Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr Al-Iftâ’ Al- Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)
HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM DALAM PANDANGAN ULAMA
(Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,
Dâr al-
Iftâ’ al
-Misriyyah
dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan
Arab Saudi)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
TEGUH TRIESNA DEWA NIM: 1112043100038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1438H/2016M
(2)
(3)
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2016
TEGUH TRIESNA DEWA
(5)
ABSTRAK
Teguh Triesna Dewa, NIM 1112043100038, “Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)”, Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016M. Fatwa merayakan Natal bagi muslim menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan perspepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non-Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’aruf (saling mengenal), saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kafir dzimmi (orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam). Akan tetepi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. Penelitian ini menngunakan metodelogi library research dengan analisis komparatif dan Content analisys dalam mebandingkan fatwa yang menjadi objek kajian penulian ini. Tujuan peneliatan adalah untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan natal. Berdasarkan metode dan bahan penelitian kesimpulan dari penelitian ini bahwa hukum merayakan Natal adalah hal yang diharamkan bila mana terdapat pencampuradukan aqidah didalamnya.
Kata Kunci : Fatwa Merayakan Natal Bersama Pembimbing : 1. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag
2. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A Daftar Pustaka : 1983-2015 Tahun
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuandan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab;
3. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis;
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
(7)
5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;
6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha mereka saya bisa sampai seperti ini;
8. Kepada Siti Zakiah yang telah membantu dan menemani menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis berproses dalam bidang akademisi.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 30 September 2016
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Kerangka Konseptual ... 8
G. Review Studi Terdahulu ... 10
H. Teknis Penulisan ... 14
I. Metode Penelitian ... 14
J. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL A. Pengertian Perayaan Natal ... 19
(9)
C. Tradisi Perayaan Natal ... 29
a. Pohon Natal ... 29
b. Sinterklas ... 29
c. Malam Natal... 30
d. Hadiah Natal ... 31
e. Ucapan Selamat Natal ... 32
BAB III FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 33
B. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir ... 41
C. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 49
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN FATWA A. Analisis Isi Fatwa ... 56
1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 56
2. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir Mesir ... 59
3. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 62
B. Analisis Perbandingan Fatwa ... 65
1. Persamaan ... 65
a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 65
(10)
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 67
d. Dalam Hal Latar Belakang ... 68
2. Perbedaan ... 68
a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 68
b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum ... 74
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 75
d. Dalam Hal Latar Belakang ... 76
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bulan Desember umat Kristiani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Hampir setiap tahunnya perayaan Natal semakin terlihat meriah, pada tahun 2015 di Indonesia misalnya, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan Natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, dihiasi dengan pernak-pernik Natal, Media massa pun tak ketinggalan ikut memeriahkan hari Raya Natal dengan menayangkan acara-acara spesial Natal, bahkan tidak jarang mereka yang beragama Islam ikut serta dalam memeriahkan hari Raya Natal, mulai dari karyawan toko dan restoran yang menggunakan atribut Natal sampai para pengusaha yang sengaja ingin memeriahkan hari Natal.
Hampir disetiap negara memiliki model yang berbeda-beda dalam perayaan Natal. Di Arab Saudi, umat Kristiani tidak bisa bebas merayakan Natal. Walaupun ada hampir 1 juta umat Kristiani disana, pemerintah memiliki larangan untuk merayakan Natal di tempat umum. Di saat yang sama, pemerintah Arab Saudi tidak memiliki larangan yang tegas terkait perayaan Natal di kediaman pribadi. Meskipun begitu, dibeberapa area, umat Kristiani masih dapat melakukan perayaan Natal dengan melakukan semacam pendekatan dengan pejabat setempat. Tetapi, secara umum perayaan Natal di Arab Saudi sering kali disamarkan sebagai
(12)
perayaan liburan biasa di dalam rumah pribadi.1 Berbeda dengan Arab Saudi, perayaan Natal di Indonesia justru dapat dikatakan cukup meriah meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Umat Kristiani di Indonesia dapat merayakan Natal bersama dengan keluarga, teman, serta dikelilingi dengan dekorasi Natal di rumah, pohon Natal, kue-kue, dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya Indonesia menganut prinsip kebebasan beragama bagi warga negaranya.2 Oleh karenanya hak untuk beribadah bagi agama apapun menjadi hak fundamental yang dilindungi oleh negara. Selain itu Bhineka Tunggal Ika juga menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,3 yang berarti Indonesia terdiri dari bermacam suku bangsa dan agama sehingga perayaan Natal justru menjadi perayaan yang harus dilindungi oleh negara, bahkan setiap perayaan Natal di Indonesia pemerintah selalu melakukan pengamanan yang ekstra ketat.
Di Mesir Natal dirayakan pada tanggal 7 Januari, mayoritas umat Kristiani di Mesir adalah penganut Kristen Koptik yang memang merayakan Natal pada tanggal 7 Januari berdasarkan kalender yang mereka yakini. Suasana perayaan Natal di Mesir tidak seheboh sebagaimana di Indonesia, di Mesir penjagaan terhadap gereja-gereja tidak berlebihan, tradisi menghias pohon Natal atau atribut ala sinterklas juga tidak menonjol di tempat publik. Namun meski demikian spanduk-spanduk ucapan selamat Natal banyak ditemui, bahkan pihak Universitas
1“
Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.
2
Effendi, A. Mansur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.128.
3
(13)
al-Azhar Kairo mengirim utusan resmi mengunjungi gereja dan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.4 Pemerintah Mesir menjadikan perayaan Natal tanggal 7 januari sebagai hari libur resmi nasional sejak tahun 2002 silam.
Perbedaan perayaan tersebut, tentu didasari pada hukum yang berlaku dan fatwa-fatwa ulama setempat yang mempengaruhi masyarakat di negara-negara tersebut dalam menyikapi perayaan Natal yang ada. Fatwa-fatwa ulama tersebut tentu dirumuskan dengan melihat bentuk negara, budaya serta latar belakang negara dan masyarakatnya. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.5 Fatwa juga dapat
diidentikkan dengan ra’yu. Ra’yu didefinisikan sebagai pendapat tentang suatu masalah yang tidak diatur oleh al-Qur’ân dan Sunnah. Ra’yu adalah pendapat yang dipertimbangkan dengan matang, yang dicapai sebagai hasil pemikiran yang dalam dan upaya keras individu dengan tujuan menyingkapkan dan mencari pengetahuan tentang suatu subyek yang mungkin hanya menjadi pertanda atau indikasi dari hal lain.6 Sehingga tentunya fatwa juga dapat mempengaruhi bagaimana seorang Muslim dapat bersikap terhadap suatu permasalahan yang tidak diatur dalam al-Qur’ân dan Sunnah.
Dalam hal ini fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang paling mendasar adalah terkait dengan
4 “Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.
5
Abdul Aziz Dahlan (Eds), Einsiklopedi Hukum Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 326.
6
Mohammad Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1996), h. 89.
(14)
”Tasyabuh” yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mukmin menyerupai, dalam hal ini adalah menyerupai orang kafir baik dalam perkataan, perbuatan maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.7 Sebagai mana yang tergambar dalam Hadîts Nabi:
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda,
نع
نْبا
،رمع
لاق
:
لاق
لوسر
هَلا
ىَص
هَلا
هْي ع
مَس
” :
ْنم
هَبشت
ْوقب
و ف
ْم ْنم
“
)
ا ر
د اد وبأ
4031
/
)
8Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda:
“
Barangsiapa yang menyerupaisuatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud
no. 4031).
Dalam hal ini tentunya perayaan Natal yang dilakukan oleh seseorang Muslim dapat dikatakan sebagai perbuatan tasyabuh, namun kalangan ulama juga
masih berbeda pendapat sehingga fatwa yang diberikan terhadap persoalan ini berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut tentunya terlihat dari taks-taks pernyataan berbagai fatwa yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Yang dimana ketiga lembaga fatwa tersebut tentunya memiliki metode yang berbeda dalam permasalahan fatwa perayaan Natal. Metode dan pendekatan tersebut juga akan berdampak pada substansi fatwa yang menyebabkan terjadinya ikhtilâf dikalangan ulama.9Karena itu penulis merasa
7
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, Penerjemah Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, (Solo: Pustaka Ar-Rayyan), h.68.
8
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.77 9
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.50.
(15)
tertarik untuk membahas ”Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr
al-Iftâ’ al-Misriyyah Dan Komisi Tetap Urusan Riset Dan Fatwa Kerajaan Arab
Saudi)”. Sebagai kajian yang mencoba membandingkan metode, pendekatan serta substansi fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer Umat Islam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba mengindentifikasi permasalahan yang ada dalam judul penelitian ini sebagai berikikut:
1. Apa saja metode pengambilan fatwa yang dialakukan oleh ketiga lembaga fatwa dalam permasalahan perayaan Natal dinegaranya?
2. Apa saja hal yang menjadi pertimbangan ulama tersebut dalam pengambilan fatwa?
3. Apa dalîl argumentasi yang digunakan ulama ketiga lembaga tersebut dalam pengambilan fatwa?
4. Bagaimana para ulama tersebut memaknai perayaan Natal oleh Umat Muslim sebagai tindakan tasyabuh?
5. Sampai sejauh mana fatwa tentang perayaan Natal oleh ketiga lembaga fatwa tersebut mempengaruhi masyarakat negaranya dalam menyikapi perayaan Natal? 6. Bagaimana kedudukan fatwa ulama ketiga lembaga fatwa tersebut dinegaranya?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
(16)
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini. Guna mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar pembahasan tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Muslim dalam perayaan Natal.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian di atas maka akan diuraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia? 2. Bagaimana Fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara
Mesir?
3. Bagaimana Fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi terhadap perayaan Natal di negara saudi?
4. Apa perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal?
D. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan dari kajian ini adalah:
1. Untuk mengetahui fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia.
(17)
2. Untuk mengetahui fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara Mesir.
3. Untuk mengetahui fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi terhadap perayaan Natal di Negara Saudi.
4. Untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan kajian ini bermanfaat bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan syarî’ah umumnya yang berkaitan dengan fatwa dan lebih khususnya Hukum Islam.
2. Kegunaan Praktiss a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan wawasan keilmuan dan keahlian, khususnya dalam perancangan fatwa terhadap suatu permasalahan umat. b. Bagi Peneliti
Dapat melatih kemampuan diri dalam menerapkan teori yang telah diterima selama kuliah, memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta kreativitas dalam berfikir dan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan topik yang diambil.
(18)
Dapat menambah hasil penelitian yang aktual terhadap permasalahan umat serta meningkatkan pemahaman secara komperhensif terkait dengan fatwa-fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer dalam hukum Islam.
F. Kerangka Konseptual
1. Penegasan Konseptual
a. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara
mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.10
b. Fatwa: Fatwa dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwâ wal futyâ
(fatâwâ) yang berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan
dengan hukum. 11 Sedangkan al- istiftâ’ berarti permintaan fatwa dan al-mufti adalah pemberi fatwa.12 Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli Hukum Islam.13 Sedangkan dalam ilmu usûl fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih
sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.14 Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga maupun kelompok masyarakat berdasarkan kebutuhan hukumya masing-masing.15 c. Majelis Ulama Indonesia: Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi
‘ulamâ, zu’amâ, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
10
M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h.68. 11
Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 12
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h.1110.
13
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), 127 14
Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 15
Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa bayn al-Indibat wa al-Tasayyub, (Dar al-Sahwah: Kaherah, 1992), h.5.
(19)
membina dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.16
d. Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir adalah lembaga fatwa pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini menjadi salah satu rujukan terpenting Umat Islam seluruh dunia untuk mengetahui jawaban setiap permasalahan hukum-hukum Islam. didirikan untuk mewakili Islam dan pusat penelitian hukum Islam yang unggul di tingkat Internasional sejak berdiri pada tahun 1895/ 1311 H. berdasarkan surat keputusan dari Khedive Mesir
Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nizârah Haqqiniyyah NO. 10 November
1895. Surat tersebut diterima oleh Nizharah yang bersangkutan tanggal 7 Jumadil Akhir 1313 nomor 55.17
e. Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah
al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ) merupakan lembaga resmi yang ditunjuk
pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia untuk mengurusi perkara berkaitan fatwa, dakwah dan juga wakaf. Kalau di Indonesia semacam MUI. Fatwa-fatwa yang keluar selalu menjadi rujukan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidaklah mengherankan karena ulama yang duduk di lembaga tersebut benar-benar terpilih dan keilmuannya sudah diakui dunia. Diantara ulama ahl al-Sunnah yang pernah
16“
MUI” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://mui.or.id/sekilas-mui 17“
Dar al-Ifta’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir” diakses pada 16 Februari 2016
(20)
menjabat sebagai ketua Lajnah al-Dâimah adalah al-Syaikh Ibnu Baz
rahimahullah.18
G. Review Studi Terdahulu
Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981)
Skripsi yang disusun oleh Fitra Rahmansyah Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia.. Skripsi ini mengangkat Fatwa-fatwa MUI yang
dianggap kontroversial dan merupakan analisis kritis terhadap fatwa MUI khususnya fatwa terkait perayaan Natal. Permasalahan utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana MUI menghadapi dan menyikapi anjuran pemerintah mengenai program Keluarga Berencana (KB) dan memperbolehkan Umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama tersebut. Disamping itu, skripsi ini juga mengangkat permasalahan utama yaitu sejauhmana fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial itu juga disikapi oleh pemerintah.19 Intisari dalam skripsi ini adalah menganalisa bahwa Fatwa MUI sebagai sebuah bentuk atau wujud dari cara MUI untuk memprotes sikap pemerintah dalam menangani masalah kerukunan umat beragama dan Keluarga Berencana. Adapun persamaan penelitian dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya kesamaan dalam objek penelitian yaitu fatwa MUI dalam perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada pola dan metode penelitiannya metode penelitian dalam skripsi yang
18“
Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://alifta.net/default.aspx?languagename=ar
19
Fitra Rahmansyah, Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981), (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2007), h.76
(21)
disusun penulis adalah studi komparatif dimana penulis mencoba membandingkan fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah
dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah
al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa Perbandingan Makna) Skripsi yang diajukan oleh Ihya Ulumuddin Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Srkipsi ini berisi tentang perbandingan pemaknaan antara perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal yang ditinjau melalui filosofis dan sejarah perayaan kedua hari raya tersebut. Serta didalamnya juga terdapat pembahasan terkait dengan tradisi yang dilakukan oleh Umat Muslim dalam merayakan Hari Raya Idhul Fitri serta tradisi yang dilakukan umat Kristiani dalam Merayakan Hari Raya Natal.20 Adapun persamaan dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya pembahasan sub objek penelitian yang sama yaitu terkait dengan perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada objek penelitian yaitu dalam skripsi ini penulis mengkaji fatwa ulama dalam perayaan Natal serta metode penelitian. Yang berbeda dalam skripsi yang disusun oleh Ihya Ulumuddin telah membandingkan makna perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal dalam skripsi ini penulis membandingkan fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama
20
Ihya Ulumuddin, Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa Perbandingan Makna), (Skripsi S1, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.73
(22)
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts
al-Ilmiyah wal Iftâ).
Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui Analisis Freming), Skripsi yang disusun oleh Fatoni ShidqiJurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.21 Penelitian dalam skripsi tersebut mengangkat terkait dengan isu kontorversi hukum ucapan selamat Natal bagi Umat Muslim, yang dimana Republika Online sebagai salah satu bagian dari media massa mencoba memberitakan berbagai fatwa ulama terkait dengan larangan ucapan selamat Natal, namun dalam penelitian tersebut penulis menemukan pelanggaran kode etik jurnalistik yang ternyata Republika Online mencoba mengarahkan pemberitaan isu ucapan Natal agar pembaca dapat ikut serta memperbolehkan ucapan Natal. Persamaan dalam penelitian ini adalah adanya sub objek yang masih terkait yaitu hukum merayakan Natal yang salah satu isunya adalah hukum mengucapkan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah dalam objek kajian dan metode kajian dimana objek dan metode kajian dalam skripsi ini adalah terkait dengan perbandingan fatwa ulama dalam hukum perayaan Natal.
Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di Republika Online (Edisi 4 Januari 2013) Skripsi yang disusun oleh Ramadhan Halim Pratama Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
21
Fatoni Shidqi, Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui Analisis Freming), (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), h.48.
(23)
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berisi tentang isu yang berkembang di masyarakat tentang boleh tidaknya Umat Muslim memberikan ucapan selamat Natal kepada umat yang merayakannya, dimana Republika Online mempublikasikan sebuah pemberitaan tentang kontroversi ucapan Selamat Natal.22 Dari penjabaran di atas, maka dalam penelitian tersebut muncul suatu pertanyaan, sebagai objek pembahasan skripsi ini, bagaimana isi teks yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, bagaimana proses produksi dan konsumsi teks di Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, serta bagaimana sosiocultural practice yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal. Dalam pemberitaan tersebut, secara keseluruhan Republika Online merepresentasikan tentang tokoh-tokoh/Ulama-ulama besar di luar Indonesia yang menimbulkan kontroversi dikarenakan ada yang mendukung ucapan Natal dan ada pula yang menolaknya. Republika Online membuat berita tersebut semata-mata hanya ingin mendukung toleransi umat beragama dan ingin menghormati hari raya besar umat agama lainnya. Republika Online berusaha menyeimbangkan kondisi dengan mengkonstruksi realita tersebut melalui wacana. Mengingat Republika Online merupakan salah satu media online nasional berbasis Islam di Indonesia sehingga konstruksi wacana yang dihasilkan akan cenderung mengandung dukungan terhadap kerukunan umat beragama yang
22
Ramadhan Halim Pratama, Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di Republika Online (Edisi 4 Januari 2013), (Skripsi S1Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.37.
(24)
ada di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terdapat persamaan sub objek penelitian yaitu terkait dengan ucapan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada metode penelitian dalam skripsi ini penulis mencoba membandingkan fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal sedangkan penelitian di atas terkait dengan penggiringan opini publik terhadap bolehnya ucapan selamat Natal yang dilakukan melalui tulisan dalam Republika Online.
H. Teknis Penulisan
Teknis penulisan skripisi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan library
research atau kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan
suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan hasil-hasil penelitian yang terkait dengan topik (masalah) kajian.23
2. Pendekatan Penelitian
23
Departemen Agama STAIN Tulungagung, Pedoman Penyusunan Skripsi, (Tulungagung: Depag, 2009), h.35.
(25)
Pendekatan penelitian pada kajian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa fakta-fakta tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati.24
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber primer, yaitu pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (idea).25 Maka dalam skripsi ini sumber data primer yang dimaksud adalah fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al -Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (
al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan26, yaitu buku-buku yang mendukung atau pelengkap, khususnya buku Fiqih dan Ushul Fiqih.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dari hal-hal yang akan dibahas adalah dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, fatwa, lengger, agenda dan sebagainya.27 Dalam pengumpulan data penulis
24
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.18. 25
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h.51. 26
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.122. 27
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h.231.
(26)
mengumpulkannya melalui website resmi ketiga lembaga fatwa yaitu yaitu
Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : Lajnah
al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ.
5. Analisis Data
Sesuai dengan penelitian pustaka maka analisis yang penulis gunakan adalah:
a. Komparasi
Metode komparatif yang dimaksud disini adalah dilakukan dengan membandingkan suatu fakta yang lain sehingga diketahui suatu persamaan dan perbedaannya, sebagaimana yang dikemukakan Aswari Sudjud bahwa penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang-orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.28 Dan dalam penulisan ini, penulis membandingkan, mengkomparasikan antara berbagai fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi :(al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
b. Content analisys
28
(27)
Content analisys merupakan suatu metode penelitian yang memanfaatkan
seperangkat prosedur, untuk menganalisa isi fatwa dan menarik kesimpulan yang
shahih dari sumber data penelitian berupa buku.29
J. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL
Berisi pembahasan umum terkait definisi dan sejarah perayaan Natal, yang juga bagaimana saja model-model perayaan Natal yang terdapat diberbagai negara dan tempat. Khususnya pembahasan keikutsertaan Muslim dalam tradisi perayaan Natal. Dalam bab ini juga dibahas tradisi dan model model perayaan Natal yang tidak hanya melibatkan Kaum Kristiani saja melainkan juga melibatkan kaum Muslimin.
BAB III : FATWA HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM
Berisi pembahasan tentang isi fatwa dalam hukum perayaan Natal yang meliputi hukum mengucapkan selamat Natal, sampai dengan perayaan Natal bersama yang dikeluarkan melalui fatwa ketiga lembaga fatwa tersebut yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset
29
Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990), h.143.
(28)
dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Pada bab ini penulis juga menguraikan secara singkat argumentasi ulama ketiga lembaga fatwa tersebut melalui dalil dan kaidah-kaidah Hukum Islam.
BAB IV : ANALISA PERBANDINGAN FATWA
Berisi pembahasan tentang perbandingan isi serta metode fatwa tentang hukum perayaan Natal yang dikeluarkan oleh ulama Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Dalam bab ini juga penulis mencoba mengurai latar belakang apa saja yang menyebabkan terjadinya perbedaan fatwa ulama ketiga lembaga tersebut dalam hal hukum merayaan Natal dinegaranya.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan memberi kesimpulan dan saran yang didasarkan pada hasil penelitian.
(29)
BAB II
PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL
A. Pengertian Perayaan Natal
Kata Christmas (Natal) yang dalam Bahasa Inggris Mass of Christ atau di
singkat dengan Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran
“Yesus”. Kata Natal sendiri berasal dari Bahasa Latin yang artinya adalah lahir.
Kata Christmas juga sering disingkat menjadi Xmas, yang dalam bahasa Yunani,
X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Yesus).1 Di Indonesia Mass of Christ
juga dikenal dengan Misa Natal yang secara Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upacara ibadat utama dalam Gereja Katolik, yang di dalamnya roti dan anggur yang dikurbankan berubah zatnya menjadi kehadiran Kristus. Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al-Masih yang mereka sebut Tuhan Yesus.
Yesus dalam sejarah umat Islam sebenarnya adalah Nabi Isa Al Masih putra
Maryam. Sebutan "Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata "Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus". Munculnya nama Yesus terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka yang hadir dengan menambahkan huruf "J" pada awal dan "S" pada akhir kata "Esau" sehingga menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2.2 Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Namun
1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004), cet.IV, h.11.
2
(30)
demikian dalam surat Ali 'Imran: ayat 45-46
ميْرم نْبا ىسيع حيسملا
tetap mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).3 Sedangkan kata Masyiakh,Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata “masaha” dengan tiga
huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-sh yang berarti mengembara. Dalam perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi).4 Oleh orang Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang
Penebus Dosa. Dalam pengertian secara Bahasa jika kita lihat dalam pembahasan di atas ternyata terdapat literatur Bahasa yang berbeda dalam pemaknaan Yesus, Isa dan Kristus.
Keajaiban kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi yang tidak ada habisnya. Sebagian ada yang mengatakan bahwa Yesus itu darah daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh karena itu -seperti sudah saya jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus memiliki silsilah dari Yusuf, dengan nenek moyang Daud.5 Bibel sendiri rupanya masih bingung terhadap status "ayah" Yesus. Pada suatu kesempatan Yusus itu diakui sebagai tunangan Maryam (Matius 1:18), tapi dilain kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius 1:19). Terhadap persoalan ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan menuduh bahwa Yesus adalah anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan Yusuf.
3
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.
4
Ahmed Deedat, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1995), h.56.
5
Joesoef Sou'yb, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi Isa as. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli. dan Historis, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1997), h.34.
(31)
Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara murni suci, tanpa campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus adalah "anak Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan dalam memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara "biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan Tuhan secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Suci.6 Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan (metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab, melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah ini:
"Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. " (Kejadian6:2).
"Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4).
"Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; la berkata kepadaku: "AnakKu engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur2:7).
"Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, dijalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak sulungku." (Jeremia 31:9).
6
(32)
Namun demikian dalam Qosidah Burdah bagian ketiga Nadham yang
disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri menyebutkan:7
راصَنلا هْتعداام ْعد
م يبن يف ى
مكتْحا هْيف اًحْدم تْش امب ْمكْحا
Artinya: “Tinggalkan tuduhan kaum nasrani, tuduhan yang dilontarkan kepada nabi-nabi mereka, Tetapkanlah untaian pujian kepada nabi pujian
apapun yang engkau suka”
Nadham di atas memberikan gambaran bagi kita bahwa ajaran Islam
melarang untuk memuja-muji Nabi dengan cara berleihan layakya umat Nashrani memuji Nabi Isa Putra Maryam sebagai Tuhan bagi mereka, pujian kepada Nabi Isa tidak boleh melebihi pujian kepada Nabi-Nabi lainya. Karena pada prinsipnya dalam pemujaan Nabi Isa dengan berlebihan seagai Tuhan merupakan prilaku musyrik yaitu Menduakan Keesaan Allah SWT.
Dari paparan di atas, jelaslah bahwa istilah "anak Allah" adalah ungkapan khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan hanya Yesus. Dimana kelahiran Yesus tersebut dirayakan dalam Hari Raya Natal bagi umat Kristiani. Yang artinya pengertian Perayaan Natal juga merupakan perayaan terhadap keyakinan Ketuhanan Trinitas yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Suci.
B.Sejarah Perayaan Natal
Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum
7 Asnawi, Ulinuha, “
Qosidah Burdah Lengkap Dengan Terjemahan Indonesia Tediri dari 10Bagian, Nadham Ini disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri”, Artikel diakses pada
12 Oktober 2016 dari http://ulinuhaasnawi.blogspot.co.id/2014/01/sair-burdah-lengkap-dengan-terjemah-nya.html
(33)
penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).8
Untuk menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai Hari Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, II (Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).
Lukas 2:1-8: Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.
Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing dikotanya sendiri.
Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galileo ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya didaftarkan bersamasama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung.
Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu yang sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf, tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga kesana, dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria.9 Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka dipadang rumput.10
8
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.
9
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, h.50. 10
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90.
(34)
Menurut Matius 2:1, 10, 11 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orangorang Majus dari Timur ke
Yerusalem.
Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibunya.
Jadi menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
Bagi yang memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari kebenaran, kitab suci Al Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Nabi Isa atau yang Umat Kristiani sebut dengan Yesus.11 Hal tersebut dijelaskan dalam suarat Q.S. Maryam (19): 23-25
ا انفاًيسْنم اًيْسن تْنك ا ه لْبق تم ينتْيل اي ْتلاق ةلْ نلا عْ ج لإ ضا مْلا اهءاجأف
ْنم اه
لأ ا تْحت
اًيرس كتْحت كب لعج ْدق ينزْحت ا
)
٤٢
(
كْيلع ْطقاست ةلْ نلا عْ جب كْيلإ زه
اًينج اًبط
)
٤٢
(
ميرم(
(23-25 : 19 /
Artinya : "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih had, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."(Q.S. Maryam (19): 23-25)
11
(35)
Jadi menurut Al Qur'an Nabi Isa yang Umat Kristiani sebut sebagai Yesus dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya.
Ternyata antara pemahaman yang beredar di kalangan umat Kristen tentang kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil, Lukas maupun Matius, tidaklah menunjukkan suatu kepastian, sehingga ilmuwan-ilmuwan mereka ada yang menyatakan Yesus lahir tahun 8 Sebelum Masehi, tahun 6 Sebelum Masehi, tahun 4 sesudah Masehi. Dimana kepastian terhadap kelahiran Yesus akan mempengaruhi waktu dari perayaan Natal.12
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui bahwa abad ke-l sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.13
Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day=hari) yaitu kelahiran
Dewa Matahari tanggal 25 Desember.14
12
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, h. 95. 13
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.78. 14
Joesoef Sou'yb, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi Isa As. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli. dan Historis, h. 54.
(36)
Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya / penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa
Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).
Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama, hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut
hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.15
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus.16 Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
15
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 67.
16
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 75.
(37)
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur
pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan
Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.17
Perayaan Natal di Timur Tengah baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember.18 Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10).19
17
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90.
18
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 33.
19
(38)
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya dipadang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya dipadang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam
kalender Julian.20 Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
20
(39)
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.21
C. Tradisi Perayaan Natal
a. Pohon Natal
Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin berhubungan dengan tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya dengan pohon khusus di taman Eden.22 Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan
tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke -18.
b. Sinterklas
Dalam perayaan Natal terdapat tradisi Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, sekarang dikenal dengan Santa Claus (atau Sint Nikolas), seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Santo Nikolas yang sebenarnya
21
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 40.
22
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 48.
(40)
berasal dari kota Myra dan diyakini hidup pada abad ke-4 Masehi.23 Dia terkenal karena kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Di Eropa (lebih tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai seorang uskup yang berjanggut dengan jubah keuskupan resmi, tetapi kemudian gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut, seperti topi dan sebagainya. Ada pengamat agama yang menyatakan Sinterklas justru merupakan simbol-simbol sekuler dalam Kristen yang memang tidak ada Referensinya Alkitab, dan dikomersialkan sedemikian rupa sehingga simbol Sinterklas diusahakan lebih populer daripada hal-hal yang berkaitan langsung dengan Natal yang sesungguhnya, misalnya gambar bayi Yesus, dalam setiap perayaan Natal.
c. Malam Natal
Pada awalnya malam Natal adalah hari raya keagamaan Umat Katholik, hari tersebut ditetapkan sebagai hari libur resmi. Gereja-gereja mengadakan perayaan pada malam itu. Mereka mengadakan prosesi keagamaan di gua Natal (replika dari kandang domba tempat Yesus "Mesias" Kristus lahir, yang telah dihiasi dengan dengan patung-patung tokoh Yesus, Mariam, Yusuf, para gembala) sambil menyanyikan lagu-lagu Natal.24
Di Eropa, konon ada tradisi tersendiri dalam perayaan Natal, di mana orang-orang dewasa minum eggnog, semacam susu telur madu, yaitu campuran krim,
23
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 98.
24
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.34.
(41)
susu, gula, telur kocok dan brandy (semacam minuman beralkohol) atau rum. Konon, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk mempersiapkan kunjungan Santa, anak-anak mendengarkan orangtuanya membacakan The Night Before Christmas (Malam Sebelum Natal) sebelum tidur
pada Malam Natal.25 Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore pada tahun 1832. Konon, para anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus kaki.
d. Hadiah Natal
Dalam sejarah Perayaan Natal Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, ada kebiasaan tukar hadiah atau kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya "perpindahan musim" kuno ini, orang-orang yang menukarkan hadiah percaya bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang. Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Yesus, perayaan Saturnalia mulai redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan
25
(42)
Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar hadiah saat merayakan Natal. Bahkan di Indonesia banyak penjual parcel Natal sebelum perayaan Natal yang parcel tersebut saling ditukarkan ketika Perayaan Natal, bahkan tidak jarang penjual berbagai hadiah tersebut di Indonesia adalah dari kalangan umat Muslim. Bahkan ada juga sebagian Muslim yang ikut serta saling memberi hadiah atau diberi hadiah dari umat Krintiani pada saat Natal.
e. Ucapan Selamat Natal
Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” atau “Merry Christmas” di
Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang-orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim. Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam.
Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan selamat Natal atau hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam.26 Di sinilah terjadi banyak
perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau
mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain yang pada dasarnya ucapan selamat Natal juga merupakan bagian dari Perayaan Natal.
26
(43)
BAB III
FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM
A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam tak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya haram.1 Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah Syukri Ghozali.
Fatwa tersebut dilatar belakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968 ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara perayaan Natal dan Halâl Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman
dilakukan bergantian oleh ustâdz, kemudian pendeta. Hamka mengecam kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu sebagai penganut sinkretisme.2
Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama
disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat
1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.11.
2
Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), h.21
(44)
Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal, lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah.3
Dengan pertimbangan, Umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI berharap Umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan
larangan Allah.
Dalam fatwanya, MUI mepertimbangkan faktor-faktor sosiologis dalam pengambilan fatwa pertama, Perayaan Natal bersama pada saat itu disalah artikan
oleh sebagian Umat Islam dan disangka dengan Umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Kedua, Karena salah pengertian tersebut ada
sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.
Sehingga MUI menganggap bahwa Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. Yang hal tersebut dilakukan Tanpa mengurangi usaha Umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia.
MUI dalam fatwanya juga mendasarkan pada ajaran agama Islam yang diformulasikan dalam bentuk argumentasi berikut:
3
(45)
Pertama: Bahwa Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul
dengan Umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas QS. al-Hujarat (49): 13
ڰإ اوفܔاعتل لئا۹قݔ ابوعش ْمكانْلعجݔ ݗثْنأݔ ركܒ ْنم ْمكانْقلخ اڰنإ ܘاڰنلا اݓڱيأ اي
ري۹خ ميلع هڰللا ڰإ ْمكاقْتأ هڰللا ْܑنع ْم݃مرْكأ
(
۷ارجحلا
(13: 49 /
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
QS. Luqman (31): 15
يف اݓْ۹حاصݔ اݓْعطت الف مْلع هب كل سْيل ام يب ݀رْشت ْأ ݗلع ݀اܑهاج ْإݔ
انأ ْنم لي۹س ْع۹ڰتاݔ افݔرْعم ايْنڱܑلا
ولْعت ْمتْنك اب ْم݃۳ڲ۹نأف ْم݃عجْرم ڰيلإ ڰمث ڰيلإ ۶
݇ا݆قل(
(15: 31 /
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Akusesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan”
QS. Mumtahanah (60): 8
ڰلا نع هڰللا مكاݓْني ال
ْأ ْمكܔايد ْنم ْمكوجرْي ْملݔ نيڲܑلا يف ْمكولتاقي ْمل نيذ
نيطسْقْلا ڱبحي هڰللا ڰإ ْمݓْيلإ اوطسْقتݔ ْمهݔڱر۹ت
۶݊حت݆݆لا(
(8: 60 /
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
(46)
Kedua: Bahwa Umat Islam tidak boleh mencampur adukkan aqiqah dan
peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
QS. Al-Kafirun (109):1-6
ݔرفاْ݃لا اݓڱيأ اي ْلق
)
(
ݔܑ۹ْعت ام ܑ۹ْعأ ال
)
(
انأ الݔܑ۹ْعأ ام ݔܑباع ْمتْنأ الݔ
ْمتْܑ۹ع ام ܑباع
)
(
ܑ۹ْعأ ام ݔܑباع ْمتْنأ الݔ
)
(
( نيد يلݔ ْم݃نيد ْم݃ل
٦
)
݇ݏرفاܾلا(
(1-9: 109 /
Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
QS.al-Baqarah (2): 42
ولْعت ْمتْنأݔ ڰقحْلا اوتْ݃تݔ لطا۹ْلاب ڰقحْلا اوس۹ْلت الݔ
(
۵رق۴لا
(42 : 2 /
Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil
dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
Mengetahuinya”.
Ketiga: Bahwa Umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al
Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:
QS. Maryam [19]: 30-32
اًي۹ن ينلعجݔ ۶اتْ݃لا يناتآ هڰللا ْܑ۹ع يڲنإ ݄اق
)
٠٣
(
عجݔ
تْنك ام نْيأ اكܔا۹م ينل
اًيح تْمد ام ۺاكڰܗلاݔ ۺالڰصلاب يناصْݔأݔ
)
٠
(
اܔاڰ۹ج ينْلعْجي ْملݔ يتܑلاوب اًربݔ
اًيقش
)
٠
(
ميرم(
(30-32 : 19 /
Artinya: “Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al
(47)
menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka.” QS. Al-Maidah (5) : 75
هڱمأݔ لسڱرلا هلْ۹ق ْنم ْتلخ ْܑق ݄وسܔ اڰلإ ميْرم نْبا حيسْلا ام
الكْأي اناك ۻقيڲܑص
و݃فْۭي ݗڰنأ ْرظْنا ڰمث ۼاي۩ْلا مݓل نڲي۹ن فْيك ْرظْنا ݈اعڰطلا
۵܌ئ݆ۤلا(
(75 : 5 /
Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang
sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan
ayat-ayat Kami itu).”
Q.S Al Baqarah (2): 285
ه۹تكݔ هت݃ئالمݔ هڰللاب نمآ ٌلك ونمْْۭلاݔ هڲبܔ ْنم هْيلإ ݄ܗْنأ اب ݄وسڰرلا نمآ
انْعس اولاقݔ هلسܔ ْنم ܑحأ نْيب ܼڲرܻن ال هلسܔݔ
كْيلإݔ انڰبܔ كنارْܻغ انْعطأݔ
ريصْلا
۵رق۴لا(
(
285: 2 /
Artinya: “Rasul (Muhammad telah beriman kepada Al-Qur’ân yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman) semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-Kitab-kitab-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasulnya dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Keempat: Bahwa barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak Isa Al Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar
(1)
104
berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?
Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama
a a: ij a kau usli i , sebagaimana hal ini dikemukakan oleh
I ul Qoyyi ahi ahullah dala kita ya Ahka u Ahlidz Dzi ah .
Beliau rahimahullah mengatakan,
Adapu e e i u apa sela at pada syi a -syi a kekufu a yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal,
pe adalah sesuatu ya g diha a ka e dasa ka ij a kesepakata
kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari
aya da puasa e eka sepe ti e gataka , “e oga ha i i i adalah ha i ya g e kah agi u , atau de ga u apa selamat pada hari besar
e eka da se a a ya. Kalau e a g o a g ya g e gu apka hal
ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan [ lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan sela at pada seseo a g ya g e uat aksiat, id ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah
Ta ala. –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah–
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar
kekafi a lai ya ka e a Allah Ta ala se di i tidaklah e idhoi hal te se ut. Allah Ta ala e fi a ,
(2)
105
ت
ه لٱ إف
م ع ٌي غ
ي ل
ض
لٱ عل
شت
ي
م ل هض
ت ل
ٖ
خأ
مث
ل
م ب
م
م عج
م يف
ب
مت ك
عت
هن
مي ع
صلٱ ب
٥
Artinya: Jika ka u kafi aka sesu gguh ya Allah tidak e e luka (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa
ya g te si pa dala dada u Q“. Az )u a [ ]: Allah Ta ala juga e fi a ,
تم ح
ي ع
لٱ م
ي
لٱ ت
حل
لٱ م
م ي
يغل لهأ
هب ه لٱ
لٱ
لٱ
لٱ ق
م حيط لٱ ي ت
يك م ل ع سلٱ لكأ
مت
ست أ بص لٱ ع حب م
ت
س
لٱب
أ
ل
م
م ل
سف
ق
لٱ
ي
م ي نم
ك ني لٱ س ي
ف
ت
ش
مه
خٱ
ش
لٱ
ي
كأ
م ل ت
م ي
تأ
ي ع ت
م
عن
لٱ م ل تيض يت
سإ
ني م
ٖ
ن ف
ضٱ
م يف ط
ص
يغ
فن جتم
ٖ
ثإل
م
ٖ
إف
غ ه لٱ
ٖ
ميح
ٖ
١
A ti ya: Diha a ka agi u e aka a gkai, da ah, dagi g a i,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pe ga pu lagi Maha Pe yaya g Q“. Al Maidah [ ]:
3)
(3)
106
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari
aya e eka sa a sekali tidak di idhoi oleh Allah Ta ala. Ha i aya
tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca:
id ah . Atau u gki juga ha i aya te se ut disya iatka , a u
setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang
di awa oleh Na i shallallahu alaihi wa salla da aja a Isla i i
adalah ajaran untuk seluruh makhluk.
Me ge ai aga a Isla ya g ulia i i, Allah Ta ala se di i
berfirman,
ي نم
يغ غت
لٱ
سإ
ني م
ٖ
ن ف
ي
ل
م
ه
ه
يف
لٱ
أ
نم خ
لٱ
ني س
٨
A ti ya: Ba a gsiapa e a i aga a selai agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-o a g ya g ugi Q“. Ali I o [ ]: 85)
Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?
Adapun seorang muslimn memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.
Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan
de ga sa ta lause ya g e se aga e ah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan
de ga ha i atal . Alasa ya, Na i shallallahu alaihi wa salla
bersabda,
م ف ب ه شت نم
م
(4)
107
A ti ya: Ba a gsiapa ya g e ye upai suatu kau , aka dia te asuk agia da i e eka H‘. Ah ad da A u Dawud. “yaikhul Isla dala I tidho e gataka ahwa sa ad hadits i i
jayid/bagus)
“yaikhul Isla I u Tai iyah dala kita ya I tidho Ash
Shirothil Mustaqim mengatakan,
Me ye upai o a g kafi dala se agia ha i aya e eka isa
menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk
e ghi aka kau usli i . -Demikian perkataan Syaikhul Islam- Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.
2. Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat
Natal pada Mereka
Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab:
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena
te dapat hadits da i Na i shallallahu alaihi wa salla ,
(5)
108
A ti ya: Ja ga lah kalia e dahului Yahudi da Nasha a dala sala u apa sela at . H‘. Musli no. 2167)
Adapu dulu Na i shallallahu alaihi wa salla pe ah e ku ju g
ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi
shallallahu alaihi wa salla . Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi
shallallahu alaihi wa salla e je guk ya de ga aksud u tuk
menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.
Bagai a a u gki pe uata Na i shallallahu alaihi wa salla
yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.
3. Fatwa Merayakan Natal Bersama
Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al
Il iyyah wal Ifta Ko isi Tetap U usa ‘iset da Fatwa Ke ajaa A a
Saudi) no. 8848.
Pertanyaan: Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan
e eka se a a i i e a ? Apakah ada dalil sya i ya g e olehka
hal ini? Jawab:
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,
(6)
109
ي
عش حت ل م ء ني لٱ يأ
شلٱ ل ه لٱ
لٱ
ل ح
لٱ
لٱ ل
ل
ء
لٱ نيم
ي
لٱ ت
ي ح
ضف غت
ل
ٖ
نم
م ب
ض
ٖ
ح
مت
ف
صٱ
ط
جي ل
م م
ش
ق
مك ص أ
لٱ نع
س
لٱ ج
عت أ ح
ت
ع ن عت
لٱ
تلٱ
لٱ ع ن عت ل
ثإ
لٱ م
ع
ه لٱ تٱ
لٱ ي ش ه لٱ
ع
A ti ya: Hai o a g-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya Q“. Al Maidah [ ]: