24
2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo
Hubungan kekerabatan bagi masyarakat Karo masih tetap merupakan unsur penting dalam segala aspek kehidupan. Pada masyarakat Karo, sistem kekerabatan
sangat penting, dari hal-hal sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang rumit. Kekerabatan pada masyarakat Karo bukan hanya dilihat dari segi usia, tetapi juga
dengan istilah kekerabatan dengan seluk beluknya, kedekatan dengan silsilahnya.
Di dalam hubungan jenjang keluarga, dalam adat karo hubungan ini diketahui melalui Ertutur yang berpedoman pada marga, beru dan bere – bere sebagai tanda
keturunan seseorang. Dari sini akan diketahui jenjang keturunan tinggi rendahnya seseorang. Tiga tingkatan ertutur, tutur meganjang tutur tinggi yaitu orang yang
mempunyai panggilan ayah ke atas, tutur sintengah tutur menengah, orang yang mempunyai panggilan senina atau rimpal. Tutur meteruk atau tutur rendah, yaitu
orang yang mempunyai panggilan anak bawah. Dalam hubungannya dengan senioritas, faktor usia bukanlah yang menentukan tinggi rendahnya seseorang dalam
bertutur, tetapi juga karena kedekatan sisilah atau nomor urut. Jadi tidak heran jika misalnya si Ate Malam yang berumur 40 tahun memanggil bibi kepada Riah Nanita
yang berumur 20 tahun. Akibat adanya pertalian keluarga atas dasar ertutur, maka juga ada 8 tutur dalam masyarakat karo yang disebut tutur siwaluh yaitu Sembuyak,
senina, siparibanen, senina sipemeren, anak beru, anak beru mentri, kalimbubu, puang kalimbubu, dalam sebuah kegiatan atau upacara adat mereka sudah
mempunyai tempat masing-masing yang telah ditentukan oleh adat dengan sedemikian rupa.
2.4. Sistem Kepercayaan Masyarakat Karo
Masyarakat Karo secara umum meyakini selain dihuni oleh manusia alam juga merupakan tempat bagi roh-roh gaib atau makhluk-makhluk lain yang hidup
bebas tanpa terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang dapat menjaga keseimbangan alam. Segala kegiataan yang
berhubungan dengan roh-roh gaib dan upacara ritual, suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, merupakan sebagai aspek penting dalam kepercayaan
tradisional masyarakat Karo.
Alam semesta merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh, yang dapat dibagi secara vertikal tegak lurus dan secara horizontal mendatar. Secara Vertikal,
alam dapat dibagi dalam tiga ke dalam tiga bagian yang disebut benua, yaitu: benua atas, benua tengah dan benua teruh yang masing-masing dikuasai oleh Dibata datas,
Dibata tengah dan Dibata teruh yang merupakan suatu kesatuan yang disebut Dibata
Universitas Sumatera Utara
25
si telu Tuhan yang tiga atau dianggap sebagai tunggal yang disebut juga Dibata kaci-kaci Kaci-kaci artinya Tuhan Perempuan sebagai penguasa tunggal
11
Tradisi kepercayaan nenek moyang tersebut masih sama pada masyarakat Karo di daerah dataran tinggi Karo secara keseluruhan. Di samping pertumbuhan
agama Kristen yang sedang masuk kedaerah kabupaten Karo, sistem kepercayaan .
Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam penulisan ini adalah bagaimana upacara yang bercampur dengan kebudayaan suatu suku bangsa karena merupakan
salah satu hal yang sangat lahiriah. selain itu juga, upacara keagamaan itu sendiri berhubungan dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut dengan pemena.
demikian lah yang terjadi di masyarakat Kabupaten Karo yang masih memiliki keterikatan kuat dengan upacara-upacara tradisional yang sangat kental dengan
kehidupan sehari-hari.
Bagi masyarakat Karo, pada umumnya yang dianggap penting adalah Dibata kacikai sebagai kesatuan kesuluruhan dari Dibata. Menurut mereka Dibata adalah
tendi jiwa yang dapat hadir dimana saja, kekuasannya meliputi segalanya dan dianggap sebagai sumber segalanya. Hal ini sesuai dengan keyakinan orang-orang
Karo yang sangat dengan suatu bentuk kepercayaan atau keyakinan terhadap tendi, yaitu suatu kehidupan jiwa yang kebaradaannya dibayangkan sama dengan roh-roh
gaib.
Orang karo meyakini bahwa alam semesta di isi oleh sekumpulan tendi. Kesatuan dari seluruh tendi yang mencakup segalanya ini disebut Dibata. Setiap
manusia dianggap sebagai kesatuan bersama dari Kula tubuh, tendi Jiwa, pusuh peraten perasaan, Kesah nafas, dan ukur fikiran. Setiap bagian berhubungan satu
sama yang lainnya, kesatuan ini disebut sebagai keseimbangan dalam manusia. Hubungan yang kacau atau tidak beres antara satu sama lain dapat menyebabkan
berbagai bentuk kerugian seperti sakit, malapetaka, dan akhirnya kematian.
Daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar yang meliputi dunia gaib, kesatuan
sosial dan lingkungan alam sekitar. Tercapainya suatu keseimbangan dalam manusia akan memperlihatkan berbagai keadaan menyenangkan, seperti malem sejuktenang,
Ukur malem pikiran tenang, malam ate hati sejuktenang, malem pusuh perasaan sejuktenang. oleh karena itu kata malem digunakan juga sebagai arti sehat atau
kesembuhan dalam bahasa karo.
11
Tarigan, Henry Guntur, Percikan Budaya Karo, Jakarta, Yayasan Merga Silima, 1990, hlm 25.
Universitas Sumatera Utara
26
terhadap nenek moyang tersebut belum bisa dihilangkan dan masih ada yang di pertahankan meskipun sudah memeluk agama pada saat itu.
Masyarakat Kabupaten Karo menganggap kepercayaan identik dengan adat istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, sehingga meskipun mereka
sudah menganut kepercayaan Agama Kristen mereka masih melaksanakan upacara tradisional antara lain, Erpangir Kulau
12
Dengan menggunakan jeruk purut pada upacara berlangir erpangir, seorang guru akan menyiramkannya ke kepala pasiennya. Air jeruk diyakini menimbulkan
rasa sejuk. Sementara itu kepala si pasien di pilih dengan pertimbangan bahwa kepala adalah tempat dari pikiran dan sebagai pusat dan pimpinan dari jiwa tersebut. oleh
karena itu, seorang dalam beberapa ritusnya yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan pada diri manusia akan menggunakan air jeruk yang malem. Air jeruk
dianggap sebagai lambang dari alam semesta yang mewakili keseimbangan luar . memberi sesajen di tempat-tempat yang
dianggap keramat agar roh nenek moyang memberi rejeki. Kemudian ada lagi yang disebut Guru, guru ini adalah orang yang
mempunyai indra keenam, fungsinya selaian sebagai “dokter” juga peramal. Tidak hanya bagi mayoritas masyarakat Karo untuk mensinonimkan Guru dengan kata
Dukun. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara tradisional dapat didefenisikan sebagai upacara yang diselenggarakan oleh warga
masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap. Pendukungan terhadap upacara itu dilakukan masyarakat karena dirasakan dapat
memenuhi suatu kebutuhan, baik secara individual maupun kelompok bagi kehidupan mereka.
Konsep guru ini berhubungan erat dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut Pemena atau Perbegu. Penyebutan Pemena ini disepakati sejak tahun 1946
oleh para pengetua adat dan guru-guru mbelin dukuntabib terkenal. Perubahan kata dari perbegu menjadi pemena ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesalah
pahaman orang-orang di luar orang Karo atas pengertian kata perbegu. Kata Perbegu bagi orang di luar orang Karo seolah-olah menunjuk ke arah penyembahan kepada
setan, hantu dan roh jahat lainnya. Menurut para guru, terganggunya hubungan- hubungan dalam diri seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang didalam
tubuhnya, yaitu ketidakseimbangan antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran.
12
Erpangir Kulau adalah upacara mandi untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang maha kuasa supaya diberi rejeki. Sering juga dilakukan
dalam upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh- roh jahat. Upacara ini masih dapat ditemukan dibeberapa tempat.
Universitas Sumatera Utara
27
tersebut akan dimasukkan ke dalam diri manusia yang mewakili keseimbangan dalam itu sendiri. Tindakan ini diyakini akan menyempurnakan keseimbangan dalam diri
seseorang.
Orang Karo meyakini bahwa alam sekitar diri manusia itu sendiri. Alam sekitar ini di digolongkan ke dalam beberapa inti kehidupan yang masing-masing
dikuasai oleh nini beraspati nini = nenek, beras pati taneh inti kehidupan tanah, beraspati rumah inti kehidupan rumah, beraspati kerangen inti kehidupan hutan,
beraspati kabang inti kehidupan udara. Dalam ornamen karo, nini beraspati ini dilambangkan dengan gambar cecak putih yang dianggap sebagai pelindung manusia.
Dalam melaksanakan sebuah ritual, biasanya dilakukan dengan meletakkan sebuah sirih yang biasa disebut belo cawir sirih, kapur, pinang dan gambir. Belo
cawir ini merupakan lambang diri manusia
13
13
Tarigan, Henry Guntur, op. cit, hlm 19.
. Adanya kehidupan pada manusia disebabkan bekerjanya ketiga unsur tersebut sebagai metabolisme tubuh manusia
yang saling mengatur peradaran darah dalam tubuh.
Masyarakat Karo juga mempunyai pandangan mempunyai perbedaan yang sifatnya umum antara alam gaib dan alam biasa. Alam gaib ditunjukkan dengan
pemakaian kata ijah di sana dan alam manusia biasa dengan kata ijenda di sini. Dalam peristiwa pemanggilan roh-roh orang mati tersebutdatang dari negeri
seberang, sedangkan alam biasa tempat kehidupan manusia, tidak ada seorangpun yang tahu pasti dimana, hal ini kata seberang yang dalam pengertian para guru
dianggap melewati suatu batas yang ditandai oleh lau air, sehingga disebut negri sebrang, harus menyebrangi sesuatu untuk sampai ketempat tersebut yang disebut
sebagai i jah di sana. Dalam hal ini diungkapkan bahwa lau air merupakan penghubung antara manusia dan roh-roh yang telah mati. Hal ini pula yang
menyebabkan banyak guru memakai air yang ditempatkan dalam suatu mangkuk putih, terutama jika guru merasa bahwa penyebab dari kedaan yang tidak seimbang
pada diri manusia tersebut disebabkan karena ada hubungannya dengan roh-roh orang mati yang mengganggu.
Pekabaran injil ke Tanah Karo 1894 tidak terlepas dari kerusuhan-kerusuhan perkebunan tersebut. Pihak perkebunan mengharapkan bahwa gangguan-gangguan
orang Karo akan dapat dipadamkan melalui pekabaran injil, jadi yang membiayai misionaris Nederlands Zendilingsgenotschap, ke karo adalah pihak perkebunan,
diprakarsai oleh J.TH Gremers, Direktur Perkebunan tembakau Deli Maatschappij pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
28
Garamata yang mengadakan perlawanan pada awal abad ini 1901-1905 juga berpendapat bahwa jika Belanda dibiarkan ke Tanah karo maka tanah rakyat mungkin
sekali diambil untuk perkebunan. Pikiran ini didasarkan pada pengalaman orang Karo di dataran rendah, di Deli dan Langkat. Selanjutnya dia juga berpendapat bahwa
orang Karo mempunyai cara hidupnya sendiri dan istiadatnya sendiri dan tidak perlu dicampuri oleh orang Belanda. Namun kekuatan Belanda yang begitu besar tidak
dapat dibendung
14
Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung Kuta, yang terdiri dari satu
atau lebih kesain bagian dari kampung. Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang Pengulu
.
2.5. Sistem Pemerintahan Tanah Karo