Pengaruh Komitmen Organisasional, Penjualan Adaptif , Orientasi Smart-Working Dan Kepuasan Hubungan Kerja Terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran Untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis IBO Dalam Multi Level Marketing PT Oriflame Indonesia Di Medan
PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN
ADAPTIF , ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS STRATEGI
PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA BISNIS IBO
DALAM MULTI LEVEL MARKETING PT ORIFLAME
INDONESIA DI MEDAN
TESIS
Oleh
MARTIN LUTER PURBA
117019005/IMSEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN
ADAPTIF , ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS
STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN
KINERJA BISNIS IBO DALAM MULTI LEVEL
MARKETING PT ORIFLAME
INDONESIA DI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARTIN LUTER PURBA 117019005/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
Judul Tesis : PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN ADAPTIF, ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA BISNIS IBO DALAM MULTI LEVEL MARKETING PT ORIFLAME INDONESIA DI MEDAN
Nama Mahasiswa : Martin Luter Purba Nomor Pokok : 117019005
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA)
Ketua Anggota
(Dr. Beby KF Sembiring, SE, MM)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Paham Ginting, MS) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc) Tanggal lulus: 04 Juli 2013
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 04 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA
Anggota : 1. Dr. Beby KF Sembiring, SE, MM
2. Prof. Dr. Amrin Fauzi
3. Prof. Dr. Paham Ginting, MS
(5)
PERNYATAAN Judul Tesis
“PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN
ADAPTIF , ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS
STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN
KINERJA BISNIS IBO DALAM MULTI LEVEL
MARKETING PT ORIFLAME
INDONESIA DI MEDAN”
Dengan ini peneliti menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang peneliti lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penelitian tesis ini, telah peneliti cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penelitian ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya peneliti sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2013 Peneliti,
(6)
PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN
ADAPTIF , ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS
STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN
KINERJA BISNIS IBO DALAM MULTI LEVEL
MARKETING PT ORIFLAME
INDONESIA DI MEDAN
ABSTRAKPerkembangan perusahaan multi level marketing sangat dipengaruhi oleh
kinerja dari para independent bussiness owner (IBO) yang bekerja dalam membentuk
jaringan untuk memasarkan produknya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran dalam multi level marketing PT ORIFLAME Indonesia di Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran dalam multi level marketing PT ORIFLAME
Indonesia di Medan. Teori yang digunakan adalah Manajemen Pemasaran mengenai
komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working, kepuasan hubungan kerja, kreativitas strategi pemasaran serta kinerja. Jenis penelitian adalah
penelitian deskriptif kuantitatif. Populasipenelitian adalah para IBOPT ORIFLAME
Indonesia level 9% sampai 21% yang berstatus aktif dari Januari hingga Desember
akhir tahun 2012 di wilayah Medan. Penentuan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Jumlah populasi 5000 orang, banyaknya sampel dalam
penelitian ini adalah 100 orang IBO. Data penelitian dikumpulkan melalui
wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Pengujian hipotesis
menggunakan analisis Structural Equation Model, konfirmatori factor dilakukan
untuk menguji kelayakan model, nilai chi-square konfirmatori factor dibawah nilai df. Hasil penelitian menunjukan bahwa komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja dapat berpengaruh secara langsung terhadap kinerja bisnis IBO maupun secara tidak langsung melalui kreativitas strategi pemasaran. Nilai koefisien probability dibawah 0.05 hal ini menunjukkan evaluasi model baik.
Kata kunci: Komitmen Organisasional, Penjualan Adaptif, Orientasi Smart-Working, Kepuasan Hubungan Kerja, Kreativitas Strategi pemasaran, Kinerja Bisnis.
(7)
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL COMMITTMENT, ADAPTIVE SELLING, SMART-WORKING ORIENTATION AND WORKING
RELATIONSHIP SATISFACTION ON THE CREATIVITY OF MARKETING STRATEGY TO IMPROVE THE IBO
BUSINESS PERFORMANCE IN MULTI-LEVEL MARKETING OF PT. ORIFLAME
INDONESIA IN MEDAN
ABSTRACT
The development of multi-level marketing company has been very much influenced by the performance of the Independent Business Owners (IBO) in forming the network to market their product. The problems settled in this study were whether or not organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction had direct influence on the performance of IBO business through marketing strategy creativityin multi-level marketing of PT ORIFLAME Indonesia in Medan. The purpose of this descriptive quantitative study was to find out and analyze whether or not organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction had direct influence on the performance of IBO business through marketing strategy creativityin multi-level marketing of PT ORIFLAME Indonesia in Medan by busing the theory of Marketing Management related to organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction, marketing strategy creativity, and performance. The population of this study was 500 IBO of PT ORIFLAME Indonesia level 9% to 21% who were active in the working area of Medan from january to December 2012 and 100 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through interviews, questionnaire distribution, and documentation study. Hypothesis was tested through Structural Equation Model analysis. Factor confimatory was done to test model feasibility, and the result of Chi-square test showed that the value of factor confimatory was below df value. The result of this study showed that organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction could directly or indirectly influence the pereformance of IBO through marketing strategy creativity. The value of probability coefficient below 0.05 showed a good model evaluation.
Keywords: Organizational Committment, Adaptive Selling, Smart-Working Orientation, Working Relationship Satisfaction, Marketing Strategy Creativity, Business Performance
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih dan berkatnya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Peneliti banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembanding yang banyak memberikan masukan yang berharga dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan masukan serta dengan sabar mengarahkan peneliti hingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 5. Ibu Dr. Beby Karina Fawzeea Sembiring, MM, selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan masukan serta dengan sabar mengarahkan peneliti hingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
(9)
6. Bapak Prof. Dr. Amrin Fauzi, selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak membantu, memberikan masukan serta dengan sabar mengarahkan peneliti hingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik..
7. Bapak Dr. Parapat Gultom, MSIE, selaku Anggota Komisi Pembanding yang banyak memberikan masukan yang berharga dalam penyempurnaan tesis ini. 8. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana USU yang banyak membantu sewaktu perkuliahan.
9. Secara Khusus, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta S.Purba dan R.Sembiring yang telah mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya kepada peneliti hingga menyelesaikan pendidikan dengan baik. 10.Teristimewa untuk Mega Nainggolan, Enny Nainggolan dan Sartika Silitonga
yang telah membantu peneliti untuk memperoleh data sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
11.Buat pimpinan, seluruh karyawan dan para independent bussinens owner PT ORFILAME yang telah banyak membantu peneliti selama melakukan riset dan penelitian.
12.Semua teman-teman di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU, yang begitu kompak dan saling perhatian serta membantu sehingga mendorong peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan dengan sukses. 13.Akhirnya semua pihak yang membantu penyusunan tesis ini yang tidak bisa
(10)
Mudah-mudahan Tuhan Yesus Kristus dapat memberikan berkat dan rahmatnya kepada semua yang telah membantu dan mendorong peneliti baik dari segi materil, moril dan doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Akhirnya peneliti berharap kiranya tesis yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang berkepentingan.
Medan, Juli 2013 Peneliti
(11)
RIWAYAT HIDUP
Martin Luter Purba, lahir di Medan pada tanggal 09 Agustus 1988. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak S.Purba dan Ibu R.Sembiring.
Menyelesaikan pendidikan pada tahun 2000 di SD Swasta St.Petrus Medan, menyelesaikan pendidikan pada tahun 2003 di SMP Swasta Putri Cahaya Medan, menyelesaikan pendidikan pada tahun 2006 di SMA Swasta Immanuel Medan. Pada tahun 2010 menyelesaikan pendidikan S-1 pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan di Universitas HKBP Nommensen Medan. Pada tahun 2011 dan sekarang sedang menempuh pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
Medan, Juli 2013
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT………... ii
KATA PENGANTAR………... iii
RIWAYAT HIDUP………....…... vi
DAFTAR ISI………...… vii
DAFTAR TABEL………....……... ix
DAFTAR GAMBAR………... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………... 1
1.2. Perumusan Masalah………... 11
1.3. Tujuan Penelitian………... 13
1.4. Manfaat Penelitian………... 14
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu………... 16
2.2. Landasan Teori………... 18
2.2.1. Multi Level Marketing………... 18
2.2.2. Komitmen Organisasional.………... 25
2.2.3. Penjualan Adaptif………... 28
2.2.4. Orientasi Smart-Working………... 32
2.2.5 Kepuasan hubungan kerja…..………... 36
2.2.6 Kreativitas Strategi...………... 43
2.2.7 Kinerja Bisnis IBO………... 44
2.3. Kerangka Konseptual………... 48
2.4. Hipotesis Penelitian………... 51
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sifat Penelitian………... 53
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 53
3.3. Populasi dan Sampel………... 53
3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 55
3.5. Jenis dan Sumber Data………... 56
3.6. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel………... 56
3.7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Alat ukur kuesioner……... 65
3.8. Teknik Analisis Data………... 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum...………... 81
(13)
4.1.2. Visi dan Misi ORIFLAME...………... 83
4.1.3. Struktur Organisasi ORIFLAME...…………... 84
4.2. Karakteristik Responde...………... 89
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur...………... 89
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 90
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Member…... 90
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 92
4.3. Jawaban Responden Atas Variabel Penelitian..………... 93
4.3.1. Jawaban Responden Variabel Komitmen Organisasional... 93
4.3.2. Jawaban Responden Variabel Penjualan Adaptif... 95
4.3.3. Jawaban Responden Variabel Orientasi Smart-Working... 97
4.3.4. Jawaban Responden Variabel Kepuasan Hubungan Kerja... 99
4.3.5. Jawaban Responden Variabel Kreativitas Strategi... 101
4.3.6. Jawaban Responden Variabel Kinerja Bisnis IBO...….. 103
4.4. Proses Analisis Data dan Pengujian Model Penelitian...……….. 105
4.4.1. Analisis Konfirmatori... 105
4.4.2. Structural Equation Model... 109
4.4.3. Pengujian Evaluasi Asumsi SEM... 113
4.4.4. Pengujian Hipotesis... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 137
5.2. Saran………... 139
DAFTAR PUSTAKA………... 142
(14)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Data Penjualan Regional Oriflame………....…... 6
1.2. Realisasi penjualan PT.ORIFLAME cabang medan……....…... 7
1.3. Sales growt and operating margin………...………... 10
2.1. Penelitian Terdahulu………...…………... 16
3.1. Operasionalisasi Variabel………. ………...…………... 63
3.2. Uji Validitas Intrumen Iklim Organisasi………...…………... 66
3.3. Uji Validitas Intrumen penjualan adaptif..…………...…………... 67
3.4. Uji Validitas Intrumen orientasi smart-working……...…………... 67
3.5. Uji Validitas Intrumen kepuasan hubungan kerja...…………... 68
3.6. Uji Validitas Intrumen kreativitas strategi penjualan...…………... 69
3.7. Uji Validitas Intrumen kinerja bisnis IBO...…………... 69
3.8. Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Penelitian...…………... 70
3.9. Model Persamaan………....………... 75
3.10. Goodness of-fit indices………...………... 79
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan umur.………...…... 89
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan jenis kelamin……...…... 90
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan status member..…...…... 91
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan tingkat pendidikan... 92
4.5. Penjelasan Responden Atas Variabel Komitmen Organisasi... 93
4.6. Penjelasan Responden Atas Variabel penjualan adaptif... 95
(15)
4.8. Penjelasan Responden Atas Variabel Kepuasan Hubungan Kerja... 99
4.9. Penjelasan Responden Atas Variabel kreativitas strategi penjualan... 101
4.10. Penjelasan Responden Atas Variabel Kinerja bisnis IBO... 103
4.11. Indeks Pengujian Kelayakan CFAKonstruk Eksogen...... 107
4.12. Indeks Pengujian Kelayakan CFAKonstruk Endogen...... 109
4.13. Indeks Pengujian Kelayakan Structural Equation Model... 111
4.14. Regression Weight SEM... 112
4.15. Estimasi Parameter Regression Weights... 117
4.16. Squared Multiple Correlations:...... 127
4.17. Indirect Effects... 129
4.18. Top Brand Index Produk Lipstik... 134
(16)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Perbedaan Metode Distribusi Konvensional dengan MLM………... 20
2.2. Network Marketing……..………... 23
2.3. Tingkatan Distributor Dalam MLM……….………... 25
2.4. Kerangka Konseptual………... 50
3.1. Dimensi variabel komitmen organisasi……….………... 57
3.2. Dimensi variabel penjualan adaptif………..…………... 58
3.3. Dimensi variabel orientasi smart-working………... 59
3.4. Dimensi variabel kepuasan hubungan kerja..………... 60
3.5. Dimensi kreativitas strategi pemasaran………... 61
3.6. Dimensi variabel kinerja bisnis IBO………... 62
3.7. Diagram Alur penelitian……….………... 74
4.1. Struktur Organisasi PT ORIFLAME cabang Medan... ... 85
4.2. Confirmatory Factor Analysis Konstruk Eksogen... 106
4.3. Confirmatory Factor Analysis Konstruk Endogen... 108
(17)
PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL, PENJUALAN
ADAPTIF , ORIENTASI SMART-WORKING DAN KEPUASAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KREATIVITAS
STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN
KINERJA BISNIS IBO DALAM MULTI LEVEL
MARKETING PT ORIFLAME
INDONESIA DI MEDAN
ABSTRAKPerkembangan perusahaan multi level marketing sangat dipengaruhi oleh
kinerja dari para independent bussiness owner (IBO) yang bekerja dalam membentuk
jaringan untuk memasarkan produknya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran dalam multi level marketing PT ORIFLAME Indonesia di Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran dalam multi level marketing PT ORIFLAME
Indonesia di Medan. Teori yang digunakan adalah Manajemen Pemasaran mengenai
komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working, kepuasan hubungan kerja, kreativitas strategi pemasaran serta kinerja. Jenis penelitian adalah
penelitian deskriptif kuantitatif. Populasipenelitian adalah para IBOPT ORIFLAME
Indonesia level 9% sampai 21% yang berstatus aktif dari Januari hingga Desember
akhir tahun 2012 di wilayah Medan. Penentuan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Jumlah populasi 5000 orang, banyaknya sampel dalam
penelitian ini adalah 100 orang IBO. Data penelitian dikumpulkan melalui
wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Pengujian hipotesis
menggunakan analisis Structural Equation Model, konfirmatori factor dilakukan
untuk menguji kelayakan model, nilai chi-square konfirmatori factor dibawah nilai df. Hasil penelitian menunjukan bahwa komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja dapat berpengaruh secara langsung terhadap kinerja bisnis IBO maupun secara tidak langsung melalui kreativitas strategi pemasaran. Nilai koefisien probability dibawah 0.05 hal ini menunjukkan evaluasi model baik.
Kata kunci: Komitmen Organisasional, Penjualan Adaptif, Orientasi Smart-Working, Kepuasan Hubungan Kerja, Kreativitas Strategi pemasaran, Kinerja Bisnis.
(18)
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL COMMITTMENT, ADAPTIVE SELLING, SMART-WORKING ORIENTATION AND WORKING
RELATIONSHIP SATISFACTION ON THE CREATIVITY OF MARKETING STRATEGY TO IMPROVE THE IBO
BUSINESS PERFORMANCE IN MULTI-LEVEL MARKETING OF PT. ORIFLAME
INDONESIA IN MEDAN
ABSTRACT
The development of multi-level marketing company has been very much influenced by the performance of the Independent Business Owners (IBO) in forming the network to market their product. The problems settled in this study were whether or not organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction had direct influence on the performance of IBO business through marketing strategy creativityin multi-level marketing of PT ORIFLAME Indonesia in Medan. The purpose of this descriptive quantitative study was to find out and analyze whether or not organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction had direct influence on the performance of IBO business through marketing strategy creativityin multi-level marketing of PT ORIFLAME Indonesia in Medan by busing the theory of Marketing Management related to organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction, marketing strategy creativity, and performance. The population of this study was 500 IBO of PT ORIFLAME Indonesia level 9% to 21% who were active in the working area of Medan from january to December 2012 and 100 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through interviews, questionnaire distribution, and documentation study. Hypothesis was tested through Structural Equation Model analysis. Factor confimatory was done to test model feasibility, and the result of Chi-square test showed that the value of factor confimatory was below df value. The result of this study showed that organizational committment, adaptive selling, smart-working orientation and working relationship satisfaction could directly or indirectly influence the pereformance of IBO through marketing strategy creativity. The value of probability coefficient below 0.05 showed a good model evaluation.
Keywords: Organizational Committment, Adaptive Selling, Smart-Working Orientation, Working Relationship Satisfaction, Marketing Strategy Creativity, Business Performance
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan bisnis yang semakin mengglobal menyebabkan persaingan dunia usaha semakin ketat sehingga membutuhkan strategi pemasaran yang baik bagi sebuah perusahaan untuk dapat bersaing di dalam pasar. Konvergensi dibidang teknologi dan informasi membawa pemasaran memasuki era baru yaitu pemasaran langsung. Aktivitas dalam pemasaran langsung secara tidak langsung mendorong intensitas interaksi yang tinggi antara produsen dan konsumen. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan tenaga penjual sebagai ujung tombak untuk meraih pangsa
pasar. Pada akhirnya marketing public relations merupakan aktivitas kunci bagi
perusahaan baik ketika dalam kondisi maju maupun terpuruk.
Menurut Wibowo (2009:156) pemasaran langsung (direct marketing) adalah
penggunaan saluran-saluran langsung untuk menjangkau dan menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan perantara pemasaran.
Perdagangan produk (barang/jasa) dengan model pemasaran langsung (direct
marketing) dan penjualan berjenjang multi level marketing (MLM) saat ini marak dilakukan di Indonesia, baik oleh perusahaan resmi maupun perusahaan illegal yang mengaku sebagai perusahaan MLM. Perusahaan illegal tersebut hanya menggunakan MLM sebagai kedok untuk menutupi niat aslinya yaitu megumpulkan dana masyarakat secara tidak sah.
(20)
MLMmerupakan salah satu dari berbagai cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan atau produsen untuk memasarkan, mendistribusikan, ataupun menjual produknya melalui pengembangan armada pemasar, distributor, atau penjual
langsung secara mandiri (independent), tanpa campur tangan dari perusahaan
(Soeratman, 2002:270). Sistem MLM ini memangkas jalur distribusi dalam penjualan
konvensional karena tidak melibatkan distributor atau agen tunggal dan grosir atau
sub agen, tetapi langsung mendistribusikan produk kepada distributor independent
yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung pada konsumen. Dengan cara tersebut biaya pemasaran dan distribusi (transportasi, sewa gudang, gaji, dan komisi tenaga penjualan), yang totalnya mencapai 60% dari harga jual dapat dialihkan kepada distributor independen dengan suatu sistem berjenjang, yang umumnya disesuaikan dengan pencapaian target penjualan atau omset distributor yang bersangkutan (Soeratman, 2002:270).
Ciri dari MLM pada upaya pengembangan penjualan melalui suatu jaringan individu-individu yang secara mandiri mengembangkan usahanya sendiri dengan bertindak sebagai distributor. Mereka yang berusaha paling keras dalam kegiatan ini akan mencapai tingkat yang paling tinggi dan dengan demikian akan menerima imbalan finansial paling besar
Teknik pemasaran MLM pertama kali digunakannya oleh perusahaan
makanan suplemen Amerika Nutrilite pada sekitar tahun 1930-an. Sesuai dengan
(21)
baik perusahaan lokal maupun dari berbagai negara lainnya. Bisnis MLM tengah popular di Indonesia dan menjadi suatu trend baru dalam berbisnis.
MLM mengandalkan anggota dan jaringan untuk memperluas pasar penjualan mereka. Bertumpu pada kekuatan jaringan dan penjualan langsung, yang menjadi
unjung tombak perusahaan MLM adalah keanggotaan dari Independent Business
Owner (IBO). Dalam memasarkan barang IBO dianggap sebagai pelanggan dan penyalur.
Menurut Purnomo et all., (2011:1) kegiatan perdagangan produk barang/jasa
dengan menggunakan sistem penjualan langsung atau penjualan berjenjang MLM mulai marak sejak awal krisis moneter 1997/1998 hingga saat ini. Hadirnya era reformasi yang antara lain ditandai dengan kebebasan berekspresi dan liberalisassi perdagangan turut memberi andil maraknya bisnis MLM di tanah air. Perusahaan MLM dari dalam negeri maupun luar negeri, berlomba-lomba menawarkan berbagai macam produk yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.
Dalam penelitian Mulyati (1997:2), distributor adalah penentu keberhasilan
perusahaan MLM karena dalam bisnis MLM ini penjualan dilakukan secara face to
face dan tidak di lokasi retail yang tetap, sehingga kesetiaan terhadap seorang distributor dan kemampuan berkomunikasi secara baik , tepat dan benar sangat dibutuhkan untuk membangun hubungan yang baik dan berkelanjutan dengan para
pelanggan. Menurut Soeratman (2002:272) MLM mengandalkan jaringan distribusi
(22)
memasarkan produknya. Untuk itu distributor harus mempunyai kemampuan untuk memperluas jangkauan distribusinya serta pengembangan diri sebagai wiraswastawan yang handal.
Penjualan Langsung adalah : Metode penjualan barang dan/atau jasa tertentu kepada konsumen dengan cara tatap muka di luar lokasi eceran tetap oleh jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh Mitra Usaha dan bekerja berdasarkan komisi penjualan, bonus penjualan dan iuran keanggotaan yang wajar (APLI, 2012)
Kekuatan dari sistem penjualan langsung adalah tradisi layanan ke konsumen dan komitmen untuk pertumbuhan kewirausahaan dalam sistem pasar bebas. Sistem penjualan langsung menawarkan peluang usaha kepada mereka yang mencari alternatif untuk mendapatkan penghasilan tanpa melihat suku, jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur maupun pengalaman. Sistem ini menawarkan peluang untuk mendapatkan penghasilan dengan bekerja secara paruh waktu maupun penuh waktu. (Supariyani dan Nugroho, 2007:23)
Dalam penerapan strategi MLM, faktor tenaga penjual memiliki peran yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan mereka dituntut untuk dapat memenuhi
“target penjualan” sekaligus membangun hubungan (relationship) dan citra perusahan
melalui pelayanan yang mereka berikan pada pelanggan. (Susilowati, 2004:3).
Dalam penelitiannya Susan (1997:40) menyatakan bahwa MLM yang menjadi pemasok di samping produsen juga semua distributor dan menjual kepada pelanggan pada setiap tahap dari suatu organisasi. Oleh karena itu dinamakan pemasaran
(23)
bertingkat (MLM). Setiap distributor diperkenalkan secara pribadi oleh distributor yang telah ada bukan karyawan perusahaan.
Keunggulan yang dimiliki oleh sistem MLM ini telah menarik banyak
perusahaan besar dunia untuk menerapkan sistem ini dalam memasarkan produk perusahaannya. Menurut Aqmala (2011:18) tidak kurang dari 200 perusahaan telah bergerak di bidang MLM. Data ini diperoleh dari APLI (Asosiasi Penjual Langsung
Indonesia) yang merupakan wadah perusahaan MLM di Indonesia dan bagian dari
World Federationof Direct Selling Association (WFDSA).
Indonesia merupakan sasaran empuk bisnis MLM internasional. Menurut
laporan tabloid Network Indonesia edisi Agustus 2001 dalam Purnomo et all,
(2011:21) jumlah perusahaan MLM yang berkembang di Indonesia hingga tahun 2001 mencapai 101 jenis, dan itu belum termasuk bisnis MLM yang muncul dengan mengendap (tanpa kantor). Diantaranya ada yang sudah terdaftar pada APLI dan ada yang belum. Akan tetapi pada umumnya yang tidak terdaftar sebagai anggota APLI adalah perusahaan yang hanya berkedok MLM.
Salah satu perusahaan yang menggunakan teknik pemasaran MLM adalah ORIFLAME. ORIFLAME menawarkan peluang bisnis terkemuka untuk orang-orang yang ingin mulai membuat uang sejak hari pertama dan bekerja untuk memenuhi
impian dan ambisi pribadi mereka melalui konsep bisnis yang unik yaitu “Make
Money Today and Fulfil Your Dreams Tomorrow”.
Didirikan pada tahun 1967 oleh dua bersaudara dan teman mereka, saat ini ORIFLAME telah menjadi perusahaan kecantikan internasional dengan sistem
(24)
penjualan langsung di lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Portfolio yang luas dari
produk-produk kecantikan Swedia yang alami, inovatif dipasarkan melalui tenaga
penjualan (IBO) sekitar 3.600.000 Consultant mandiri , yang bersama-sama membuat penjualan tahunan melebihi € 1,4 miliar. Dapat dilihat pada Tabel 1.1. Penjualan dari setiap regional ORIFLAME mengalami kenaikan dan pada tahun 2011 penjualan total mencapai € 1,493.8 miliar.
Tabel 1.1
Oriflame Cosmetics S.A. (Euro million ) Data penjualan Regional ORIFLAME
Regional
sales 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 CIS &
Baltics
139.1 210.1
299.6 331.0 382.9 496.5 613.1 759.1 725.0 861.0 826.1 Europe, Middle East & Africa
(EMEA) 239.6 265.1 279.8 262.5 294.3 314.1 358.3 390.3 395.4 407.9 420.6
Latin America
43.1 40.4
30.2 26.1 33.3 40.0 49.1 58.5 62.5 84.1 87.3 Asia 22.6 24.5
29.9 30.5 30.6 43.7 62.2 82.4 112.9 143.6 146.0 Other 2.2 4.0
12.6 20.6 24.6 23.6 26.7 29.4 20.7 17.0 13.7
Group 446.6 544.1 652.1 670.7 765.7
917.9 1,109.4 1,319.7 1,316.6
1,513.6
1,493.8 Sumber : Laporan Penjualan Regional ORIFLAME Tahun 2001-2011
ORIFLAME menawarkan bisnis dengan pendapatan/ income yang tidak
terbatas. Keuntungan langsung yang dapat diperoleh apabila kita melakukan pembelian produk tersebut adalah selisih antara harga yang tertera pada katalog (untuk harga konsumen/non-member) dengan harga yang harus disetor pada pihak IBO (harga konsultan/harga member). Keuntungan yang di dapat cukup besar pula sekitar 23%. Belum lagi apabila kita berhasil menjual produk ORIFLAME tersebut
(25)
dalam jumlah yang banyak, maka hasil penjualan kita selama 1 (satu) bulan akan
dikalkulasikan dalam invoice dalam bentuk perolehan Business Point (BP). Semakin
banyak BP yang kita dapat maka income kita juga akan semakin besar, apalagi bila
kita juga merekrut orang sebagai downline kita maka keuntungan akan semakin besar,
karena BP akan berpengaruh kepada uplinenya. Akan tetapi karena ORIFLAME
bergerak pada Direct Selling Multi Level Marketing, maka Oriflame sendiri memiliki
keterbatasan dalam penjualan dan pengiklanan
.
Tabel 1.2
Realisasi Penjualan pada PT ORIFLAME cabang Medan 2002-2011
Tahun Realisasi Penjualan (Euro million )
2001 0.107619
2002 0.116667
2003 0.142381
2004 0.145238
2005 0.145714
2006 0.208095
2007 0.29619
2008 0.392381
2009 0.537619
2010 0.68381
2011 0.695238
(26)
Berdasarkan pada Tabel 1.2 terlihat bahwa realisasi penjualan mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja IBO pada PT ORIFLAME cabang Medan setiap tahun semakin membaik. Semakin tingginya realisasi penjualan tidak terlepas dari semakin baiknya kinerja IBO setiap tahunnya.
Peningkatan kinerja IBO setiap tahunnya tidak terlepas dari komitmen organisasional dari setiap IBO yang berada pada PT ORIFLAME. Seorang IBO yang berkomitmen untuk menjalankan bisnis MLM akan lebih fokus dalam menjalankan usahanya dalam meningkatkan penjualannya dan juga mencari sebanyak-banyaknya
downline untuk memperoleh BP karena semakin besar jaringan yang dibentuk dan jaringan tersebut aktif maka akan semakin besar juga BP yang diperoleh. Komitmen IBO terlihat dari selalu menyisihkan waktu untuk prospek agar jaringan menjadi semakin meluas. Sekali dalam seminggu selalu hadir pada pertemuan/seminar yang diadakan ORIFLAME bahkan jika seorang IBO memiliki komitmen yang sangat tinggi dia akan rela meninggalkan pekerjaan lamanya demi fokus untuk menjalankan bisnis ini.
Kemampuan IBO dalam beradaptasi dalam melakukan penjualan sangat mempengaruhi kinerja IBO. Seorang IBO yang mampu beradaptasi dalam berkomunikasi dengan pelanggan dalam melakukan penjualan akan meningkatkan jumlah produk yang dapat dijualnya. Seorang IBO akan melakukan gaya yang berbeda dalam menawarkan produk seperti menawarkan produk yang diperlukan untuk konsumen yang sibuk atau jika wanita yang tidak sibuk memberikan katalog agar konsumen bisa langsung melihat produk yang ditawarkan.
(27)
Meningkatkan penjualan dan mencari downline aktif sebanyak mungkin merupakan hal yang harus dilakukan jika seorang IBO ingin bisnisnya berkembang.
Dalam meningkatkan penjualan dan mencari downline baru seorang IBO harus
melakukan teknik yang berbeda-beda agar seseorang tertarik untuk membeli produk ataupun menjadi anggota. Seorang IBO biasanya selalu membawa katalog produk karena mereka beranggapan bahwa di setiap tempat dan setiap orang yang ditemui
memiliki prospek untuk membeli produk ataupun menjadi dowline untuk memperluas
jaringan MLM. IBO dapat melakukan presentase di sekolah-sekolah ataupun melakukan pelatihan cara memakai produk-produk kencantikan atau cara-cara lain yang berguna untuk meningkatkan penjualan dan memperluas jaringan mereka,
sehingga orientasi smart working sangat diperlukan IBO untuk memperluas jaringan
dan meningkatkan penjualan mereka.
Kepuasan hubungan kerja adalah hal yang sangat penting dijaga oleh seorang
upline. Seorang upline harus dapat memonitor setiap downline yang dimilikinya, selalu mengingatkan untuk datang pertemuan untuk melakukan evaluasi terhadap
kinerja mereka. Seorang upline yang memperhatikan downline-nya maka akan
menciptakan kepuasan dalam melanjutkan hubungan bisnis sehingga akan berakibat
pada semakin membaiknya kinerja dari downline yang dimilikinya. Kinerja seorang
IBO tidak terlepas dari peran upline dalam memimpin para downline milik mereka,
selain itu seorang upline harus dapat menciptakan suasana kerja sama yang baik
sehingga antar sesama downline dapat merasa nyaman dan memiliki hubungan yang
(28)
lain sehingga membutuhkan team yang solid. Oleh karena itu kepuasan hubungan kerja perlu dijaga untuk meningkatkan kinerja bisnis seorang IBO.
Tabel 1.3
Sales growt and Operating margin 2004-2011
Tahun Sales growth, lc (%)
Operating margin, adj. (%)
2004 10 16.3
2005 12 13.9
2006 18 13.8
2007 24 14
2008 23 14.1
2009 15 11.1
2010 8 11.1
2011 3 11
Sumber: Laporan Penjualan PT ORIFLAME Indonesia Tahun 2004-2011
Baiknya kinerja yang dilakukan oleh IBO PT ORIFLAME tidak terlepas dari baiknya kreativitas strategi pemasaran yang dilakukan para IBO. Peningkatan
komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan
hubungan kerja akan menyebabkan membaiknya kreativitas pemasaran yang dilakukan para IBO PT ORIFLAME sehingga akan menyebabkan peningkatan penjualan yang dilakukan PT ORIFLAME. Pada Tabel 1.3 dapat dilihat setiap tahunnya dari tahun 2004 sampai dengan 2011 PT ORIFLAME selalu mengalami peningkatan penjualan, meskipun dengan semakin bertumbuhnya perusahaan sejenis, PT ORIFLAME tetap dapat memperoleh petumbuhan penjualan sebesar 3 persen dan
Operating margin sebesar 11% pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan semakin membaiknya kinerja IBO dalam menjalankan bisninya diakibatkan
(29)
semakin baiknya strategi pemasaran yang dilakukannya. Komitmen organisasional,
penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan hubungan kerja yang baik
akan mengakibatkan semakin baiknya kreativitas strategi pemasaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja bisnis IBO. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan penjualan yang dialami PT ORIFLAME.
Berdasarkan fenomena dan penelitian di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang diberi judul “Pengaruh Komitmen organisasional, Penjualan Adaptif
Orientasi Smart-Working dan kepuasan hubungan kerja terhadap Kreativitas Strategi
Pemasaran untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis IBO dalam Multilevel Marketing
(MLM)”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah dan research gap, maka permasalahan penelitian ini
yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Apakah komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap Kreativitas
Strategi Pemasaran.
2. Apakah perilaku penjualan adaptif berpengaruh positif terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran.
3. Apakah orientasi Smart working berpengaruh positif terhadap Kreativitas
Strategi Pemasaran.
4. Apakah kepuasan hubungan kerja berpengaruh positif terhadap Kreativitas
(30)
5. Apakah komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap Kinerja bisnis IBO.
6. Apakah perilaku penjualan adaptif berpengaruh positif terhadap Kinerja
bisnis IBO.
7. Apakah orientasi Smart working berpengaruh positif terhadap Kinerja bisnis
IBO.
8. Apakah kepuasan hubungan kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja bisnis
IBO.
9. Apakah Kreativitas Strategi Pemasaran berpengaruh positif terhadap Kinerja
bisnis IBO.
10.Apakah komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working,
kepuasan hubungan kerja berpengaruh secara simultan terhadap kreativitas strategi pemasaran.
11.Apakah komitmen organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working,
kepuasan hubungan kerja dan kreativitas strategi pemasaran berpengaruh secara simultan terhadap kinerja bisnis IBO.
12.Apakah komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis
IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
13.Apakah penjualan adaptif berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis IBO
melalui kreativitas strategi pemasaran.
14.Apakah orientasi smart-working berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis
(31)
15.Apakah kepuasan hubungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif komitmen
organisasional terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif komitmen
organisasional terhadap Kinerja bisnis IBO.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif perilaku
penjualan adaptif terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif perilaku
penjualan adaptif terhadap Kinerja bisnis IBO.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif orientasi Smart
working terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif orientasi Smart
working terhadap Kinerja bisnis IBO.
7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif kepuasan
hubungan kerja terhadap Kreativitas Strategi Pemasaran.
8. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif kepuasan
hubungan kerja terhadap Kinerja bisnis IBO.
9. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara positif Kreativitas
(32)
10.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan komitmen
organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working dan kepuasan
hubungan kerja terhadap kreativitas strategi pemasaran.
11.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan komitmen
organisasional, penjualan adaptif, orientasi smart-working, kepuasan
hubungan kerja dan kreativitas strategi pemasaran terhadap kinerja bisnis IBO.
12.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen organisasional
terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
13.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penjualan adaptif terhadap
kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
14.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh orientasi smart-working
terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
15.Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan hubungan kerja
terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreativitas strategi pemasaran.
1.4 Manfaat Penelitian.
Manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi perusahaan
Sebagai bahan masukan bagi PT ORIFLAME yang berada di Medan didalam menyikapi fenomena yang terjadi terkait kinerja IBO.
2. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti tentang bagaimana pengaruh
(33)
hubungan kerja dapat berpengaruh terhadap kinerja bisnis IBO melalui kreatvitas hubungan kerja.
3. Bagi Pihak Lain
Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya sebagai bahan masukan dan pertimbangan.
(34)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan erat dan mendasari adanya penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah seperti yang terlihat dalam Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
1
Analisis Pengaruh Komitmen Bisnis
Independent Business Owner (IBO) Dan Penjualan
Adaptif Terhadap
Kinerja Bisnis IBO
Dalam Multilevel
Marketing (MLM) (2006) Purwo Agung Wicaksono Structural Equation Modelling (SEM)
Penjualan adaptif dan komitmen bisnis berpengaruh positif
terhadap kinerja bisnis IBO
2 Dinamika Wiraniaga Multilevel Marketing (2002) Lina Soeratman Structural Equation Modelling (SEM)
Adanya hubungan positif antara kepuasan hubungan, kepuasan dengan margin, dan kepuasan dengan produk terhadap komitmen dalam bentuk kesetiaan dengan wiraniaga (upline)
dan kesetiaan dengan merek produk. Yang kemudian juga berpengaruh secara positif terhadap loyalitas
dalam bentuk business
(35)
Lanjutan
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
3
“Analisis Pengaruh Perilaku Penjualan dan
Kemampuan Mendengarkan untuk Meningkatkan Kinerja
Tenaga Penjual” (Studi pada Tenaga
Penjual yang Menggunakan Sistem Multilevel Marketing
di Kota Semarang) (2004) Suryaningsih Susilowati Structural Equation Modelling (SEM)
Adanya pengaruh positif karakteristik tenaga penjual terhadap perilaku penjualan, pengaruh positif pemantauan diri terhadap kemampuan mendengarkan, dan kedua hubungan tersebut juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga penjualan. 4 Menumbuhkan Kinerja MLM Melalui Promosi Penjualan Dan Orientasi Smart-Working (2008) Luky Susilowati Structural Equation Modelling (SEM)
Promosi dan Orientasi
Smart Working berpengaruh positif terhadap kinerja
5 Pengaruh Kompetensi, Kompensasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT
Ciomas Adisatwa Balikpapan (2012) Didik Hadiyatno regresi linier berganda (Multiple Regression Linier).
Terdapat hubungan yang kuat dan positif antara kompetensi, kompensasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan 6 Meningkatkan Kinerja Pemasaran Dengan Kreativitas Strategi pemasaran (2008) Widodo Analisis Jalur (path analysis)
Terdapat hubungan yang positif antara kinerja baik secara individu dan team terhadap kreativitas strategi, dan kreativitas strategi berpengaruh positif
(36)
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Multi Level Marketing (MLM)
Pengertian dan Prinsip MLM
Sistem pemasaran Multi Level Marketing mula-mula diterapkan oleh suatu
perusahaan nutrisi di California, AS, sektar tahun 1930-an. Munculnya MLM pada dasarnya suatu respon terhadap peluang usaha yang ada karena kekakuan yang dialami traditional marketing channel.
Dinamika yang terjadi dalam channel of distribution, memang melahirkan
berbagai bentuk dan pola distribusi yang pada dasarnya mencoba mengatasi berbagai konflik yang terjadi pada traditional marketing channel yang ada.
Mullti Level Marketing merupakan suatu cara penjualan. sebagaimana suatu bisnis, MLM memenuhi persyaratan sebagai bisnis murni, yaitu bisnis pemasaran. Bisnis pada dasarnya adalah suatu kegiatan individu maupun organisasi untuk menghasilkan suatu produk kemudian menjualnya untuk mendapatkan keuntungan. Demikian juga halnya dengan MLM, dimana MLM harus ada produknya baik benda maupun jasa. Tanpa produk bukanlah MLM, boleh jadi arisan berantai atau penggandaan uang, dan sebagainya. Bahkan produk MLM harus memenuhi kriteria tertentu supaya dapat bertahan. Produk tersebut dijual. Penjualan ini yang merupakan kunci.
MLMmerupakan salah satu dari berbagai cara yang dapat dipilih oleh sebuah
(37)
produknya melalui pengembangan armada pemasar, distributor, atau penjual
langsung secara mandiri (independent), tanpa campur tangan dari perusahaan
(Soeratman, 2002:270). Sistem MLM ini memangkas jalur distribusi dalam penjualan
konvensional karena tidak melibatkan distributor atau agen tunggal dan grosir atau
sub agen, tetapi langsung mendistribusikan produk kepada distributor independent
yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung pada konsumen. Dengan cara tersebut biaya pemasaran dan distribusi (transportasi, sewa gudang, gaji, dan komisi tenaga penjualan), yang totalnya mencapai 60% dari harga jual dapat dialihkan kepada distributor independen dengan suatu sistem berjenjang, yang umumnya disesuaikan dengan pencapaian target penjualan atau omset distributor yang bersangkutan (Soeratman, 2002:270).
(38)
Metode Distribusi Konvensional Multi Level Marketing Produsen
Pelanggan Produsen Pelanggan
Grosir
Pelanggan Distributor Pelanggan
Eceran
Pelanggan Distributor Pelanggan
Pelanggan
Pelanggan Distributor Pelanggan
arus barang arus uang
Sumber : Penelitian Susan (1997)
Gambar 2.1
Perbedaan antara metode distribusi konvensional dengan multi level marketing
Bisnis MLM ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, tentu dengan wajar. Keuntungan sesuai dengan prestasi yang diberikan. Dengan adanya keuntungan ini, bisnis tersebut berkelanjutan. Keuntungan dapat merupakan pemupukan modal, dapat dijadikan sumber untuk berkembang.
(39)
Ciri dari MLM pada upaya pengembangan penjualan melalui suatu jaringan individu-individu yang secara mandiri mengembangkan usahanya sendiri dengan bertindak sebagai distributor. Mereka yang berusaha paling keras dalam kegiatan ini akan mencapai tingkat yang paling tinggi dan dengan demikian akan menerima imbalan finansial paling besar.
Multi Level Marketing yang baik biasanya bergabung dalam APLI. Setiap perusahaan yang ingin bergabung dalam APLI, diteliti dahulu apakah memenuhi persyaratan sebagai perusahaan yang bergerak dalam penjualan langsung, dalam hal ini MLM. Bagi perusahaaan yang sudah bergabung dalam APLI berarti sudah melewati masa selektif yang ketat. Sebaliknya perusahaan yang mengaku-ngaku saja sebagai perusahaan MLM, tidak akan mendaftar APLI.
MLM tidak ada pembatasan penghasilan dari distributor, yang bekerja keras akan mendapatkan penghasilan yang besar. Oleh karenanya, tekad untuk menjual menjadi inti dari MLM. Waktu yang dicurahkan tidak terikat, dalam arti terserah pada distributor yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya perlu dipahami pengertian MLM
agar dapat diketahui apa sebenarnya cara distribusi ini. Menurut APLI Multi Level
Marketing adalah metode pemasaran barang atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang/jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya.
(40)
Perilaku tertentu yang harus dituntut bagi seseorang untuk menjadi anggota MLM, yakni setiap orang yang mempunyai jaringan sosial, baik ikatan keluarga,
kerabat, alumni, dan sebagainya. Multi Level Marketing merupakan suatu cara atau
metode menjual barang secara langsung kepada pelangggan melalui jaringan yang dikembangkan oleh distributor indepeden yang memperkenalkan para distributor berikutnya; pendapatan yang dihasilkan distributor terdiri dari laba eceran dan laba grosir ditambah dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan total dari kelompok yang dibentuk oleh distributor yang bersangkutan.
Definisi lain untuk MLM menurut Tampubolon (2009:35) adalah sebuah cara mendistribusikan dan menjual produk atau jasa melalui jaringan dari berbagai anggota mandiri sebagai mitra usaha, yaitu suatu cara yang sesungguhnya serupa tetapi tidak sama dengan penjualan tradisional melalui jaringa n outlet.
Semua penjualan Multi Level Marketing dilakukan melalui penjualan
langsung. Penjualan langsung dirumuskan oleh Direct Selling Association sebagai
berikut Penjualan barang-barang konsumsi langsung ke-perorangan, di rumah-rumah maupun di tempat kerja mereka, melalui transaksi yang diawali dan diselesaikan oleh
tenaga penjualnya. MLM dapat juga dinamakan pemasaran jaringan (network
(41)
Sumber : Bisnis Online (2012)
Gambar 2.2. Network Marketing
Kekuatan dari MLM terletak pada, sampai seberapa jauh masing-masing individu yang terkait dalam jaringan tersebut mampu mengembangkan jaringan bisnisnya. Dengan pola ini, bilamana jaringan yang terbentuk semakin membesar dengan sendirinya volume penjualan akan semakin membesar pula karena masing-masing individu berperan aktif sebagai penjual dan konsumen sekaligus, dan putusnya jaringan karena pengunduran diri distributor akan berpengaruh terhadap volume penjualan dan jaringan lainnya. Jadi, pengembanngan organisasi akan efektif jika distributor pada setiap tingkatan melakukan hal yang sama. Setiap distributor yang terlibat dalam kegiatan penjualan bukan merupakan karyawan perusahaan, dan mereka itu memperkerjakan dirinya sendiri.
Perusahaan akan membantu para distributor awal untuk merekrut distributor-distributor selanjutnya, demikian seterusnya, dengan mengadakan seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan peluang usaha di seluruh negeri. Angka pertumbuhan penjualan perusahaan itu sepenuhnya bergantung kepada keterlibatan distributor mereka dalam menjual produk itu dan dalam merekrut lebih banyak distributor lagi.
(42)
Mekanisme Kerja MLM
Pengembangan MLM dimulai dengan pembentukan organisasi penjualan sendiri. Tindakan pertama yang dilakukan seorang calon anggota adalah memperoleh seorang sponsor. Sponsor berasal dari distributor yang sudah ada atau orang yang ditunjuk oleh perusahaan untuk mensponsori setelah calon anggota langsung disponsori oleh perusahaan pada permulaannya.
Lazimnya perusahaan memberikan kartu tanda anggota agar distributor dapat membeli produk dari perusahaan MLM untuk dijual kepada pelangggan atau untuk digunakan diri sendiri. Setiap distributor harus berlatih dahulu sebelum distributor diiizinkan untuk turut menjual.
Mengecerkan produk merupakan langkah pertama menuju pendapatan tambahan. Seorang distributor dengan volume bisnis yang telah ditentukan akan dapat memesan produk-produk langsung dari perusahaan yang bersangkutan. Makin besar volume maka semakin besar pula potongan harga. Jika telah dicapai potongan harga maksimum, maka distributor dapat memperoleh bonus poin dan lain-lain. Agar penghasilan distributor berlipat ganda maka dikembangkan jaringan penjualan.
Jaringan penjualan yang dibentuk dapat terwujud berbagai tingkatan distributor (bertingkat satu, dua, tiga, dan seterusnya) yang digambarkan sebagai berikut :
(43)
Sponsor Distributor
Tgkt. I Tgkt. II
Sumber : Wikipedia.com
Gambar 2.3
Tingkatan Distributor Dalam MLM
Tingkatan distributor akan mempengaruhi penghitungan penghasilan. Oleh karena itu organisasi dari penjualan harus dapat dikendalikan oleh distributor. Semakin banyak anggota pada setiap tingkatan, maka lebih banyak waktu dan perhatiaan yang dilimpahkan untuk melakukan pemantauan dan pengendalian.
2.2.2. Komitmen Organisasional
Menurut Anderson dan Weitz (1992:64) dalam penelitiannya menyatakan bahwa komitmen didefinisikan sebagai suatu keinginan dari kegiatan untuk membangun hubungan yang stabil dengan kesungguhan untuk memberi pengorbanan guna menjaga atau mempertahankan hubungan tersebut. Harapan akan kelangsungan hubungan, kesungguhan untuk berinvestasi, kesediaan melakukan pengorbanan guna
(44)
memperoleh keuntungan jangka panjang merupakan indikasi yang sangat penting untuk dibangun dalam suatu komitmen kerja sama.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadinya
(Wiener dalam Darlis, 2002:88). Sedangkan menurut Mowday et al., dalam Darlis,
(2002:88) komitmen organisasi menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat
terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi. Komitmen
organisasi bisa tumbuh disebabkan individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada di dalam
organisasi serta tekad dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi (Porter et al.,
dalam Kartika, 2010:42).
Pelayanan relationship marketing, menekankan bahwa memelihara suatu
hubungan adalah dibangun dengan dasar saling percaya. Seperti halnya dengan konsumen loyal terhadap merek, merupakan proses yang harus dilalui.
Menurut Husselid dan Day dalam Ribhan, (2008:93); komitmen pegawai dapat mengurangi keinginan untuk melepaskan diri dari organisasi atau unit kerja. Komitmen dapat didefinisikan sebagai derajat keterlibatan relatif dari individu terhadap organisasi (Mowday, Porter dan Steers dalam Ribhan, 2008:93)
Derajat keterlibatan tersebut oleh mereka dicirikan melalui tiga faktor, yaitu: 1. Penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai–nilai organisasi;
2. Kemampuan untuk mengarahkan diri dan usahanya bagi keberhasilan organisasi;
(45)
3. Keinginan yang kuat untuk berkembang bersama organisasi.
Menurut (Mowday et al., dalam Wicaksono, 2006:13) komitmen
organisasional merupakan hubungan kekuatan relatif yang luas antar individu dengan organisasi, yang karakteristiknya dapat meliputi:
1. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas tujuan nilai-nilai
organisasi,
2. Kesediaan untuk berusaha yang sebesar-besarnya untuk organisasi, dan
3. Adanya keinginan yang pasti untuk mengetahui keikutsertaan dalam
organisasi.
Menurut Imron (2007:6) komitmen organisasi adalah rasa memiliki karyawan (anggota organisasi) terhadap organisasi/perusahaan untuk mewujudkan tujuan organisasi/perusahan. Tingkat komitmen yang tinggi baik secara formal struktural atau secara psikologis dapat mendorong kedekatan hubungan antara anggota organisasi dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Komitmen menyatakan tingkat tertinggi dari keterikatan relasional, dimana komitmen akan menciptakan suatu kondisi tertentu yang menimbulkan ketergantungan, yang apabila seimbang, akan menumbuhkan rasa aman dan adanya dorongan untuk mempertahankannya. Ketergantungan yang berada pada saat yang tepat dapat meningkatkan kinerja, dimana ketergantungan berdasarkan pilihan maupun kebutuhan, memberikan landasan dimana komitmen organisasional dapat dibangun (Imron, 2007:6).
(46)
tersebut yang meliputi kepuasan dengan produk, kepuasan margin dan kepuasan
hubungan dengan wiraniaga (upline). Dalam penelitian ini faktor yang membentuk
komitmen bisnis tersebut diidentifikasi kembali dalam variabel kepuasan dengan
produk dan kepuasan hubungan bisnis dengan mitra atau upline sebagai variabel
penduga dari komitmen bisnis IBO.
2.2.3. Penjualan Adaptif
Adaptive selling merupakan kemampuan mengadaptasikan atau mengubah perilaku secara efektif saat berinteraksi dengan pembeli sesuai dengan tuntutan situasi penjualan yang meliputi bentuk pertemuan dan karakteristik pembeli yang dihadapi saat itu.
Tenaga penjualan yang lebih berpengalaman diharapkan memiliki basis pengetahuan dan pemahaman yang lebih banyak mengenai situasi menjual dan mempunyai kemampuan untuk mengerahkan ketrampilan-ketrampilan sesuai dengan tugas-tugas penjualan. Jadi ada tekanan bagi tenaga penjualan yang berpengalaman untuk dianggap dapat menggunakan ketrampilan menjual. Aspek penting dari penjualan adalah pencapaian mereka pada tujuan-tujuan kinerja, sehingga tenaga penjualan yang berpengalaman lebih potensial untuk merasa malu jika dianggap tidak mampu. Dengan demikian akan meningkatkan orientasi kinerja mereka.
Selain lima pendekatan personal selling yaitu stimulus response selling,
mental state selling, need satisfaction selling, problem solving selling dan
(47)
selling. Konsep ini sangat penting karena seorang wiraniaga biasanya harus menghadapi konsumen dengan kepribadian, gaya komunikasi, kebutuhan, motivasi dan tujuan berbeda-beda.
Weitz et al dalam Pujiastuti (2006:17) mendefinisikan penjualan adaptif
sebagai upaya untuk merubah perilaku penjualan selama ataupun setelah terjadinya interaksi dengan pelanggan yang didasarkan pada informasi yang diterima mengenai situasi penjualan.
Menurut Vink and Verbeke (1993:21) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perilaku adaptif penjualan dikaitkan dengan karakteristik organisasi. Dikembangkan pendekatan pemrosesan informasi khusus, mereka tertarik pada hubungan kausal antara karakteristik organisasi, orientasi intrinsik, ekstrinsik, gaya atribusi, dan motivasi tenaga penjual untuk bekerja lebih keras atau lebih pintar
Spiro and Weitz (1990:63) melakukan penelitian mengenai konseptualisasi penjualan adaptif dan pengukurannya untuk mengetahui lebih lanjut dimensionalisasi dari variabel penjualan adaptif serta menguji hubungan penjualan adaptif terhadap kinerja tenaga penjual. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh positif
dari penjualan adaptif terhadap kinerja tenaga penjual. Menurut Boorom et al., dalam
Wicaksono (2006:20) penjualan adaptif adalah kemampuan penjual untuk membuat dan memodifikasi pesan-pesan melalui komunikasi interaktif dengan pelanggan.
(48)
Dalam mengembangkan pengukuran mengenai pelaksanaan aktivitas penjualan adaptif. Spiro and Weitz (1990:67) dalam penelitiannya mengusulkan predisposisi dalam enam aspek dilihat dari sudut pandang tenaga penjual
1. Mengenali bahwa pendekatan penjualan yang berbeda diperlukan untuk situasi penjualan yang berbeda
2. Percaya diri terhadap kemampuannya untuk menggunakan teknik pendekatan penjualan yang berbeda untuk situasi tertentu
3. Percaya diri terhadap kemampuannya untuk mengubah pendekatan penjualan yang dilakukannya selama interaksi dengan pelanggan
4. Memiliki pengetahuan dalam mengenali situasi penjualan yang berbeda dan menetapkan strategi penjualan yang tepat untuk masing – masing situasi tersebut
5. Memiliki sekumpulan informasi mengenai situasi penjualan sebagai masukan dalam melakukan penjualan adaptif
6. Melakukan aktivitas dengan menerapkan pendekatan penjualan yang berbeda untuk situasi penjualan yang berbeda
Tenaga penjualan yang sukses adalah mereka yang dapat mengadaptasikan gaya komunikasinya secara tepat dalam interaksi dengan pelanggan, sehingga seorang penjual harus mengenali dan menyesuaikan gaya komunikasi yang berbeda pada setiap pelanggan (Spiro and Fine dalam Wicaksono, 2006:20). Sehingga
(49)
(Wicaksono, 2006:20) berpendapat bahwa tenaga penjualan yang dapat mengadaptasikan gaya mereka sesuai dengan situasi akan mempunyai keuntungan yang stratejik melebihi mereka yang tidak dapat menyesuaikan gaya komunikasinya.
Robinson et al., (2002:117) dalam penelitiannya menemukan bahwa skala
pengukuran penjualan adaptif dapat diringkas menjadi 4 yaitu:
1. Percaya diri terhadap kemampuannya untuk menggunakan variasi dari pendekatan penjualan yang berbeda
2. Percaya diri terhadap kemampuannya untuk mengubah pendekatan penjualan selama berinteraksi dengan pelanggan
3. Melakukan aktivitas dengan menerapkan pendekatan penjualan yang berbeda dalam situasi penjualan yang berbeda
4. Memiliki sekumpulan informasi tentang situasi penjualan untuk membantu adaptasi
Menurut Boorom et al., dalam Wicaksono (2006:23) praktek aktual dari
penjualan adaptif juga ditentukan oleh jenis latihan yang diterima dalam metode presentasi, peragaman produk yang tersedia, pengetahuan produk dan perilaku pelanggan, nilai ekonomi relatif dari suatu transaksi, dan pengeluaran personal untuk waktu dan upaya yang dibutuhkan guna memperoleh informasi.
(50)
2.2.4. Orientasi Smart-Working
Dalam berbisnis, pelanggan adalah salah satu aset yang sangat menentukan. Tanpa adanya pelanggan, sebuah usaha atau bisnis tidak dapat berkembang dengan baik.
Menurut Afram (2012:51) ada tujuh faktor yang harus dilakukan untuk mengambil hati para pelanggan:
1. Mengetahui keinginan pelanggan
2. Mengetahui pola pikir dan kebiasaan pelanggan
3. Mengetahui alasan konsumen membeli
4. Mengenal konsumen lebih dekat
5. Membuat konsumen merasa nyaman
6. Menggunakan trik yang dapat menarik perhatian konsumen
7. Membuat konsumen merasa beruntung
Lebih lanjut Afram (2012:182) menyatakan bahwa pada dasarnya menjadi seorang penjual tidak hanya membuat barang dagangan laku saja, namun juga berusaha memperkenalkan barang dagangan kepada para pelanggan, membuat mereka ingin tahu, tertarik dan kemudian ingin memilikinya.
Disamping itu Afram (2012:182) juga menyatakan bahwa ada delapan cara yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang penjual yang sukses:
1. Pandai membuat first impression
Untuk mengambil hati para konsumen, buatlah mereka merasa senang dengan sambutan yang akan anda berikan. Setidaknya, penjual harus bisa
(51)
memberikan 3S+1A (senyum, salam, sapa dan antusias) pada setiap pelanggan yang datang kepada penjual.
2. Memiliki cita-cita yang tinggi
Seorang penjual yang sukses harus memiliki cita-cita yang tinggi. Cita-cita tersebut akan selalu mendorong semangat penjual dalam kondisi penjualan yang pasang maupun surut
3. Menjadi teman para pelanggan
Salah satu strategi pemasaran yang wajib dilakukan penjual adalah menjadikan setiap konsumen tidak hanya sebagai raja, melainkan juga sebagai teman penjual.
4. Memiliki integritas
Seorang penjual yang baik harus mampu membuat para pelanggan percaya dan menumbuhkan hubungan dengan konsumen. Hubungan dengan konsumen akan memberikan pengaruh positif bagi kelangsungan bisnis penjualan.
5. Memiliki kreativitas
Penjual harus mampu melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda dan menarik sehingga pelanggan akan tertarik dan kemudian membeli produk yang ditawarkan.
6. Memiliki komitmen
Seorang penjual harus berkomitmen kuat dalam bisnis penjualannya. Komitmen yang kuat akan mendorong seorang penjual untuk lebih giat
(52)
7. Memiliki keuletan
Seorang penjual yang sukses juga harus memiliki keuletan, keuletan sangat berperan dalam penjualan. Tanpa sebuah keuletan seorang penjual tidak akan dapat bertahan lama dalam bisnis penjualannya
8. Memiliki keinginan untuk terus belajar
Seorang penjual harus memiliki keinginan untuk terus belajar. Belajar dari siapa saja untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam penjualan, agar selalu dapat mengikuti perkembangan zaman yang selalu melahirkan penjual-penjual yang lebih hebat.
Menurut Raynalldi dan Hamsal (2008:46) penguasaan pengetahuan tentang produk dapat membantu tenaga penjual dalam 5 (lima) hal, yaitu :
1. Mempertebal rasa percaya diri
2. Mampu menangani konsumen secara lebih arif
3. Dapat menghindari kesan presentasi penjualan yang terlalu mekanis
4. Merangsang tenaga penjual lebih menyukai pekerjaannya
5. Membuka kesempatan meniti jenjang karier yang lebih tinggi.
Implementasi working smart dibutuhkan di dalam situasi pekerjaan yang
berbeda. Hal tersebut, bermakna karyawan yang sangat trampil mungkin ataupun tidak menjalankan aktivitas penjualan secara efektif, tergantung pada pengetahuan yang dimiliki seorang karyawan. Sebagai contoh, tanpa pengetahuan, bahkan karyawan yang sangat terampil sekalipun mungkin akan mengalami kinerja yang buruk. Itulah sebabnya mengapa, kriteria yang digunakan memisahkan karyawan yang berpretasi dengan mereka yang tidak, yaitu mereka dibedakan melalui kriteria
(53)
yaitu karyawan yang tidak memiliki pengetahuan untuk mengelola working smart, dengan mereka yang memiliki pengetahuan yang trampil. Hasilnya melalui karyawan dengan kategori yang memiliki pengetahuanlah yang selalu lebih unggul khususnya ketika mereka berhadapan dengan tugas mereka
Sujan et al., dalam Susilowati (2008:4) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa smart working and hard working akan menghasilkan kinerja penjualan,
ditambahkan bahwa dalam smart working praktek dalam penjualan yang beradaptasi
secara baik berhubungan dengan kinerja penjualan.
(Rentz et Al dalam Wahyuni 2010:2).
Weitz and Sujan dalam Sunarso (2007:14) menyatakan bahwa salah satu faktor kunci meningkatkan kinerja tenaga penjual adalah dengan membuat tenaga penjual cerdas dalam bekerja ketika melakukan interaksi dengan konsumen, karena bagaimanapun tenaga penjual merupakan pihak yang melakukan kontak langsung dengan konsumen.
Menurut Sasongko (2008:12) orientasi pola bekerja cerdas, akan menciptakan efektivitas yang diharapkan, dimana hal tersebut ditandai dengan meningkatnya kinerja tenaga penjualan seiring meningkatnya penerimaan penjualan. Temuan
penting akan konsep orientasi pola bekerja cerdas (working smart), pada studi Sujan
et al., dalam Sasongko (2008:12) yaitu dengan mendefinisikan bekerja cerdas sebagai manifestasi
1. pelaksanaan dalam perencanaan untuk menentukan kesesuaian perilaku
(54)
2. pemilikan kepercayaan dan kapasitas untuk terlibat dalam berbagai perilaku dan aktivitas penjualan, dan
3. pengubahan perilaku dan aktivitas penjualan berdasar pertimbangan
situasional.
Oleh sebab itu, variabel orientasi pola bekerja cerdas (working smart)
merupakan tujuan dari implementasi sebuah strategi yang tepat dan terarah, dimana dalam hal ini adalah keahlian tenaga penjualan dalam aktivitas penjualan dirumuskan sebagai arah dari sebuah strategi penjualan dan variabel orientasi pembelajaran dan orientasi pengawas sebagai pilihan strategi yang tepat.
2.2.5. Kepuasan Hubungan Kerja
Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja dan hubungan dengan rekan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Pada MLM seorang
upline sangat berperan dalam berkembang jaringan yang dibentuknnya. Seorang
upline harus menciptakan hubungan bisnis yang nyaman bagi para dowline dan selalu
menjaga situasi kerja yang kondusif sehingga dowline dapat lebih baik dalam
berkinerja dan juga lebih baik dalam memperluas jaringan yang baru.
Menurut Handoko (2000:193) Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah
(55)
karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Hackman dan Oldham menguraikan yang dikutip Robbin (2006:447), inti dari pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Skill Varienty
Semakin banyak variasi tugas yang dilakukan oleh pegawai dalam pekerjaannya, semakin menantang pekerjaan bagi mereka.
2. Task Identity
Sejauh mana pekerjaan menuntut diselesaikannya suatu pekerjaan yang utuh dan dapat dikenali.
3. Task Significane
Sejauh apa dampak pekerjaan yang dilakukan dapat mempengaruhi pekerjaan atau bahkan kehidupan orang lain. Hal ini akan membawa dampak penghargaan psikologis.
4. Autonomy
Sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan , ketidakketergantungan, dan keleluasaan untuk mengatur jadwal pekerjaannya, membuat keputusan dan menentukan prosedur pekerjaan yang dipakai.
(56)
Sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan menghasilkan informasi bagi individu mengenai keefektifan kinerjanya. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh tanggapan terhadap nilai intrinsic dan extrinsic reward. Yang dimaksud dengan nilai
intrinsic reward yaitu timbulnya suatu perasaan dalam diri pegawai karena pekerjaan
yang dilakukan. Yang termasuk dalam extrinsic reward adalah perasaan suka akan
pekerjaannya, rasa tanggung jawab, tantangan dan pengakuan. Extrinsic reward
adalah situasi yang terjadi diluar pekerjaan, misalnya karena bekerja dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka pegawai mendapatkan upah, gaji, dan bonus.
Teori - teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja akan dikemukakan enam orientasi umum terhadap kepuasan kerja, yang kesemuanya mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja serta menggambarkan proses yang menentukan kepuasan kerja bagi individu.
1. Teori Ketidaksesuaian
Kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan” dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak
(57)
hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya, Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.
2. Teori Keadilan (Equity Theory).
Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjannya. Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori
proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah “input”, “hasil”,
“orang bandingan” dan “keadilan dan ketidak adilan‟. Input adalah sesuatu yang
bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.
Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan
hasilnya : rasio input-nya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang
bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan-pekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang memilih
(58)
orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan. Jika
rasio hasil input seorang pekerja adalah sama atau sebanding dengan rasio orang
bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para pekerja. Jika para pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan dianggap adil.
3. Teori Dua Faktor
Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji hubungan kepuasan dengan produktivitas.
Herzberg mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua
faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor)
yang disebut dengan satisfie atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara
(maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
a. Prestasi yang diraih (achievement),
b. Pengakuan orang lain (recognition),
(59)
d. Peluang untuk maju (advancement),
e. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self),
f. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)
4. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam pada tahun I960 menyebutkan beberapa komponen yaitu input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Pandangan Wexley dan Yukl pada tahun 1977, mengemukakan beberapa komponen dari teori keseimbangan di antaranya yaitu (Mangkunegara, 2001:120),:
a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan. pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi,
jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya upah, keuntungan tumbahan. status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
c. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
d. Equity-in-equity adalah teori yang menyatakan seorang pegawai dalam organisasi merasa puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara
(60)
person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai
tersebut akan merasa puas, Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat
menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under
compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang
menjadi pembanding atau comparison person).
5. Teori Pemenuhan Kebutuhan
Pandangan Mangkunegara (2001:121) menjelaskan bahwa teori kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Oleh karena itu, seorang pegawai akan merasa puas apabila pegawai mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, maka pegawai itu akan merasa tidak puas.
6. Teori Pandangan Kelompok Sosial
Mangkunegara (2001:121) menyatakan bahwa teori kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Pada hakikatnya, teori pandangan kelompok sosial atau acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi. pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
(61)
2.2.6. Kreativitas Strategi Pemasaran
Kreativitas merupakan sebuah proses pemikiran intelektual yang membutuhkan
sebuah kesepakatan hebat atas usaha-usaha kognitif (Shalley dalam Widodo,
2008:155). ketika menguji bagimana dampak kreativitas atas perusahaan dari sebuah perspektif pemasaran, paling tidak peneliti dapat membuktikan bermanfaat untuk mengidentifikasikan lingkup minat pada hubungan kreativitas/bisnis yang berpengaruh langsung pada kinerja pemasaran dan kesuksesan bisnis secara keseluruhan.
Semua inovasi berasal dari ide kreatif. Keberhasilan strategi pemasaran, pengenalan produk baru antar lain pelayanan jasa yang baru tergantung pada seseorang atau tim yang mempunyai ide cemerlang dan mampu mengembangkan dalam bentuk rencana-rencana dan strategi yang jelas yang bermula dari pendekatan psikologis kreativitas tradisional yang memfokuskan pada karakteristik kreativitas seseorang (Khamidah, 2004:16).
Pengujian terhadap pengaruh kreativitas dengan melihat pada efek faktor kontekstual pada kretivitas individu dianggap penting karena kreativitas merupakan langkah kritis dalam proses inovasi, yang menjamin bahwa faktor lingkungan dapat meningkatkan atau menahan kreativitas individu (Shalley dalam Widodo 2008:156). Bila lingkungan dan distruktur untuk mendukung kreativitas perilaku yang kreatif boleh jadi berkontribusi terhadap produktivitas jangka panjang dan keinovatifan organisasi.
(1)
khk osw pa ko ksp kbi x7 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x8 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x9 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x10 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x4 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x5 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x6 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x1 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x2 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x3 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
khk osw pa ko ksp kbi
ksp .000 .000 .000 .000 .000 .000 kbi .145 .146 .159 .177 .000 .000 x20 .325 .330 .344 .375 .172 .000 x19 .325 .330 .344 .375 .172 .000 x18 .325 .330 .344 .375 .172 .000 x17 .325 .330 .344 .375 .172 .000 x16 .841 .848 .922 1.026 .000 .000 x15 .841 .848 .922 1.026 .000 .000 x14 .841 .848 .922 1.026 .000 .000 x11 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x12 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x13 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x7 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x8 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x9 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x10 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x4 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x5 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x6 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x1 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x2 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x3 .000 .000 .000 .000 .000 .000
(2)
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
khk osw pa ko ksp kbi
ksp .000 .000 .000 .000 .000 .000 kbi .000 .000 .000 .000 .000 .000 x20 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x19 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x18 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x17 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x16 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x15 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x14 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x11 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x12 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x13 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x7 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x8 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x9 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x10 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x4 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x5 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x6 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x1 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x2 .000 .000 .000 .000 .000 .000 x3 .000 .000 .000 .000 .000 .000
(3)
Summary of Bootstrap Iterations (Default model)
(Default model)
Iterations Method 0 Method 1 Method 2
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 1
10 0 0 2
11 0 0 1
12 0 0 2
13 0 0 7
14 0 0 6
15 0 0 6
16 0 0 12
17 0 0 11
18 0 0 17
19 0 41 94
Total 0 41 159
0 bootstrap samples were unused because of a singular covariance matrix. 42 bootstrap samples were unused because a solution was not found. 200 usable bootstrap samples were obtained.
Bollen-Stine Bootstrap (Default model)
The model fit better in 145 bootstrap samples. It fit about equally well in 0 bootstrap samples. It fit worse or failed to fit in 55 bootstrap samples.
Testing the null hypothesis that the model is correct, Bollen-Stine bootstrap p = .279
Model Fit Summary CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 41 193.845 169 .092 1.147 Saturated model 210 .000 0
(4)
RMR, GFI
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model .023 .850 .813 .684 Saturated model .000 1.000
Independence model .033 .668 .634 .605
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1 RFI rho1
IFI Delta2
TLI
rho2 CFI Default model .801 .776 .969 .964 .968
Saturated model 1.000 1.000 1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000
Parsimony-Adjusted Measures
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .889 .712 .861 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1.000 .000 .000
NCP
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 24.845 .000 63.428 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 782.510 688.777 883.752
FMIN
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model 1.958 .251 .000 .641 Saturated model .000 .000 .000 .000 Independence model 9.823 7.904 6.957 8.927
RMSEA
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .039 .000 .062 .771 Independence model .204 .191 .217 .000
(5)
ECVI
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI
Default model 2.786 2.535 3.176 3.009 Saturated model 4.242 4.242 4.242 5.385 Independence model 10.227 9.281 11.250 10.336
HOELTER
Model HOELTER
.05
HOELTER .01
Default model 103 110
(6)