LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konflik antar kelompok telah menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat terhindarkan dalam suatu negara plural. Hal ini dapat terjadi karena beragamnya etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin berbeda satu sama lain, yang pada akhirnya dapat memunculkan penafsiran yang berbeda terhadap penerapan peranan ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok Sihbudi Nurhasim, 2001. Hal ini yang dipercaya dapat menjelaskan telah seringnya konflik terjadi di Indonesia sebagai sebuah negara yang terkenal dengan pluralismenya. Berbicara mengenai keragaman kelompok dalam suatu negara plural, layaknya Indonesia, Berry mengungkapkan bahwa dalam setiap negara plural sudah pasti terdapat kelompok dominan dan kelompok non-dominan, dengan masing-masing ideologi yang mereka anggap benar dan keduanya hidup bersama dan membentuk hubungan atau interaksi satu sama lain dengan saling berbagi kerangka sosial yang ada Berry, 2011; Sihbudi Nurhasim, 2001. Melihat keadaan ini, Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan beragam kelompok dominan dan non-dominan dengan penafsiran terhadap peranan masing-masing ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok 1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi berarti seperangkat sistem atau himpunan kepercayaan, nilai, norma, ide, dan cara berpikir yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap, arah, dan tujuan hidup. Penjelasan lebih lanjut mengenai ideologi yang menjadi fokus dalam penelitian ini dapat dilihat pada bab 2 hal. 9. Universitas Sumatera Utara sehingga membuat keadaan Indonesia rentan akan konflik. Oleh karena itu, fokus penelitian ini bergerak dari hubungan positif atau negatif antara kelompok dominan dan non-dominan dengan masing-masing ideologi mereka. Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat muslim terbesar di dunia. Perbandingan angka statistik penduduk tiap-tiap negara pada periode tahun 2010 tercatat bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan masyarakat muslim terbesar, yakni 12.7 dari total penduduk di dunia dan 88.1 dari total penduduk Indonesia Gibbons, 2013; InfoTembalang, 2013. Mengacu kepada fakta tersebut, kelompok Islam merupakan satu kelompok dominan di Indonesia. Oleh karena penelitian ini hendak melihat determinan konflik sebagai kualitas hubungan yang negatif antara kelompok dominan dan non-dominan, maka peneliti mengambil kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore 2 sebagai contoh kelompok non-dominan melihat dari kualitas hubungan kelompok ini dan kelompok Islam mainstream 3 . Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore tidaklah termasuk ke dalam bagian dari Islam mainstream di Indonesia Van-Bruinessen, 1992. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Human Right Watch 2013 ditemukan bahwa telah terjadi konflik antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan dikenal juga dengan Jema’at Ahmadiyah di Cikeusik pada Februari 2011, sebanyak 1.500 militan Islamis melakukan penyerangan terhadap 21 2 Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore merupakan dua kelompok yang berbeda. Adapun perbedaan antara kedua kelompok ini dapat dilihat pada bab 2 hal. 9. 3 Mainstream atau ortodoks merupakan suatu aliran induk atau faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Islam mainstream diartikan sebagai arus utama Islam yang mengarah kepada kelompok-kelompok islam dengan faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat Islam Van- Bruinessen, 1992. Penjelasan lebih lanjut dapat di lihat pada bab 2 hal. 12. Universitas Sumatera Utara Jema’at Ahmadiyah dengan koban jiwa sebanyak 3 orang tewas dan 5 lainnya luka berat akibat insiden tersebut. Selain itu, penyerangan rumah ibadah Ahmadiyah Qadiyan juga terjadi pada tahun 2008 dengan sebanyak 33 masjid Ahmadiyah Qadiyan dirusak oleh kelompok Islam mainstream, pelecehan verbal bahkan sampai kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang guru Islam terhadap anak-anak Ahmadiyah Qadiyan di sekolah-sekolah, dan paksaan Islam mainstream terhadap Ahmadiyah Qadiyan untuk meninggalkan Cikeusik. Melihat dari latar belakang kelompok ini, kelompok Ahmadiyah Qadiyan Jema’at Ahmadiyah mengatasnamakan Ideologi kelompok mereka sebagai bagian dari Islam. Salah satu kepercayaan Ahmadiyah Qadiyan yang paling mencolok adalah mereka mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan keberadaan kitab suci mereka yang disebut dengan Al-Kitab Al-Mubin dan juga disebut Tadzkira Dzahir, 2008; Jaiz, 2009. Ideologi yang berbeda tersebut yang membuat Islam mainstream menolak Ahmadiyah Qadiyan yang mengatasnamakan kelompok mereka sebagai bagian dari Islam karena ideologi mereka yang berbeda bahkan menyimpang dari ideologi Islam pada umumnya Nasution, 2008. Melihat dari fenomena ini jelas terlihat bahwa telah terjadi kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi antara kedua kelompok ini. Seperti yang diungkapkan oleh Bourhis, Moise, Perreault, dan Senecal 1997 bahwa konflik dapat terjadi akibat dari kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan. Kesenjangan antara orientasi dan strategi akulturasi dari kelompok dominan dan non-dominan merupakan salah satu determinan konflik antar Universitas Sumatera Utara kelompok lihat Bourhis, dkk., 1997, dan melihat peran ideologi yang mungkin berbeda antara masing-masing kelompok yang dapat menjadi sumber potensi konflik Sihbudi Nurhasim, 2001, membuat peneliti tertarik untuk menelaah dinamika antara ideologi antar kelompok dan orientasi akulturasinya dalam hubungannya dengan kualitas hubungan antar kelompok positif atau negatif. Dinamika ini akan dibahas pada bab selanjutnya. Berdasarkan penjabaran sebelumnya bahwa kualitas hubungan negatif antara Ahmadiyah Qadiyan dan Islam mainstream diakibatkan oleh kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi kedua kelompok akibat dari ketidaksesuaian ideologi antara kedua kelompok ini lihat Bourhis, dkk., 1997; Nasution, 2008. Sedangkan kelompok Ahmadiyah Lahore memiliki ideologi yang dapat dikatakan hampir sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, dan konflik antara Islam mainstream dengan Ahmadiyah Lahore sangat jarang terdengar. Fenomena ini semakin memperkuat asumsi peneliti bahwa peran kesesuaian ideologi kelompok non-dominan dan kelompok dominan sangat berpengaruh kepada orientasi akulturasi sebagai determinan kualitas hubungan antar kelompok. Konflik itu sendiri merupakan suatu proses yang dapat merugikan suatu kelompok, perseorangan, bahkan dalam cakupan yang lebih besar adalah Negara lihat Waskita Simanjuntak, 2013; Ali-Fauzi, Alam Panggabean, 2009; Human Right Watch, 2013. Mengetahui bahwa orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan dapat mengarahkan kepada konflik, maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap variabel-variabel lain yang turut berkontribusi terhadap orientasi dan strategi Universitas Sumatera Utara akulturasi dalam hubungannya dengan konflik atau kualitas hubungan antar kelompok yang negatif. Dengan demikian akan ditemukan determinan-determinan konflik atau sumber potensi konflik secara empiris, sehingga upaya-upaya pembinaan, penggalangan, dan pencegahan dapat dilakukan sebelum konflik terjadi oleh para pihak terkait stakeholders Sutadi, 2009. Berdasarkan penjabaran singkat di atas mengarahkan peneliti dalam menetapkan variabel kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut serta implikasinya terhadap orientasi akulturasi kelompok dominan yang dapat menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok dominan dan non- dominan yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. Peneliti berasumsi bahwa kesesuaian ideologi berkontribusi terhadap pembentukan orientasi akulturasi kelompok dominan melalui peran sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut. Untuk menelaah asumsi ini, peneliti mengambil contoh kasus Islam mainstream sebagai kelompok dominan dan Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore sebagai kelompok non-dominan.

B. KEUTAMAAN PENELITIAN