15
kehidupan non-Muslim sebagaimana membedakan masyarakat Islam dan masyarakata non-Islam.
2
a. Hakikat Ibadah
Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah Swt. yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada-Nya. Hal ini seperti
firman Allah Swt. Dalam QS al-Dzâriyat [51]:56:
ِنوُدُبۡعَ َِ ا
َِإ َړنِ ۡ
ۡٱَو انِ ۡ
َٱ ُڀۡقَڶَخ اَمَو تاي ا َ لا
١٣:١٥
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Pada Hakikatnya manusia itu diperintahkan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Karena itu, tidak ada alasan baginya untuk mengabaikan kewajiban
beribadah kepada-Nya.
3
Allah Swt. Berfirman dalam QS Al-Baqarah [2]:21:
اَڿُي َ
أٓ َي ٱ
ُساان ٱ
ُڷُكابَر ْاوُدُبۡع ٱ
َو ۡڷُكَقَڶَخ يِ ا
َ ٱ
َنوُقاتَت ۡڷُكاڶَعَل ۡڷُكِڶۡبَٵ نِم َنيِ ا
َ
ةرقبلا ٢:
٢٥
Artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa ”.
2
Yusuf Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat Islam, Penerjemah Setiawan Budi Utomo Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999, h. 42.
3
Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam, h. 139.
16
Pada prinsipnya ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti penyerahan diri secara sempurna pada kehendak Allah Swt.
4
B. Larangan Tasyabbuh dalam Islam
Tasyabbuh
هّبشتلا
menurut bahasa adalah
: هبشأ
هلثام : ئشلا ئشلا
“menyerupai” sesuatu terhadap sesuatu atau saling menyerupai. Kata-kata
هّبشت ه يغب
berarti si fulan menyerupai hal tersebut atau serupa dan selaras dengan orang lain, orang yang menyimpang di dalam perbuatan.
هيبشتلا
: “perumpamaan”. Sebagian ulama menerangkan
“bertemunya satu perkara dengan perkara lain karena sifat yang mempunyai bagian antar keduanya. Seperti menyerupainya
seorang laki-laki dengan macan di dalam hal keberanian.
5
Bagi al-Munawi, tasyabbuh bermaksud berhias seperti mana mereka berhias, berusaha mengenali sesuai dengan perbuatan mereka, berakhlak dengan
akhlak mereka, berjalan seperti mereka berjalan, menyerupai mereka dalam berpakaian dan sebahagian perbuatan mereka. Adapun tasyabuh yang sebenarnya
adalah bertepatan dari segi aspek zahir dan batin.
6
4
Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam, h. 140.
5
al- Mu’jam al-Wâsit. tp., 1985, h. 490.
6
Muhammad ‘Abd Ra’uf al-Munawi, Faid al-Qadir Syarh Jami’ al-Saghir Beirut Dar al- Ma’rifah, 1408 H, h. 6.
17
Berkaitan dengan larangan tasyabbuh ini, Allah SWT berfirman:
ٰ َِۡرَت نَلَو ٰۗىَدُڿ
ۡ لٱ َوُه ِ اَٱ ىَدُه انِإ ۡلُق ۗۡڷُڿَت
اڶِس َعِباتَت ٰ اَِح ٰىَرٰ َصانٱ َََو ُدوُڿَ َۡٱ َڱنَع لدََِو نِم ِ اَٱ َنِم َڱ
َل اَم ِڷۡڶِعۡلٱ َنِم َكَءكاَج يِ اَٱ َدۡعَب ڷُهَءكاَوۡهَأ َڀۡعَباتٱ ِنِئَلَو فر ِصَن
َ ََو
هرقبا ٢
: ٥٢٥
Artinya : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan
mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu
”.
Pada ayat di atas, Allah SWT memberi khabar pada kata “millatahum”
maksudnya adalah agama mereka.
7
, tetapi ketika melarang, Allah SWT mengungkapkannya dengan kata
“ahwa’ahum” karena kaum Nasrani dan yahudi tidak akan senang kepada kamu kecuali mengikuti agama mereka secara mutlak.
8
Termasuk dalam mengikuti adalah dengan menyerupai mereka karena menyerupai mereka berarti mengikuti keinginan mereka. Maka, orang-orang kafir
senang jika jika orang-orang Islam menyerupai sebahagian daripada urusan mereka. Ini disebabkan dengan menyerupai satu urusan, boleh menjadi pendorong untuk
menyerupai dalam hal-hal lain.
9
7
Imam Jalalludin Al-Mahalli Imam Jalludin As- Suyuthi, Tafsir al-Jalâlain berikut asbâbun nuzûl ayat, Penerjemah Bahrun Abu Bakar, vol. 1 Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996, h.63.
8
Ibn Taymiyyah, Iqtida’ al-Sirat al-Mustaqȋm: lil Mukhȃlafah Ashȃb al-Jahȋm, Dar El-Fikr
Beirut-Libanon, 2003, h. 19.
9
Ibn Taymiyyah, Iqtida’ al-Sirat al-Mustaqȋm, h. 19.
18
Berkaitan dengan sikap orang-orang muslim terhadap non-muslim, suatu ketika sekelompok orang Yahudi datang menemui Rasulullah SAW mereka berkata,
“As-Saamu ‘laikum.” semoga kematian menimpamu menjawab. Maka Aisyah berkata, “aku memahami kalimatnya.” semoga kematian dan laknat menimpa
kalian. Maka Rasulullah SAW berkata, “Tenanglah wahai Aisyah. Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam setiap urusan.” Aisyah berkata, “wahai
Rasulullah, apakah anda tidak mendengar apa yang mereka katakan?” Rasulullah SAW menjawab, “Aku telah berkata ‘wa’alaikum’ dan bagimu juga.
10
Berkaitan dengan dengan sikap terhadap non muslim, Allah SWT berfirman:
ُهوُ َََت ن َ
أ ۡڷُكِرَٰيِد نِدم ڷ ُكوُجِرۡ ُُ ۡڷَلَو ِنيِدلٱ ِِ ۡڷُكوُڶِتَٰقُي ۡڷَل َنيِ اَٱ ِنَع ُ اَٱ ُڷُكٰىَڿۡنَي اَ
ۡڷ َنِطِسۡقُڹ
ۡ لٱ ُټِ ُُ َ اَٱ انِإ ۚۡڷِڿۡ
ََِإ ْاكوُطِسۡقُتَو ٿنحتڹڹلا
٣٥ :
٨
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil ”.
Ketika berbicara tentang sikap adil, ayat yang sama juga mengantarkan pada hal yang menyinggung sikap adil ini dan berbuat baik kepada orang sepanjang dia
tidak memerangi atau mengusir kaum muslimin.
11
Seorang Filosofis Mr. N.E. Algra mengatakan bahwa keadilan itu adalah persoalan kita semua dalam suatu
10
Sa’id bin ShabirAbduh, Muzilul Ilbas Hukum Mengkafirkan dan Membid’ahkan, Penerjemah Nurkholis Jakarta: Griya Ilmu, 2005, h. 324.
11
Jamȃl al-Dȋn ‘Athiyyah Muhammad, Fiqh Baru bagi Kaum Minoritas, Penerjemah Shofiyullah Bandung: Penerbit Marja, 2006, h.193.