53
g. Penetapan Pengadilan.
h. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.
56
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa dalam pengangkatan anak juga harus dipenuhi berbagai persyaratan khususnya yang menyangkut orang yang mengangkat
anak dan calon anak yang diangkat diadopsi. Guna melegalkan adopsi atau
pengangkatan anak maka dikuatkan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri. Hal ini berimplikasi secara hukum, sedangkan pengangkatan anak yang ilegal adalah
pengangkatan anak yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang tua yang mengangkat dengan orang tua kandung anak. Jika, seorang anak diadopsi
secara legal, maka setelah pengangkatan ada akibat hukum yang ditimbulkan, seperti hak perwalian dan pewarisan. Namun terhadap anak yang diangkat secara tidak sah,
tidak ada hubungan hukum yang terjadi diantara orang tua angkat dengan anak angkat tersebut.
C. Hukum Adat dan Sejarah Keberadaan Masyarakat Etnis Tionghoa
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
56
Hukum Online, Anak Angkat Prosedur dan Hak Warisnya, http:www.hukumonline.com diakses 12 September 2013 Pukul 17.45 Wib
Universitas Sumatera Utara
54
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
57
Dari 19 daerah lingkungan hukum rechtskring di Indonesia, sistem hukum adat dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu: 1.
Hukum Adat mengenai tata Negara 2.
Hukum Adat mengenai warga hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan.
3. Hukum Adat mengenai delik hukum pidana.
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893,
Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul De Atjehers menyebutkan istilah hukum adat sebagai adat recht bahasa
Belanda yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial social control yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikembangkan
secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda sebelum menjadi Indonesia.
58
Menurut Bushar Muhammad istilah hukum adat adalah terjemahan dalam bahasa belanda “adat recht”, dimana Snouck Hurgronje adalah orang pertama yang
memaknai istilah “adatrecht” kemudian di kutip dan dipakai selanjutnya oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis.
59
Van Vollenhoven memberi pengertian: “hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang
57
Sangkoeno, Hukum Adat di Indonesia, http:sangkoeno.blogspot.com.html, Diakses 25 Nopember 2013 Pukul 21.35 Wib.
58
Ibid.
59
Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
55
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasan Belanda dahulu”.
60
Apabila dilihat dari pengertian di atas, jelaslah bahwa hukum adat itu adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang
selalu berkembang sifat dinamis serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat, sebagian besar
tidak tertulis, senantiasa ditaati dalam kehidupan masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat
hukum sanksi. Kemudian masyarakat hukum adat adalah sekumpulan orang yang tetap hidup
dalam keteraturan dan di dalamnya ada sistem kekuasaan dan secara mandiri, yang mempunyai kekayaan yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
61
China Indonesia ialah sebuah kelompok etnik yang penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk. Setelah negara Indonesia
terbentuk, maka suku bangsa China yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan secara automatik ke dalam masyarakat Indonesia secara setingkat dan
setaraf dengan suku-suku bangsa yang lain yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang.
60
C.Van Vollenhoven, Het Adatrecht Van Nederlandsch Indie, jilid 1 E,J Brill, 1904-1933, hal.7.
61
Soerjono Soekanto dan Soleman B Toneko, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1982, hal.106
Universitas Sumatera Utara
56
Bangsa Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan Nusantara. Salah satu catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hsien pada abad ke-4 dan terutama I
Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di
Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra. Menurut Pusdiklat Kebudayaan China Suku bangsa Tionghoa di Indonesia
adalah satu etnis penting dalam sejarah Indonesia bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah Negara Indonesia terbentuk, orang
Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia kemudian digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia.
62
Tionghoa di
Indonesia merupakan
keturunan dari
leluhur mereka
yang bermigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan- catatan literatur Tionghoa menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara
telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tionghoa. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun
manusia dari Tionghoa ke Nusantara dan sebaliknya. S. Bunardi mengatakan bahwa :
Orang Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebangai Tenglang Hokkian, Tengnang Tiochiu dan Thongnyin Hakka. Sedangkan dalam
dialek Mandarin disebut Tangren HanTzu, bahasa Indonesia: Orang Tang. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa Indonesia mayoritas berasal
dari Tionghoa Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang,
62
S Bunardi, Pusdklat Kebudayaan China, e-journal.uajy.ac.id. Diakses 5 Januari 2014.
Pukul 14.30 Wib
Universitas Sumatera Utara
57
sedangkan Tionghoa Utara menyebut diri mereka orang HAN HAN Tzu: hanyu pinyin; hanren, bahasa Indonesia: Orang Han.
63
Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah Jawa mulai abad ke-8, para imigran Tionghoa pun mulai berdatangan. Pada prasasti-prasasti dari
Jawa orang Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama suku bangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anak benua
India. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa orang-orang Tionghoa di Indonesia
berasal dari tenggara Tiongkok. Mereka termasuk suku-suku Hakka, Hainan, Hokkien, Kantonis, Hokchia, Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir
tenggara Tiongkok dapat dimengerti karena dari sejak zaman Dinasti Tang, kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Tiongkok memang telah menjadi bandar perdagangan
yang ramai. Quanzhou malah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian menyebabkan banyak sekali orang-orang Tionghoa juga merasa perlu keluar berlayar
untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara dan oleh karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya, para pedagang
Tionghoa akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi
wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Tiongkok untuk terus berdagang.
63
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
58
Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata Cung Hwa dari Tiongkok. Istilah Tionghoa dan Tiongkok lahir dari lafal Melayu
Indonesia dan Hokian, jadi secara linguistik Tionghoa dan Tiongkok memang tidak dikenal diucapkan dan terdengar diluar masyarakat Indonesia. Tionghoa adalah
khas Indonesia, oleh sebab itu di Malaysia dan Thailand tidak dikenal istilah ini. Josh Chen mengatakan bahwa masyarakat Tionghoa adalah suatu perkumpulan
komunitas yang berasal timur asing Cina yang masuk dan bermukim di wilayah Indonesia kemudian secara langsung disamakan sebagai warga negara Indonesia
ataupun kemudian hari atas inisiatif sendiri bermaksud menjadi warga negara Indonesia.
64
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di
daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara. Sejarah politik diskriminatif terhadap etnis Tionghoa berlangsung sejak era Orde Lama hingga Orde Baru. Pada Orde Lama keluar
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi dan kabupaten. Hal ini
menimbulkan dampak yang luas terhadap distribusi barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965. Selama Orde
64
Josh Chen, Suku Hainan Etnis Tionghoa, http:baltyra.comhtml. Diakses 10 Nopember 2013 Pukul 17.55 Wib
Universitas Sumatera Utara
59
Baru juga terdapat penerapan ketentuan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih popular disebut SBKRI, yang utamanya
ditujukan kepada warga negara Indonesia WNI etnis Tionghoa beserta keturunan- keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi penerapan
SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI yang “masih dipertanyakan”.
Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah satu etnis penting dalam percaturan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk.
Setelah negara
Indonesia terbentuk, maka
otomatis orang Tionghoa
yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam
lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Motivasi Pengangkatan Anak dalam Masyarakat Etnis Tionghoa