiswa Kedokteran UI) dan Zubaedah (pelajar sekolah menengah) tewas tertembak pasukan Cakrabirawa.

Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul Saleh, Cosmas Batubara tampil ke muka menyerukan agar mahasiswa mogok kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200, bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi inflasi.

68

67

Adi Suryadi Cula.Patah Tumbuh Hilang Berganti.Jakarta.PT RajaGrafindo Persada.1999 hal. 51

68

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 73-74

Ia adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan


(55)

KAMI dengan keputusan presiden No. 41/ Kogam/ 1966, karena melihat semakin solidnya gerakan mahasiswa.

Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi. Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan “anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking. Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara luas. Di Bandung para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi sarjana Indonesia (KASI) yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa.

Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 bataliyon Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk memberikan kekuasaan yang dibutuhkan guna mengendalikan ketertiban. Setelah didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan


(56)

kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara.69

Setelah peristiwa G 30 S, gerakan mahasiswa cenderung memakai konsep

gerakan moral (moral force). Dalam konsepsi ini, mahasiswa bertindak sebagai kekuatan moral daripada sebagai kekuatan politik, dalam arti bahwa mahasiswa muncul sebagai aktor politik ketika situasi bangsa sedang krisis, setelah krisis berlalu kemudian kembali ke kampus untuk belajar. Arief Budiman menyebut gerakan ini sebagai Gerakan Koreksi. Gerakan ini sifatnya hanya melakukan kritik terhadap suatu permasalahan. Gerakan ini merasa tidak perlu mengumpulkan massa yang besar dan melengkapi dirinya dengan ideologi alternatif. Bagi gerakan ini, pemerintahan Soeharto saat itu sudah baik, hanya perlu dikoreksi kebijakannya.

Di kemudian hari surat perintah itu kita kenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar dan menandai lahirnya rezim Orde Baru dengan Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia menggantikan Soekarno, yang kemudian memimpin selama 32 tahun dan dikenal sebagi rezim paling korup, otoriter serta berdarah sepanjang sejarah bangsa Indonesia.

Gerakan Moral Sebagai Awal Perlawanan Mahasiswa Indonesia tahun 1974

70

69

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19

70

Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 78

Konsep gerakan yang dicetuskan oleh Arief Budiman mengambil contoh dari seorang tokoh koboi Shane. Shane datang ke kota kecil yang penuh dengan bandit yang kejam, lalu berhasil menghabisi bandit-bandit itu. Tetapi ketika ia diminta untuk menjadi sheriff di kota itu, ia menolak. Shane lalu pergi begitu saja. Makna dari ilustrasi ini adalah bahwa gerakan


(57)

mahasiswa tidak boleh pamrih dengan kekuasaan dan tidak boleh memiliki vested

interest. Seperti Shane, gerakan mahasiswa harus tulus.71

Meskipun banyak yang menganggap pemerintahan Soeharto sudah baik, awal tumbuhnya kritik atau kekecewaan kepada pemerintahan Soeharto juga sudah ada pada masa ini, terutama dalam hal korupsi. Selain korupsi, masih banyaknya pelanggaran HAM diberbagai tempat, pembangunan aliansi dengan tokoh politik dan pengusaha besar pada era Soekarno, serta slogan-slogan politik kosong. Nasib tahanan yangt belum diputuskan, pembantaian massal setelah peristiwa 65, dan penangkapan Yap Thiam Hien, seorang pembela Dr. Soebandrio. Penangkapan ini menimbulkan berbagai reaksi dari sesama pengacara, intelektual, editor surat kabar dll.72

Jika ditelusuri, bangkitnya gerakan mahasiswa pada saat itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi konstelasi sosial politik dan ekonomi nasional yang sedang terjadi. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya gerakan ini adalah faktor obyektif seperti jumlah mahasiswa bertambah terus, tetapi anggaran pendidkan relatif kurang dan tidak sepadan dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia, meningkatnya inflasi dan bertambahnya kesulitan hidup sehari-hari, semua itu menimbulkan ketegangan. Ditambah lagi dengan merajalelanya korupsi ditahun 1970 yang mengiringi pertumbuhan ekonomi di samping munculnya tanda-tanda pertama dari boom oil. Selain itu, pembangunan ternyata tidak

71

Muridan S. Widjojo. Penakluk Orde Baru. Gerakan Mahasiswa ’98. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 1999. hal 236-237

72


(58)

membuat sejahtera seluruh lapisan masyarakat, pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat.73

Bulan Oktober 1973 para mahasiswa mengadakan aksi ke gedung MPR/DPR untuk menyampaikan “Petisi 24 Oktober”. Isi petisi tersebut adalah kritik terhadap kebijakan pembangunan yang dianggap tidak populis dan hanya Menjelang pemilu tahun 1971, Arief Budiman melakukan gerakan yang disebut Golongan Putih (Golput). Gerakan ini dimaksudkan untuk menghimpun orang-orang yang tidak ikut pemilu. Selain itu, dia juga melakukan kritik terhadap aktivis mahasiswa yang mendukung pemilu bahkan menyuarakan untuk mencoblos Golkar. Tidak itu saja, sepanjang tahun 1972, Soeharto menekan sembilan partai politik yang ada untuk bergabung menjadi dua partai besar, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untuk partai Nasionalis dan Kristen. Selain juga ide rejim Soeharto tentang “massa mengambang” dimana penduduk di pedesaan hanya dimungkinkan mengikuti pemilu tiap lima tahun sekali dan tidak boleh berhubungan dengan politik.

Protes mahasiswa kembali muncul ketika Ibu Tien Soeharto mengusulkan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 1973. Pembangunan ini menurut kelompok Arief Budiman dianggap tidak sesuai dengan situasi Indonesia. Pada waktu itu beberapa gerakan yang muncul mengatasnamakan Gerakan Penghemat, Gerakan Akal Sehat (GAS) dan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

73


(1)

Kuntoro. 2000. Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa. Jakarta. PT. Cipta Manunggal.

Kusmanto, Heri. Murianto Amin, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Politik. Medan. Pustaka Bangsa Press.

Mas’oed, Mochtar. 1978. Perbandingan Sistem Politik.. Gajah Yogyakarta. Mada University Press.

Manan, Munafrizal. 2005. Gerakan Rakyat Melawan Elite. Yogyakarta. Resist Book.

Mirsel, Robert. 2004. Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta. Resist Book.

Nawawi, H. Hadari dan H.M Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Prasetyantoko, A. S.E, Ign. Wahyu Indriyo, S.E dkk. 2001. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi Di Indonesia. Jakarta. Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum (YHDS). P.T Alumni.

Putra, Fadillah dkk. 2006. Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Aktor dan Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang. PlaCID’s dan Averroes Press.

Raillon, Francoil. 1985. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta. LP3ES.

S, Soekanto . 1979. Perbandingan Hukum. Bandung. Mandar Maju.

Sanit, Arbi. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Gerakan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik.Yogyakarta. Insist Press dan Pustaka Pelajar.

Seale, Patrick dan Maureen McConville. 2000.PEMBERONTAKAN MAHASISWA Revolusi Perancis, Mei 1968. Yogyakarta. Yayasan Litera Indonesia.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1997. Metode Penelitian Survey. Jakarta . LP3ES.


(2)

Suharsih dan Ign. Mahendra K. 2007. Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia. Jogjakarta. Resist Book.

Supartono, Alex. 1999. Mahasiswa Bergerak. Belajar dari Perlawanan dan Perjuangan Internasional 1960-an. Jakarta. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Widjojo, Muridan S,. 1999. Penakluk Orde Baru. Gerakan Mahasiswa ’98. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Zon, Fadli. 2004. Politik Huru Hara Mei 1999, Jakarta : Institute For Policy Studies.

Zubir, Zaiyardam Drs. M. Hum. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran: Studi tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan. Yogyakarta. Insist Press.

Situs Internet:

Doug Lorimer, Pelajaran dari Revolusi (yang gagal) 1968, Indomarxis.org aditthegrat.wordpress.com/.../1968-tahun-yang-diingat-dunia-barat/ www. Indoprotest.Tripod.Com diakses pada

tanggal 04 September 2009

www.Wikipedia.com/ensiklopedia/Perancis, diakses pada tanggal 04 September 2009

Sumber majalah atau koran:

Majalah TEMPO, Edisi 9 April 2006

Majalah Gatra, “Mereka Ingin Reformasi Tapi Jakarta di Jilat Api”, Edisi 23/5/1998


(3)

Lampiran gambar-gambar Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998


(4)

(5)

Lampiran gambar-gambar Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968

http://2.bp.blogspot.com/_5SMlnCFhaTA/SBwwlX8G1YI/AAAAAAAADaY/sIIgZlzZVOY/s400 /968_05_07_Quartier+Latin.jpg


(6)