Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan di Kota Medan: Peran Kesesuaian Ideologi dan Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi

(1)

ORIENTASI AKULTURASI KELOMPOK DOMINAN DI

KOTA MEDAN: PERAN KESESUAIAN IDEOLOGI DAN

SIKAP TERHADAP KESESUAIAN IDEOLOGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

NANDA KHAIRANI SIMAMORA

081301049

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL 2013/2014


(2)

Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan di Kota Medan: Peran Kesesuaian Ideologi dan Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi

Nanda Khairani Simamora dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRAK

Pada penelitian ini peneliti melihat peran kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi terhadap preferensi akulturasi kelompok dominan mengenai bagaimana kelompok non-dominan seharusnya berakulturasi. Hasil penelitian menemukan bahwa kelompok dominan memiliki sikap yang lebih positif terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka daripada terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi mereka. Sikap positif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi kelompok dominan memprediksi preferensi akulturasi kelompok dominan, yakni dengan mendukung kelompok non-dominan untuk berintegrasi terhadap budaya dominan dan juga menerima kelompok non-dominan secara individual terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok (individualisme). Sebaliknya sikap negatif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan memprediksi preferensi akulturasi mereka dengan tidak mendukung kelompok non-dominan untuk berintegrasi, baik dari segi budaya maupun dari segi individual, terlebih menginginkan mereka untuk menggunakan strategi eksklusi, asimilasi, dan segregasi.

Kata kunci: Orientasi akulturasi, kesesuaian ideologi, dan sikap terhadap kesesuaian ideologi


(3)

Dominant Group Orientation Acculturation in Medan: The Role of Ideology Congruence and Attitude Towards Ideology Congruence

Nanda Khairani Simamora and Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

In the present research we examined the role of ideology congruence and attitude towards minority group on dominant group preference on how minority group should acculturate. The result revealed that the dominant group has more positive attitude towards the minority group with congruent ideology than to the minority group with incongruent ideology. The dominant group’s positive attitude towards the ideology-congruent minority group predicted higher support for the minority group to integrate and also can accept them personally apart from the membership of their group (individualism). In contrast, the dominant group’s negative attitude towards the ideology-incongruent minority group predicted less support for integration and individualism, and more preference for the minority group to endorse exclusion, assimilation, and segregation.

Keywords: Acculturation orientation, attitude towards ideology congruence, and ideology congruence


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan pertolongan-Nya dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi dengan judul

“Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan di Kota Medan: Peran Kesesuaian Ideologi dan Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akan sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bang Omar Khalifa Burhan, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Saya berterima kasih atas bimbingan, arahan, kritik, saran, kesabaran, dan kesediaan waktu yang beliau berikan mulai dari seminar hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Meutia Nauly, M.Si, psikolog, selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi. Terima kasih atas saran, arahan, dan masukan yang ibu berikan demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Etty Rahmawati, M.Si, selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi. Terima kasih atas saran, kritik, arahan, dan masukan yang ibu berikan sehingga penelitian ini dapat tersusun dengan lebih baik.


(5)

5. Kak Ridhoi Meilona Purba, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi perhatian dan dorongan, masukan, serta semangat selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, dan bantuan yang diberikan selama masa pekuliahan di Fakultas Psikologi USU.

7. Untuk Mama tercinta, Erni Yusnita Siregar, terima kasih untuk segala kasih sayang, didikan, pengorbanan, jerih payah, dorongan, semangat, dan kesabaran mama yang selalu menguatkan hati saya dalam menghadapi segala kesusahan dan segala suka dalam menjalani masa-masa pendidikan saya.

8. Untuk Kakak, Nenek dan Opung tersayang, terima kasih atas semangat, perhatian, nasihat-nasihat, dampingan, pengorbanan, dan kesabaran yang telah kalian curahkan kepada saya dalam menjalani pendidikan saya. 9. Untuk teman-teman saya yang selalu mengingatkan, mendukung, dan

membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini, yaitu Sani, Ervi, Siti, Heni, Henti, Susi, Pipit, Sari, Indah, Lia, Lili, Fatma, terima kasih banyak atas bantuan, dukungan, semangat, dan persahabatan yang kalian berikan kepada saya.

10.Untuk teman satu bimbingan dan teman seperjuangan dalam penyelesaian skripsi Rahma lili, Pangeran, Santa, Susi Tambunan, Christine, Rani,


(6)

Hitler, terima kasih atas semangat, dukungan, masukan, dan kebersamaan yang telah saya dapatkan dari kalian.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Meskipun penyusunan skripsi ini telah diupayakan semaksimal mungkin, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Desember 2013 Nanda Khairani Simamora


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………i

ABSTRACT……….ii

KATA PENGANTAR………..………iii

DAFTAR ISI………vi DAFTAR TABEL……….…….viii DAFTAR GAMBAR………...ix

DAFTAR LAMPIRAN……….…...….x

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH……….1

B. KEUTAMAAN PENELITIAN……….…...5

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN 1. Tujuan Utama Penelitian………..………..6

2. Tujuan Tambahan Penelitian………..……7

3. Manfaat Penelitian………...7

D. SISTEMATIKA PENULISAN……….…....7

BAB II LANDASAN TEORI A. PENGGUNAAN BEBERAPA ISTILAH DALAM PENELITIAN………9

B. TELAAH TEORITIS ANTAR VARIABEL PENELITIAN………..13

1. Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi………..…...15

2. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi………...19

a. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi………....20


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 30 B. DEFINISI OPERASIONAL ... 31 C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE

PENGAMBILAN SAMPEL……….….38

D. ALAT UKUR DAN INSTRUMEN PENELITIAN ... 39 E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur……….………44 2. Reliabilitas Alat Ukur………...….44

F. TEKNIK ANALISIS……….…..45

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS DATA……….…..47

B. HASIL PENELITIAN……….……….48

C. PEMBAHASAN………54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 67 B. SARAN ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 71


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blueprint Skala Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi ... 41

Tabel 1.1 Aitem Skala Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi ... 42

Tabel 2 Blueprint Skala Orientasi Akulturasi Islam Maintream ... 42

Tabel 2.1 Aitem Skala Orientasi Akulturasi Islam Mainstream ... 43

Tabel 3 Realibilitas Skala Orientasi akulturasi Islam Mainstream ... 45


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ………..15

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Antara Islam Mainstream dan Kedua Kelompok

Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore………23

Gambar 3. Dimensi Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan………23

Gambar 4. Kontinum Skala Semantic Differential………...40

Gambar 5. Interaksi Antara Kesesuaian Ideologi, Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi,


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Skala Penelitian ... 77

Lampiran 2 Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem ... 92

Lampiran 3 Hasil Uji Linearitas ... 99


(12)

Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan di Kota Medan: Peran Kesesuaian Ideologi dan Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi

Nanda Khairani Simamora dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRAK

Pada penelitian ini peneliti melihat peran kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi terhadap preferensi akulturasi kelompok dominan mengenai bagaimana kelompok non-dominan seharusnya berakulturasi. Hasil penelitian menemukan bahwa kelompok dominan memiliki sikap yang lebih positif terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka daripada terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi mereka. Sikap positif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi kelompok dominan memprediksi preferensi akulturasi kelompok dominan, yakni dengan mendukung kelompok non-dominan untuk berintegrasi terhadap budaya dominan dan juga menerima kelompok non-dominan secara individual terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok (individualisme). Sebaliknya sikap negatif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan memprediksi preferensi akulturasi mereka dengan tidak mendukung kelompok non-dominan untuk berintegrasi, baik dari segi budaya maupun dari segi individual, terlebih menginginkan mereka untuk menggunakan strategi eksklusi, asimilasi, dan segregasi.

Kata kunci: Orientasi akulturasi, kesesuaian ideologi, dan sikap terhadap kesesuaian ideologi


(13)

Dominant Group Orientation Acculturation in Medan: The Role of Ideology Congruence and Attitude Towards Ideology Congruence

Nanda Khairani Simamora and Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

In the present research we examined the role of ideology congruence and attitude towards minority group on dominant group preference on how minority group should acculturate. The result revealed that the dominant group has more positive attitude towards the minority group with congruent ideology than to the minority group with incongruent ideology. The dominant group’s positive attitude towards the ideology-congruent minority group predicted higher support for the minority group to integrate and also can accept them personally apart from the membership of their group (individualism). In contrast, the dominant group’s negative attitude towards the ideology-incongruent minority group predicted less support for integration and individualism, and more preference for the minority group to endorse exclusion, assimilation, and segregation.

Keywords: Acculturation orientation, attitude towards ideology congruence, and ideology congruence


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konflik antar kelompok telah menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat terhindarkan dalam suatu negara plural. Hal ini dapat terjadi karena beragamnya etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi1 masing-masing yang mungkin berbeda satu sama lain, yang pada akhirnya dapat memunculkan penafsiran yang berbeda terhadap penerapan peranan ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok (Sihbudi & Nurhasim, 2001). Hal ini yang dipercaya dapat menjelaskan telah seringnya konflik terjadi di Indonesia sebagai sebuah negara yang terkenal dengan pluralismenya.

Berbicara mengenai keragaman kelompok dalam suatu negara plural, layaknya Indonesia, Berry mengungkapkan bahwa dalam setiap negara plural sudah pasti terdapat kelompok dominan dan kelompok non-dominan, dengan masing-masing ideologi yang mereka anggap benar dan keduanya hidup bersama dan membentuk hubungan atau interaksi satu sama lain dengan saling berbagi kerangka sosial yang ada (Berry, 2011; Sihbudi & Nurhasim, 2001).

Melihat keadaan ini, Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan beragam kelompok (dominan dan non-dominan) dengan penafsiran terhadap peranan masing-masing ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok

1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi berarti seperangkat sistem atau himpunan kepercayaan, nilai, norma, ide, dan cara berpikir yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap, arah, dan tujuan hidup. Penjelasan lebih lanjut mengenai ideologi yang menjadi fokus dalam penelitian ini dapat dilihat pada bab 2 hal. 9.


(15)

sehingga membuat keadaan Indonesia rentan akan konflik. Oleh karena itu, fokus penelitian ini bergerak dari hubungan (positif atau negatif) antara kelompok dominan dan non-dominan dengan masing-masing ideologi mereka.

Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat muslim terbesar di dunia. Perbandingan angka statistik penduduk tiap-tiap negara pada periode tahun 2010 tercatat bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan masyarakat muslim terbesar, yakni 12.7% dari total penduduk di dunia dan 88.1% dari total penduduk Indonesia (Gibbons, 2013; InfoTembalang, 2013). Mengacu kepada fakta tersebut, kelompok Islam merupakan satu kelompok dominan di Indonesia. Oleh karena penelitian ini hendak melihat determinan konflik sebagai kualitas hubungan yang negatif antara kelompok dominan dan non-dominan, maka peneliti mengambil kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore)2 sebagai contoh kelompok non-dominan melihat dari kualitas hubungan kelompok ini dan kelompok Islam mainstream3. Kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) tidaklah termasuk ke dalam bagian dari Islam mainstream di Indonesia (Van-Bruinessen, 1992).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Human Right Watch (2013) ditemukan bahwa telah terjadi konflik antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan (dikenal juga dengan Jema’at Ahmadiyah) di Cikeusik pada Februari 2011, sebanyak 1.500 militan Islamis melakukan penyerangan terhadap 21

2

Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore merupakan dua kelompok yang berbeda. Adapun perbedaan antara kedua kelompok ini dapat dilihat pada bab 2 hal. 9.

3

Mainstream atau ortodoks merupakan suatu aliran induk atau faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Islam mainstream diartikan sebagai arus utama Islam yang mengarah kepada kelompok-kelompok islam dengan faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat Islam


(16)

(Van-Jema’at Ahmadiyah dengan koban jiwa sebanyak 3 orang tewas dan 5 lainnya luka berat akibat insiden tersebut. Selain itu, penyerangan rumah ibadah Ahmadiyah Qadiyan juga terjadi pada tahun 2008 dengan sebanyak 33 masjid Ahmadiyah Qadiyan dirusak oleh kelompok Islam mainstream, pelecehan verbal bahkan sampai kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang guru Islam terhadap anak-anak Ahmadiyah Qadiyan di sekolah-sekolah, dan paksaan Islam mainstream terhadap Ahmadiyah Qadiyan untuk meninggalkan Cikeusik.

Melihat dari latar belakang kelompok ini, kelompok Ahmadiyah Qadiyan (Jema’at Ahmadiyah) mengatasnamakan Ideologi kelompok mereka sebagai bagian dari Islam. Salah satu kepercayaan Ahmadiyah Qadiyan yang paling mencolok adalah mereka mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan keberadaan kitab suci mereka yang disebut dengan Al-Kitab Al-Mubin dan juga disebut Tadzkira (Dzahir, 2008; Jaiz, 2009). Ideologi yang berbeda tersebut yang membuat Islam mainstream menolak Ahmadiyah Qadiyan yang mengatasnamakan kelompok mereka sebagai bagian dari Islam karena ideologi mereka yang berbeda bahkan menyimpang dari ideologi Islam pada umumnya (Nasution, 2008). Melihat dari fenomena ini jelas terlihat bahwa telah terjadi kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi antara kedua kelompok ini. Seperti yang diungkapkan oleh Bourhis, Moise, Perreault, dan Senecal (1997) bahwa konflik dapat terjadi akibat dari kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan.

Kesenjangan antara orientasi dan strategi akulturasi dari kelompok dominan dan non-dominan merupakan salah satu determinan konflik antar


(17)

kelompok (lihat Bourhis, dkk., 1997), dan melihat peran ideologi yang mungkin berbeda antara masing-masing kelompok yang dapat menjadi sumber potensi konflik (Sihbudi & Nurhasim, 2001), membuat peneliti tertarik untuk menelaah dinamika antara ideologi antar kelompok dan orientasi akulturasinya dalam hubungannya dengan kualitas hubungan antar kelompok (positif atau negatif). Dinamika ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Berdasarkan penjabaran sebelumnya bahwa kualitas hubungan negatif antara Ahmadiyah Qadiyan dan Islam mainstream diakibatkan oleh kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi kedua kelompok akibat dari ketidaksesuaian ideologi antara kedua kelompok ini (lihat Bourhis, dkk., 1997; Nasution, 2008). Sedangkan kelompok Ahmadiyah Lahore memiliki ideologi yang dapat dikatakan hampir sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, dan konflik antara Islam mainstream dengan Ahmadiyah Lahore sangat jarang terdengar. Fenomena ini semakin memperkuat asumsi peneliti bahwa peran kesesuaian ideologi kelompok non-dominan dan kelompok dominan sangat berpengaruh kepada orientasi akulturasi sebagai determinan kualitas hubungan antar kelompok.

Konflik itu sendiri merupakan suatu proses yang dapat merugikan suatu kelompok, perseorangan, bahkan dalam cakupan yang lebih besar adalah Negara (lihat Waskita & Simanjuntak, 2013; Ali-Fauzi, Alam & Panggabean, 2009; Human Right Watch, 2013). Mengetahui bahwa orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan dapat mengarahkan kepada konflik, maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap variabel-variabel lain yang turut berkontribusi terhadap orientasi dan strategi


(18)

akulturasi dalam hubungannya dengan konflik atau kualitas hubungan antar kelompok yang negatif. Dengan demikian akan ditemukan determinan-determinan konflik atau sumber potensi konflik secara empiris, sehingga upaya-upaya pembinaan, penggalangan, dan pencegahan dapat dilakukan sebelum konflik terjadi oleh para pihak terkait (stakeholders) (Sutadi, 2009).

Berdasarkan penjabaran singkat di atas mengarahkan peneliti dalam menetapkan variabel kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut serta implikasinya terhadap orientasi akulturasi kelompok dominan yang dapat menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok dominan dan non-dominan yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. Peneliti berasumsi bahwa kesesuaian ideologi berkontribusi terhadap pembentukan orientasi akulturasi kelompok dominan melalui peran sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut. Untuk menelaah asumsi ini, peneliti mengambil contoh kasus Islam mainstream (sebagai kelompok dominan) dan Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) (sebagai kelompok non-dominan).

B. KEUTAMAAN PENELITIAN

Melihat maraknya konflik antar kelompok yang kerap terjadi di Indonesia dengan segala kerugian materi dan jumlah korban jiwa yang memprihatinkan, perlu dilakukan penanganan lebih lanjut untuk menekan jumlah konflik yang ada. Untuk mengurangi konflik antar kelompok yang ada, perlu ditemukannya determinan atau sumber potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat memecahkan konflik, sehingga ketika determinan ditemukan dapat membuka wawasan dan pertimbangan dalam menemukan solusi yang tepat untuk menurunkan jumlah


(19)

konflik antar kelompok. Berdasarkan pengamatan, penyelesaian konflik yang selama ini dilakukan cenderung bersifat kuratif, yakni setelah konflik terjadi. Dengan kata lain, aparat keamanan dan penegak hukum dikerahkan setelah banyak korban jiwa dan kerugian materi akibat konflik yang terjadi. Jika demikian adanya, konflik-konflik yang terjadi tidak akan pernah habis. Namun ketika penanganan konflik bersifat preventif, maka dapat dilakukan upaya pembinaan, penggalangan, dan pencegahan sebelum konflik terjadi. Untuk menemukan penanganan yang bersifat preventif tersebut, perlu ditemukannya determinan dan sumber potensi konflik sebagai bahan pertimbangan untuk merancang suatu rencana atau program yang dapat diimplementasikan dalam mencegah terulangnya konflik yang serupa (Sutadi, 2009). Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya penyelesaian konflik yang bersifat preventif tersebut.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN

1. Tujuan Utama Penelitian

a. Mengetahui sikap kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dan tidak sesuai dengan ideologi mereka.

b. Mengetahui orientasi akulturasi kelompok dominan sebagai dampak dari sikap mereka terhadap kesesuaian ideologi pada kelompok non-dominan.

c. Mengetahui peran sikap terhadap kesesuaian ideologi dalam memprediksi preferensi akulturasi kelompok dominan.


(20)

2. Tujuan Tambahan Penelitian

d. Mengetahui sikap Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore).

e. Mengetahui orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan sebagai dampak dari sikap mereka terhadap kesesuaian ideologi mereka dengan kedua kelompok Ahmadiyah.

3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan terhadap kajian seputar proses akulturasi dan hubungan antar kelompok dalam masyarakat plural. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun strategi penanganan konflik yang bersifat preventif guna menekan angka konflik yang kerap terjadi, dan penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang permasalahan, yakni gambaran konflik di Indonesia dan diikuti dengan variabel yang akan diteliti, keutamaan penelitian, paparan manfaat dan tujuan penelitian, serta sistematika penulisan peneltian.


(21)

BAB II: Landasan Teori

Bab ini berisi penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian, gambaran mengenai ideologi Islam mainstream dan ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore, paparan teori dan penalaran teoritis antara ideologi, sikap terhadap kesesuaian ideologi dan proses akulturasi sebagai determinan ketegangan antar kelompok dan konflik, dan pemaparan hipotesis penelitian.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi dan operasionalisasi variabel, hipotesis penelitian, gambaran populasi serta teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas, reliabilitas, dan metode analisis data.

BAB IV:

Bab ini berisikan tentang gambaran hasil dan pembahasan hasil penelitian serta rekomendasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

BAB V:


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGGUNAAN BEBERAPA ISTILAH DALAM PENELITIAN

Sebelum masuk kepada telaah teoritis antar variabel penelitian, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai penggunaan beberapa istilah dalam penelitian ini, antara lain mengenai ideologi, sikap, dan Islam mainstream.

1. Ideologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi merupakan seperangkat sistem atau himpunan kepercayaan, nilai, norma, ide, dan cara berpikir yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap, arah, dan tujuan hidup. Penelitian ini melihat interaksi antara kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi terhadap orientasi akulturasi kelompok dominan, dengan subjek penelitian adalah Islam mainstream, Ahmadiyah Qadiyan, dan Ahmadiyah Lahore. Maka dari itu, ideologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ideologi yang dimiliki oleh Islam mainstream, Ahmadiyah Qadiyan, dan Ahmadiyah Lahore.

Adapun ideologi Islam mainstream yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Divisi Riset Ilmiah Universitas Islam Madinah, 2009):

1. Beriman kepada Allah SWT termasuk nama dan sifa-sifatnya (Asmaul Husna), yakni Allah SWT tidak serupa dengan makhluk lain (mukholafatuhu lil hawadis), Allah SWT adalah dzat yang


(23)

maha benar (al-haq), maha esa (wahdaniyah), tidak beranak dan tidak diperanakkan (surat Al-ikhlas (3) yang berbunyi lam yalid wa lam yuulad).

2. Beriman kepada kitab-kitab Allah, yakni Taurat, Zabur, Injil, dan Al-qur’an, serta meyakini Al-qur’an merupakan kitab suci terakhir sebagai penutup juga penyempurna kitab-kitab sebelumnya dan tidak akan ada wahyu lain setelah Al-Qur’an.

3. Beriman kepada rasul Allah, dan menyakini bahwa nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir.

4. Tidak mengharamkan untuk menikah dengan seseorang di luar keanggotaan kelompoknya selama yang bersangkutan beragama Islam.

5. Tidak mengharamkan untuk sholat di belakang imam di luar keanggotaan kelompoknya selama yang bersangkutan adalah Islam dan baligh.

6. Nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW.

7. Mengucap dua kalimat syahadat sebagai syarat seorang muslim (bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT).

Adapun ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan (Jema’at Ahmadiyah)

yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Dzahir, 2008):


(24)

1. Tuhan memiliki sifat-sifat seperti manusia, seperti puasa, shalat, tidur, terjaga, berlaku benar dan salah, menulis, memiliki tanda tangan, dan memiliki anak.

2. Memiliki kitab suci tersendiri yang terdiri dari 20 juz yang disebut Al-Kitab Al-Mubin (ada juga yang menyebutnya dengan Tadzkira) (lihat juga dalam Jaiz, 2009).

3. Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad SAW (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Fathoni, 1994; Jaiz, 2009) dan meyakini bahwa nabi dan rasul akan tetap ada hingga hari kiamat.

4. Mengharamkan untuk menikah dengan non-Ahmadiyah Qadiyan (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Jaiz, 2009).

5. Mengharamkan pengikutnya untuk sholat di belakang Imam seseorang yang bukan Ahmadiyah Qadiyan dan bila mensholatkan seorang Muslimin (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Jaiz, 2009). 6. Setiap orang di luar keanggotaan Ahmadiyah Qadiyan adalah kafir. Adapun ideologi Ahmadiyah Lahore (Gerakan Ahmadiyah) yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Sastrawi, 2011):

1. Allah SWT adalah tuhan yang satu (esa) yang wajib disembah. 2. Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir dan penyempurna kitab


(25)

3. Mempercayai bahwa nabi Muhammad SAW merupakan nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW dan Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi, melainkan hanya seorang tokoh pembaharu.

4. Tidak melarang untuk menikah dengan Islam di luar anggota Ahmadiyah.

5. Membolehkan bermakmum (dalam shalat) kepada non Ahmadiyah selama yang bersangkutan adalah seorang Islam.

6. Meyakini bahwa siapa pun yang membacakan dua kalimat syahadat adalah Muslim.

2. Sikap terhadap kesesuaian ideologi

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan sikap yang bersifat unidimensional, yakni sikap yang hanya terdiri dari elemen evaluasi yang dapat diekspresikan melalui perasaan suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk (Franzoi, 2009). Dengan kata lain, sikap yang bersifat unidimensional dapat diartikan sebagai evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek. Adapun objek dalam penelitian ini merupakan kesesuaian ideologi antara kelompok Islam mainstream dan kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore seperti yang dipaparkan pada poin 1 di atas. Maka sikap dalam penelitian ini merupakan evaluasi positif atau negatif terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya.


(26)

3. Islam Mainstream

Istilah mainstream diartikan sebagai suatu aliran induk atau faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Mengacu kepada istilah tersebut, Islam mainstream dapat diartikan sebagai arus utama Islam yang mengarah kepada kelompok-kelompok islam dengan faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat Islam. Islam mainstream di Indonesia sendiri merupakan kelompok-kelompok Islam yang berkiblat kepada faham utama Islam (lihat kembali ideologi Islam pada umumnya pada poin 1 di atas), yang bernaung dibawah payung sebuah Majelis Ulama Islam Indonesia (MUI), seperti kelompok NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Syarikat Islam, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah). Salah satu contoh kelompok di luar mainstream ini adalah kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) (lihat Van-Bruinessen, 1992). Mengacu kepada penjelasan singkat tersebut, dapat terllihat bahwa Islam mainstream merupakan kelompok dominan dan kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) merupakan kelompok non-dominan yang ada di Indonesia. Islam mainstream sebagai kelompok dominan merupakan subjek penelitian dalam penelitian ini. Pada pembahasan selanjutnya, kelompok Islam mainstream adalah sebagai kelompok dominan dan istilah kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan adalah sebagai kelompok non-dominan.

B. TELAAH TEORITIS ANTAR VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini berangkat dari hubungan negatif antar kelompok, yakni konflik. Konflik antar kelompok merupakan proses di mana suatu kelompok


(27)

mempersepsikan kelompok lain telah atau akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan mereka yang dapat dimulai dari permasalahan sederhana dan dengan cepat meningkat ke arah kemarahan, dendam, dan tindakan untuk membahayakan dan melukai kelompok lain tersebut (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kelompok dominan merupakan kelompok dalam masyarakat yang mempunyai sifat-sifat lebih dibandingkan dengan kelompok lain tidak hanya dalam hal jumlah, tetapi juga dalam hal penguasaan atas sumber daya alam dan manusia di dalam masyarakat, sedangkan kelompok non-dominan merupakan golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan dengan status mereka sebagai kelompok yang lemah dalam suatu masyarakat membuat kelompok ini cenderung mengalami diskriminasi oleh golongan lain yang lebih besar. Berdasarkan pemaparan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konflik antara kelompok dominan dan non-dominan merupakan proses di mana suatu kelompok yang memiliki kekuatan dari segi jumlah dan kekuasaan dalam masyarakat mempersepsikan kelompok lain yang lebih lemah statusnya dari mereka (baik dari jumlah maupun kekuatannya dalam masyarakat) telah atau akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan mereka sehingga menimbulkan kemarahan, dendam, dan tindakan untuk membahayakan dan melukai kelompok yang statusnya lebih lemah dari mereka tersebut.

Banyak determinan konflik yang telah ditemukan sebelumnya, namun dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada peran sikap terhadap kesesuaian


(28)

ideologi dan orientasi akulturasi yang dapat memecahkan konflik antar kelompok. Konflik juga merupakan produk dari kesenjangan kombinasi orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan (Bourhis, dkk., 1997) yang dipengaruhi oleh seberapa berbeda atau sama nilai-nilai, norma, kepercayaan, maupun bahasa antar kelompok yang berinteraksi tersebut (Berry & Sam, 2006), di mana semakin besar perbedaan akan semakin dievaluasi secara negatif dan sebaliknya (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002) yang pada akhirnya mengarahkan kepada penerimaan atau penolakan dari satu kelompok terhadap kelompok lain (Mummendey & Wenzel, 1999) yang dapat digambarkan dari orientasi akulturasi yang diinginkan oleh kelompok tersebut (Bourhis, dkk., 1997). Berdasarkan penalaran singkat tersebut, dinamika penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

1. Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi

Kenrick (2007) mendefinisikan kelompok sebagai suatu unit yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain serta saling berbagi identitas bersama, di

Kesesuaian ideologi

Sikap terhadap kesesuaian ideologi

Orientasi akulturasi (integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme)


(29)

mana setiap kelompok sudah tentu akan memiliki nilai, norma dan tujuan masing-masing. Setiap kelompok memiliki nilai, norma, simbol, maupun kepercayaan (ideologi) yang berbeda satu sama lain dengan perspektif yang mungkin berbeda terhadap penerapannya masing-masing (Sihbudi & Nurhasim, 2001). Dalam realita kehidupan sehari-hari, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki ideologi dengan kadar kesesuaian maupun ketidaksesuaian yang beragam. Sebagai contoh, kelompok Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan memiliki ideologi yang sangat berbeda dan tidak sesuai antara satu sama lain walaupun Ahmadiyah Qadiyan juga mengatasnamakan kelompok mereka sebagai Islam (lihat Dzahir, 2008; Sastrawi, 2011; Fathoni, 1994; Jaiz, 2009), sedangkan kelompok Ahmadiyah Lahore memiliki ideologi yang hampir sesuai dari Islam pada umumnya yang juga mengatasnamakan kelompok mereka sebagai Islam (lihat Sastrawi, 2011; Iskandar, 2005).

Seberapa sama atau berbeda ideologi yang dimiliki antar kelompok sangat kuat pengaruhnya terhadap proses akulturasi yang disebut dengan degree of similarity (Berry & Sam, 2006). Dalam proses akulturasi masing-masing kelompok yang berakulturasi memiliki masing-masing-masing-masing orientasi akulturasi (yang dilakukan oleh kelompok dominan) dan strategi akulturasi (yang dilakukan oleh kelompok non-dominan), dan kombinasi antara orientasi dan strategi akulturasi ini yang nantinya akan menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok dominan dan non-dominan (positif atau negatif) (Bourhis, dkk., 1997). Mengacu kepada definisi orientasi akulturasi


(30)

yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997), yakni strategi akulturasi yang diinginkan oleh kelompok dominan maka secara spesifik kadar kesesuaian dan ketidaksesuaian ideologi antara kelompok dominan dan non-dominan dapat mempengaruhi harapan kelompok dominan sehubungan dengan strategi akulturasi yang harus digunakan oleh kelompok non-dominan. Ada satu variabel yang dipercaya menengahi peran dari faktor degree of similarity tersebut terhadap preferensi akulturasi kelompok dominan yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

Orientasi akulturasi kelompok dominan pada awalnya dikemukakan oleh Berry pada tahun 1974 yang dikenal sebagai ekspektasi akulturasi, yakni keinginan kelompok dominan akan strategi akulturasi yang harus dilakukan oleh kelompok non-dominan terhadap budaya dominan. Mengingat bahwa kelompok dominan memiliki kuasa dan kekuatan dalam menentukan keberhasilan strategi akulturasi yang dilakukan kelompok non-dominan, maka kemudian Berry menambahkan kajian ekspektasi akulturasi pada teori akulturasinya (Berry & Sam, 2006; Chun, Organista, & Marin, 2003). Bourhis, dkk. (1997) kemudian menyempurnakan temuan Berry tersebut dan menyatakan bahwa keberhasilan akulturasi memang sangat ditentukan oleh kelompok dominan dengan orientasi akulturasinya, yang pada akhirnya dapat menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok (positif atau negatif).

Adapun orientasi akulturasi kelompok dominan yang disempurnakan oleh Bourhis, dkk. (1997) terbagi menjadi lima orientasi, yakni :


(31)

1. Integrasi, kelompok dominan menerima kelompok non-dominan dalam mempertahankan budaya asli mereka dan juga menerima mereka ketika mereka mengadopsi nilai-nilai budaya dominan. 2. Asimilasi, kelompok dominan menginginkan kelompok

non-dominan untuk sepenuhnya mengikuti budaya non-dominan dan sepenuhnya meninggalkan budaya mereka.

3. Segregasi, kelompok dominan bisa menerima kelompok non-dominan untuk mempertahankan budaya mereka selama mereka memisahkan diri dan hidup terpisah sepenuhnya dari budaya dominan.

4. Eksklusi, kelompok dominan tidak menginginkan kelompok non-dominan untuk mempertahankan budaya mereka dan tidak pula menerima mereka untuk mengadopsi nilai budaya dominan.

5. Individualisme, kelompok dominan menolak kelompok non-dominan dari sisi budaya atau kelompok dimana mereka bernaung karena tipe ini tidak memandang orang lain dari sisi budaya atau kekelompokkan, melainkan menerima mereka secara pribadi atau secara personal terlepas dari kekelompokkan di mana mereka bernaung.

Bagaimana kesesuaian maupun ketidaksesuaian ideologi antar kelompok dapat menentukan masing-masing orientasi akulturasi di atas akan dijelaskan dalam penjabaran selanjutnya.


(32)

2. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi

Sikap dari definisi unidimensional diartikan sebagai evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek yang dapat diekspresikan dengan rasa suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk (Franzoi, 2009). Sikap positif atau negatif yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain tergantung dari seberapa berbeda atau sesuai ideologi yang dimiliki oleh keduanya, di mana semakin individu menilai suatu kelompok sebagai berbeda dengan kelompok di mana diri bernaung, maka semakin negatif sikap individu terhadap kelompok tersebut dan sebaliknya (lihat Berry, dkk., 2002). Hal ini dapat terjadi karena ideologi kelompok lain yang berbeda dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman terhadap ideologi suatu kelompok tertentu yang pada akhirnya dapat melahirkan perasaan negatif terhadap kelompok tersebut (lihat Verkuyten, Gonzales, Weesie, & Poppe, 2008). Jadi, semakin berbeda ideologi yang ada akan semakin dipersepsikan sebagai ancaman yang akhirnya melahirkan sikap negatif, dan sebaliknya semakin kecil perbedaan ideologi tersebut semakin tidak dipersepsikan sebagai ancaman sehingga yang muncul adalah sikap positif.

Ketidaksesuaian ideologi akan memunculkan sikap negatif (Hipotesis 1) sehingga yang terjadi adalah penolakan (i.e. asimilasi, segregasi, atau eksklusi) terhadap kelompok yang ideologinya sangat tidak sesuai dengan ideologi mereka (Hipotesis 3a, 3b, dan 3c). Sedangkan


(33)

terhadap kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi mereka akan memunculkan sikap positif (Hipotesis 1) sehingga yang terjadi adalah penerimaan (e.g. integrasi dan individualisme) terhadap kelompok yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka.

a. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi Islam Mainstream

Ideologi (seperangkat sistem nilai, norma, dan kepercayaan) yang sesuai akan dievaluasi secara positif, sebaliknya ideologi yang tidak sesuai akan dievaluasi secara negatif (Berry, dkk., 2002), di mana evaluasi dapat diartikan sebagai sikap unidimensional (Franzoi, 2009). Ketika diterapkan pada contoh subjek dalam penelitian ini, yakni antara Ahmadiyah Lahore (ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya) dan Qadiyan (ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya), maka Islam mainstream akan memiliki sikap negatif terhadap Ahmadiyah Qadiyan dan positif terhadap Ahmadiyah Lahore (Hipotesis 1). Ketika dikaitkan dengan kajian persepsi ancaman oleh Verkuyten, dkk. (2008), maka ketidaksesuaian ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan dari ideologi Islam pada umumnya akan dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap negatif terhadap kelompok ini, dan sebaliknya pada Ahmadiyah Lahore dikarenakan ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya sehingga tidak begitu


(34)

dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore. Sebagai akibatnya Islam mainstream lebih dapat menerima Ahmadiyah Lahore dari segi orientasi akulturasinya (yakni tipe orientasi integrasi dan individualisme) daripada Ahmadiyah Qadiyan (yakni tipe orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi) (Hipotesis 2 dan 3).

Jika kita lihat kembali pada ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore terhadap ideologi Islam mainstream (lihat poin A hal. 9), dapat terlihat bahwa ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, sedangkan ideologi Ahmadiyah Lahore dapat dikatakan sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kadar perbedaan ataupun ketidaksesuaian ideologi dapat membuat anggota suatu kelompok menyikapi secara negatif kelompok lain, sikap negatif itu sendiri dapat berupa penolakan, diskriminasi, bahkan konflik (Berry, dkk., 2002; Verkuyten, dkk., 2008; Mummendey & Wenzel, 1999). Dengan demikian, kelompok dengan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara negatif yang pada akhirnya akan mengarahkan kepada penolakan terhadap kelompok non-dominan tersebut, sedangkan kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara positif yang


(35)

pada akhirnya akan mengarahkan kepada penerimaan terhadap kelompok non-dominan tersebut.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa secara spesifik pada contoh kasus ini, ideologi Ahmadiyah Qadiyan yang sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya dipercaya menciptakan lahirnya sikap negatif terhadap kelompok ini yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kelompok Ahmadiyah Qadiyan (asimilasi, segregasi, atau eksklusi) (Hipotesis 3a, 3b, dan 3c). Sebaliknya yang terjadi pada kelompok Ahmadiyah Lahore, ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya melahirkan sikap yang lebih positif sehingga mengarahkan Islam mainstream untuk menerima kelompok ini (integrasi dan individualisme) (Hipotesis 2a dan 2b).

Penerimaan atau penolakan kelompok dominan terhadap non dominan merupakan elemen dalam fenomena akulturasi (lihat Bourhis, dkk., 1997), dan juga tergantung dari sikap (evaluasi) mereka terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi mereka dengan ideologi kelompok non-dominan tersebut (Mummendey & Wenzel, 1999; Berry, dkk., 2002). Melihat penalaran teoritis tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi itu sendiri yang memediasi peran kesesuaian ideologi dalam menentukan orientasi akulturasi yang diinginkan Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.


(36)

Dimensi 2: apakah patut untuk diterima ketika kelompok non-dominan mengadopsi budaya kelompok dominan?

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian antara Islam Mainstream dan Kedua Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.

Ada dua dimensi yang membentuk kelima orientasi akulturasi kelompok dominan yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997) dan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

Gambar 3. Dimensi Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan

Ketika teori dikaitkan dengan contoh kasus penelitian antara Ahmadiyah (Qadiyan & Lahore) dan Islam mainsream, bahwa penerimaan atau penolakan dari kelompok dominan ditentukan oleh sikap mereka (Mummendey & Wenzel, 1999), dan sikap mereka ditentukan oleh kesesuaian ideologi yang dimiliki oleh kelompok non-dominan (Berry, dkk., 2002), maka Islam mainstream akan memiliki

Yes No

Yes Integrasi Asimilasi

No Segregasi Ekslusi Individualisme

Dimensi 1: apakah patut untuk diterima ketika kelompok non-dominan mempertahankan budaya asli mereka?

Sikap Islam Mainstream

Terhadap Kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah dengan ideologi Islam pada umumnya.

Ideologi Sesuai : Ahmadiyah Lahore.

Orientasi akulturasi Islam mainstream

(integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme). Ideologi Tidak Sesuai:


(37)

sikap yang positif terhadap Ahmadiyah Lahore (Hipotesis 1), sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menerima kelompok ini, yakni dengan memilih integrasi (Hipotesis 2a) dan individualisme (Hipotesis 2b). Sedangkan terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, Islam mainstream akan memiliki sikap yang negatif (Hipotesis 1), sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menolak kelompok ini, yakni dengan memilih asimilasi (Hipotesis 3a), segregasi (Hipotesis 3b), dan eksklusi (Hipotesis 3c).

Peneliti berhipotesis bahwa akibat dari sikap positif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi kelompok dominan, maka kelompok dominan lebih menginginkan orientasi integrasi terhadap kelompok ini, yakni menerima kelompok di kedua dimensi akulturasi (lihat Gambar 3). Pada subjek penelitian, Islam mainstream lebih menerima Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan ideologi mereka dan menerima mereka sebagai bagian dari Islam. Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi antara mereka dan kelompok non-dominan tersebut secara positif, sehingga mengarahkan kelompok dominan untuk menerima mereka dalam mempertahankan ideologi tersebut dan juga menerima mereka untuk mengadopsi nilai-nilai dominan (yakni integrasi) (Hipotesis 2a).

Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi individualisme (Hipotesis 2b) terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. Hal ini


(38)

dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi ini secara positif sehingga dapat menerima kelompok non-dominan ini secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Pada kasus penelitian, Islam mainstream tidak menuntut Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan atau meninggalkan ideologi mereka, tidak pula menuntut mereka untuk sepenuhnya menerapkan ideologi Islam pada umumnya sebagai ideologi mereka, dan tidak meminta mereka untuk memisahkan diri dari Islam. Artinya, Islam mainstream menerima mereka secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka sebagai Ahmadiyah (yakni individualisme) (Hipotesis 2b).

Hipotesis penelitian berikutnya adalah bahwa kelompok dominan lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan (Hipotesis 3a). Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi ketidaksesuaian ideologi ini secara negatif, sehingga mereka menolak kelompok non-dominan tersebut untuk mempertahankan ideologi mereka dan menginginkan mereka untuk sepenuhnya mengikuti budaya dominan (yakni asimilasi) (Hipotesis 3a). Pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk sepenuhnya meninggalkan ideologi mereka dan sepenuhnya mengikuti ideologi Islam pada umumnya.

Peneliti juga berhipotesis bahwa konsekuensi dari sikap negatif kelompok dominan terhadap ketidaksesuaian ideologi pada kelompok


(39)

non-dominan berimplikasi kepada pemilihan orientasi segregasi, yakni menolak kelompok non-dominan untuk mengadopsi ideologi dominan dan masih bisa menerima mereka dalam mempertahankan ideologi mereka namun dengan cara hidup terpisah dari kelompok dominan (yakni segregasi) (Hipotesis 3b). Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk mendirikan agama sendiri di luar agama Islam jika mereka tetap ingin mempertahankan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya.

Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi eksklusi terhadap kelompok non-dominan yang ideloginya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan. Artinya kelompok dominan menolak mereka untuk mengadopsi budaya dominan dan juga menolak mereka untuk mempertahankan budaya asli mereka (yakni eksklusi) (Hipotesis 3c). Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menolak mereka sebagai bagian dari Islam dan juga menginginkan mereka untuk menghapuskan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya.

Penelitian tentang orientasi akulturasi dalam kaitannya dengan sikap memang telah dilakukan sebelumnya di Israel (Bourhis & Dayan, 2004) dan Kanada (Montreuil & Bourhis, 2001). Mereka menemukan bahwa host


(40)

community terhadap kelompok non-dominan yang dihargai lebih memilih orientasi integrasi dan individualisme terhadap kelompok tersebut, sebaliknya terhadap kelompok yang tidak dihargai, host community lebih memilih orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi. Hasil penelitian ini memperkuat asumsi peneliti bahwa sikap kelompok dominan (positif atau negatif) terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi yang ada antara mereka dengan kelompok non-dominan turut menentukan preferensi akulturasi mereka.

Secara ringkas dapat disimpulkan nalar dari penelitian ini, bahwa kombinasi orientasi akulturasi yang berdampak kepada penentuan kualitas hubungan dan interaksi antar kelompok (Bourhis, dkk., 1997) dipengaruhi oleh kesesuaian ideologi yang ada antara kedua kelompok dominan dan non-dominan yang melahirkan sikap (positif atau negatif) (Berry, dkk., 2002), yang pada akhirnya mengarahkan kepada penerimaan atau penolakan (Mummendey & Wenzel, 1999) yang dapat digambarkan pada salah satu atau kedua dimensi akulturasi (Bourhis, dkk., 1997). Secara spesifik pada

fenomena konflik antara Ahmadiyah Qadiyan (Jema’at Ahmadiyah) dan

Islam mainstream menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan. Islam mainstream menginginkan asimilasi atau segregasi terhadap Ahmadiyah Qadiyan, sedangkan Ahmadiyah Qadiyan sendiri menginginkan untuk berintegrasi terhadap Islam. Sehingga terjadilah kesenjangan orientasi akulturasi oleh Islam mainstream dan strategi akulturasi oleh Ahmadiyah


(41)

Qadiyan dan pada akhirnya menciptakan ketegangan dan konflik antara kedua kelompok ini (Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997).

Jika contoh kasus antara Ahmadiyah Qadiyan dan Islam mainstream dikaitkan dengan nalar penelitian, maka sikap Islam mainstream yang tidak menginginkan Ahmadiyah Qadiyan untuk berintegrasi merupakan konsekuensi dari ketidaksesuaian ideologi mereka dari ideologi Islam pada umumnya. Hal ini yang kemudian mengakibatkan kelompok tersebut disikapi secara negatif yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kehadiran kelompok Ahmadiyah Qadiyan (yakni asimilasi atau segregasi) (Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997; Berry, dkk., 2002; Mummendey & Wenzel, 1999).

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Islam mainstream memiliki sikap yang lebih positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada terhadap Ahmadiyah Qadiyan.

2. Akibat dari sikap Islam mainstream yang positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore maka,

a. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi integrasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Lahore.

b. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi individualisme terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Lahore.


(42)

3. Akibat dari sikap Islam mainstream yang negatif terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan maka,

a. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan.

b. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan.

c. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan teknik analisis regresi dengan bantuan alat perhitungan statistik PROCESS Model 4. Adapun teknik regresi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan dan efek dari kesesuaian ideologi antara Islam mainstream dan kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore terhadap tipe orientasi akulturasi yang diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kedua kelompok tersebut (Field, 2009). Hubungan dan efek antara kedua variabel tersebut dipercaya dimediasi oleh peran sikap terhadap kesesuaian ideologi itu sendiri, sehingga dalam analisisnya juga akan menggunakan analisis mediasi (Hayes, 2012).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel merupakan konstruk atau atribut yang hendak diteliti dan dibuktikan kebenarannya dalam sebuah penelitian (Kerlinger, 1990). Ada pun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Kesesuaian ideologi antara Islam mainstream dan kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.

2. Variabel terikat

Kelima tipe orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore, yakni integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme.


(44)

3. Variabel Mediator

Sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi mereka dengan ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.

B. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan penjelasan tentang variabel yang hendak diukur dalam sebuah penelitian dengan cara menjabarkannya ke dalam bentuk tindakan atau perilaku yang merepresentasikan variabel tersebut (Kerlinger, 1990). Adapun definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Kesesuaian ideologi antara Islam mainstream dan kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore

Kesesuaian ideologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuai atau tidaknya nilai, norma, dan kepercayaan kedua kelompok Amadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan nilai, norma, dan kepercayaan Islam mainstream, yang artinya adalah sebagai berikut:

1. Nilai kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yaitu setiap orang maupun muslim di luar keanggotaan Ahmadiyah Qadiyan adalah kafir, adanya kitab suci Tadzkira atau Kitab Mubin setelah

Al-Qur’an tidak sesuai dari nilai Islam mainstream, yaitu mengucap dua kalimat syahadat sebagai syarat seorang muslim, Al-Qur’an sebagai kitab suci penutup dan penyempurna kitab-kitab sebelumnya dan tidak akan ada wahyu lain setelah Al-Qur’an. Namun nilai kelompok Ahmadiyah Lahore, yaitu siapapun yang mengamalkan dua kalimat syahadat adalah seorang muslim, Al-Qur’an sebagai kitab suci


(45)

terakhir dan penyempurna kitab sebelumnya dijadikan sebagai pedoman hidup sesuai dengan nilai Islam mainstream.

2. Norma kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yaitu mengharamkan untuk menikah dengan kelompok non-Ahmadiyah Qadiyan dan mengharamkan pengikutnya untuk sholat di belakang imam seorang muslim tidak sesuai dengan norma pada Islam mainstream yang mengatur pernikahan dan sholat, yaitu tidak mengharamkan untuk menikah dengan seseorang di luar keanggotaan kelompoknya selama yang bersangkutan adalah seorang muslim dan tidak mengharamkan untuk sholat di belakang imam di luar keanggotaan kelomponya selama yang bersangkutan adalah Islam dan baligh. Sedangkan nilai kelompok Ahmadiyah Lahore, yaitu tidak mengharamkan untuk menikah dengan seseorang di luar keanggotaan Ahmadiyah Lahore selama yang bersangkutan beragama Islam dan tidak mengharamkan untuk sholat di belakang imam seorang Islam non-Ahmadiyah Lahore sesuai dengan norma Islam mainstream.

3. Kepercayaan kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yaitu kepercayaan bahwa Tuhan memilki sifat-sifat seperti manusia seperti berlaku benar dan salah serta memiliki anak, kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan akan tetap ada nabi hingga akhir zaman tidak sesuai dengan kepercayaan Islam mainstream, yaitu kepercayaan bahwa Allah SWT tidak serupa dengan makhluk lain (mukholafatuhu lil hawadis), Allah SWT adalah dzat yang maha


(46)

benar (al-haq), maha esa (wahdaniyah), tidak beranak dan tidak diperanakkan (surat Al-ikhlas (3) yang berbunyi lam yalid wa lam yuulad, kepercayaan bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW. Sedangkan kepercayaan kelompok Ahmadiyah Lahore, yaitu kepercayaan bahwa Allah SWT adalah tuhan yang satu (esa) yang wajib disembah, kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi melainkan hanya sebagai tokoh pembaharu, kepercayaan bahwa nabi Muhammad adalah nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW sesuai dengan kepercayaan Islam mainstream.

Berdasarkan gambaran sesuai dan tidak sesuainya ideologi antara kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan Islam mainstream di atas, maka dalam penelitian ini kelompok Ahmadiyah Lahore dipaparkan sebagai kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya dan kelompok Ahmadiyah Qadiyan digambarkan sebagai kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya.

Kesesuaian ideologi tersebut dimunculkan melalui pemaparan sederhana kepada subjek penelitian (kelompok Islam mainstream) dengan cara memberikan informasi singkat kepada subjek penelitian tentang ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore sebagai perbandingan yang disusun dalam bentuk artikel sederhana yang divalidasi


(47)

berdasarkan professional judgement dan beberapa komentar dari subjek penelitian ketika pelaksanaan try out. Melalui pemberian informasi ini subjek penelitian dapat menilai ideologi kelompok mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan ideologi mereka. Pemahaman terhadap sesuai atau tidaknya ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi mereka dikontrol melalui tiga aitem pertanyaan sebagai metode untuk menyeleksi subjek penelitian yang benar-benar mengerti perbedaan ideologi yang ada pada kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore (Salah satu kepercayaan Ahmadiyah Lahore/Qadiyan yang berbeda dari Islam secara umum adalah?). Ketiga aitem pertanyaan disusun dengan dua alternatif pilihan jawaban dengan satu jawaban yang tepat. Data subjek penelitian yang diproses adalah dari subjek penelitian yang menjawab ketiga aitem pertanyaan tersebut dengan benar.

2. Sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya

Sikap dalam penelitian ini merupakan evaluasi positif atau negatif Islam mainstream terhadap sesuai tidaknya ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya. Sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi dimunculkan melalui perbandingan ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore yang dipaparkan dari informasi sederhana tentang kedua kelompok Ahmadiyah tersebut kepada subjek penelitian (lihat kembali poin B.1. di


(48)

atas). Sikap subjek penelitian terhadap kesesuaian ideologi mereka dengan ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore diukur melalui skala yang berisikan aitem-aitem yang mendeskripsikan sikap terhadap kesesuaian ideologi dan disusun oleh peneliti berdasarkan elemen dan ekspresi sikap yang bersifat unidimensional yang dikemukakan oleh Franzoi (2009), yakni rasa suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk dari subjek penelitian (Islam mainstream) terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya. Rerata skor yang dihasilkan dari skala sikap terhadap kesesuaian ideologi mengindikasikan sikap kelompok Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Skor yang semakin tinggi menggambarkan sikap yang semakin positif terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan (sebagai kelompok yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya) dan Ahmadiyah Lahore (sebagai kelompok yang ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya), sedangkan skor yang semakin rendah menggambarkan sikap Islam mainstream yang semakin negatif terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan (yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya) dan Ahmadiyah Lahore (yang ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya).


(49)

3. Orientasi Akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore

Orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dalam penelitian ini merupakan tipe akulturasi yang mana yang paling diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah tersebut, yakni integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, atau individualisme. Orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore diukur dengan menggunakan skala yang berisikan aitem-aitem yang mendeskripsikan kelima tipe orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi dan ciri-ciri pada masing-masing tipe orientasi akulturasi yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997) (lihat kembali pada bab 2 poin B.2.a.). Adapun kelima tipe orientasi akulturasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Integrasi, yakni Islam mainstream menerima kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore di kedua dimensi, dengan kata lain Islam mainstream menerima kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dalam mempertahankan ideologi mereka dan juga menerima mereka sebagai bagian dari Islam. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada orientasi integrasi maka subjek penelitian (Islam mainstream) semakin memilih orientasi integrasi terhadap Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan.


(50)

b. Asimilasi, yakni Islam mainstream menolak kelompok kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore di dimensi (1) namun menerima mereka di dimensi (2), artinya Islam mainstream menginginkan kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore untuk menghapuskan ideologi mereka dan sepenuhnya mengikuti ideologi Islam pada umumnya. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada orientasi asimilasi maka subjek penelitian (Islam mainstream) semakin memilih orientasi asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan.

c. Segregasi, yakni Islam mainstream menerima kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmaidyah Lahore di dimensi (1) namun menolak mereka di dimensi (2), artinya Islam mainstream masih dapat menerima kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dalam mempertahankan ideologi mereka namun menolak mereka sebagai bagian dari Islam. Skor subjek penelitian yang tinggi pada tipe orientasi segregasi mencerminkan keinginan mereka terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore untuk berdiri secara terpisah dari Islam. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada tipe orientasi segregasi maka subjek penelitian (Islam mainstream) semakin menginginkan orientasi segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan.

d. Eksklusi, yakni Islam mianstream menolak kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore di dimensi (1) dan (2), artinya Islam


(51)

mainstream tidak mentoleransi kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dalam mempertahankan ideologi mereka dan juga menolak mereka sebagai bagian dari Islam. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada tipe orientasi eksklusi maka subjek penelitian (Islam mainstream) semakin memilih orientasi eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan.

e. Individualisme, yakni Islam mainstream menolak kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore di dimensi (1) dan (2) dari segi kekelompokkan, terlebih mereka menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara pribadi/individual terlepas dari segi kekelompokkan dimana diri mereka bernaung. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada tipe orientasi individualisme maka subjek penelitian (Islam mainstream) semakin memilih orientasi individualisme terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan, artinya Islam mainstream semakin dapat menerima kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan secara individual terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok dan sebaliknya ketika skor pada tipe orientasi ini semakin rendah.

C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi fokus perhatian dari sebuah penelitian (Walpole, 1982) yang nantinya akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Field, 2009). Adapun fokus perhatian yang


(52)

diamati dalam penelitian ini adalah kelompok Islam mainstream di kota Medan. Karena hampir tidak mungkin untuk meneliti keseluruhan populasi, maka peneliti hanya mengambil data dari sebagian kecil perwakilan populasi yang disebut sebagai sampel dan nantinya hasil data dari sampel tersebut yang akan disimpulkan pada keseluruhan populasi (Field, 2009). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa USU beragama Islam dan bukan bagian dari kelompok Ahmadiyah Qadiyan maupun Ahmadiyah Lahore.

2. Metode Pengambilan Sampel dan Jumlah Sampel

Metode pengambilan sampel atau sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan teknik tertentu (Hadi, 2004). Sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non-random sampling, yaitu incidental sampling, yakni individu-individu dalam bagian populasi yang ditemukan yang dijadikan sebagai subjek penelitian (Hadi, 2004). Untuk menemukan subjek penelitian, peneliti menanyakan kepada subjek penelitian yang ditemukan tentang kelompok agama mereka untuk memastikan bahwa mereka adalah Islam dan bukan bagian dari kelompok Ahmadiyah Qadiyan maupun Ahmadiyah Lahore.

D. ALAT UKUR DAN INSTRUMEN PENELITIAN

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuesioner dalam bentuk skala, yakni metode yang didasarkan pada self-report atau penilaian langsung dari subjek penelitian yang diberikan kuesioner mengenai dirinya ataupun keyakinannya (Hadi, 2004). Skala


(53)

1 2 3 4 5 6 7

yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap terhadap kesesuaian ideologi yang disusun oleh peneliti berdasarkan definisi, elemen, dan ekspresinya yang dikemukakan oleh Franzoi (2009) dan skala orientasi akulturasi kelompok dominan yang juga disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi dan karakteristiknya yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997).

Kedua skala disusun dengan menggunakan teknik Semantic Differential yang dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannebaum (1975) (Azwar, 2010). Dengan skala ini nantinya subjek penelitian memberikan respon yang langsung menggambarkan bobot penilaian mereka terhadap stimulus atau aitem yang bergerak dalam satu kontinum. Kontinum skala bergerak dari 1 sampai 7, di mana semakin ke arah 1 maka nilai sikap terhadap pernyataan aitem yang disediakan bernilai semakin negatif dan semakin ke arah 7 maka nilai sikap terhadap aitem yang disediakan semakin positif, sedangkan di titik 4 nilai sikap bersifat netral. Berikut gambaran kontinum skala semantic differential yang digunakan :

Gambar 4. Kontinum Skala Semantic Differential

Rerata skor subjek penelitian yang semakin tinggi pada skala sikap terhadap kesesuaian ideologi mengindikasikan sikap mereka yang semakin positif terhadap kesesuaian ideologi, dan demikian sebaliknya jika rerata skor semakin rendah maka sikap mereka terhadap kesesuaian ideologi semakin negatif (Azwar, 2010). Pada skala orientasi akulturasi, semakin tinggi rerata skor yang diperoleh

Unfavourable Netral Favourable


(54)

Netral

pada masing-masing tipe orientasi akulturasi, maka subjek penelitian semakin menginginkan tipe orientasi tersebut, dan sebaliknya semakin rendah rerata skor yang dihasilkan maka subjek penelitian semakin tidak menginginkan orientasi tersebut. Adapun blueprint untuk skala sikap terhadap kesesuaian ideologi dan skala orientasi akulturasi Islam mainstream masing-masing disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 3. Gambaran aitem skala disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 4.

Berikut adalah tabel blueprint untuk skala sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya disajikan pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Blueprint Skala Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi

Elemen Indikator Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

Evaluasi

Menyukai 1, 3 8, 11 4 Mencintai 6, 10 4 3 Pandangan baik 7, 9, 12 2, 5 5

Total 12

Adapun aitem skala sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya dibentuk berdasarkan indikator sikap pada blueprint yang terdapat pada tabel 1. Berikut beberapa contoh aitem skala sikap terhadap kesesuaian ideologi disajikan pada tabel 2:


(55)

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7

Sangat tidak suka

Tabel 2. Beberapa Aitem Skala Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi

Elemen Aitem

Menyukai

Saya menyukai kelompok Ahmadiyah Lahore

Pandangan baik

Saya memiliki pandangan yang baik terhadap kelompok

Ahmadiyah Lahore

Mencintai

Saya mencintai kelompok Ahmadiyah Lahore beserta ajarannya

Blueprint untuk skala orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore disajikan pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Blueprint Skala Orientasi Akulturasi Islam mainstream

Tipe Aitem Jumlah

Integrasi 1, 6, 11, 16, 21 5 Asimilasi 2, 7, 12, 17, 22 5 Segregasi 3, 8, 13, 18, 23 5 Eksklusi 4, 9, 14, 19, 24 5 Individualisme 5, 10, 15, 20, 25 5

Total 25

Adapun aitem skala orientasi akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore yang digunakan dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan indikator orientasi akulturasi pada blueprint

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7 Sangat tidak suka Sangat suka Sangat baik Sangat tidak baik

1 2 3 4 5 6 7 Sangat cinta Sangat


(56)

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7

1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7

akulturasi Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore disajikan pada tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Aitem Skala Orientasi Akulturasi Islam mainstream

Tipe Aitem

Integrasi

Kelompok Ahmadiyah Lahore tetap harus pada kepercayaan mereka dan membenarkan label mereka sebagai Islam.

Asimilasi

Sebaiknya kelompok Ahmadiyah Lahore meninggalkan kepercayaan mereka dan sepenuhnya mengikuti kepercayaan Islam yang

sebenarnya.

Segregasi

Saya ingin kelompok Ahmadiyah Lahore dengan kepercayaannya untuk membentuk agamanya sendiri sebagai agama yang berbeda dari

Islam.

Eksklusi

Kelompok Ahmadiyah Lahore bukan bagian dari Islam dan kepercayaannya harus dihapuskan.

Individualisme

Saya bersedia berteman dengan siapa saja tanpa memandang suku atau agama mereka termasuk dengan anggota kelompok Ahmadiyah

Lahore. Sangat tidak setuju Sangat setuju Sangat ingin Sangat tidak setuju Sangat setuju Sangat tidak bersedia Sangat bersedia 1 2 3 4 5 6 7

Sangat tidak setuju

1 2 3 4 5 6 7 Sangat setuju

1 2 3 4 5 6 7 Sangat tidak

ingin

1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7


(1)

3. Pengujian antara Kesesuaian Ideologi, Sikap terhadap Kesesuaian Ideologi,

dan Segregasi

Run MATRIX procedure:

**************** PROCESS Procedure for SPSS Release 2.041 **************** Written by Andrew F. Hayes, Ph.D. http://www.afhayes.com

************************************************************************** Model = 4

Y = Segregas X = Kesesuai M = Sikapter Sample size 374

************************************************************************** Outcome: Sikapter

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .7380 .5446 444.9121 1.0000 372.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 1.7072 .0834 20.4655 .0000 1.5432 1.8713 Kesesuai 2.4884 .1180 21.0929 .0000 2.2564 2.7204 ************************************************************************** Outcome: Segregas

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .2128 .0453 8.7998 2.0000 371.0000 .0002 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 4.2264 .1693 24.9576 .0000 3.8934 4.5594 Sikapter -.2259 .0722 -3.1299 .0019 -.3679 -.0840 Kesesuai .1034 .2434 .4248 .6712 -.3752 .5820 ************************** TOTAL EFFECT MODEL **************************** Outcome: Segregas

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .1417 .0201 7.6230 1.0000 372.0000 .0060 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 3.8406 .1175 32.6841 .0000 3.6096 4.0717 Kesesuai -.4588 .1662 -2.7610 .0060 -.7856 -.1321 ***************** TOTAL, DIRECT, AND INDIRECT EFFECTS ******************** Total effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI -.4588 .1662 -2.7610 .0060 -.7856 -.1321


(2)

Direct effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI .1034 .2434 .4248 .6712 -.3752 .5820 Indirect effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -.5622 .1983 -.9601 -.1847 Partially standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -.3468 .1208 -.5851 -.1138 Completely standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -.1736 .0604 -.2933 -.0574 Ratio of indirect to total effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter 1.2253 11.8203 .3713 3.9403 Ratio of indirect to direct effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -5.4376 1042.9322 -112387.28 -2.0007 R-squared mediation effect size (R-sq_med)

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .0196 .0160 -.0061 .0579 Preacher and Kelley (2011) Kappa-squared

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .1187 .0403 .0390 .1970

******************** ANALYSIS NOTES AND WARNINGS ************************* Number of bootstrap samples for bias corrected bootstrap confidence intervals :

15000

Level of confidence for all confidence intervals in output: 95.00


(3)

---4. Pengujian antara Kesesuaian Ideologi, Sikap terhadap Kesesuaian Ideologi,

dan Eksklusi

Run MATRIX procedure:

**************** PROCESS Procedure for SPSS Release 2.041 **************** Written by Andrew F. Hayes, Ph.D. http://www.afhayes.com

************************************************************************** Model = 4

Y = Eksklusi X = Kesesuai M = Sikapter Sample size 374

************************************************************************** Outcome: Sikapter

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .7380 .5446 444.9121 1.0000 372.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 1.7072 .0834 20.4655 .0000 1.5432 1.8713 Kesesuai 2.4884 .1180 21.0929 .0000 2.2564 2.7204 ************************************************************************** Outcome: Eksklusi

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .6886 .4742 167.3180 2.0000 371.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 7.0405 .1280 55.0047 .0000 6.7889 7.2922 Sikapter -.7248 .0546 -13.2832 .0000 -.8321 -.6175 Kesesuai .2420 .1840 1.3155 .1892 -.1198 .6038 ************************** TOTAL EFFECT MODEL **************************** Outcome: Eksklusi

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .4735 .2242 107.4945 1.0000 372.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 5.8032 .1065 54.4923 .0000 5.5938 6.0126 Kesesuai -1.5615 .1506 -10.3680 .0000 -1.8576 -1.2653 ***************** TOTAL, DIRECT, AND INDIRECT EFFECTS ******************** Total effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI -1.5615 .1506 -10.3680 .0000 -1.8576 -1.2653


(4)

Direct effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI .2420 .1840 1.3155 .1892 -.1198 .6038 Indirect effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -1.8035 .1573 -2.1282 -1.5058 Partially standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -1.0923 .0822 -1.2535 -.9307 Completely standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -.5469 .0411 -.6280 -.4667 Ratio of indirect to total effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter 1.1550 .1233 .9427 1.4263 Ratio of indirect to direct effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -7.4520 303.4112 -157.7794 14.8823 R-squared mediation effect size (R-sq_med)

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .2217 .0410 .1410 .3021 Preacher and Kelley (2011) Kappa-squared

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .4340 .0331 .3655 .4961

******************** ANALYSIS NOTES AND WARNINGS ************************* Number of bootstrap samples for bias corrected bootstrap confidence intervals :

15000

Level of confidence for all confidence intervals in output: 95.00


(5)

---dan Individualisme

Run MATRIX procedure:

**************** PROCESS Procedure for SPSS Release 2.041 **************** Written by Andrew F. Hayes, Ph.D. http://www.afhayes.com

************************************************************************** Model = 4

Y = Individu X = Kesesuai M = Sikapter Sample size 374

************************************************************************** Outcome: Sikapter

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .7380 .5446 444.9121 1.0000 372.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 1.7072 .0834 20.4655 .0000 1.5432 1.8713 Kesesuai 2.4884 .1180 21.0929 .0000 2.2564 2.7204 ************************************************************************** Outcome: Individu

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .2776 .0771 15.4870 2.0000 371.0000 .0000 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 3.6701 .1492 24.6011 .0000 3.3768 3.9635 Sikapter .2659 .0636 4.1809 .0000 .1408 .3909 Kesesuai -.1301 .2144 -.6066 .5445 -.5517 .2916 ************************** TOTAL EFFECT MODEL **************************** Outcome: Individu

Model Summary

R R-sq F df1 df2 p .1832 .0336 12.9217 1.0000 372.0000 .0004 Model

coeff se t p LLCI ULCI

constant 4.1241 .1046 39.4417 .0000 3.9185 4.3297 Kesesuai .5316 .1479 3.5947 .0004 .2408 .8223 ***************** TOTAL, DIRECT, AND INDIRECT EFFECTS ******************** Total effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI .5316 .1479 3.5947 .0004 .2408 .8223 Direct effect of X on Y

Effect SE t p LLCI ULCI -.1301 .2144 -.6066 .5445 -.5517 .2916


(6)

Partially standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .4555 .1148 .2315 .6843 Completely standardized indirect effect of X on Y Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .2281 .0574 .1167 .3427 Ratio of indirect to total effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter 1.2447 1.1802 .5332 3.1447 Ratio of indirect to direct effect of X on Y

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter -5.0868 145.2356 -4729.4356 -1.6873 R-squared mediation effect size (R-sq_med)

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .0327 .0211 -.0060 .0783 Preacher and Kelley (2011) Kappa-squared

Effect Boot SE BootLLCI BootULCI

Sikapter .1573 .0395 .0806 .2358

******************** ANALYSIS NOTES AND WARNINGS ************************* Number of bootstrap samples for bias corrected bootstrap confidence interva ls:

15000

Level of confidence for all confidence intervals in output: 95.00