Lembaga lembaga Negara Alat Negara State

(1)

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA, ALAT NEGARA, STATE AUXILIARY, DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN MENURUT UUD 19451

Oleh

Andi Sandi Ant.T.T.2

I. LEMBAGA NEGARA: A. MPR :

1. Pengaturan: Pasal 2, Pasal 3 UUD 1945, UU No.22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

2. Kewenangan:

a. Mengubah dan Menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) UUD)

b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat (2) UUD)

c. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 ayat (3) UUD jo. Pasal 7A dan 7B UUD 1945)

d. Memilih presiden dan/atau wakil presiden apabila presiden dan wakil presiden secara bersama-sama diberhentikan, berhenti, mangkat, atau tidak dapat menjalankan tugasnya. Kewenangan ini dapat dilakukan hanya dalam keadaan emergency saja. Maksudnya, ketika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945).

e. Memilih presiden dan wakil presiden, ketika calon presiden dan wakil presiden terpilih berhalangan tetap (Pasal 34 ayat (5) UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden).

Ad. a. Mengubah dan Menetapkan UUD: ƒ Mengubah UUD

— Untuk mengubah UUD, MPR harus memenuhi terlebih

dahulu syarat yang ditentukan dalam Pasal 37 UUD.

— Berdasarkan Pasal 37 UUD, perubahan UUD selanjutnya

akan dilakukan dengan sistem amandemen sebab usulan untuk mengubah harus diajukan oleh minimal 1/3 dari anggota MPR dan diajukan secara tertulis bagian yang akan diubah serta harus disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu anggota (50% +1) dalam sidang yang harus dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPR.

— Proses amandemen pada Pasal 37 UUD juga

mengambarkan bahwa amandemen yang dilakukan adalah perubahan UUD secara formal (tertulis).

— Issue:

1

Bahan Kuliah Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2

Staf Pengajar Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.


(2)

ƒ Apakah kemudian tidak diperbolehkan perubahan UUD 1945 dengan cara non-formal (tidak tertulis) yang dilakukan melalui interpretasi?

ƒ Menetapkan UUD

— Prosedur untuk menetapkan UUD belum diatur dalam

UUD 1945, sebab dari kewenangan tersebut MPR dapat melakukan dua hal, yaitu mengubah dan menetapkan. Yang diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 hanyalah prosedur dan syarat untuk mengubah, tidak untuk menetapkan.

— Issue:

ƒ Apakah hal ini berarti tidak diperbolehkan

mengganti UUD?

Ad.b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden:

ƒ Kewenangan ini merupakan suatu konsekuensi yuridis

terhadap perubahan mekanisme pemilihan presiden dan/atau wakil presiden. Sebelumnya presiden dan/atau wakil presiden dipilih oleh MPR, sedangkan saat ini presiden dan/atau wakil presiden dipilih langsung melalui suatu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam UU No.23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

ƒ Oleh karena perubahan mekanisme pemilihan presiden

dan/atau wakil presiden tersebut, maka kewenangan MPR hanyalah “melantik” kandidat presiden dan/atau wakil presiden yang menang dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; tidak mengangkat Presiden dan wakil presiden sebagaimana dilakukan MPR sebelum dilakukan amamndemen terhadap UUD 1945.

ƒ Persyaratan untuk memenangkan Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden ditentukan pada Pasal 6A UUD 1945.

Ad.c. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden:

ƒ Pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa

jabatannya bisa dilakukan apabila presiden dan/atau wakil

presiden terbukti telah melakukan pengkhianatan terhadap

Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Proses pembuktian tuduhan oleh DPR tersebut terlebih dahulu diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi.

ƒ Proses pemberhentian itu diawali dengan adanya usulan dari

DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan tindak pidana yang disebutkan diatas dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.


(3)

Usulan tersebut harus disetujui oleh minimal 2/3 anggota yang hadir dalam suatu sidang paripurna DPR. Sidang Paripurna DPR tersebut harus pula dihadiri minimal 2/3 dari seluruh anggota DPR.

ƒ Usulan tersebut kemudian diajukan ke Mahmakah Konstitusi

untuk dilakukan pemeriksaan apakah tuduhan DPR tersebut dapat dibenarkan secara hukum dengan berdasarkan alat bukti yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Alat bukti yang

dapat diajukan adalah surat atau tulisan, keterangan saksi,

keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk, dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. (Pasal 39 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi). Dari proses pemeriksaan sampai dengan putusan harus dilakukan dalam waktu 90 hari sejak usulan DPR tersebut tercatat dalam buku Registrasi Perkara Konstitusi (Pasal 84 UU no. 24 tahun 2003).

ƒ Apabila Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan bahwa usulan

tersebut terbukti maka putusan atas usulan DPR tersebut kemudian dikirim kembali ke DPR. Setelah menerima putusan MK tersebut, DPR mengadakan sidang paripurna lagi untuk meneruskan usulan yang telah diperiksa oleh MK tersebut ke MPR (Pasal 7B ayat (5) UUD 1945).

ƒ Setelah menerima usulan DPR itu, MPR kemudian

mengadakan sidang untuk memutuskan usulan DPR tersebut. Sidang MPR tersebut harus dihadiri oleh minimal ¾ anggota MPR. Putusan untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden tersebut, dapat diambil apabila disetujui oleh 2/3 dari anggota MPR yang hadir dalam persidangan tersebut setelah terlebih dahulu diberikan kesempatan kepada presiden dan/atau wakil presiden untuk memberikan penjelasan (Pasal 7B ayat (7) UUD 1945).

Ad. d. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

ƒ Kewenangan ini hanya dapat dilakukan apabila presiden dan

wakil presiden secara bersama-sama berhenti, diberhentikan, mangkat, atau tidak dapat lakukan kewajibannya lagi. Kekuasaan Pemerintahan (executive) pada saat itu dipegang oleh Menteri dalam Negeri, Menteri luar Negeri, dan Menteri Pertahanan (Trium Virat). Calon presiden dan wakil presiden yang bisa diajukan oleh parpol atau gabungan parpol adalah calon yang telah mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden terakhir dan yang berperingkat satu dan dua saja (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945).

ƒ Bila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden, maka MPR

bersidang untuk melakukan pemilihan wakil presiden dari


(4)

dua calon yang diusulkan oleh presiden (Pasal 8 ayat (2) UUD 1945).

ƒ Issue:

o Bagaimana mekanismenya pemilihan pada kedua

scenario di atas?

2. Keanggotaan:

Pasal 2 UU No.22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD menentukan bahwa keanggotaan MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah dengan seluruh anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Sedangkan, anggota DPR, yang ditentukan oleh Pasal 16 UU No.22 Tahun 2003, berjumlah 550 orang, sedangkan anggota DPD akan berjumlah 128 (dengan asumsi ada 32 provinsi) sebab anggota DPD akan dipilih sebanyak 4 orang dari setiap provinsi (Pasal 33 UU No 22 Tahun 2003). Bila dijumlahkan, maka anggota MPR akan berjumlah 678 orang yang seluruhnya dipilih melalui pemilihan umum.

Pada Pasal 22C ayat (2) UUD 1945 ditentukan bahwa jumlah seluruh anggota DPD tidak boleh melebihi 1/3 dari seluruh anggota DPR.

B. Lembaga Kepresidenan :

1. Pengaturan : Pasal 4, 5, 6, 6A, 7, 7A, 7B, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 UUD 1945, UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

2. Kewenangan:

a. Pemegang Kekuasaan Executive menurut UUD 1945 (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945), dan

b. Kepala Negara (Pasal 10-15 UUD 1945).

Ad. a. Pemegang Kekuasaan Executive.

9 Presiden dalam kedudukannya sebagai pemimpin

kekuasaan executive terlihat pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Konsekuensi yuridis dari pasal ini mengakibatkan sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem pemerintahan presidensiil karena the head of executive-nya adalah presiden, sebab salah satu syarat sistem pemerintahan presidensiil adalah the head of executive-nya adalah presiden dan masa jabatannya (tenure) terbatas. Selain itu, Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 juga menentukan bahwa presiden diberi kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU.

9 Sebagai pemimpin kekuasaan executive-nya presiden

dibantu oleh seorang wakil presiden (Pasal 4 ayat (2) UUD 1945) dan menteri-menteri Negara (Pasal 17 UUD 1945) dalam melaksanakan tugasnya. Walaupun kedua jabatan

tersebut hanyalah “pembantu presiden”, tetapi mekanisme

pertanggungjawaban kedua jabatan tersebut sangat berbeda. Di satu sisi, menteri-menteri Negara bertanggung


(5)

jawab kepada presiden karena mereka ditunjuk oleh presiden. Sedangkan disisi lain, Wakil Presiden, tidak bertanggung jawab kepada presiden, walaupun wakil presiden juga merupakan jabatan pembantu presiden. Wakil presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR melalui proses impeachment yang diawali oleh usulan DPR. Apakah seorang presiden dapat mengusulkan pemberhentian seorang wakil presiden ke MPR dengan alasan dia tidak dapat bekerja sama lagi dengan wakil presiden tersebut? Pertanyaan ini terbentuk karena pada saat terjadinya kekosongan jabatan wakil presiden, MPR harus memilih dari 2 calon yang diusulkan oleh presiden. Ratio terhadap scenario ini adalah wakil presiden adalah pembantu presiden, sehingga presiden berhak mengusulkan calon yang menurut penilaiannya dapat bekerja sama dengannya. Dalam mekanisme ini tidak ada keharusan bagi presiden untuk mengusulkan calon wakil presiden dari calon yang juga ikut dalam pemilihan presiden dan wakil presiden terakhir.

9 Menurut Bagir Manan, kekuasaan presiden sebagai the

head of executive dimasukan dalam kekuasaan yang bersifat umum. Kekuasaan yang bersifat umum yaitu tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban umum; di bidang penyelenggaraan tata usaha pemerintahan; di bidang pelayanan umum; dalam penyelenggaraan kesejahteraan umum.

9 Salah satu karasteristik kekuasaan presiden sebagai the

head of executive di Indonesia adalah Presiden ikut serta dalam proses pembuatan suatu UU. Hal ini juga merupakan salah satu kekhususan sistem presidensiil di Indonesia sebab keikutsertaan executive dalam proses legislasi secara teoritis hanya dikenal pada sistem pemerintahan parlementer (Pasal 20 ayat (2) UUD 1945).

Ad. b. Kepala Negara

ƒ Masiih menurut Bagir Manan, presiden dalam kedudukannya

sebagai kepala Negara, kekuasaannya dimasukan dalam kekuasaan yang bersifat khusus. Kekuasaan-kekuasaan tersebut diberikan oleh konstitusi dan bersifat prerogative. Kekuasaan yang bersifat khusus tersebut meliputi kekuasaan sebagai pimpinan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara (Pasal 10 UUD 1945); di bidang hubungan luar negeri (Pasal 11 dan 13 UUD 1945); pada pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15 UUD 45); di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu memberi grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi (Pasal 14 UUD 1945).


(6)

3. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden:

ƒ Pengisian jabatan kepresidenan sangat berbeda sekali bila

dibandingkan mekasnisme yang digunakan pada masa pra-amandemen dan pasca-pra-amandemen. Mekanisme yang digunakan pada pra-amandemen, pengisian jabatan kepresidenan dilakukan melalui pemilihan yang dilakukan oleh MPR, sedangkan pasca-amandemen, pengisian jabatan kepresidenan dilakukan melalui suatu pemilihan umum presiden dan wakil presiden (UU No. 23 Tahun 2003).

ƒ Akan tetapi, ada pembatasan terhadap calon presiden dan

wakil presiden yang dapat mengikuti pemilihan umum presiden dan wakil presiden, yaitu hanya calon presiden dan wakil presiden yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik yang mendapatkan 15% dari jumlah kursi di DPR atau 20% dari jumlah suara sah secara nasional dalam pemilihan umum anggota DPR (Pasal 5 ayat (4) UU No.23 Tahun 2003). Berdasarkan kriteria ini, maka tidak dimungkinkan adanya calon presiden dan wakil presiden dalam pilihan presiden dan wakil presiden yang mencalonkan diri secara independent (independent candidate).

ƒ Suatu pasangan calon presiden dan wakil presiden akan

dilantik menjadi presiden dan wakil presiden oleh MPR apabila calon presiden dan wakil presiden tersebut memperoleh lebih dari 50% jumlah suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden dengan ketentuan bahwa perolehan tersebut harus tersebar di minimal setengah jumlah provinsi yang ada, dan di setiap provinsi tersebut calon presiden dan wakil presiden tersebut harus memperoleh minimal 20% dari jumlah suara di provinsi ybs (Pasal 6A ayat (3) UUD 1945).

ƒ Bila ketentuan yang disebutkan diatas tidak terpenuhi, maka akan diadakan pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua yang hanya dapat diikuti oleh calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh peringkat pertama dan kedua pada putaran pertama. Pada putaran kedua ini, pemenangnya hanya ditentukan dengan simple majority. Jadi siapa yang menang akan dilantik menjadi presiden dan wapres (Pasal 6A ayat (4) UUD 1945).

ƒ Syarat umum untuk menjadi presiden dan wakil presiden

ditentukan pada Pasal 6 UUD 1945, sedangkan syarat secara khusus ditentukan pada Pasal 6 UU No.23 Tahun 2003.

ƒ Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden: presiden dan wakil presiden memegang masa


(7)

jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama, hanya dalam satu kali masa jabatan (Pasal 7 UUD 1945).

4. Issues:

ƒ Apa perbedaan arti kata “dibantu” yang terdapat dalam Pasal 4

ayat (2) UUD 1945 dan dalam Pasal 17 ayat (1) UUD 1945?

ƒ Jika Presiden dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap,

siapakah yang akan memilih presiden dan wakil presiden? Sebutkan dasar hukumya dan apakah dasar hukumnya itu telah sesuati dengan tata urutan peratuan perundang-undangan?

ƒ Syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil

presiden ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945, apakah KPU diperbolehkan untuk menambah syarat calon presiden dan wakil presiden selain yang ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945 seperti dalam kasus pencalonan Gus Dur? Sebutkan dasar hukumnya?

ƒ Presiden selain sebagai kepala pemerintahan juga mempunyai

kedudukan sebagai kepala negara. Salah satu kewenangan presiden sebagai kepala negara adalah panglima tertinggi atas angkatan darat, laut dan udara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 UUD 1945. Apakah presiden sebagai kepala negara juga adalah panglima tertinggi atas Kepolisian Republik Indonesia? Jelaskan jawaban saudara dan disertai dengan dasar hukumnya.

C. DPR :

1. Pengaturan: Pasal 19, 20, 21, 22 ayat (2)-(3), 22 A, 22B UUD 1945, UU No.22 Tahun 2003 tentang SUSDUK MPR, DPR,DPD, dan DPRD

2. Kewenangan:

a. Pemegang Kekuasaan Legislative dalam Sistem Pemerintahan RI (fungsi legislasi).

b. Pengawas terhadap jalannya proses pemerintahan (fungsi pengawasan).

c. Memberikan pengesahan terhadap penggunaan anggaran Negara fungsi anggaran).

3. Keanggotaan:

ƒ Pada Pemilu 1999 dihasilkan 462 anggota DPR dan ditambah 38

anggota DPR yang diangkat oleh Presiden sebagai wakil dari TNI/ Polri. Jadi anggota DPR berdasarkan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD berjumlah 500 orang. Pada Pemilu 2004 akan dihasilkan sebanyak 550 orang anggota DPR (Pasal 16 UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD).

ƒ Amandemen terhadap UUD 1945 mengakibatkan perubahan

terhadap siapa yang berhak mencalonkan diri dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD. Hanyalah partai politik yang dapat mengajukan


(8)

calon untuk pemilu anggota DPR dan DPRD, sedangkan Calon Independent (Pribadi) hanya dapat mencalonkan diri untuk pemilihan umum anggota DPD.

ƒ Apa yang dimaksud dengan Sistem Proporsional dengan Daftar

Terbuka? Lihat Pasal 84 ayat (1) UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilu.

D. DPD :

1. Pengaturan: Pasal 22 c, 22D UUD 1945, UU No.22 Tahun 2003 tentang SUSDUK MPR, DPR, DPD, dan DPRD

2. Kewenangan:

1. mengajukan RUU kepada DPR dalam bidang hubungan

pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. memberikan pertimbangan RAPBN dan RUU dalam bidang

pendidikan, pajak, dan agama.

3. pengawasan terhadap pelaksanaan UU di bidang otonomi

daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daearah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, APBN, Pajak, Pendidikan, dan Agama.

4. memberikan pertimbangan dalam pemilihan dalam anggota

BPK.

3. Keanggotaan:

ƒ DPD merupakan salah satu lembaga Negara baru yang

dilahirkan dalam proses amandemen UUD 1945. Lembaga ini akan beranggotakan 4 wakil dari setiap provinsi. Mekanisme pemilihannya pun dilakukan melalui pemilihan umum, akan

tetapi sistem yang digunakan adalah dengan sistem distrik

karena pemilihan umum untuk anggota DPD hanya akan dilakukan ditingkat provinsi dan berdasarkan wilayah (provinsi).

ƒ Jumlah anggota DPD secara keseluruhan belum ada karena

pada saat ini masih ada beberapa provinsi yang masih dalam proses pembentukan, tetapi yang sudah ditentukan oleh Pasal 22 C ayat (2) UUD 1945 yang menentukan bahwa jumlah maksimal anggota DPD adalah 1/3 dari anggota DPR. Apabila anggota DPR hasil pemilu 2004 telah ditentukan sebanyak 550, maka jumlah maksimal anggota DPD adalah 183 orang.

ƒ Masa jabatan keanggotaannya adalah 5 tahun.

4. Issues:

ƒ Menurut Fajrul Falaakh bahwa sistem ketatanegaraan

Indonesia menggunakan sistem bicameral yang asimetris pada parlement-nya, apa maksudnya?


(9)

ƒ Apa rasio yang digunakan sehingga jumlah anggota DPD sebanyak-banyaknya hanya 1/3 dari anggota DPR dan kekuasaan legislative hanya ada pada DPR?

ƒ UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden pada Sidang Paripurna DPR tanggal 29 September 2004. apakah kedua UU ini sah jika melihat kewenangan DPD yang diberikan oleh Pasal 22 C dan 22 D UUD 1945? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

E. MA :

1. Pengaturan: Pasal 24, 24A UUD 1945, UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

2. Kewenangan:

a. Melaksanakan kekuasaan kehakiman secara umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama) yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

b. Melaksanakan Judicial Review terhadap peraturan

perundang-undangan dibawah UU (Pasal 24 A UUD 1945 jo. Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1945 hasil perubahan UU No. 5 Tahun 2004 .

3. Keanggotaan:

ƒ Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3) UU No.14 Tahun 1985 hasil perubahan UU No. 5 Tahun 2004.

ƒ Hakim agung dipilih oleh DPR dengan berdasarkan usulan dari

Komisi Yudisial. Yang kemudian, keanggotaannya diresmikan oleh Presiden.

ƒ Pemberhentian sebagai hakim agung: terhormat dan tidak

terhormat.

ƒ Usia pensiun 65 tahun dan dapat diperpanjang sampai 67 tahun

dengan syarat tertentu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 UU No.14 Tahun 1985 hasil perubahan UU No. 5 Tahun 2004.

Ad.a. Pelaksana Kekuasaan Kehakiman (umum):

ƒ Kekuasaan MA diselenggarakan melalui Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Agama.

ƒ Kewenangan absolute suatu pengadilan adalah

kewenangan suatu pengadilan untuk mengadili suatu perkara yang terdapat unsur pidana, perdata, dan untuk


(10)

golongan agama lain mengenai perkawinan (PN), keputusan administrasi (PTUN), Kemiliteran (PM), Keagamaan, khususnya Islam (PA).

ƒ Kewenangan Relatif adalah kewenangan yang berkait

dengan wilayah kewenangan suatu pengadilan.

Ad.b. Judicial Review

ƒ Pengertian hak uji formal dan uji materiil (Judicial Review). Hak uji formal adalah hak menguji dari lembaga peradilan untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan itu telah dibuat sebagaimana seharusnya menurut UUD, sedangkan hak uji materiil adalah hak menguji dari lembaga peradilan untuk menentukan apakah suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu lembaga Negara itu tidak melampaui wewenang yang diberikan kepada lembaga tersebut. Selain itu hak uji materiil meliputi pula hak menguji tentang nilai rohaniah suatu peraturan perundang-undangan, yaitu apakah suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu lembaga Negara itu sudah logis dan bermanfaat, sehingga secara moral dapat dipertanggungjawabkan.

ƒ Menurut UU No. 14 Tahun 1985 sebelum dilakukan

perubahan oleh UU No. Tahun 2004, MA hanya dapat menguji secara materiil peraturan perundang-undangan dibawah UU, tetapi menurut peraturan MA No. 1 tahun 1999, MA dapat menguji secara materiil UU walaupun hal tersebut dapat dilakukan jika kasus atau bila ada tuntutan. Jadi bersifat represif. Dengan dilakukannya amandemen terhadap Pasal 24 UUD 1945 dan kemudian menjadi Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C, maka kewenangan untuk menguji secara materiil yang ditentukan dalam PerMA No. 1 Tahun 1993 batal secara hukum karena kewenangan menguji suatu UU sudah diberikan ke MK.

4. Issues:

ƒ Siapakah yang berhak menguji Perpu dalam struktur

ketatanegaran Indonesia pasca dilakukan amandemen UUD 1945? MA ataukah MK?Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

E. MK (Mahkamah Konstitusi)

1. Pengaturan: Pasal 24 dan Pasal 24C, Pasal 7B UUD 1945, UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

2. Kewenangan:

a. Melaksanakan judicial review UU terhadap UUD 1945


(11)

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD

c. Memutus pembubaran partai politik,

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum e. Memberi putusan atas usulan DPR mengenai dugaan

pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD.

3. Keanggotaan:

ƒ Sembilan orang hakim konstitusi.

ƒ Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih sendiri

oleh pada hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 tahun (Pasal 2 ayat (3) UU No.24 Tahun 2003).

ƒ Kesembilan hakim konstitusi tersebut dipilih dan diusulkan

masing-masing tiga orang dari Presiden, DPR, dan MA serta kemudian diresmikan oleh Presiden dengan menggunakan Keppres.

ƒ Masa jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk sekali masa jabatan (Pasal 22 UU No.24 Tahun 2003).

ƒ Pensiun 67 tahun (Pasal 23 ayat (1) huruf c UU No. 24

Tahun 2003)

ƒ Diberhentikan secara hormat dan tidak hormat oleh MK

sendiri (Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU No.24 Tahun 2003).

4. Issue:

ƒ Dengan berdasar pada kewenangan MK, siapa sajakah

yang berwenang (legal standing) mengajukan judicial review UU terhadap UUD?

ƒ Apakah MK berhak menguji secara materiil dan formil UU

terhadap UU? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

F. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial dibentuk melalui perubahan ketiga UUD 1945. Pasal 24 B UUD menyebutkan, bahwa Komisi Yudisial merupakan

lembaga negara3 yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.4 Dengan demikian, komisi yudisial memiliki dua kewenangan yaitu mengusulkan pengangkatan calom hakim agung di Mahkamah Agung beserta peradilan dibawahnya, dan hakim di Mahkamah Konstitusi.

Anggota komisi yudisial berjumlah 7 orang dan berstatus sebagai pejabat negara yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi

hukum, dan anggota masyarakat.5 Keanggotaan komisi yudisial diajukan

oleh presoden kepada DPR, dengan terlebih dahulu Presiden membentuk

3

Pasal 2 UU Komisi Yudisial 4

Pasal 24 B UUD 1945 5

Pasal 6 UU Komisi Yudisial


(12)

panitia seleksi yang terdiri dari unsure pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, panitia seleksi bekerja secara transparan dan mengikutsertakan partisipasi masyarakat.6

Komisi ini dibentuk sebagai respon terhadap upaya penegakan dan reformasi di institusi peradilan, yang selama ini dianggap kurang baik. Selain itu, untuk meminimalisir interest politik dari anggota DPR didalam memilih dan menentukan Hakim Agung di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung adalah institusi peradilan yang independent dan seharusnya terlepas dari campur tangan dari kekuasaan manapun. Dengan adanya Komisi Yudisial, diharapkan pencalonan Hakim Agung dilakukan secara transparan, objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Komisi Yudisial juga dibentuk untuk memberikan pengawasan terhadap perilaku hakim. Pengawasan yang dilakukan secara internal peradilan terhadap para hakim, terbukti kurang efektif untuk menindak secara tegas hakim-hakim yang melakukan pelanggaran.

1. Pengaturan: Pasal 24A ayat (3), 24B UUD 1945, UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

2. Kewenangan:

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR, dan

2. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim, termasuk hakim mahkamah konstitusi.

3. Keanggotaan:

ƒ Beranggotakan 7 Orang, termasuk ketua dan wakil

ketua yang merangkat anggota (Pasal 6 ayat (1) UU No.22 Tahun 2004).

ƒ Masa Jabatan 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali

untuk satu kali masa jabatan (Pasal 29 UU No.22 Tahun 2004)

ƒ Yang dapat menjadi anggota Komisi Yudisial adalah

mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat (Pasal 6 ayat (3) UU No.22 Tahun 2004).

ƒ Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh diangkat oleh

presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 27 ayat (1) UU No.22 Tahun 2004).

ƒ Calon anggota Komisi Yudisial diseleksi oleh Panitia

Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang dibentuk oleh presiden. Panitia ini terdiri dari unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat (Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU No.22 Tahun 2004)

6

Pasal 28 UU Komisi Yudisial.


(13)

4. Issue:

ƒ Ketika Komisi Yudisial mengusulkan pemberhentian seorang

hakim kepada MA, dan MA tidak melaksanakannya. Bagaimana jalan keluarnya? Jelaskan jawaban saudara disertai dengan dasar hukumnya!

ƒ Berkaitan dengan issue Kocok Ulang Hakim Agung yang

sedang menyeruan di media massa, apakah Komisi Yudisial berwenang melakukannya?

ƒ Masih berkaitan dengan issue di atas, apakah Perpu adalah

produk hukum yang paling tepat untuk memberikan dasar hukum pelaksanaan maksud kocok ulang itu?

ƒ Apakah terjadi pelanggaran kewenangan ketika, Ketua MA

melakukan perpanjangan masa kerja beberapa hakim agung pada tahun 2005 kemarin?

G. BPK:

1. Pengaturan:

ƒ Pasal 23E, 23F, dan 24G UUD 1945, UU No. 5 Tahun 1973

tentang BPK, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

2. Kewenangan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1973:

1. Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa tanggung-jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara. 2. Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa

semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

3. Pelaksanaan pemeriksaan tersebut di atas dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang.

4. Hasil pemeriksaan dan Pemeriksa Keuangan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

3. Keanggotaan:

ƒ DPR mempunyai kewenangan untuk memilih anggota BPK

dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD. Setelah terpilih, orang tersebut akan diresmikan keanggotaannya oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) UUD 1945). Akan tetapi, dalam UU No.5 Tahun 1973 yang masih berlaku saat ini, ditentukan bahwa ketua, wakil ketua dan para anggota BPK diangkat oleh presiden dengan usul DPR (Pasal 7 UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Badan Pemeriksa Keuangan berbentuk dewan yang terdiri

atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil


(14)

Ketua merangkap Anggota dan 5 (lima) orang Anggota (Pasal 6 UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diangkat untuk masa

jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan setiap kali untuk masa jabatan 5 (lima) tahun (Pasal 9 ayat (1) UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Apabila karena berakhirnya masa jabatan Anggota-anggota

Badan Pemeriksa Keuangan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan, maka masa jabatan Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan diperpanjang sampai terselenggaranya pengangkatan atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota Badan Pemeriksa Keuangan(Pasal 9 ayat (2) UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Untuk menjamin kontinuitas kerja Badan Pemeriksa

Keuangan dan tanpa mengabaikan kebutuhan akan penyegaran, maka untuk setiap pergantian keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan sedapat-dapatnya 3 (tiga)orang anggota lama diangkat kembali(Pasal 9 ayat (3) UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Anggota Badan Pemeriksa Keuangan berhenti/diberhentikan

oleh Presiden (Pasal 10 UU No.5 Tahun 1973): a. karena meninggal dunia;

b. atas permintaan sendiri;

c. karena masa jabatannya berakhir;

d. karena mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;

e. karena tidak dapat lagi secara aktif menjalankan

tugasnya karena sedang menjalani hukuman penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;

f. karena tidak memenuhi lagi syarat-syarat tersebut dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang ini berdasarkan keterangan Pemerintah;

g. karena menurut pertimbangan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat telah melanggar sumpah/janjinya;

h. karena penyakit jiwa atau penyakit badan atau

ketidak-mampuan yang terus menerus, tidak dapat melakukan kewajibannya dengan baik;

i. karena ternyata melanggar larangan-larangan

tersebut dalam Pasal 11 Undang-undang ini.

4. Beberapa Ketentuan Checks and Balances:


(15)

ƒ Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas Pemerintah (Pasal 1 UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Apabila suatu pemeriksaan mengungkapkan hal-hal yang

menimbulkan sangkaan tindak pidana atau perbuatan yang merugikan keuangan Negara, maka Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan persoalan tersebut kepada Pemerintah (Pasal 3 UU No.5 Tahun 1973). Sehubungan dengan penunaian tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan / instansi Pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang (Pasal 4 UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di lbukota Negara

Republik Indonesia (Pasal 5 UU No.5 Tahun 1973).

ƒ Pasal 30 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003: Presiden

menyampaikan rancangan undang-undang tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa

laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

ƒ Pasal 32 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003: Standar akuntansi

pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

ƒ Pasal 31 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003:

Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

ƒ Pasal 14 Ayat (4) UU No.1 Tahun 2004: Dokumen pelaksanaan

anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, kuasa bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

ƒ Pasal 15 ayat (4) UU No. 1 Tahun 2004: Dokumen

pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala satuan kerja perangkat daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.

ƒ Pasal 55 ayat (3) UU No.1 Tahun 2004: Laporan Keuangan

yang dibuat oleh Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal disampaikan Presiden. Kemudian oleh Presiden disampaikan


(16)

kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

ƒ Pasal 56 ayat (3) UU No.1 Tahun 2004: Laporan Keuangan

yang dibuat oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan gubernur/bupati/walikota. Kemudian oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

ƒ Pasal 60 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004: Setiap kerugian

negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.

ƒ Pasal 62 ayat (1) UU No.1 Tahun 2004: Pengenaan ganti

kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

ƒ Pasal 62 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004: Apabila dalam

pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ƒ Pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004: BPK melaksanakan

pemerikasaan atas pengelolaan dan tanggung jawab pemeriksaan keuangan negara.

ƒ Pengelolaan keuangan negara (Pasal 1 angka 6 UU No. 15

Tahun 2004) adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

ƒ Tanggung Jawab Keuangan Negara (Pasal 1 angka 7 UU No.

15 Tahun 2004): kewajiban pemerintah untuk pengelolaan keuanngan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

ƒ Pasal 3 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004: apabila pemeriksaan

dilakukan oleh akuntan publik, laporan hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada BPK.

ƒ Pasal 5 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004: Standar pemeriksaan

keuangan negara disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

ƒ Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2004: penentuan obyek

pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.


(17)

ƒ Pasal 7 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004: dalam merencanakan tugas [emeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran dan pendapat DPR, DPD, dan DPRD. Selain itu, BPK dapat mempertimbangakn informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat (Pasal 8 UU No. 15 Tahun 2004).

ƒ Pasal 14 UU No. 15 Tahun 2004: apabila dalam pemeriksaan

ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

ƒ Pasal 17 UU ayat (1) No. 15 Tahun 2004: bahwa laporan hasil

pemeriksaan harus disampaikan kepada DPR dan DPD dalam waktu 2 bulan semenjak diterimanya laporan keuangan pemerintah pusat .

ƒ Pasal 17 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004: bahwa laporan hasil

pemeriksaan harus disampaikan kepada DPRD dalam waktu 2 bulan semenjak diterimanya laporan keuangan pemerintah daerah.

ƒ Pasal 17 ayat (3)-(5) UU No. 15 Tahun 2004: Hasil

pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK disampaikan kepada Presiden/ kepala daerah sesuai dengan kewenangannya. Hal yang sama juga dilakukan kepada DPR, DPD/DPRD.

ƒ Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2004: terdapat kewajiban pihak

yang diperiksa pengelolaan keuangannya oleh BPK untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Jika hal itu tidak dilakukan, maka dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undang di bidang kepegawaian

ƒ Pasal 22 UU No. 15 Tahun 2004: apabila BPK menemukan

kekurangan kas/barang yang merugikan keuangan negara/daerah, BPK menetapkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara terhadap kekurangan tersebut. Bendahara dapat mengajukan keberatan terhadap hal tersebut dalam waktu 14 hari kerja setelah diterima surat keputusan BPK. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, maka BPK menetapakan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara yang bersangkutan.

5. Issue:

ƒ Ketentuan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa

BPK adalah badan yang bebas dan mandiri. Kepada siapakah BPK memberikan pertanggungjawabannya?

ƒ Berkaitan dengan sengketa kewenangan yang terjadi antara

DPD, di satu sisi, dan DPR serta Presiden, di sisi lain, dalam hal pengusulan pengangkatan anggota BPK beberapa waktu


(18)

silam, apakah DPR dan Presiden telah melakukan pelanggaran terhadap kewenangan DPD?

H. KPU (Komisi Pemilihan Umum):

Komisi ini dibentuk berdasarkan ketentuan pasal 22 ayat (5) UUD yang mengatur, bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional., tetap dan mandiri. Adapun kedudukan, tugas dan wewenang KPU lebih lanjut diatur melalui UU no. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD dan UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Adapun tugas dan wewenang dari KPU tertuang dalam ketentuan pasal 25 UU No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD adalah; (a) merencanakan penyelenggaraan Pemilu, (b) menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan Pemilu, (c) Mengkoordinasikan, meyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan Pemilu, (d) memetapkan peserta Pemilu, (e) menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/Kota, (f) Menetapkan tanggal, waktu, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara, (g) Menetapkan hasil Pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, (h) melakukan evaluasidan pelaporan pelaksanaan Pemilu, (i) melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.

Calon keanggotaan KPU diusulkan oleh Presiden kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Calon anggota KPU Provinsi diusulkan oleh gubernur untk mendapatkan persetujuan untuk ditetapkan sebagai anggota KPU provinsi., dan calon anggota KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh bupati/walikota untuk mendapatkan persetujuan KPU provinsi untuk ditetapkan sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota. Adapun penetapan keanggotaan KPU dilakukan oleh Presiden untuk KPU dan oleh KPU untuk KPU provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Adapaun keuangan KPU bersumber dari APBN dan APBD.

Dalam Konteks demokrasi, keberadaan komisi ini menjadi penting untuk menyelenggarakan sebuah mekanisme demokratik dalam memilih dan menentukan siapa saja yang berhak mengisi kelembagaan-kelembagaan negara, khususnya anggota legislative dan Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden). Diharapkan, dengan pemilihan yang demokratis, akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingan mereka.

1. Pengaturan: Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum jo. UU No. 20 Tahun 2004 tentang Penetapan Perpu No.2 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD menjadi Undang-Undang.


(19)

2. Kewenangan:

ƒ Sebagai penyelenggara Pemilihan Umum

3. Keanggotaan:

ƒ KPU pada tingkat nasional beranggotakan 11 orang;

KPU provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing beranggotakan 5 orang anggota (Pasal 16 ayat (1) UU No.12 Tahun 2003)

ƒ Masa jabatan 5 tahun (Pasal 19 ayat (6) UU No.12

Tahun 2003)

ƒ Proses pencalonan anggota KPU (Pasal 19 ayat (1)-(5)

UU No.12 Tahun 2003):

1. Untuk anggota KPU, diusulkan oleh presiden dengan persetujuan DPR dan diresmikan oleh presiden.

2. Untuk anggota KPU Provinsi, diusulkan oleh gubernur dengan persetujuan KPU dan diresmikan oleh KPU.

3. Untuk anggota KPU Kabupaten/Kota, diusulkan oleh bupati/walikota dengan persetujuan KPU Provinsi dan diresmikan oleh KPU.

4. Issues:

ƒ Apakah KPU secara politis dan hukum benar-benar

mandiri? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

ƒ Apakah KPU berhak membatasi mengeluarkan peraturan

yang membatasi hak konstitusional seseorang untuk ikut serta dalam pemelihan umum? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

ƒ Mengapa MK berkesimpulan bahwa Pilkada tidak

termasuk dalam ranah pemilu yang diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945?

ƒ Apakah KPUD dan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota itu

sama? Jelaskan.

I. Bank Sentral:

1. Pengaturan: Pasal 23D UUD 1945, UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 1999.

ƒ Pada Pasal 23 D UUD 1945 tidak secara eksplisit

disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral, melainkan dalam pasal tersebut hanya disebutkan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang independen.

ƒ Apabila dilihat pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 23 Tahun

1999 tentang Bank Indonesia jo. UU No. 3 Tahun 2004

dapat ditemukan bahwa Bank Indonesia adalah Bank


(20)

Sentral Republik. Selain itu, pada ayat (2) pasal yang sama juga ditentukan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari pengaruh pemerintah dan/atau pihak-pihak lain.

2. Kewenangan:

ƒ Pada Pasal 23D UUD 1945 hanya disebutkan bahwa

“susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”. Jadi dalam UUD 1945 tidak disebutkan secara jelas kewenangan dari Bank Indonesia. Oleh karena pasal tsb langsung menunjuk pada UU organiknya (Organic Act), maka harus dilihat pada UU organik, i.e. UU No.23 Tahun 1999 jo. UU No. 3 Tahun 2004.

ƒ Pada Pasal 8 UU No.23 Tahun 1999 disebutkan bahwa

BI mempunyai kewenangan untuk:

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran;

c. mengatur dan mengawasi Bank

ƒ Tujuan BI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No UU

No.23 Tahun 1999 jo. UU No. 3 Tahun 2004, adalah: 1. mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah 2. dalam rangka mencapai tujuan di atas, BI

melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

3. Keanggotaan:

ƒ Pimpinan BI disebut dengan Dewan Gubernur BI yang

beranggotakan 4-7 orang Deputi Gubernur. Dewan Gubernur ini dipimpin oleh seorang Gubernur dan Deputi Gubernur Senior (Pasal 37 UU No.23 Tahun 1999).

ƒ Pengisian jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur Senior

dilakukan dengan mekanisme: Diusulkan dan Diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, sedangkan Deputi Gubernur diusulkan Gubernur BI, diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 41 UU No.23 Tahun 1999).

4. Issues:

ƒ Apakah BI benar-benar independent dari segala

kekuasaan yang ada?

ƒ Apakah BI dapat mengeluarkan peraturan

perundang-undangan yang memberikan pembatasan terhadap hak seseorang? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!


(21)

II. ALAT NEGARA: A. TNI

1. Pengaturan: Pasal 10, Pasal 30 UUD 1945, UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

2. Kewenangan:

ƒ Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,

mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal 7 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004) .

ƒ TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan

(Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004).

ƒ Pertahanan negara adalah segala usaha untuk

mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal 1 angka 1 UU No. 3 Tahun 2002 jo. Pasal 1 Angka (5) UU No. 34 Tahun 2004).

ƒ TNI terdiri dari Angkatan Darat, Laut, dan Udara (Pasal 10 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002)

ƒ TNI adalah alat pertahanan negara (Pasal 10 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002). Konsekuensi sebagai alat pertahanan negara adalah TNI berkedudukan di bawah presiden sebagai kepala negara.

ƒ Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan

pertahanan negara untuk (Pasal 10 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2002) :

1. mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;

2. melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa; 3. melaksanakan Operasi Militer Selain Perang

(MOOTW: Military Operation Other Than War); dan 4. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan

perdamaian regional dan internasional.

ƒ Ketika TNI sebagai pelaksana kebijakan pertahanan negara

maka presiden adalah penentu kebijakan umum pertahanan negara (Pasal 13 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002). Dalam melaksanakan kewenangan ini presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional yang mempunyai fungsi sebagai penasihat presiden khusus dalam bidang menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap komponen pertahanan negara (Pasal 15 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002). Dewan ini diketuai sendiri oleh Presiden dan beranggotakan


(22)

Anggota Tetap (yang terdiri dari Wapres, MenHan, Menlu, MenDagri dan Panglima TNI) dan Anggota tidak Tetap (yang terdiri dari pejabat pemerintah dan pejabat non pemerintah yang dianggap perlu dalam masalah yang dihadapi). Adalah sesuatu yang tidak masuk akal seseorang duduk secara bersamaan sebagai penasehat dan orang yang diberikan nasehat. Ini merupakan kekurangan karena struktur dalam lembaga kepresidenan kita belum diatur secara jelas dalam peraturan

perundang-undangan yang ada. Bandingkan dengan Nasional

Security Council di US.

ƒ Presiden berwenang dan bertanggung jawab dalam

pengelolaan sistem pertahanan negara (Pasal 13 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002). Kedudukan presiden dalam pasal ini, secara umum adalah sebagai kepala negara karena TNI adalah alat pertahanan negara.

ƒ Presiden berwenang dan bertanggung jawab atas pengerahan

TNI (Pasal 14 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002). Akan tetapi jika ada ancaman bersenjata, pengerahan TNI oleh presiden harus mendapat persetujuan DPR. Persetujuan DPR dimasukan sebagai salah satu syarat pengerahan TNI untuk ancaman bersenjata dengan dasar:

1. Adanya konsekuensi anggaran dalam pengerahan TNI

2. TNI sebagai alat pertahanan negara, sehingga rakyat melalui parlemen diperlukan persetujuannya (Civilian Supremacy).

3. Menanggulangi penyalahgunaan kekuatan TNI.

4. Adanya pendekatan hukum humaniter dalam

kekuasaan militer presiden.

ƒ Selain itu, presiden dapat mengerahkan TNI terlebih dahulu

dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman bersenjata (Pasal 14 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2002) dan maksimal 2x24 jam, presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR (Pasal 14 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2002). Sebenarnya kewenangan ini agak berbahaya karena mungkin dalam waktu 2x24 jam setelah pengerahan TNI telah terjadi peperangan yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Ketika kerugian itu telah nyata terjadi, bagaimana proses pengembalian keadaan dan pemberian ganti rugi terhadap hal tersebut? Dalam UU ini belum diatur. Pada sisi lain, proses ini sangat bergantung pada kegiatan intelegensi yang dilakukan oleh TNI, Mungkin ini adalah salah satu cara meminta pertanggung jawab penyelenggara kegiatan intelegensi dalam tubuh TNI, karena selama ini kegiatan intelegensi selalu menggunakan rahasia negara sebagai ”tameng” untuk tidak mempertanggungjawabkannya usulan yang diberikannya.


(23)

ƒ Yang dimaksud dengan ancaman bersenjata adalah berbagai usaha dan kegiatan oleh kelompok atau pihak yang terorganisasi dan bersenjata, baik dari dalam maupun luar negeri yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa (Penjelasan Pasal 14 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002).

ƒ Presiden mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI

dengan persetujuan DPR (Pasal 17 ayat (1) UU No. 3 Tahun

2002 jo. Pasal 13 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004). Ini

merupakan reduksi kekuasaan presiden sebagai kepala negara yang dilakukan melalui UU. Di satu sisi ada pembenaran terhadap ketentuan semacam ini. Pembenarannya adalah adanya supremasi sipil terhadap militer dan presiden setuju untuk direduksi kekuasaannya karena UU merupakan produk

hukum yang dihasilkan melalui persetujuan bersama antara

DPR dan Presiden. Di sisi lain, ketentuan ini menyalahi ketentuan yang ditetapkan dalam UUD 1945. Suatu UU seharusnya tidak mempersempit ataupun memperluas ketentuan yang ditentukan dalam UUD karena UUD adalah bentuk perjanjian yang tertinggi yang disetujui bersama oleh Bangsa Indonesia.

ƒ Kandidat yang diusulkan presiden untuk menjadi panglima TNI

adalah kandidat yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepal staf angkatan (Pasal 17 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002 jo. Pasal 13 ayat (4) UU No. 34 Tahun 2004), sedangkan kepala staf angkatan diangkat dan diberhentikan presiden berdasarkan usulan dari Panglima TNI(Pasal 17 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2002 jo. Pasal 14 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004).

ƒ Panglima TNI menyelenggarakan perencanaan strategi dan

operasi militer, pembinaan profesi dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan operasional (Pasal 18 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002) dan mempertanggung jawab kepada Presiden dalam melaksanakan tugasnya (Pasal 18 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2002).

ƒ Bagaimana mekanisme yang berlaku untuk menyatakan

perang? Clue: Lihat UU No.37 Tahun 1999 tentang

Hubungan Internasional.

ƒ Jika terjadi serangan terhadap RI, apakah mekanisme yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tetap

berlaku? Kalau tidak berlaku, bagaimana mekanismenya? Clue:

lihat ketentuan dalam UU No.3 Tahun 2002 dan UU No.23/Prp/1959 tentang Keadaan Darurat.

3. Issues:

1. Ketika terjadi perselisihan pendapat antara Presiden dengan DPR mengenai pemberhentian Panglima TNI yang dijabat oleh


(24)

Jenderal Endiarto dan pengangkatan Jenderal Riakudu sebagai Panglima TNI, apakah perselisihan ini dapat diajukan kepada MK? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan dasar hukumnya!

2. Bagaimana hubungan hukum antara TNI dengan Departemen Pertahanan? Sebutkan dasar hukumnya!

B. POLRI

1. Pengaturan: Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Kewenangan:

ƒ Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan

negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002). Dengan menggunakan logika sebagai salah satu fungsi pemerintahan, Polri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kekuasaan pemerintahan negara yang berada di bawah Presiden.

ƒ Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara

yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002). Dalam kedudukannya sebagai alat negara, Polri berkekedudukan di bawah presiden sebagai kepala negara karena presiden sebagai kepala negara merupakan personifikasi dari NKRI.

ƒ Tugas Pokok Polri (Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002): 1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. menegakkan hukum; dan

3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

ƒ Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang dibantu oleh (Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2002):

a. kepolisian khusus;

b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa

ƒ Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik

Indonesia disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Pasal 7 UU No. 2 Tahun 2002). Rasio mengapa diatur lebih lanjut dengan Keppres karena letak kepolisian yang berada di bawah presiden sebagai kepala negara dan kepala


(25)

pemerintahan. Oleh karena itu, Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada presiden.

ƒ Terdapat hubungan hirarkisitas antara polri dengan polda

diseluruh indonesia (Pasal 10 UU No. 2 Tahun 2002). Adanya hubungan hirarkisitas ini karena negara memberikan kekuasaannya kepada Polri dan Polri merupakan satu-kesatuan, sehingga ada garis komando dari Kapolri kepada Kapolda di seluruh Indonesia.

ƒ Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan

persetujuan DPR (Pasal 11 UU No. 2 Tahun 2002). Mekanisme ini sedikit bermasalah ketika Kapolri adalah pembantu presiden dalam menyelenggarakan salah satu fungsi pemerintahan, sebab seorang pembantu Presiden adalah political appointy. Artinya, diangkat dan diberhentikan seorang pembantu presiden adalah kewenangan presiden saja; tidak perlu ada persetujuan DPR. Di sisi lain, ketika Kapolri adalah pembantu presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri memang perlu persetujuan rakyat, melalui DPR.

ƒ Ada batasan waktu persetujuan DPR yaitu 20 hari sejak

diterima surat presiden (Pasal 11 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002) mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Pertanyaannya kemudian, jika presiden mengajukan calon yang sama, walaupun calon tersebut telah ditolak oleh DPR sebelumnya, bagaimana penyelesaiannya?

ƒ Anggota kepolisian tunduk pada kekuasaan peradilan umum

(Pasal 29). Konsekuensinya pemeriksaan dan penuntutan juga dilakukan oleh kepolisian (Internal Affairs) dan kejaksaan. Hal ini didasarkan karena kepolisian sama kedudukannya dengan civilian.

ƒ Adanya lembaga kepolisian nasional, sering disebut Komisi

Kepolisian Nasional, yang berkedudukan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Pasal 37 UU No. 2 Tahun 2002). Tugas pokok komisi ini adalah (Pasal 38 UU No. 2 Tahun 2002):

1. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

2. memberikan pertimbangan kepada Presiden

dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri

ƒ Komisi Kepolisian Nasional beranggotakan 6 orang yang

berasal dari unsur pemerintah, pakar kepolisian dan tokoh masyarakat.


(26)

ƒ Bantuan diberikan kepada TNI ketika terjadi keadaan darurat militer dan keadaan perang (Pasal 41 UU No. 2 Tahun 2002 ) yang akan diatur lebih lanjut dengan PP.

3. Issues:

ƒ Apa ratio presiden memegang kekuasaan tertinggi terhadap

atas Polri? Jelaskan jawaban saudara yang disertai dengan

dasar hukum jawab saudara! Clue: Presiden sebagai kepala

negara karena TNI dan Polri adalah Alat Negara dan Penyelenggara Pemerintahan.

ƒ Ketika presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi TNI dan

Polri, apa konsekuensi yuridisnya? Clue: Presiden sebagai

penanggung jawab pelaksanaan tugas kedua lembaga tersebut.

ƒ Apakah kekuasaan presiden di bidang pertahanan dan

keamanan dapat diserahkan kepada Wakil Presiden ketika

Presiden berhalangan sementara? Clue: lihat Tap MPR No

VII/MPR/1973. Sebaiknya kekuasaan ini tidak diberikan dengan alasan presiden dan wapres berasal dari partai politik yang berbeda, akan tetapi bila presiden dan wakil presiden dalam prinsip one ticket, hal ini bisa dilakukan karena wapres adalah

ban serep dari Presiden.

ƒ Bagaimana pola hubungan antara presiden dengan Panglima

TNI dan Kapolri? Clue: lihat UU No.2 Tahun 2002, , UU No.34

Tahun 2004. III. STATE AUXILIARY7:

A. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk bedasarkan UU No. 39 Tahun 1999. Adapun tujuan dibentuknya Komisi ini adalah: (a) mengembangkan komdisi yang konduktif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, (b) Meningkatan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia Indonesia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Komisi ini dibentuk untuk mendukung sistem pemerintahan, dalam mendorong dan menegakkan Hak Asasi manusia.

Keanggotaan Komnas HAM sesuai dengan pasal 83 UU No. 39/1999 Tentang HAM berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden selaku Kepala Negara. Anggaran Komnas HAM dibebankan kepada APBN.

Pendirian komisi ini sangat penting untuk meningkatkan dan mendorong penghormatan terhadal HAM oleh Negara dan penyelenggara

7

Diambil dari proposal penelitian Lembaga Negara, KRHN, 2004.


(27)

negara. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelanggar HAM.

B. Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK)

Komisi ini dibentuk berdasarkan Pasal 43 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan pembentukan komisi ini adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil

guna terhadap upaya pemberantasan korupsi.8 Komisi ini bertugas

mengkoordinasikan intansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang melakukan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan melakukan monitoring terhadap

penyelenggaraan pemerintahan negara9.

Adapun wewenang KPD adalah: mengkoordinasikan penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi, meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait, melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instasi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi10.

KPK terdiri dari 5 (lima) orang pimpinan komisi dan 4 orang tim

penasehat. Pimpinan komisi berstatus sebagai pejabat negara11.

Pimpinan KPK dipilih oleh DPR RI berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden RI. Untuk melancarkan pemilihan dan penentuan calon Pimpinan KPK, pemerintah membentuk panitia seleksi yang bertugas menyaring calon anggota KPK yang akan diusulkan ke DPR RI.

Sebelum adanya KPK, telah dikeluarkan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelnggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, yang mengharuskan dibentuknya Komisi Pemeriksa. Untuk itu, dikeluarkanlah PP No.68 Tahun 1999 yang membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Setelah KPK terbentuk, dengan sendirinya KPKPN dibubarkan.

KPK dibentuk sebagai respon tidak efektifnya Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi yang semakin merajalela. Diharapkan dengan adanya KPK dapat mendorong penyelenggaraan Good Governance. Sehingga keberadaan komisi sangat penting, hanya saya perlu ada koordinasi dengan instansi yang memiliki kewenangan yang serupa.

8

Pasal 4 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 9

Pasal 6 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 10

Pasal 7 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 11

Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(28)

C. Komisi Ombudsman Nasional (KON)

Komisi ini dibentuk berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Ombudsman, dan saat ini sedang dibahas RUU Komisi Ombudsman. Tugas utama dari komisi ini adalah menyebarluaskan pemahaman mengenai komisi Ombudsman, melakukan koordinasi dan ata kerjasama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, para ahli, praktisi, organisasi profesi lainnya. Selain itu Komisi melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum.

Dalam pelaksanaan keseharian, tugas dan wewenang komisi Ombudsman Nasional dilakukan oleh beberapa sub komisi dan masing-masingkomisi memiliki wewenang yang berbeda-beda. Sub komisi tersebut adalah sub komisi klarifikasi, Monitoring dan Pemeriksaan, Sub Komisi Penyuluhan dan Pendidikan, Sub Komisi Pencegahan dan Sub Komisi Khusus.

Ombudsman Nasional dipimpin oleh seorang ketua, dan dibantu oleh seorang wakil ketua, serta anggota yangs semuanya berjumlah sebanyak-banyaknya 9 orang. Anggota Ombudsman dipilih dari para tokoh masyarakat yang dianggap memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas komisi ini. Adapun untuk pertama pembentukannya, pimpinan Ombudsman Nasional ditetapkan dengan keputusan Presiden. Adapun segala biaya bagi pelaksanaan tugas Ombudsman Nasional dibebankan kepada anggaran belanja Sekretariat Negara.

Komisi Ombudsman Nasional dibentuk untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. KON lebih banyak berhubungan dengan aparatur penyelenggara negara terutama pemerintah dan peradilan, dalam rangka mendorong penyelenggaraan pemerintah secara bersih dan mempercepat proses penegakan pemberantasan korupsi.

D. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Komisi ini dibentuk berdasarkan UU No. 5/1999 dan Keppres No. 75/1999. Adapun tugas dan wewenang dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU): (a) menerima laporan masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, (b) melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindak pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek momopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, (c) melakukan penyidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi, (d) meminta keterangan dari


(29)

instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan, (f) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dipihak pelaku usaha lain atau masyarakat, (g) memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, (h) menjatuhkan sanksi berupa tindak administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

KPPU adalah suatu usaha independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah seta pihak lain dan Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Komisi ini terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota sekurang-kurangnya 7 orang anggota. Anggita Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Adapun pembiayaan Komisi ini dibebankan kepada APBN dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun tujuan dibentuknya Komisi ini adalah untuk menjamin iklim usaha yang kondusif, dengan adanya persaingan yang sehat, sehingga ada kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Selain itu, komisi ini dibentuk juga untuk mendorong terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan usaha.

E. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Landasan hukum pembentukan Komisi Penyiaran adalah Undang-undang No. 32 Tahun 2002 Penyiaran. Untuk menyelenggarakan penyiaran, maka dibentuk sebuah komisi penyiaran. 12

Komisi penyiaran Indonesia merupakan wujud dari peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi dan kepentingan masyarakat dan memiliki wewenang untuk: (a) memetapkan standard program siaran, (b) menyusun peraturan dan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, (c) mengawasi pelaksaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standard program siaran, (d) memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standard program siaran, (e) melakukan koordinasi dan/atau kerjasama

dengan Pemerintahan, lembaga penyiaran, dan masyarakat. 13 Adapun

tugas dan kewajiban komisi ini adalah: (a) menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, (b) ikut membantu infrastruktur bidang penyiaran, (c) ikut membantu persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait, (d) memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang, (e) menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran, dan (f) menyusun perencanaan

12

Pasal 6 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. 13

Pasal 8 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran


(30)

pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

14

KPI adalah lembaga negara yang bersifat independent dengan jumlah keanggotaan meliputi KPI pusat berjumlah 9 orang dan KPI daerah berjumlah 7 orang. Anggota KPI pusat dipilih oleh DPR RI dan KPI Daerah oleh DPRD Privinsi. Calon anggota KPI dipilih atas usul masyarakat. Pengawasan terhadap komisi ini dlakukan oleh DPR RI untuk KPI Pusat dan DPRD Provensi untuk KPI Daerah. Sementara, anggaran KPI berasal dari APBN untuk KPI Pusat dan APBD untuk KPI daerah.

F. Komisi Hukum Nasional (KHN)

Komisi Hukum Nasional dibentuk berdasarkan Keppres No. 15 Tahun 2000. Komisi yang dibentuk pada zaman pemerintahan Gus Dur memiliki tugas; (a) memberikan pendapat atas permintaan presidententang berbagai kebijakan hukum atau direncanakan oleh Pemerintah tentang masalah-masalah Hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan nasional, (b) Membantu Presiden dengan bertindak sebagai pengarah dalam mendesain suatu rencana umum untuk pembaharuan rencana umum untuk pembaharuan di bidang hukum yang sesuai dengan cita-cita negara hukum dan rasa keadilan, dalam upaya mempercepat penanggulangan krisis hukum dan rasa keadilan, dalam upaya penegakkan hukum, serta dalam menghadapi tantangan dinamika globalisasi terhadap system hukum di Indonesia. 15

Komisi Hukum Nasional merupakan lembaga non structural yang

bertanggung jawab kepada Presiden.16 Keanggotaan Komisi berjumlah 6

orang terdiri dari seorang Ketua, seorang sekretaris, dan anggota. Adapun pemberhentian, penambahan, atau pemberhentian ditetapkan oleh

Presiden atas usul Komisi. 17 Segala biaya yang diperlukan untuk

pelaksanaan tugas dari kimisi ini dibebankan kepada APBN.18

Perlu upaya pengintegrasian peran dan wewenang antara KHN dengan instansi yang lain, misalnya dengan BPHN atau dengan Badan Legislatif DPR.

G. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia merujuk pada Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapaun pembentukan Komisi ini dilakukan melalui Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Komisi ini bertugas melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,

14

Pasal 8 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran 15

Pasal 2 Keppres No. 15 tahun 2000 Tentang Komisi Hukum Nasional. 16

Pasal 2 ayat (2) Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional. 17

Pasal 4 ayat ( 1 ) dean (2) Keppres No. 15 tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional. 18

Pasal 9 Kepres No. 15 tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.


(31)

pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Selain itu komisi ini juga memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.19

Keanggotaan Komisi terdiri dari seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekreatis dan lima orang anggota. Mereka terdiri dari unsure-unsur pemerintah, tokoh agama, masyarakat, organisasi social, organisasi masyarakat, organisasi profesi, LSM, dunia usaha, dan

kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. 20

Keanggotaan Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan dari DPR dan bekerja untuk masa

jabatan 3 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. 21 Segala biaya

yang diperlukan Komisi ini dibebankan kepada APBN.22

H. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)

Tujuan pembentukan komisi ini adalah untuk menyelesaikan penlanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa. Selain itu juga untuk mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian.23

Kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bersifat public dengan anggota komisi sebanyak 21 orang yang terdiri dari 3 orang pimpinan, 9 orang anggota sub komisi penyelidikan dan klarifikasi, 5 orang sub komisi kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dan 4 orang

anggota sub komisi pertimbangan amnesty. 24

Untuk pertama kali proses seleksi dilakukan oleh Presiden dengan membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi terdiri dari 2 orang unsur pemerintah dan 3 orang dari unsur masyarakat. Panitia seleksi mengusulkan sebanyak 42 calon anggota Komisi dan Presiden memilih 21 orang untuk diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

Keanggotaan 21 orang Komisi ditetapkan dengan keputusan Presiden.25

Sumber pembiayaan Komisi dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat. Adapun sumber pembayaran untuk pemberian

Kompensasi dan/atau rehabilitasi dibebankan kepada APBN.26

19

Pasal 3 Keppres No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 20

Pasal 4 dan 5 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 21

Pasal 10 dan 11 Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia 22

Pasal 19 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia 23

Pasal 3 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 24

Pasal 38 RUU Kimisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 25

Pasal 33, 34 dan 36 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 26

Pasal 42 dan 43 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.


(32)

IV. LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN27

Sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945, terdapat beberapa perubahan signifikan terhadap kewenangan lembaga-lembaga negara dalam struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Perubahan ini tidak hanya membutuhkan penyesuaian terhadap kewenangan setiap lembaga negara, yang ditentukan dalam UUD 1945, akan tetapi juga kewenangan lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh peraturan lain, seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden, juga perlu disesuaikan. Hal ini merupakan suatu keharusan sebagai konsekuensi hukum hirarki peraturan perundang-undangan. Salah satu prinsip dalam hirarki peraturan perundang-undangan menentukan bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, jika bertentangan maka peraturan yang lebih rendah tidak berlaku. Hirarki peraturan perundang-undangan itu sendiri ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undang- Perundang-undangan.

Melalui proses amandemen UUD 1945, Lembaga Kepresidenan ada salah satu lembaga negara yang mengalami banyak perubahan pada kewenangannya, seperti kekuasaan untuk menunjuk Duta Besar yang harus mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana diatribusikan oleh Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, tetap dipertahankan. Bahkan dengan proses rekruitmen lembaga kepresidenan yang baru: dipilih secara langsung, kedudukan konstitusional lembaga kepresidenan menjadi semakin kuat jika dibandingkan dengan kedudukan konstitusional yang dimiliki sebelumnya.

Dalam melaksanakan kewenangannya, presiden dibantu oleh seorang

wakil presiden dan kementerian negara28. Di samping wakil presiden dan

kementerian negara, presiden juga dapat dibantu oleh lembaga pemerintah yang lain, seperti Lembaga Pemerintah Non-Departemen (selanjutnya LPND), dalam melaksanakan kewenangannya. LPND didirikan dengan tujuan untuk

melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden29.

Oleh karena itu, LPND terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan presiden; presiden dapat membentuk yang baru atau membubarkan yang lain semata-mata tergantung pada keinginannya saja.

Pada umumnya, pembentukan sebuah LPND dahulunya dilakukan dengan sebuah keputusan presiden tersendiri. Meskipun, sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri, pembentukan seluruh LPND dilakukan dengan sebuah keputusan presiden saja, seperti Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001

27

Tulisan diambil dari laporan penelitian tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2005.

28

Lihat Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 17 UUD 1945. 29

Lihat Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen.


(1)

pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. 14

KPI adalah lembaga negara yang bersifat independent dengan jumlah keanggotaan meliputi KPI pusat berjumlah 9 orang dan KPI daerah berjumlah 7 orang. Anggota KPI pusat dipilih oleh DPR RI dan KPI Daerah oleh DPRD Privinsi. Calon anggota KPI dipilih atas usul masyarakat. Pengawasan terhadap komisi ini dlakukan oleh DPR RI untuk KPI Pusat dan DPRD Provensi untuk KPI Daerah. Sementara, anggaran KPI berasal dari APBN untuk KPI Pusat dan APBD untuk KPI daerah. F. Komisi Hukum Nasional (KHN)

Komisi Hukum Nasional dibentuk berdasarkan Keppres No. 15 Tahun 2000. Komisi yang dibentuk pada zaman pemerintahan Gus Dur memiliki tugas; (a) memberikan pendapat atas permintaan presidententang berbagai kebijakan hukum atau direncanakan oleh Pemerintah tentang masalah-masalah Hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan nasional, (b) Membantu Presiden dengan bertindak sebagai pengarah dalam mendesain suatu rencana umum untuk pembaharuan rencana umum untuk pembaharuan di bidang hukum yang sesuai dengan cita-cita negara hukum dan rasa keadilan, dalam upaya mempercepat penanggulangan krisis hukum dan rasa keadilan, dalam upaya penegakkan hukum, serta dalam menghadapi tantangan dinamika globalisasi terhadap system hukum di Indonesia. 15

Komisi Hukum Nasional merupakan lembaga non structural yang bertanggung jawab kepada Presiden.16 Keanggotaan Komisi berjumlah 6 orang terdiri dari seorang Ketua, seorang sekretaris, dan anggota. Adapun pemberhentian, penambahan, atau pemberhentian ditetapkan oleh Presiden atas usul Komisi. 17 Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dari kimisi ini dibebankan kepada APBN.18

Perlu upaya pengintegrasian peran dan wewenang antara KHN dengan instansi yang lain, misalnya dengan BPHN atau dengan Badan Legislatif DPR.

G. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia merujuk pada Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapaun pembentukan Komisi ini dilakukan melalui Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Komisi ini bertugas melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,

14

Pasal 8 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran

15

Pasal 2 Keppres No. 15 tahun 2000 Tentang Komisi Hukum Nasional.

16

Pasal 2 ayat (2) Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.

17

Pasal 4 ayat ( 1 ) dean (2) Keppres No. 15 tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.

18

Pasal 9 Kepres No. 15 tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.


(2)

pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Selain itu komisi ini juga memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.19

Keanggotaan Komisi terdiri dari seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekreatis dan lima orang anggota. Mereka terdiri dari unsure-unsur pemerintah, tokoh agama, masyarakat, organisasi social, organisasi masyarakat, organisasi profesi, LSM, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. 20

Keanggotaan Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan dari DPR dan bekerja untuk masa jabatan 3 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. 21 Segala biaya yang diperlukan Komisi ini dibebankan kepada APBN.22

H. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)

Tujuan pembentukan komisi ini adalah untuk menyelesaikan penlanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa. Selain itu juga untuk mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian.23

Kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bersifat public dengan anggota komisi sebanyak 21 orang yang terdiri dari 3 orang pimpinan, 9 orang anggota sub komisi penyelidikan dan klarifikasi, 5 orang sub komisi kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dan 4 orang anggota sub komisi pertimbangan amnesty. 24

Untuk pertama kali proses seleksi dilakukan oleh Presiden dengan membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi terdiri dari 2 orang unsur pemerintah dan 3 orang dari unsur masyarakat. Panitia seleksi mengusulkan sebanyak 42 calon anggota Komisi dan Presiden memilih 21 orang untuk diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Keanggotaan 21 orang Komisi ditetapkan dengan keputusan Presiden.25 Sumber pembiayaan Komisi dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat. Adapun sumber pembayaran untuk pemberian Kompensasi dan/atau rehabilitasi dibebankan kepada APBN.26

19

Pasal 3 Keppres No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

20

Pasal 4 dan 5 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

21

Pasal 10 dan 11 Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia

22

Pasal 19 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia

23

Pasal 3 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

24

Pasal 38 RUU Kimisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

25

Pasal 33, 34 dan 36 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

26

Pasal 42 dan 43 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.


(3)

IV. LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN27

Sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945, terdapat beberapa perubahan signifikan terhadap kewenangan lembaga-lembaga negara dalam struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Perubahan ini tidak hanya membutuhkan penyesuaian terhadap kewenangan setiap lembaga negara, yang ditentukan dalam UUD 1945, akan tetapi juga kewenangan lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh peraturan lain, seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden, juga perlu disesuaikan. Hal ini merupakan suatu keharusan sebagai konsekuensi hukum hirarki peraturan perundang-undangan. Salah satu prinsip dalam hirarki peraturan perundang-undangan menentukan bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, jika bertentangan maka peraturan yang lebih rendah tidak berlaku. Hirarki peraturan perundang-undangan itu sendiri ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undang- Perundang-undangan.

Melalui proses amandemen UUD 1945, Lembaga Kepresidenan ada salah satu lembaga negara yang mengalami banyak perubahan pada kewenangannya, seperti kekuasaan untuk menunjuk Duta Besar yang harus mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana diatribusikan oleh Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, tetap dipertahankan. Bahkan dengan proses rekruitmen lembaga kepresidenan yang baru: dipilih secara langsung, kedudukan konstitusional lembaga kepresidenan menjadi semakin kuat jika dibandingkan dengan kedudukan konstitusional yang dimiliki sebelumnya.

Dalam melaksanakan kewenangannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden dan kementerian negara28. Di samping wakil presiden dan kementerian negara, presiden juga dapat dibantu oleh lembaga pemerintah yang lain, seperti Lembaga Pemerintah Non-Departemen (selanjutnya LPND), dalam melaksanakan kewenangannya. LPND didirikan dengan tujuan untuk melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden29. Oleh karena itu, LPND terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan presiden; presiden dapat membentuk yang baru atau membubarkan yang lain semata-mata tergantung pada keinginannya saja.

Pada umumnya, pembentukan sebuah LPND dahulunya dilakukan dengan sebuah keputusan presiden tersendiri. Meskipun, sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri, pembentukan seluruh LPND dilakukan dengan sebuah keputusan presiden saja, seperti Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001

27

Tulisan diambil dari laporan penelitian tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2005.

28

Lihat Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 17 UUD 1945.

29

Lihat Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen.


(4)

(selanjutnya Keppres No.103 Tahun 2001). Selanjutnya, setelah pengundangan UU No.10 Tahun 2004 pada 24 Juni 2004, seluruh keputusan presiden yang bersifat mengatur harus dikategorikan dan harus berbentuk Peraturan Presiden30. Oleh karena itulah, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan peraturan presiden dalam melakukan perubahan terhadap Keppres No.103 Tahun 2001. Dengan menggunakan keputusan presiden atau peraturan presiden dalam pembentukan atau pembubaran sebuah LPND, presiden harus mendasarkan pembentukan peraturan presiden atau keputusan presiden itu pada perintah pembentukan, baik secara tegas maupun tidak, dari UUD 1945, undang-undang, atau peraturan pemerintah31. Alasan hukum mengapa peraturan presiden membutuhkan perintah pembentukannya karena peraturan presiden terletak di bawah UUD 1945, undang-undang, dan peraturan pemerintah dalam hirarki peraturan perundang-undangan32. Oleh karena itu pembentukan peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya33.

Pada tanggal 13 September 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri membatalkan Keppres No.166 Tahun 2000 dan menggantikannya dengan Keppres No.103 Tahun 2001. Peraturan terakhir ini masih berlaku sampai sekarang meskipun telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terakhir atas Keppres No.103 Tahun 2001 dilakukan oleh Peraturan Presiden No.11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima Keppres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (selanjutnya Perpres No.11 Tahun 2005). Keempat perubahan sebelumnya dilakukan melalui Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.46 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, dan Keputusan Presiden No.9 Tahun 2004. Sebelumnya, sebagaimana ditentukan dalam Keppres No.103 Tahun 2001, terdapat dua puluh lima (25) LPND, namun, dalam proses perubahan Keppres No.103 Tahun 2001, terdapat empat (4) LPND yang dibubarkan34 dan dibentuk sebuah LPND baru35. Saat ini terdapat 22 LPND, yaitu:

1. Lembaga Administrasi Negara (LAN); 2. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); 3. Badan Kepegawaian Negara (BKN);

4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS); 5. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 6. Badan Pusat Statistik (BPS);

7. Badan Standardisasi Nasional (BSN);

8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN); 9. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);

30

Lihat Pasal 56 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

31

Ibid, Pasal 11 dan Penjelasannya.

32

Ibid, Pasal 7 ayat (1).

33

Ibid, Pasal 7 ayat (5) dan Penjelasannya.

34

Lihat Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, Keputusan Presiden No.9 Tahun 2004, dan Perpres No.11 Tahun 2005.

35

Lihat Keputusan Presiden No.46 Tahun 2002.


(5)

10. Badan Intelijen Negara (BIN);

11. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);

12. Badan Koordinasi Kelurga Berencana Nasional (BKKBN); 13. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN);

14. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL);

15. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP); 16. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);

17. Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); 18. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); 19. Badan Pertanahan Nasional (BPN);

20. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); 21. Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS); 22. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Sebagai sebuah LPND tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari sebuah departemen atau pun sebagai bawahan dari departemen tertentu; LPND diberikan tugas khusus oleh kepala pemerintahan: presiden. Presiden, sebagai pendiri LPND, mempertimbangkan bahwa tugas yang diemban LPND tidak dapat dikategorikan dan diberikan kepada sebuah departemen tertentu: untuk melaksanakan tugas khusus itu diperlukan sebuah institusi khusus. Sebagai contoh, untuk menjamin keamanan, mutu, dan kandungan gizi dari makanan diperlukan beberapa departemen untuk mengaturnya, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perikanan, Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Menteri Kesehatan. Presiden tidak melakukan pengkoordinasian menteri-menteri melainkan presiden berpendapat bahwa akan lebih baik jika dibentuk lembaga pemerintah khusus untuk melaksakanannya. Di samping itu, akan sangat banyak kementerian yang akan terlibat dalam pengaturan permasalahan ini, peraturan-peraturan, yang mengatur permasalahan itu, pun akan menjadi rumit dan sangat banyak. Hal ini juga akan mengakibatkan adanya peluang sengketa antar departemen. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan presiden, ia mendelegasikan tugas khusus ini kepada sebuah lembaga pemerintah dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa antar departemen. Berdasarkan kenyataan ini, secara teoritis LPND dapat dikategorikan sebagai sebuah agensi eksekutif36 karena dikepalai oleh pimpinan tunggal37 yang dapat diberhentikan hanya berdasarkan keinginan presiden semata, tanpa membutuhkan persetujuan dari lembaga negara lainnya38.

Dengan menempatkan LPND di bawah presiden, Kepala atau Ketua LPND juga akan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan Kepala/Ketua LPND dapat memberikan laporan, nasehat, dan pertimbangannya mengenai tugas khususnya kepada presiden melalui menteri yang mempunyai kewenangan dalam mengkoordinasikannya39. Terdapat beberapa menteri yang

36

GARY LAWSON, FEDERAL ADMINISTRATIVE LAW, West Group, 2nd edition, 2001, Hal.7.

37

Ibid.

38

Lihat Pasal 109 Keppres No.103 Tahun 2001.

39

Lihat Pasal 105 Keppres No.103 Tahun 2001.


(6)

diberi tugas untuk berkoordinasi dengan suatu LPND dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Sebagai contoh, Menteri yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan BPOM adalah Menteri Kesehatan40. Hal ini merupakan konsekuensi hukum dari peraturan yang membentuk LPND dan letak LPND dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.

40

Lihat Pasal I Angka 3 Perpres No.11 Tahun 2005.