14
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara USU Medan maupun tesis pada beberapa universitas lainnya, sejauh yang diketahui ditemukan adanya penelitian maupun hasil
penelitian yang mengangkat topik pengangkatan anak dan hak waris etnis Tionghoa, yaitu antara lain penelitian dengan judul :
1. “Peranan Notaris Pada Lembaga Pengangkatan Anak”, Oleh Tetty Ruslie
Naulibasa, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana USU Medan, Tahun 2008.
2. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Waris Anak Angkat Warganegara
Indonesia Keturunan Tionghoa Sehubungan Dengan Surat Waris Yang Dibuat Oleh Notaris. Oleh Iman Immanuel Sinaga, NIM. B4B 004 203, Mahasiswa
Magister Kenotariatan, Undip Semarang, Tahun 2005. 3.
“Pengaruh Surat Penetapan Pengadilan Atas Pengangkatan Anak Bagi Pegawai Negeri Sipil Muslim Dalam Daftar Gaji Studi Kasus di Pengadilan Agama
Medan”, oleh Mayasari, NIM. 102111020, Mahasiswa Magister Kenotariatan,
Program Pascasarjana USU Medan, tahun 2012. Apabila dilihat dari judul dan permasalahan yang diteliti tergambar bahwa
penelitian di atas memang menyangkut pengangkatan anak dan hak waris etnis Tionghoa, namun tidak ada kesamaan dengan penelitian ini. Dengan demikian
penelitian tentang “Kedudukan Anak Angkat Perempuan Terhadap Harta Warisan
Universitas Sumatera Utara
15
Dalam Etnis Tionghoa Suku Hainan Di Kota Medan ” belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan ini adalah asli adanya. Kondisi ini dapat diartikan bahwa secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian dengan lokasi penelitian dan objek yang sama dengan judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori Dan Konsep
1. Kerangka Teori
Penulisan suatu karya ilmiah seperti halnya tesis tentunya memerlukan suatu kerangka teori atau kerangka pikir yang mendasari penulisan. Kerangka teori
dimaksud adalah
pemikiran teoritis
yang digunakan
dalam menganalisis
permasalahan yang dikaji dalam hal ini kedudukan anak angkat perempuan dalam terhadap harta warisan orang tua angkatnya. Jadi kerangka pemikiran merupakan hal
yang esensial pada kegiatan penelitian yang memberikan landasan argumentasi dan dukungan dasar teoritis konsepsional dalam rangka pendekatan pemecahan masalah
yang dihadapi atau yang menjadi objek penelitian. Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,
12
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.
13
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu
12
M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203.
13
Ibid., hal. 203
Universitas Sumatera Utara
16
kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
14
Apabila dikaitkan dengan judul penelitian ini yang berkaitan dengan ketentuan hukum waris khususnya dalam masyarakat Tionghoa kerangka teori yang
sebagaimana dikemukakan oleh Eugen Ehrlich seperti dikutip Soerjono Soekanto bahwa “…hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
masyarakat.”
15
Ehrlich juga menyatakan bahwa, hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam istilah
antropologi dikenal sebagai pola-pola kebudayaan culture pattern.
16
Friedman yang dikutip Soerjono Soekanto menyatakan; legal substance adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sebuah sistem.
17
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan, mencakup keputusan yang dikeluarkan, aturan baru yang disusun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup
living law, dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in books.
18
Berdasarkan teori di atas, jelaslah bahwa hukum merupakan suatu kaedah atau norma yang berfungsi untuk mengatur berbagai kepentingan dan tuntutan didalam
masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa setiap warga memiliki kepentingan dan tuntutan yang harus disesuaikan antara warga masyarakat yang satu dengan yang
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
15
Eugen Ehrlich dalam Soerjono Soekanto, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 19.
16
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali, 1991, hal. 37.
17
Ibid., hal 14
18
Ibid., hal 14
Universitas Sumatera Utara
17
lainnya. Pokok-pokok ajaran madzab historis yang diuraikan Von Savigny dan beberapa pengikutnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hukum ditemukan tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah
proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan adat kebiasaan.
b. Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah
dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan
dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis. Tetapi ahli hukum tetap merupakan suatu
organ dari kesadaran umum terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa yang ia temukan sebagai bahan mentah Kesadaran umum ini tampaknya oleh
Scholten disebut sebagai kesadaran hukum. Perundang-undangan menyusul pada tingkat akhir; oleh karena ahli hukum sebagai pembuat undang-undang
relatif lebih penting daripada pembuat undang-undang. c.
Undang-undang tidak dapat berlaku atau diterapkan secara universal. Setiap masyarakat mengembangkan kebiasaannya sendiri karena mempunyai bahasa
adat-istiadat dan konstitusi yang khas. Savigny menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar juga tidak dapat diterapkan pada masyarakat lain dan
daerah-daerah lain. Volkgeist dapat dilihat dalam hukumnya oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
18
sangat penting untuk mengikuti evolusi Volkgeist melalui penelitian hukum
sepanjang sejarah.
19
Roscoe Pound memandang hukum sebagai realitas sosial yang mengatur warga masyarakatnya. Definisi Roscoe Pound yang menyatakan bahwa dalam kehidupan
setiap orang dalam masyarakat akan memiliki tiga tuntutan, yaitu : a.
Untuk menguasai harta benda dan kekayaan alam termasuk tanah. b.
Untuk dapat memperoleh pemenuhan keuntungan. c.
Adanya jaminan terhadap campur tangan orang lain yang dapat menimbulkan gangguan.
Tuntutan dan kepentingan manusia tersebut mengalami perkembangan sehingga muncul adanya 2 teori yang menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk
individu teori kodrat, teori psikologis dan teori yang menyatakan manusia sebagai makhluk sosial teori historis, teori positif, dan teori sosiologis. Dengan lahirnya
beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata sebagai konsekuensi dari asas- asas hukum yang terdapat dalam lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan
inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini, dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin yang mengatakan bahwa :
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver perintah dari pembentuk undang- undang atau penguasa, yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan
tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem
19
Friedman, Lawrence M., American Law an Introduction Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Penerjemah Wishnu Basuki, Second Edition, PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal-61-62.
Universitas Sumatera Utara
19
yang logis, tetap, dan bersifat tertutup closed logical system. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.
20
Menurut Jhon Austin sebagimana dikutip Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, apa yang dinamakannya sebagai hukum mengandung di dalamnya suatu perintah,
sanksi kewajiban dan kedaulatan. Ketentuan-ketentuan yang tidak memenuhi unsur- unsur tersebut tidak dapat dikatakan sebagai positive law, tetapi hanyalah merupakan
positive morality. Unsur perintah ini berarti bahwa pertama satu pihak menghendaki agar orang lain melakukan kehendaknya, kedua pihak yang diperintah akan
mengalami penderitaan jika perintah itu tidak dijalankan atau ditaati, ketiga perintah itu adalah pembedaan kewajiaban terhadap yang diperintah, keempat, hal ketiga
hanya dapat terlaksana jika yang memerintah itu adalah pihak yang berdaulat.
21
Hukum mengatur perilaku manusia dalam setiap hubungan hukum yang dilakukannya termasuk dalam hal pengangkatan anak. Tata hukum bertitik tolak dari
pemahaman tentang tanggung jawab manusia dan perlindungan hak-hak manusia sebagai subjek hukum. Sejak seorang anak dilahirkan hidup adalah subjek hukum
termasuk anak yang kehidupannya dalam suatu keluarga merupakan anak angkat. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan
kepada pasangan suami isteri sebagai pelengkap dalam kebahagiaan rumah tangganya. Di dalam diri seorang anak terkandung harapan dari orang tua untuk dapat
20
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 55.
21
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
20
berperan sebagai penerus keturunan dan sekaligus sebagai penerus cita-cita agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan baik, secara fisik, mental maupun
sosialnya. Harapan pasangan suami isteri sebagai orang tua akan terwujud apabila
pasangan suami isteri tersebut dikaruniai keturunan anak. Memiliki keturunan anak merupakan tujuan utama bagi pasangan suami isteri untuk dapat melengkapi
kebahagiaan hidup perkawinannya. Oleh karena itu, pasangan suami isteri yang telah lama menikah namun belum juga dikaruniai keturunan anak, maka solusinya adalah
dengan mengangkat anak. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak disebutkan bahwa : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Di dalam Pasal 39 Undang-Undang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pengangkatan anak ini tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya dan calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
Universitas Sumatera Utara
21
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Pasal 1 angka 1 disebutkan Anak angkat
adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 nya disebutkan Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkat. Pengangkatan anak juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan mengambil
anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandung sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum
yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.
22
Perumusan ini adalah perumusan umum untuk pengangkatan anak yang mempunyai beberapa bentuk perwujudan yang
berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat tertentu pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya apabila masalah pengangkatan anak ini diamati menurut
22
Rianto Sitorus, Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing SK Menteri Sosial RI NO.13 HUK Tahun 1993 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, FH, USU Medan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
22
proporsi yang sebenarnya secara dimensional, maka akan ditemukan hal-hal yang menjadi perhatian pengangkatan anak dan menyangkut hukum pengangkatan anak.
Adapun motif atau alasan pengangkatan anak di Indonesia antara lain: 1.
Ingin mempunyai keturunan, ahli waris 2.
Ingin mempunyai teman untuk dirinya sendiri atau untuk anaknya karena kesepian;
3. Ingin mewujudkan rasa sosial, belas kasihannya terhadap orang lain, bangsa lain
yang dalam kesulitan hidup sesuai dengan kemampuannya; 4.
Adanya peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pelaksanaan pengangkatan anak;
5. Adanya orang-orang tertentu yang menganjurkan pengangkatan anak untuk
kepentingan pihak tertentu.
23
Kenyataan sosial yang tidak dapat lagi dipungkiri ialah bahwa pengangkatan anak merupakan salah satu aspek dalam hubungan antar bangsa
dan anak negara. Pengangkatan anak semacam itu menimbulkan masalah baru yaitu masalah
pengangkatan anak antar negara. Pengangkatan anak dalam masyarakat Tionghoa juga memiliki ketentuan
tersendiri dimana menurut hukum adat Tionghoa, seharusnya yang masuk dalam preferensi pertama diadopsi adalah keluarga sedarah dari generasi yang tepat dibawah
generasi orang yang mengangkat anak abdotan, seperti anak laki-laki dari seorang saudara laki-laki, kemudian lebih jauh, anak laki-laki dari sepupu laki-laki dari
23
Shanti Dellyana, Wanita dan Anak Di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
23
paman, karena nantinya anak adopsi dan anak adoptan sendiri, akan berada dalam generasi
yang sama. Dengan demikian, tampak bahwa adopsi tidak bisa dilangsungkan terhadap sembarang orang, seperti misalnya mengadopsi anak laki-
lakinya sendiri, atau pamannya, sebab akan terjadi kekacauan dalam hubungan kekeluargaan.
Kebiasaan lain
dari adopsi
menurut hukum
adat Tionghoa
adalah adanya larangan mengangkat anak dari keluarga lain, yang tampak dari dipakainya
nama keluarga yang lain. Namun demikian, dalam prakteknya ternyata banyak muncul adopsi atas anak-anak yang memakai nama keluarga lain.
Dalam hal pengangkatan anak juga tidak terlepas dari adanya akibat hukum yang menyangkut dengan harta warisan. Pasal 11 Staatblad Tahun 1917 Nomor 129
menyebutkan “Pengangkatan anak mempunyai akibat hukum bahwa orang yang akan diangkat sebagai anak baik anak laki-laki ataupun perempuan itu memperoleh nama
marga dari orang tua angkat nya dalam hal marganya berbeda dengan marga orang yang diangkat sebagai anak”. Pengangkatan anak mengakibatkan putusnya hak-hak
keperdataan yang berkaitan dengan garis keturunan antara oang tua kandung. Apabila dilihat dari mekanisme pembagian warisan, hukum waris di Indonesia
sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya
sesuai dengan ketentuan Pasal 131 IS Indische Staatsregeling. Golongan penduduk tersebut terdiri dari golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka,
golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa, dan golongan Bumi Putera.
Universitas Sumatera Utara
24
Meskipun sudah ditentukan dalam pembagian waris pada masyarakat golongan Tionghoa diberlakukan KUH Perdata, namun dalam kenyataannya sebagian besar
masyarakat Tionghoa lebih memilih pembagian harta warisan secara hukum adat.
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan definisi operasional dari intisari objek penelitian. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian
dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut :
1. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk
memberi statuskedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama seperti anak kandung dalam hal ini yang dilakukan menurut kebiasaan masyarakat
warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Pengangkatan anak juga diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sahwalinya yang sahorang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut, ke dalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusanpenetapan Pengadilan Negeri.
24
24
Erna Sofwan Sjukrie, Lembaga Pengangkatan Anak, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
25
2. Anak angkat ialah anak yang diangkat dengan mengambil anak atau dijadikan
anak oleh orang lain sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan.
25
3. Anak angkat perempuan adalah anak perempuan yang diangkat oleh suatu
keluarga etnis Tionghoa baik yang berasal dari warga negara Indonesia keturunan Tionghoa maupun dari warga negara Indonesia lainnya.
4. Etnis Tionghoa adalah warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang dalam
hal ini berasal suku Hainan. Dalam hal ini masyarakat Etnis Tionghoa diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.
26
Tionghoa adalah masyarakat yang berasal dari timur asing China yang bermukim di wilayah Indonesia baik telah
menjadi warga negara Indonesia atupun belum.
27
Dengan kata lain, etnis Tionghoa adalah suatu perkumpulankomunitas yang berasal timur asing China
yang masuk dan bermukim di wilayah Indonesia kemudian secara langsung disamakan sebagai warga negara Indonesia ataupun kemudian hari atas inisiatif
sendiri bermaksud menjadi warga negara Indonesia. 5.
Suku Hainan adalah salah satu suku bangsa dari Etnis Tionghoa yang berasal dari China bagian Selatan
dan telah bermukim lama di Indonesia termasuk di wilayah Kota Medan.
25
B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Melalui Hukum Adat serta Akibat-Akibat Hukumnya Di Kemudian Hari, Rajawali, Jakarta, 1983, hal . 45. Lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
26
W. J. S. Poerwadarminta., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal 564
27
Tan Pen Wei, Ketua Yayanan AMRTA Tio Cio Jambi, Sambutan Harlah Ke-10 Yayasan AMRTA Tio Cio Jambi, Tanggal 3 Maret 2009.
Universitas Sumatera Utara
26
6. Hukum waris adalah hukum waris yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan berlaku bagi Etnis Tionghoa.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian
Rancangan penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menguraikanmemaparkan sekaligus menganalisis
tentang kedudukan anak angkat perempuan dalam terhadap harta warisan orang tua angkat di dalam masyarakat etnis Tionghoa. Penelitian ini merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya.
28
Menggambarkan masalah-masalah hukum dan menganalisa masalah-masalah tersebut, sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris dengan didukung oleh penelitian lapangan terhadap etnis Tionghoa khususnya suku Hainan di Kota
Medan. Namun demikian, penelitian ini juga didasarkan pada dasar normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini
dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru suatu tesis dan kebenaran-kebenaran induk teoritis.
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
27
Pendekatan yuridis empiris disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan namun juga tidak terlepas dari data kepustakaan dan dokumen
yang ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan perundang-undanagn yang
relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum tidak dari aspek normatif yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan
yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
2. Lokasi dan Populasi Penelitian
Lokasi Penelitian yang ditentukan adalah di Kota Medan khususnya terhadap Etnis Tionghoa dari suku Hainan dengan populasi penelitian meliputi seluruh warga
Etnis Tionghoa dari suku Hainan dan Pengurus Yayasan Laut Selatan Cabang Medan yang merupakan yayasan suku Hainan di Kota Medan dan Pejabat Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Kemudian dari keseluruhan diambil Populasi beberapa sampel yang dijadikan responden dan informan penelitian seperti
Etnis Tionghoa yang mengangkat anak dan para pengurus yayasan suku Hainan di Kota Medan.
3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data utama dari penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Data-
data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber baik sumber data tertulis seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai
macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal seorang peneliti diharapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait
Universitas Sumatera Utara
28
dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian.
Sumber data berasal dari penelitian kepustakaan library research yang diperoleh dari :
1. Bahan hukum primer, yang terdiri dari :
a. Peraturan perundang-undangan b. Teori hukum perkawinan dan keluarga
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum
primer, misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan
dengan peneltian ini. 3.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan informasi tentang bahan hukum
sekunder, misalnya majalah, surat kabar, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia. Selain itu, sebagai data sekunder juga dilakukan penelitian lapangan
field research dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang tidak diperoleh dalam
penelitian untuk mendukung analisis permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian tesis ini dipergunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut : a.
Penelitian kepustakaan library research Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari
kepustakaan, berupa buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah, majalah-majalah,
Universitas Sumatera Utara
29
peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti serta tulisan-tulisan yang terkait dengan
kedudukan anak angkat perempuan dalam terhadap harta warisan orang tua angkatnya dalam masyarakat etnis Tionghoa.
b. Penelitian Lapangan field research
Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer yang berkaitan dengan materi penelitian yaitu tentang kedudukan anak angkat perempuan
dalam terhadap harta warisan orang tua angkat dalam masyarakat etnis Tionghoa. Penelitian lapangan field research dimaksudkan untuk memperoleh data
sekunder yang tidak diperoleh dalam penelitian untuk mendukung analisis permasalahan yang telah dirumuskan. Data sekunder tersebut diperoleh dari wilayah
Kota Medan. Metode yang digunakan yaitu wawancara dengan narasumber baik responden maupun informan. Responden yaitu menyatakan responden merupakan
pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawab semua pertanyaan.
29
Informan adalah sumber informasi untuk pengumpulan data. Informan juga dapat didefinisikan
sebagai orang yang dianggap mengetahui dan berkompeten dengan masalah objek penelitian.
30
4. Alat Pengumpulan Data
Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
29
Herman Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 71,
30
Burhan Ashhofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
30
a. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen yaitu tentang
pengangkatan anak. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting yang berhubungan dengan kedudukan anak angkat perempuan dalam terhadap
harta warisan orang tua angkatnya dalam masyarakat etnis Tionghoa di Kota Medan.
b. Wawancara
31
dengan menggunakan pedoman wawancara interview quide
32
. Wawancara dilakukan terhadap responden dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan dengan cara terarah maupun wawancara bebas dan mendalam depth interview.
5. Analisis Data
Metode analisis data digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk menarik kesimpulan dari hasil pembahasan yang sudah terkumpul digunakan metode normatif
kualitatif. Normatif, karena penelitian ini bertolak dari peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif sedangkan kualitatif, dimaksudkan analisis data yang bertitik
tolak pada usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan selanjutnya akan dipilah-
pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum maupun berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan yang mengatur masalah
kedudukan anak angkat perempuan terhadap harta warisan etnis Tionghoa, kemudian
31
Herman Warsito, Op.Cit, hal 71.
32
Ibid, hal. 73. Menyatakan pedoman wawancara yang digunakan pewawancara, menguraikan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan.
Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat jalannya wawancara.
Universitas Sumatera Utara
31
disistematisasikan sehingga menghasilkan suatu klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab.
33
Walaupun dalam penelitian ini nantinya akan bersinggungan dengan perspektif disiplin ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena
perspektif disiplin lain hanya sekedar alat bantu.
34
Dengan demikian, jelaslah bahwa data yang telah terkumpul akan dianalisis secara kualitatif yaitu menafsirkan
menganai kedudukan anak angkat perempuan terhadap harta warisan Etnis Tionghoa dari suku Hainan di Kota Medan. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui induktif.
33
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002. hal.. 24.
34
Alvi Syahrin, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan. Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal.. 17.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT