Alasan dan Dampak Mengikuti Ibadah Non-Muslim

adil. Karena, definisi adil adalah mengambil hak anda dengan semestinya. Sedangkan berbuat baik adalah, mengambil sebagian hak anda untuk orang lain. Jadi, yang dimaksud adil dan moderat disini adalah memberikan hak seseorang sebagaimana seharusnya, jangan sampai ada sedikitpun hak dia yang terambil. Sedangkan perbuatan baik adalah memberikan hak lebih kepada seseorang dengan menambahkan sikap pemurah dan ramah. Adapun kalangan lain yang yang diharamkan untuk berlaku adil dan baik adalah mereka yang telah memusuhi Islam dan kaum muslimin, memerangi dan mengusir mereka dari tanah kelahirannya dengan cara yang zalim, kacuali ketika telah mengucapkan Allah adalah Tuhan kami. Hal tersebut sama seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat Quraisy dan musyrik Mekah terhadap Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. 8 Umat Kristen dengan senang mengundang orang-orang Islam datang keperayaan-perayaan demikian dengan alasan kerukunan antar umat beragama menurut asas ideologi negara Pancasila. Banyak orang Islam yang segan untuk menolak undanga-undangan serupa itu, justru karena takut akan dituduh tidak bertoleransi terhadap agama lain. Jika bagi pihak umat Kristen kehadiran orang- 8 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Minoritas: Fatwa Kontemporer Tehadap Kehidupan Kaum Muslimin di Tengah Masyarakat Non-Muslim, Penerjemah Adillah Obid Jakarta: Zikrul Hakim, 2004, h. 199. orang Islam pada perayaan natal adalah kesempatan paling baik untuk mendekatkan tamu mereka itu pada kekristenan. 9 Terdapat sejumlah pertimbangan yang perlu diperhatikan ketika membahas solusi untuk problem pada skripsi ini, yaitu: 1. Orang Muslim yang tinggal di Negara non-Muslim, atau kaum muslim minoritas yang jumlahnya cukup banyak, seperti di India. Jumlah kaum Muslimin di India merupakan kaum minoritas. Akan tetapi jumlah kaum minoritas ini mencapa 135 juta jiwa, sehingga tidak aneh kalau ada peraturan hukum keluarga khusus bagi mereka. 10 2. Seorang pelajar yang sedang melaksanakan pendidikannya di negara non- Muslim. 3. Seorang pekerjapegawai di perusahaan asing atau atasannya merupakan seorang non-Muslim. 4. Seorang pimpinan daerah, atau bahkan juga seorang Ulama yang mendapatkan undangan demi terjalinnya hubungan antar umat beragama. Setelah kita mengetahui beberapa contoh di atas, dapat kita ketahui bahwa mereka semua adalah golongan orang-orang yang hubungannya tidak terlepas dengan non-muslim. 9 Muhammad Atho Mudzar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: sebuah studi tentang pemikiran hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, Penerjemah Soedarso Soekarno Jakarta: INIS, 1993, h. 118. 10 Jamaludin Athiyah Muhammad, Fiqih Baru Bagi Kaum Minoritas: Ham dan Supremasi Hukum sebagai Keniscayaan, Penerjemah Shofiyullah, Bandung: Marja, 2006, h. 222. Setiap perbuatan secara sadar dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas, tanpa mempersoalkan apakah perbuatan yang dituju itu baik atau buruk, mendapatkan manfaat atau menimbulkan madharat. Sebelum sampai pada perbuatan yang dituju itu ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya. 11 b. Dampak mengikuti ibadah non-muslim Meniru mereka dalam hal sepele yang dapat menjadi jalan dan tangga menuju berbagai perbuatan buruk hukumnya adalah haram, apalagi kalau sampai menggiring kepada kekufuran kepada Allah? Seperti mengambil berkah salib, atau menerima pembabtisan dari mereka atau seperti orang yang menyatakan: “yang kita sembah sebenarnya sama yaitu yang Esa hanya saja caranya yang berbeda- beda,” dan pernyataan-pernyataan dan perbuatan sejenis yang meliputi: Adanya anggapan bahwa syariat agama Nasrani dan Yahudi yang telah diubah dan bahkan telah dihapuskan adalah penghubung menuju ibadah kepada Allah SWT. Selebihnya ada juga yang beranggapan bahwa sebagian diantara kandungan ajaran mereka yang bertentangan dengan agama Allah itu baik. 12 11 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001 h. 396. 12 Ibnu Taimiyah, Iqtia as-Siratal Mustaqim., h. 197. Tabiat dasar manusia cenderung punya hasrat untuk meniru. Yakni, bahwa manusia juga bahkan seluruh makhluk hidup telah dicipta untuk memiliki hasrat untuk dapat tampil seperti yang ditirunya. Semakin besar kemiripan antara yang ditiru dengan dirinya, semakin besar dan semakin besar hasratnya untuk dapat menyamainya dalam karakter dan sifatnya. Sehingga ujung-ujungnya akan sampai pada kesamaan antara keduanya. 13 Meniru-niru gaya hidup secara lahiriyah akan menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang serta simpati dan loyalitas dalam hati. Demikian juga sebaliknya, kecintaan dalam hati juga menimbulkan sikap meniru gaya hidup secara lahiriyah. Ini hal yang dapat dibuktikan secara kongkrit berdasarkan pengalaman. Sehingga bila ada dua orang lelaki yang berasal dari satu negeri, kemudian keduanya saling bersua di rantau, antara keduanya pasti timbul rasa cinta, simpati dan keakraban yang amat sangat. Meskipun di negeri mereka sendiri keduanya tidak saling mengenal atau bahkan mungkin saling berjauhan. 14

B. Analisa Penulis Mengenai Tasyabbuh Terhadap Peribadatan non-Muslim

Telah kita sebutkan dalil-dalil dari Al- Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, atsar-atsar dan qiyas, yang kesemuanya menunjukan bahwa tasyabbuh diri dengan mereka ahli kitab secara garis besar dilarang. Sebaliknya membedakan diri dari tata cara 13 Ibnu Taimiyah, Iqtia as-Siratal Mustaqim., h. 201. 14 Ibnu Taimiyah, Iqtia as-Siratal Mustaqim., h. 202. hidup mereka adalah disyariatkan. Bisa jadi wajib, mungkin juga disunnahkan atau bahkan boleh-boleh saja, tergantung pada situasi dan kondisi. Di sini penulis akan mengemukakan beberapa pandangan penulis mengenai hukum mengikuti peribadatan non-Muslim dilihat dari beberapa sudut. Pertama, pandangan penulis mengenai seseorang yang menghadiri ibadah non-Muslim, bagi seseorang yang tinggal di daerah atau di Negeri non-Muslim akan sangat kesulitan untuk hidup bermasyarakat dengan mereka terutama apabila sedang dilaksanakannya hari-hari besar mereka. Mereka non-Muslim pasti akan menunjukkan sikap kegembiraan mereka dengan mengajak kita untuk mengikuti perayaan mereka. Tidak mungkin kita akan menolaknya karena bisa jadi itu merupakan penghinaan bagi mereka atau mungkin nantinya kita pun akan dikucilkan yang berakibat tidak baik bagi kehidupan bermasyarakat kita. Maka, berdasarkan kaidah tidak dikira tasyabbuh melainkan dengan niat, seseorang yang tinggal di daerah atau negeri yang mayoritas non-Muslim boleh saja mengikuti perayaan hari besar mereka demi untuk menghargai kehidupan beragama dan adat istiadat mereka. Begitu juga dengan seorang kepala daerah, yang sudah pasti akan mendapat undangan apabila sedang terjadi perayaan hari-hari besar non-Muslim. Maka bagi kepala daerah tersebut boleh saja menghadiri undangan tersebut dengan tidak disertai niat untuk merayakan hari besar tersebut. Dan bagi seorang ulama yang mendapat undangan pada hari besar non-muslim, menurut pendapat penulis itu bisa menjadi hubungan yang baik antar umat beragama dan juga menjadi jalan dakwah untuk menyebarkan Islam. Kedua, pandangan penulis mengenai seseorang yang menghadiri ibadah non-Muslim adalah haram, karena diantara yang mereka lakukan di hari raya mereka ada berupa kekufuran, ada juga berupa kemaksiatan. Maka, sebagai seorang Muslim sebaiknya berusaha keras untuk menjauhi hal tersebut. Ketiga, bagi seorang pekerja atau pegawai di perusahaan asing atau memiliki atasan yang memiliki keyakinan berbeda non-Muslim seringkali mendapat undangan dari atasannya untuk ikut merayakan hari besar mereka. Undangan atau ajakan dari atasan tersebut biasanya mempengaruhi kepada hasil kerja atau bahkan kedudukan orang tersebut sebagai bawahannya. Maka dalam hal ini orang tersebut boleh saja mengikuti undangan atasannya selama masih tidak bertentangan dengan hal- hal yang disyari’atkan dalam Islam. Begitu juga seperti halnya seorang pelajar yang berada di negeri yang mayoritas non-Muslim atau bahkan Universitas sekolah tempat ia belajar adalah bukan sekolah Islam yang sering melaksanakan hari-hari besar non-muslim. Maka bagi pelajar tesebut boleh saja ikut merayakan hari besar tersebut dengan menghindari hal-hal seperti kamaksiatan dan kekufuran. Selanjutnya penulis menambahkan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang mudah dipahami dan diamalkan. Ketika seseorang tidak bisa melakukan salat dengan beridiri, maka ia boleh melakukannya dengan duduk, ketika ia tidak bisa melakukan salat dengan duduk, maka ia boleh melakukannya dengan sambil berbaring, ketika ia tidak bisa melakukan salat sambil berbaring, maka ia boleh melakukannya dengan isyarat.