Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi

2. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi

Sikap dari definisi unidimensional diartikan sebagai evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek yang dapat diekspresikan dengan rasa suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk Franzoi, 2009. Sikap positif atau negatif yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain tergantung dari seberapa berbeda atau sesuai ideologi yang dimiliki oleh keduanya, di mana semakin individu menilai suatu kelompok sebagai berbeda dengan kelompok di mana diri bernaung, maka semakin negatif sikap individu terhadap kelompok tersebut dan sebaliknya lihat Berry, dkk., 2002. Hal ini dapat terjadi karena ideologi kelompok lain yang berbeda dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman terhadap ideologi suatu kelompok tertentu yang pada akhirnya dapat melahirkan perasaan negatif terhadap kelompok tersebut lihat Verkuyten, Gonzales, Weesie, Poppe, 2008. Jadi, semakin berbeda ideologi yang ada akan semakin dipersepsikan sebagai ancaman yang akhirnya melahirkan sikap negatif, dan sebaliknya semakin kecil perbedaan ideologi tersebut semakin tidak dipersepsikan sebagai ancaman sehingga yang muncul adalah sikap positif. Ketidaksesuaian ideologi akan memunculkan sikap negatif Hipotesis 1 sehingga yang terjadi adalah penolakan i.e. asimilasi, segregasi, atau eksklusi terhadap kelompok yang ideologinya sangat tidak sesuai dengan ideologi mereka Hipotesis 3a, 3b, dan 3c. Sedangkan Universitas Sumatera Utara terhadap kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi mereka akan memunculkan sikap positif Hipotesis 1 sehingga yang terjadi adalah penerimaan e.g. integrasi dan individualisme terhadap kelompok yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. a. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi Islam Mainstream Ideologi seperangkat sistem nilai, norma, dan kepercayaan yang sesuai akan dievaluasi secara positif, sebaliknya ideologi yang tidak sesuai akan dievaluasi secara negatif Berry, dkk., 2002, di mana evaluasi dapat diartikan sebagai sikap unidimensional Franzoi, 2009. Ketika diterapkan pada contoh subjek dalam penelitian ini, yakni antara Ahmadiyah Lahore ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya dan Qadiyan ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, maka Islam mainstream akan memiliki sikap negatif terhadap Ahmadiyah Qadiyan dan positif terhadap Ahmadiyah Lahore Hipotesis 1. Ketika dikaitkan dengan kajian persepsi ancaman oleh Verkuyten, dkk. 2008, maka ketidaksesuaian ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan dari ideologi Islam pada umumnya akan dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap negatif terhadap kelompok ini, dan sebaliknya pada Ahmadiyah Lahore dikarenakan ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya sehingga tidak begitu Universitas Sumatera Utara dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore. Sebagai akibatnya Islam mainstream lebih dapat menerima Ahmadiyah Lahore dari segi orientasi akulturasinya yakni tipe orientasi integrasi dan individualisme daripada Ahmadiyah Qadiyan yakni tipe orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi Hipotesis 2 dan 3. Jika kita lihat kembali pada ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore terhadap ideologi Islam mainstream lihat poin A hal. 9, dapat terlihat bahwa ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, sedangkan ideologi Ahmadiyah Lahore dapat dikatakan sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kadar perbedaan ataupun ketidaksesuaian ideologi dapat membuat anggota suatu kelompok menyikapi secara negatif kelompok lain, sikap negatif itu sendiri dapat berupa penolakan, diskriminasi, bahkan konflik Berry, dkk., 2002; Verkuyten, dkk., 2008; Mummendey Wenzel, 1999. Dengan demikian, kelompok dengan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara negatif yang pada akhirnya akan mengarahkan kepada penolakan terhadap kelompok non- dominan tersebut, sedangkan kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara positif yang Universitas Sumatera Utara pada akhirnya akan mengarahkan kepada penerimaan terhadap kelompok non-dominan tersebut. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa secara spesifik pada contoh kasus ini, ideologi Ahmadiyah Qadiyan yang sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya dipercaya menciptakan lahirnya sikap negatif terhadap kelompok ini yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kelompok Ahmadiyah Qadiyan asimilasi, segregasi, atau eksklusi Hipotesis 3a, 3b, dan 3c. Sebaliknya yang terjadi pada kelompok Ahmadiyah Lahore, ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya melahirkan sikap yang lebih positif sehingga mengarahkan Islam mainstream untuk menerima kelompok ini integrasi dan individualisme Hipotesis 2a dan 2b. Penerimaan atau penolakan kelompok dominan terhadap non dominan merupakan elemen dalam fenomena akulturasi lihat Bourhis, dkk., 1997, dan juga tergantung dari sikap evaluasi mereka terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi mereka dengan ideologi kelompok non-dominan tersebut Mummendey Wenzel, 1999; Berry, dkk., 2002. Melihat penalaran teoritis tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi itu sendiri yang memediasi peran kesesuaian ideologi dalam menentukan orientasi akulturasi yang diinginkan Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Universitas Sumatera Utara Dimensi 2: apakah patut untuk diterima ketika kelompok non- dominan mengadopsi budaya kelompok dominan? Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian antara Islam Mainstream dan Kedua Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Ada dua dimensi yang membentuk kelima orientasi akulturasi kelompok dominan yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. 1997 dan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini: Gambar 3. Dimensi Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan Ketika teori dikaitkan dengan contoh kasus penelitian antara Ahmadiyah Qadiyan Lahore dan Islam mainsream, bahwa penerimaan atau penolakan dari kelompok dominan ditentukan oleh sikap mereka Mummendey Wenzel, 1999, dan sikap mereka ditentukan oleh kesesuaian ideologi yang dimiliki oleh kelompok non- dominan Berry, dkk., 2002, maka Islam mainstream akan memiliki Yes No Yes Integrasi Asimilasi No Segregasi Ekslusi Individualisme Dimensi 1: apakah patut untuk diterima ketika kelompok non-dominan mempertahankan budaya asli mereka? Sikap Islam Mainstream Terhadap Kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah dengan ideologi Islam pada umumnya. Ideologi Sesuai : Ahmadiyah Lahore. Orientasi akulturasi Islam mainstream integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme. Ideologi Tidak Sesuai: Ahmadiyah Qadiyan. Universitas Sumatera Utara sikap yang positif terhadap Ahmadiyah Lahore Hipotesis 1, sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menerima kelompok ini, yakni dengan memilih integrasi Hipotesis 2a dan individualisme Hipotesis 2b. Sedangkan terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, Islam mainstream akan memiliki sikap yang negatif Hipotesis 1, sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menolak kelompok ini, yakni dengan memilih asimilasi Hipotesis 3a, segregasi Hipotesis 3b, dan eksklusi Hipotesis 3c. Peneliti berhipotesis bahwa akibat dari sikap positif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi kelompok dominan, maka kelompok dominan lebih menginginkan orientasi integrasi terhadap kelompok ini, yakni menerima kelompok di kedua dimensi akulturasi lihat Gambar 3. Pada subjek penelitian, Islam mainstream lebih menerima Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan ideologi mereka dan menerima mereka sebagai bagian dari Islam. Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi antara mereka dan kelompok non-dominan tersebut secara positif, sehingga mengarahkan kelompok dominan untuk menerima mereka dalam mempertahankan ideologi tersebut dan juga menerima mereka untuk mengadopsi nilai-nilai dominan yakni integrasi Hipotesis 2a. Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi individualisme Hipotesis 2b terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. Hal ini Universitas Sumatera Utara dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi ini secara positif sehingga dapat menerima kelompok non-dominan ini secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Pada kasus penelitian, Islam mainstream tidak menuntut Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan atau meninggalkan ideologi mereka, tidak pula menuntut mereka untuk sepenuhnya menerapkan ideologi Islam pada umumnya sebagai ideologi mereka, dan tidak meminta mereka untuk memisahkan diri dari Islam. Artinya, Islam mainstream menerima mereka secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka sebagai Ahmadiyah yakni individualisme Hipotesis 2b. Hipotesis penelitian berikutnya adalah bahwa kelompok dominan lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan Hipotesis 3a. Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi ketidaksesuaian ideologi ini secara negatif, sehingga mereka menolak kelompok non- dominan tersebut untuk mempertahankan ideologi mereka dan menginginkan mereka untuk sepenuhnya mengikuti budaya dominan yakni asimilasi Hipotesis 3a. Pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk sepenuhnya meninggalkan ideologi mereka dan sepenuhnya mengikuti ideologi Islam pada umumnya. Peneliti juga berhipotesis bahwa konsekuensi dari sikap negatif kelompok dominan terhadap ketidaksesuaian ideologi pada kelompok Universitas Sumatera Utara non-dominan berimplikasi kepada pemilihan orientasi segregasi, yakni menolak kelompok non-dominan untuk mengadopsi ideologi dominan dan masih bisa menerima mereka dalam mempertahankan ideologi mereka namun dengan cara hidup terpisah dari kelompok dominan yakni segregasi Hipotesis 3b. Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk mendirikan agama sendiri di luar agama Islam jika mereka tetap ingin mempertahankan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi eksklusi terhadap kelompok non-dominan yang ideloginya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan. Artinya kelompok dominan menolak mereka untuk mengadopsi budaya dominan dan juga menolak mereka untuk mempertahankan budaya asli mereka yakni eksklusi Hipotesis 3c. Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menolak mereka sebagai bagian dari Islam dan juga menginginkan mereka untuk menghapuskan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Penelitian tentang orientasi akulturasi dalam kaitannya dengan sikap memang telah dilakukan sebelumnya di Israel Bourhis Dayan, 2004 dan Kanada Montreuil Bourhis, 2001. Mereka menemukan bahwa host Universitas Sumatera Utara community terhadap kelompok non-dominan yang dihargai lebih memilih orientasi integrasi dan individualisme terhadap kelompok tersebut, sebaliknya terhadap kelompok yang tidak dihargai, host community lebih memilih orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi. Hasil penelitian ini memperkuat asumsi peneliti bahwa sikap kelompok dominan positif atau negatif terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi yang ada antara mereka dengan kelompok non-dominan turut menentukan preferensi akulturasi mereka. Secara ringkas dapat disimpulkan nalar dari penelitian ini, bahwa kombinasi orientasi akulturasi yang berdampak kepada penentuan kualitas hubungan dan interaksi antar kelompok Bourhis, dkk., 1997 dipengaruhi oleh kesesuaian ideologi yang ada antara kedua kelompok dominan dan non-dominan yang melahirkan sikap positif atau negatif Berry, dkk., 2002, yang pada akhirnya mengarahkan kepada penerimaan atau penolakan Mummendey Wenzel, 1999 yang dapat digambarkan pada salah satu atau kedua dimensi akulturasi Bourhis, dkk., 1997. Secara spesifik pada fenomena konflik antara Ahmadiyah Qadiyan Jema’at Ahmadiyah dan Islam mainstream menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan. Islam mainstream menginginkan asimilasi atau segregasi terhadap Ahmadiyah Qadiyan, sedangkan Ahmadiyah Qadiyan sendiri menginginkan untuk berintegrasi terhadap Islam. Sehingga terjadilah kesenjangan orientasi akulturasi oleh Islam mainstream dan strategi akulturasi oleh Ahmadiyah Universitas Sumatera Utara Qadiyan dan pada akhirnya menciptakan ketegangan dan konflik antara kedua kelompok ini Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997. Jika contoh kasus antara Ahmadiyah Qadiyan dan Islam mainstream dikaitkan dengan nalar penelitian, maka sikap Islam mainstream yang tidak menginginkan Ahmadiyah Qadiyan untuk berintegrasi merupakan konsekuensi dari ketidaksesuaian ideologi mereka dari ideologi Islam pada umumnya. Hal ini yang kemudian mengakibatkan kelompok tersebut disikapi secara negatif yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kehadiran kelompok Ahmadiyah Qadiyan yakni asimilasi atau segregasi Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997; Berry, dkk., 2002; Mummendey Wenzel, 1999.

C. HIPOTESIS PENELITIAN