B= 2.49 B= .62
B= - .39 B= - .23
B= - .72
B= .27
Gambar 5. Interaksi antara kesesuaian ideologi, sikap terhadap kesesuaian
ideologi, dan orientasi akulturasi
Jika diperhatikan lebih lanjut pada Gambar 5, terlihat bahwa orientasi akulturasi yang paling diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kelompok
Ahmadiyah Lahore ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya secara berturut adalah integrasi dan individualisme, sedangkan terhadap kelompok
Ahmadiyah Qadiyan ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya secara berturut adalah eksklusi, asimilasi, dan segregasi. Orientasi
akulturasi yang paling tidak diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore secara berturut adalah eksklusi, asimilasi, dan segregasi.
Sedangkan tipe orientasi yang paling tidak diinginkan terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan secara berturut adalah integrasi dan individualisme.
C. PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas mengenai preferensi Islam mainstream tentang bagaimana kedua kelompok Ahmadiyah yang ideologinya sesuai Ahmadiyah
Kondisi kesesuaian ideologi kedua
kelompok Ahmadiyah
Qadiyan= 0 Lahore= 1
Sikap Terhadap
Kesesuaian Ideologi
Segregasi Asimilasi
Integrasi
Eksklusi Individualisme
Universitas Sumatera Utara
Lahore dan yang ideologinya tidak sesuai Ahmadiyah Qadiyan dengan ideologi Islam pada umumnya harus berakulturasi terhadap Islam. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Islam mainstream memiliki sikap 2.49 kali lebih positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore yang ideologinya sesuai dengan ideologi
Islam pada umumnya daripada kelompok Ahmadiyah Qadiyan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, yang pada akhirnya
memprediksi preferensi akulturasi yang diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah tersebut.
Hasil analisis data menunjukkan keseluruhan hipotesis penelitian terpenuhi. Pertama, kelompok Ahmadiyah Lahore yang ideologinya sesuai
dengan ideologi Islam pada umumnya disikapi secara lebih positif oleh Islam mainstream daripada kelompok Ahmadiyah Qadiyan yang ideologinya tidak
sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Adapun sikap negatif dari Islam mainstream terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan terjadi karena kelompok ini
digambarkan memiliki ideologi yang sangat tidak sesuai dari ideologi Islam pada umumnya. Kedua, sikap positif Islam mainstream terhadap kelompok Ahmadiyah
Lahore dan sikap negatif terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan berimplikasi pada preferensi mereka tentang bagaimana kedua kelompok tersebut seharusnya
berakulturasi. Untuk kelompok Ahmadiyah yang ideologinya sesuai dengan ideologi Islam yakni Ahmadiyah Lahore, Islam mainstream lebih menerima
kelompok ini untuk berakulturasi dengan cara integrasi dan individualisme. Sedangkan terhadap kelompok Ahmadiyah yang ideologinya tidak sesuai dengan
ideologi Islam yakni Ahmadiyah Qadiyan, Islam mainstream lebih menerima
Universitas Sumatera Utara
kelompok ini untuk berakulturasi dengan cara eksklusi, asimilasi, dan segregasi. Ketiga, konsekuensi dari kesesuaian ideologi terhadap orientasi akulturasi
dimediasi oleh peran sikap terhadap kesesuaian ideologi yang ada antar masing- masing kelompok.
Orientasi integrasi dari kelompok dominan merupakan orientasi yang menerima kelompok non-dominan di kedua dimensi akulturasi lihat gambar 3
dalam bab 2. Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian Islam mainstream lebih memilih integrasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore. Artinya Islam
mainstream menerima Ahmadiyah Lahore dalam mempertahankan ideologi mereka dan juga menerima mereka sebagai bagian dari Islam. Penerimaan Islam
mainstream terhadap Ahmadiyah Lahore disebabkan oleh sikap mereka yang positif terhadap kelompok ini Mummendey Wenzel, 1999, dan sikap positif
tersebut disebabkan karena sesuainya ideologi mereka dengan ideologi Islam pada umumnya Berry, dkk., 2002; Sastrawi, 2011; Iskandar, 2005. Ketika dimaknai
secara umum, kelompok dominan lebih memilih integrasi terhadap kelompok non dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. Artinya kelompok
dominan menerima kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi
mereka untuk
mempertahankan ideologi
mereka dan
juga memperbolehkan mereka mengadopsi ideologi dominan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Islam mainstream juga memilih orientasi individualisme terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore dan tidak pada
Ahmadiyah Qadiyan. Artinya Islam mainstream tetap tidak bisa menerima individu Ahmadiyah Qadiyan secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka
Universitas Sumatera Utara
sebagai Ahmadiyah Qadiyan namun tetap bisa menerima individu Ahmadiyah Lahore walaupun terlepas dari keanggotaan mereka sebagai bagian dari kelompok
Ahmadiyah Lahore. Maka secara umum, kelompok dominan juga memilih individualisme terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan
ideologi mereka. Jika dilihat dari bagan dimensi akulturasi kelompok dominan Gambar 3 dalam bab 2, orientasi individualisme menolak kelompok non-
dominan di kedua dimensi akulturasi. Secara teori, individualisme memang menolak kelompok non-dominan di kedua dimensi akulturasi, namun hal tersebut
dikarenakan kelompok dominan lebih memandang orang lain dan diri mereka terlepas dari budaya atau kelompok di mana mereka bernaung. Artinya mereka
lebih memandang orang lain melalui pribadi individu orang tersebut Bourhis, dkk., 1997.
Salah satu penjelasan yang dapat diberikan adalah dengan merujuk kepada teori persepsi ancaman perceived threat. Penelitian yang dilakukan oleh
Verkuyten, dkk. 2008 menemukan bahwa perbedaan norma, kepercayaan, dan nilai kelompok lain dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman terhadap identitas,
nilai, kepercayaan, dan budaya suatu kelompok tertentu yang pada akhirnya dapat melahirkan perasaan negatif terhadap kelompok tersebut. Dengan demikian,
sangat memungkinkan kelompok dominan menganggap kelompok non-dominan sebagai ancaman baik secara personal maupun dari ideologi kelompoknya yang
telah melekat dalam diri mereka yang diakibatkan oleh ketidaksesuaian ideologi mereka dengan ideologi kelompok dominan Verkuyten, dkk., 2008, sehingga
pada akhirnya kelompok dominan tetap tidak dapat menerima kelompok non-
Universitas Sumatera Utara
dominan meskipun terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok akibat dari tidak sesuainya ideologi yang mereka miliki dengan ideologi dominan
tipe orientasi individualisme. Secara spesifik, maka sangat memungkinkan Islam mainstream
menganggap Ahmadiyah Qadiyan sebagai ancaman baik secara personal maupun dari ideologi kekelompokkan mereka yang telah melekat dalam diri mereka, yang
muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian ideologi mereka dengan ideologi Islam pada umumnya Verkuyten, dkk., 2008; Dzahir, 2008. Hal ini
yang dapat menjelaskan sebab Islam mainstream dalam memilih individualisme terhadap Ahmadiyah Lahore dan tidak pada Ahmadiyah Qadiyan karena ideologi
Islam mainstream dan Ahmadiyah Lahore yang sesuai satu sama lain dapat saja memunculkan persepsi ancaman dari Islam mainstream yang tidak sebesar
persepsi ancaman yang mereka rasakan terhadap Ahmadiyah Qadiyan, sehingga akhirnya orientasi individualisme lebih diinginkan Islam mainstream terhadap
Ahmadiyah Lahore dan tidak pada Ahmadiyah Qadiyan. Perbedaan ideologi yang ada akan dipersepsikan sebagai ancaman
terhadap ideologi dan identitas kelompok yang pada akhirnya memunculkan perasaan negatif Verkuyten, dkk., 2008, dan perasaan negatif ini yang
menyebabkan lahirnya penolakan kelompok dominan terhadap kelompok non- dominan Mummendey Wenzel, 1999. Keadaan seperti ini menjelaskan
mengapa kelompok dominan memiliki sikap yang negatif terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi mereka, yang pada
akhirnya mengarahkan kelompok dominan untuk lebih memilih orientasi eksklusi,
Universitas Sumatera Utara
asimilasi, dan segregasi terhadap kelompok non-dominan tersebut menolak di salah satu atau kedua dimensi akulturasi lihat kembali Gambar 3 dalam bab 2.
Secara spesifik, ketidaksesuaian ideologi yang ada antara Islam mainstream dan kelompok Ahmadiyah Qadiyan membuat Islam mainstream menyikapi kelompok
tersebut secara negatif, yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk lebih memilih orientasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi terhadap kelompok ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe orientasi akulturasi yang diinginkan oleh Islam mainstream terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan yang
ideologinya tidak sesuai dengan ideologi mereka secara berturut adalah eksklusi, asimilasi, dan segregasi. Yang pertama paling diinginkan oleh subjek penelitian
terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan adalah untuk menghapuskan ideologi mereka dan untuk menyatakan bahwa mereka bukan bagian dari Islam eksklusi.
Yang kedua adalah untuk menghapuskan ideologi mereka dan sepenuhnya mengikuti ideologi Islam pada umumnya asimilasi. Yang paling terakhir
diinginkan oleh Islam mainstream terhadap Ahmadiyah Qadiyan adalah untuk memisahkan diri dari Islam, yakni Islam mainstream bisa menerima mereka untuk
mempertahankan ideologi kelompok mereka, namun di satu sisi mereka harus mengakui bahwa mereka bukan bagian dari Islam misalnya dengan
mendeklarasikan bahwa Ahmadiyah Qadiyan sebagai agama yang berbeda dari Islam segregasi.
Pemilihan tipe orientasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi dari kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan
ideologi mereka menggambarkan sikap penolakan kelompok dominan terhadap
Universitas Sumatera Utara
kelompok non-dominan tersebut lihat kembali Gambar 3 dalam bab 2. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa penolakan ini lahir dari ketidaksesuaian ideologi
kelompok non-dominan dengan ideologi kelompok dominan sehingga kelompok dominan menyikapi ketidaksesuaian tersebut secara negatif yang membuat
kelompok dominan menolak kelompok non-dominan yang ideologinya digambarkan sebagai tidak sesuai dengan ideologi mereka tersebut dalam
mempertahankan ideologi mereka dan atau menolak mereka untuk mengadopsi budaya dominan. Secara spesifik, tipe orientasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi
yang diinginkan oleh Islam mainstream terhadap Ahmadiyah Qadiyan menggambarkan sikap penolakan Islam mainstream terhadap kelompok tersebut.
Penolakan ini lahir dari ideologi Ahmadiyah Qadiyan yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumny, sehingga Islam mainstream menyikapi
ketidaksesuaian tersebut secara negatif, sebagai akibatnya Islam mainstream menolak Ahmadiyah Qadiyan dalam mempertahankan ideologi mereka dan atau
menolak pengakuan mereka sebagai bagian dari Islam i.e. eksklusi, asimilasi, dan segregasi.
Penelitian yang membahas mengenai orientasi akulturasi kelompok dominan juga pernah dilakukan oleh Bourhis dan Dayan 2004 dan ditemukan
bahwa host society lebih memilih tipe orientasi integrasi dan individualisme terhadap imigran yang mereka sukai, dan memillih asimilasi, segregasi, dan
eksklusi terhadap imigran yang tidak mereka sukai. Hasil penelitian oleh Bourhis tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, yakni kelompok dominan yang
memiliki sikap positif terhadap satu kelompok non-dominan lebih memilih
Universitas Sumatera Utara
integrasi dan individualisme terhadap kelompok non-dominan tersebut, sedangkan kelompok dominan yang memiliki sikap yang negatif terhadap satu kelompok
non-dominan lebih memilih tipe orientasi akulturasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi terhadap kelompok non-dominan tersebut. Menyukai atau tidak
menyukai suatu objek sosial merupakan ekspresi dari sikap positif atau negatif Franzoi, 2009. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dikatakan
melengkapi hasil penelitian sebelumnya oleh Bourhis dan Dayan 2004 bahwa sikap kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan dalam mempengaruhi
preferensi orientasi akulturasi muncul akibat dari kesesuaian ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat terlihat bahwa peran sikap kelompok dominan terhadap kesesuaian ideologi mereka dengan ideologi
kelompok non-dominan sangat kuat pengaruhnya terhadap orientasi akulturasi yang mereka inginkan terhadap kelompok non-dominan tersebut. Hasil penelitian
ini mendukung teori yang dikemukakan Berry dan Sam 2006 bahwa perbedaan nilai, norma, budaya, dan kepercayaan ideologi antar kelompok yang
berakulturasi berperan kuat dalam mempengaruhi proses akulturasi itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa kesesuaian ideologi dimediasi oleh
sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi preferensi akulturasinya.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap proses akulturasi adalah adanya persepsi ancaman yang dirasakan oleh pihak-pihak yang berakulturasi.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Bourhis dan Dayan 2004 ditemukan bahwa
Universitas Sumatera Utara
integrasi dan Individualisme berhubungan negatif dengan persepsi ancaman perceived threat, sedangkan eksklusi, asimilasi, dan segregasi berhubungan
positif dengan persepsi ancaman. Artinya adalah kelompok host society yang merasa terancam dengan nilai-nilai kelompok pendatang, baik secara personal
maupun budaya, cenderung untuk memilih orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi, sedangkan host society yang tidak merasa terancam terhadap satu
kelompok pendatang akan cenderung memilih orientasi integrasi dan individualisme. Dengan kata lain, kelompok dominan dengan orientasi integrasi
dan individualisme tidak menganggap kelompok non-dominan sebagai ancaman, baik secara personal maupun secara nilai-nilai budaya, dan sebaliknya pada
orientasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi. Persepsi ancaman dipercaya disebabkan oleh adanya perbedaan ideologi suatu kelompok terhadap kelompok
tertentu Verkuyten, 2008, dan perbedaan itu sendiri tidak luput dari sikap terhadap seberapa besar perbedaan ideologi tersebut Berry, dkk., 2002, dan
ketika dikaitkan dengan hasil penelitian ini yang menemukan bahwa ketidaksesuaian ideologi akan disikapi secara negatif sehingga mengarahkan
kepada pemilihan tipe orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi, sedangkan kesesuaian ideologi akan disikapi secara positif sehingga mengarahkan kepada
orientasi integrasi dan individualisme. Dengan demikian sangat memungkinkan bahwa peran ancaman dalam mempengaruhi orientasi akulturasi juga dipengaruhi
oleh sikap atau sebaliknya terhadap sesuai atau tidaknya ideologi yang ada pada masing-masing kelompok. Untuk membuktikan asumsi ini, dapat diujikan dalam
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Berry menyatakan bahwa dalam berakulturasi sudah tentu akan melibatkan dua atau lebih kelompok atau budaya yang berbeda dengan melibatkan individu-
individu dalam masing-masing kelompok Chun, dkk., 2003, dan dalam kehidupan berkelompok tentu akan melibatkan identitas kelompok yang dirasakan
tiap-tiap individu di dalamnya, di mana individu dengan identitas kekelompokan yang tinggi akan cenderung memiliki persepsi ancaman yang tinggi pula terhadap
kelompok lain Stephan, Boniecki, Ybarra, Ervin, Jackson, McNatt, Renfro, 2002 dan ancaman itu sendiri dapat memunculkan perasaan negatif Verkuyten, dkk.,
2008, perasaan negatif itu sendiri merupakan sikap negatif Franzoi, 2009, yang dalam penelitian ini memiliki pengaruh terhadap preferensi akulturasi mereka.
Dengan demikian, identitas kekelompokkan seseorang secara tidak langsung juga sangat mungkin mempengaruhi preferensi akulturasinya. Sehingga asumsi ini
dapat direkomendasikan untuk ditelaah lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya. Mengacu pada tingkat identitias kekelompokkan subjek penelitian yang
kemungkinan juga dapat mempengaruhi orientasi akulturasinya, dan hal ini pula yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Peneliti tidak mengukur tingkat
identitas kekelompokkan para subjek penelitian untuk membedakan sejauh mana tingkat identitas kekelompokkan yang dirasakan tiap-tiap subjek penelitian
terhadap hubungannya dengan evaluasi dan orientasi akulturasinya. Sehingga untuk menyempurnakan hasil penelitian ini, tingkat identitas kekelompokkan
subjek penelitian juga hendaknya diukur untuk melihat pengaruhnya terhadap sikap, kesesuaian ideologi, dan orientasi akulturasinya, bahkan akan lebih baik
jika juga menyertakan peran persepsi ancaman di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan lain dari penelitian ini terletak pada pengukuran persepsi terhadap kesesuaian ideologi yang tidak diukur dengan instrumen khusus untuk
mengukur seberapa besar persepsi terhadap sesuai tidaknya ideologi yang dirasakan subjek penelitian terhadap kedua kelompok Ahmadiyah. Kesesuaian
ideologi dalam penelitian ini hanya dimunculkan dari informasi yang disusun seperti artikel yang diberikan kepada subjek penelitian tentang ideologi yang
dimiliki oleh kedua kelompok Ahmadiyah. Pemaparan informasi mengenai kesesuaian ideologi yang dimiliki kedua kelompok Ahmadiyah divalidasi oleh
proffesional judgement dan beberapa komentar dari subjek penelitian ketika pelaksanaan try out, serta dikontrol melalui tiga pertanyaan seputar kesesuaian
ideologi yang ada antara Islam mainstream dengan kedua kelompok Ahmadiyah, dan subjek penelitian dengan jawaban yang benar saja yang digunakan sebagai
sampel penelitian. Berdasarkan prosedur seperti ini peneliti yakin bahwa subjek penelitian sudah cukup merasakan kesesuaian dan ketidaksesuaian yang ada
antara mereka dan kedua kelompok Ahmadiyah, sehingga respon mereka terhadap instrument pengukuran sikap dan orientasi akulturasi sudah memenuhi kriteria
penelitian untuk diolah. Berdasarkan kelemahan tersebut, penelitian ini dapat disempurnakan dengan menyusun instrumen khusus untuk mengukur persepsi
terhadap kesesuaian ideologi yang dirasakan oleh kelompok dominan terhadap kedua kelompok non-dominan sehingga terlihat lebih nyata dari segi angka.
Suatu daerah multikultural yang sarat akan keragaman budaya yang tinggi diyakini mampu untuk menerima dan berinteraksi dengan segala perbedaan yang
ada antar tiap-tiap kelompok dalam masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini bahwa untuk menerima dan berinteraksi dengan kelompok etnis ataupun agama yang berbeda dalam masyarakat multikultural sekalipun, faktor
sikap terhadap perbedaan itu sendiri tetap merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi penerimaan dan interaksi dalam masyarakat mutietnis tersebut.
Perbedaan atau ketidaksesuaian ideologi yang berimplikasi kepada sikap negatif dan penolakan juga merupakan perihal yang mutlak ada dalam sebuah negara
yang multikultural. Dan berdasarkan hasil penelitian ini, walaupun kota Medan merupakan kota yang diakui oleh salah satu anggota Dewan Pertimbangan
Presiden Wantimpres, Masykuri Abdullah, sebagai kota yang rukun dalam beragama dan berbudaya Ant, 30 agustus, masih sangat memungkinkan untuk
mengalami konflik antar kelompok baik agama, etnis, maupun ormas yang dipercaya sebagai akibat dari kesenjangan orientasi akulturasi yang dimiliki oleh
masing-masing kelompok yang disebabkan oleh sikap mereka terhadap ketidaksesuaian ideologi yang ada antar masing-masing kelompok.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa sikap terhadap kesesuaian ideologi memiliki peran yang sangat kuat terhadap orientasi akulturasi, yang pada
akhirnya mempengaruhi kualitas hubungan dan interaksi antar kelompok Bourhis, dkk., 1997. Dengan demikian telah ditemukan satu antesenden yang
dapat menentukan kualitas interaksi antar kelompok. Sekarang bagaimana caranya untuk meminimalisir kuatnya pengaruh antesenden ini sehingga ketegangan antar
kelompok juga dapat tereduksi. Mengatasi persoalan seperti ini tidaklah mudah karena perbedaan ideologi antar kelompok dalam maysarakat plural merupakan
perihal yang mutlak ada, sehingga sikap yang melekat dalam perbedaan itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
juga tidak dapat terhindarkan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara untuk menumbuhkan sikap yang positif walaupun perbedaan itu jelas ada dan
tidak dapat disamakan. Mungkin salah satunya adalah dengan menciptakan ideologi pluralisme pada setiap pondasi kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
karena dengan ideologi pluralisme masyarakat akan dapat menerima dan hidup berdampingan secara rukun dengan segala perbedaan yang ada lihat Suparlan,
2002. Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan ideologi pluralisme
dalam masyarakat. Hal ini dapat ditelusuri lebih lanjut pada penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kelompok dominan cenderung
memiliki sikap yang lebih positif terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka yang pada akhirnya berimplikasi pada
preferensi akulturasi integrasi dan individualisme terhadap kelompok non- dominan tersebut. Sedangkan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya
tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara lebih negatif oleh kelompk dominan yang pada akhirnya berimplikasi pada preferensi
akulturasi eksklusi, asmilasi, dan segregasi terhadap kelompok non-dominan tersebut.
Secara spesifik, ketidaksesuaian ideologi antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan mengakibatkan Islam mainstream lebih memiliki sikap yang
negatif terhadap kelompok ini yang berimplikasi pada preferensi akulturasi eksklusi, asimilasi, dan segregasi terhadap kelompok tersebut. Sedangkan
terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore akibat dari ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya membuat Islam mainstream lebih memiliki
sikap yang lebih positif terhadap kelompok tersebut dan berimplikasi pada preferensi akulturasi integrasi dan individualisme. Interaksi kesesuaian ideologi
terhadap proses akulturasi yang melibatkan orientasi dan strategi akulturasi di dalamnya dimediasi oleh peran sikap terhadap kesesuaian ideologi tersebut.
Universitas Sumatera Utara