33
Namun dalam KUH Perdata tidak mengatur tentang lembaga pengangkatan anak yang berlaku bagi anak angkat Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa,
yang ada hanya pengakuan anak luar kawin yang disahkan. Diberlakukannya KUH Perdata bagi golongan Tionghoa, khususnya mengenai hukum keluarga sudah tentu
menimbulkan dilema bagi masyarakat Tionghoa. Hal tersebut berkenaan dengan tidak diaturnya lembaga adopsi di dalam KUH Perdata.
B. Pengertian Pengangkatan Anak dan Pengaturannya
A nak merupakan individu yang berada dalam perkembangan mulai dari bayi
hingga remaja dan belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua di mana kata “anak” merujuk dari lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak
dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Hal ini sesuai dengan pengertian a
nak menurut Kamisa dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern bahwa ”anak adalah keturunan kedua”.
35
Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi
akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya. Haditono mengutip pendapat Sumadi Suryabrata, menyatakan bahwa :
Anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan
35
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
34
keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.
36
Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat
perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi sehingga pengertian anak semakin aktual dalam lingkungan sosial.
Kedudukan anak sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan
tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Tidak mampu dimaksud adalah karena akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang
bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum secara substansial meliputi
peristiwa hukum pidana maupun hubungan kontrak yang berada dalam lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.
37
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
38
Ketentuan tersebut menerangkan bahwa anak yang masih dalam kandungan pun dikategorikan anak sampai dengan anak berusia 18
tahun. Dalam konteks hukum perdata pengertian anak erat kaitannya dengan
36
Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Andi, Yogyakarta, 2000, hal. 3.
37
Maulana Hasan Wadong, Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 3.
38
Undang-undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , Media Centre, Surabaya, 2006, hal. 119.
Universitas Sumatera Utara
35
kedewasaan. Hukum Indonesia mengenai anak masih digolongkan sebagai anak terdapat perbedaan penentuan, dimana terdapat perbedaan tolak ukur, antara lain:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Pasal 330 Ayat 1 KUH Perdata yang menentukan bahwa batas antara belum dewasa Minderjerigheid dengan telah dewasa Meerderjarigheid yaitu 21 tahun
kecuali Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun dan Pendewasaan venia aetetis Pasal 419
b. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 47 ayat 1 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal 50 ayat 1 menentukan bahwa “anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”. Dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut
di muka dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-undang tersebut menentukan batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun ada 19 tahun.
c. Hukum kebiasaan hukum adat dan hukum Islam
Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dapat dianggap dewasa dan wewenang bertindak. Hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang
hukum perdata Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: 1 Dapat bekerja sendiri mandiri, 2 Cakap untuk melakukan apa yang
Universitas Sumatera Utara
36
disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; dan 3 Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.
39
Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam hukum adat ukuran kedewasaan tidak
berdasarkan hitungan usia tapi pada ciri tertentu yang nyata.
40
Dengan demikian setelah melihat ketentuan yang berlainan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia di bawah 21 tahun. Dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal adanya anak angkat atau anak
orang lain yang diangkat menjadi layaknya anak sendiri atau anak kandung. Dengan kata lain anak angkat adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua
dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengangkat anak saat ini adalah merupakan hal yang wajar dilakukan bagi setiap orang. Baik bagi mereka
yang belum dikaruniai keturunan ataupun yang telah dikaruniai keturunan. Karena hal ini diperbolehkan oleh undang-undang dan telah diatur dalam ketentuan-ketentuan
hukum. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang
lain yang diambil dipelihara serta disahkan secara hukum sebagai anak sendiri.
41
Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi menurut hukum adat
setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan
39
Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 17.
40
Ibid, hal. 19.
41
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal.31.
Universitas Sumatera Utara
37
atas harta kekayaan rumah tangganya.
42
Sedangkan menurut Surojo Wignodipuro yang mengartikan sebagai berikut :
Anak angkat adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya
sendiri sedemikian
rupa sehingga
antara orangtua
yang mengangkat anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan
kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orangtua dengan anak kandung sendiri.
43
Kemudian menurut M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata, anak angkat adalah pengambilan anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari
orangtua angkatnya. Ditambahkan bahwa adopsi ini dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga anak itu baik lahir maupun batin merupakan anaknya sendiri.
44
Sementara itu dalam Mahmud Syaltut yang dikutip Aziz Dahlan, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian anak angkat, yaitu :.
Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status “anak kandung” kepadanya, Cuma
ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai
“anak kandung”, sehingga ia berhak memakai nama keturunan nasaborang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat
hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya itu.
45
42
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Alumni, 1991, hal.20.
43
Surojo Wignjodipuro, Asas-asas Hukum Adat, Jakarta, Kinta, 1972, hal 14.
44
M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata dalam Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Semarang, 1990, hal.34.
45
A. Aziz Dahlan, Op.Cit., hal. 29-30
Universitas Sumatera Utara
38
Peraturan Pemerintah
Nomor 54
Tahun 2007
tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak, ditentukan bahwa : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga, orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Beberapa definisi serta batasan dari beberapa sarjana yang telah disebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa anak angkat adalah upaya mengalihkan
hak serta kewajiban anak yang bukan asli dari keturunannya untuk dimasukkan kedalam satu keluarga, sehingga hak dan kewajiban si anak menjadi beralih kepada
pihak yang mengangkatnya sebagai anak selayaknya anak kandung. Adanya anak angkat dalam sebuah keluarga adalah akibat adanya tindakan
pengangkatan anak. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang
sahwalinya yang sahorang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua
angkat berdasarkan
putusanpenetapan Pengadilan
Negeri.
46
Sifat perbuatan
pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum yang tidak dapat dianggap hanya sebagai hasil kesepakatan antara para pihak semata, pengangkatan anak harus
dianggap sebagai suatu lembaga yang menciptakan suatu hubungan hukum yang sah bagi anak angkat dengan lingkungan keluarga orang tua angkat berdasarkan
penetapan pengadilan.
46
Erna Sofwan Sjukrie, Lembaga Pengangkatan Anak, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
39
Hendaknya dipahami bahwa perbuatan pengangkatan anak bukanlah suatu perbuatan hukum yang dapat terjadi pada suatu saat seperti halnya dengan
penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukan adanya kesungguhan, cinta kasih dan kesadaran yang
penuh akan segala akibat dari pengangkatan anak. Apabila ditelaah ketentuan dalam KUH Perdata tidak mengatur tentang
lembaga pengangkatan anak yang berlaku bagi anak angkat warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, yang ada hanya pengakuan anak luar kawin yang disahkan.
Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi.
1. Secara etimologi yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata “adoptie” bahasa
Belanda atau “adopt” bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak
kandungnya sendiri. 2.
Secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya
sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur
dalam pengaturan perundang-undangan.
47
Menurut Iman Sudiyat, pengertian dari pengangkatan anak adalah suatu perbuatan memungut seorang anak dari luar ke dalam kerabat, sehingga terjalin suatu
47
Muderis Zaini, Op.Cit., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
40
ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis.
48
Dengan kata lain, melalui pengangkatan anak, anak angkat masuk kehidupan rumah tangganya orang
tua yang mengambil anak itu sebagai sebagai anggota rumah tangganya, akan tetapi ia berkedudukan sebagai anak kandung dengan fungsi untuk meneruskan keturunan
bapak angkat. Adopsi harus dibedakan dengan pengangkatan anak dengan tujuan semata-mata
untuk pemeliharaan anak saja. Dalam hal ini anak tidak mempunyai kedudukan sama dengan anak kandung dalam hal warisan.
49
Mengenai adopsi adalah sebagai suatu lembaga hukum yang menyebabkan seorang beralih ke hubungan kekeluargaan lain,
sehingga timbul hubungan-hubungan hukum yang sah dengan orang tuanya. Pengangkatan anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari
orang tua angkatnya. Dengan kata lain adopsi itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga anak itu baik secara lahir maupun batin merupakan anak sendiri.
Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian adopsi secara umum adalah suatu tindakan mengalihkan seseorang anak
dari kekuasaan orang tua kandungnya ke dalam kekuasaan orang tua angkatnya, untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandungnya sendiri, sehingga dengan
sendirinya anak angkat mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti anak kandung. Pengangkatan anak merupakan salah satu perbuatan hukum perdata dan
merupakan bagian
dari hukum
kekeluargaan, bagaimanapun
juga lembaga
48
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 102.
49
Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara. Jakarta, 1990, hal 47
Universitas Sumatera Utara
41
pengangkatan anak ini akan mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang terus beranjak ke arah kemajuan.
Pengangkatan anak dilihat dari tujuannya dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu pengangkatan anak ditinjau dari aspek kepastian hukum status anak yang diangkat
dan aspek kesejahteraan sosial, yaitu meningkatkan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak, motivasi pengangkatan anak
merupakan hal yang perlu diperhatikan, dan harus dipastikan dilakukan demi kepentingan anak.
Djaja S. Meliala mengatakan bahwa alasan orang melakukan pengangkatan anak sangat beragam, tetapi terutama yang terpenting adalah:
1. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak
mampu memeliharanya. 2.
Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memeliharanya di hari tua.
3. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah maka akan dapat
mempunyai anak sendiri. 4.
Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada. 5.
Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja. 6.
Untuk mempertahankan ikatan perkawinan kebahagiaan keluarga.
50
50
Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
42
Arief Gosita yang dikutip
Irma Setyowati Soemitro
menyebutkan bahwa pengangkatan anak akan mempunyai dampak terhadap perlindungan anak, syarat-
syarat yang harus dipenuhi yaitu : a.
Diutamakan pengangkatan anak yatim piatu; b.
Anak yang cacat mental, fisik, sosial; c.
Orang tua anak tersebut memang sudah benar-benar tidak mampu mengelola keuangannya;
d. Bersedia memupuk dan memelihara ikatan keluarga antara anak dan orang tua
kandung sepanjang hayat; e.
Hal-hal lain yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya.
51
Beberapa alternatif yang digunakan sebagai dasar dilaksanakan suatu pengangkatan anak antara lain :
1. Dilihat dari sisi adoptant, karena ada alasan sebagai berikut :
a. Keinginan mempunyai keturunan atau anak; b. Keinginan untuk mendapat teman bagi dirinya sendiri atau anaknya;
c. Kemauan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain yang membutuhkan;
d. Adanya ketentuan hukum yang memberi peluang untuk melakukan suatu pengangkatan anak;
e. Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk kepentingan pihak tertentu.
51
Irma Setyowati Soemitro, Op.Cit., hal 38.
Universitas Sumatera Utara
43
2. Dilihat dari sisi orang tua anak, karena alasan sebagai berikut :
a. Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri; b. Kesempatan untuk meringankan beban sebagai orang tua karena ada pihak
yang ingin mengangkat anaknya; c. Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak;
d. Saran-saran dan nasihat pihak keluarga atau orang lain; e. Keinginan agar anaknya hidupnya lebih baik dari orang tua angkatnya;
f. Ingin agar anaknya terjamin materiil selanjutnya; g. Masih mempunyai anak beberapa lagi;
h. Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk membesarkan anaknya sendiri; i. Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu sebagai akibat hubungan
tidak sah; j. Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak yang tidak
sempurna fisiknya. Pengangkatan anak selain bertujuan untuk memperoleh anak, mendapatkan
anak yang berjenis kelamin berbeda dengan anak yang dimiliki, menolong anak yang yatim piatu dan ada juga tujuan lain yaitu untuk mensejahterakan anak dan
melindunginya dari kekerasan dan diskriminasi serta memberikan kehidupan yang layak bagi seorang anak dengan memberikan perhatian dan kasih sayang.
Sejalan dengan perkembangan waktu dan masyarakat nilai dari pengangkatan anak mengalami pergeseran. Pada mulanya pengangkatan anak terutama ditujukan
untuk kepentingan orang yang mengangkat anak adoptant, tetapi untuk saat ini
Universitas Sumatera Utara
44
masalah pengangkatan anak ditujukan untuk kepentingan anak yang diangkat
adoptandus yakni untuk kesejahteraan si anak. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa masalah pengangkatan anak
berkaitan dengan masalah perlindungan anak. Selama dalam pengasuhan, anak berhak untuk mendapatkan perlindungan seperti yang telah diatur dalam Pasal 13 UU
Perlindungan Anak, yang menyebutkan sebagai berikut : Pasal 13
Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan
perlindungan dari perlakuan : a.
Diskriminasi; b.
Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c.
Penelantaran; d.
Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e.
Ketidakadilan; dan f.
Perlakuan salah lainnya. Pengaturan mengenai hak-hak anak yang didapatkan oleh anak angkat tersebut
wajib diberikan orang tua atau wali yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak angkat tersebut, sehingga hak anak telah terlindungi sesuai dengan ketentuan Pasal 13
UU Perlindungan Anak. Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak Anak juga mengatur mengenai hak anak untuk mendapatkan
perlindungan dari segala diskriminasi, yang menyatakan sebagai berikut “Hak-hak
Universitas Sumatera Utara
45
yang dinyatakan dalam Konvensi ini akan berlaku pada semua anak yang ada di dalam suatu negara tanpa segala macam diskriminasi. Anak akan dilindungi dari
diskriminasi berdasarkan status keluarga, kegiatan atau kepercayaannya”. Selain itu, dalam Pasal 19 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang
Konvensi Hak Anak juga menyatakan bahwa ”Negara akan melindungi anak-anak dari semua bentuk kekerasan, perlakuan sewenang-wenang, pengabaian dan
eksploitasi selagi mereka berada di bawah asuhan orang tua atau orang lain dalam mengimplementasikan pencegahan dan program perawatan.
Berdasarkan Pasal 2 dan 19 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak Anak tersebut di atas selaras dengan adanya Pasal 13 UU
Perlindungan Anak di mana anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dan perlakuan diskriminasi, eksploitasi dan juga kekerasan. Pelaksanaan pengangkatan
anak dalam praktiknya lebih mengutamakan pelayanan bagi pihak yang mengangkat anak di samping juga kepentingan pemilik anak agar menyetujui anaknya diambil
oleh orang lain. Kemudian pelayanan diberikan bagi pihak-pihak lain yang berjasa dalam terlaksana proses pengangkatan anak. Sepanjang proses tersebut, anak benar-
benar dijadikan obyek perjanjian dan persetujuan antara orang-orang dewasa bukan sebagai objek perdagangan.
Berkaitan dengan kenyataan ini, proses pengangkatan anak yang menuju ke arah suatu bisnis jasa komersial merupakan hal yang amat penting untuk dicegah
karena hal ini bertentangan dengan asas dan tujuan pengangkatan anak. Pada dasarnya, pengangkatan anak tidak dapat diterima menurut asas-asas perlindungan
Universitas Sumatera Utara
46
anak. Pelaksanaan pengangkatan anak dianggap tidak rasional positif, tidak dapat dipertanggungjawabkan, bertentangan dengan asas perlindungan anak, serta kurang
bermanfaat bagi anak yang bersangkutan. Pengangkatan anak dilakukan melalui Dinas Sosial dan diatur dalam Ketentuan
Umum angka 6 Keputusan Menteri Sosial Nomor 40HUKKEPIX 1980 tentang Organisasi Sosial yang menyatakan bahwa “Organisasi sosial lembaga pelayanan
sosial adalah lembaga kesejahteraan sosial yang berbadan hukum yang menangani pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Dinas Sosial melalui Surat Keputusan Menteri
Sosial sebagai penyelenggara pengangkatan anak”.
52
Kriteria yayasanorganisasi sosial yang dapat ditunjuk oleh Menteri Sosial sebagai lembaga yang memfasilitasi pengangkatan anak adalah:
1. Memiliki panti sosial asuhan anak yang khusus melayani anak balita dengan
sarana dan prasarana yang memadai. 2.
Memiliki SDM yang melaksanakan tugas secara purna waktu dengan disiplinketerampilan pekerja sosial. Sarjana hukum, psikolog, dan pengasuh.
3. Mandiri dalam operasional
4. Telah memiliki hubungan kerja dengan rumah sakit setempat.
53
Dalam melakukan pengangkatan anak perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur pengajuan pengangkatan anak yang diatur dalam
Pasal 39 sampai
52
Keputusan Menteri Sosial Nomor 40HUKKEPIX1980 tentang Organisasi Sosial
53
Departemen Sosial Republik Indonesia. Op.Cit., hal 4
Universitas Sumatera Utara
47
dengan Pasal 41 UU Perlindungan Anak. Syarat yang wajib dipenuhi demi kepentingan anak menurut UU Perlindungan Anak adalah sebagai berikut :
Pasal 39 1 Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2 Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3 Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4 Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5 Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Berdasarkan ketentuan hukum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan anak, maka orang tua angkat mempunyai kewajiban seperti yang telah
diatur dalam Pasal 40 yang menyebutkan : 1 Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
usul dan orang tua kandungnya 2 Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
48
Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandung ini bertujuan agar anak yang telah diangkat tidak merasa kehilangan jati diri yang sebenarnya dan mengetahui asal
usulnya yang sebenar-benarnya. Selain itu, agar tujuan dari UU Perlindungan Anak ini tercapai, maka diperlukan peran serta dari masyarakat dan pemerintah. Pasal 41
yang menentukan bahwa : 1 Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak. 2 Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian, syarat dan prosedur lain yang harus ditempuh untuk melakukan
pengangkatan anak keduanya adalah WNI. Untuk syarat calon orang tua angkat pemohon, diperbolehkan pengangkatan anak langsung dilakukan antara orang tua
kandung dengan orang tua angkat atau biasanya disebut dengan private adaption. Selain itu, pengangkatan anak oleh orang yang belum menikah juga diperbolehkan
atau disebut dengan single parents adaption, asalkan para orang tua angkat ini mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap.
Syarat calon anak angkat bila dalam asuhan suatu yayasan sosial, yayasan sosial harus mempunyai surat ijin tertulis dari Menteri Sosial bahwa yayasan yang
bersangkutan telah diijinkan bergerak di bidang pengasuhan anak dan calon anak angkat harus punya ijin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang
bahwa anak tersebut diijinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat, dan apabila ijin sudah lengkap, kemudian mengajukan permohonan pengangkatan anak kepada Ketua
Universitas Sumatera Utara
49
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggaldomisili anak yang akan diangkat.
Selain itu, Arif Gosita mengatakan bahwa dalam hal pengangkatan anak harus ada pihak-pihak yang bersangkutan. Pihak-pihak yang bersangkutan dalam terjadinya
dan berlangsungnya pengangkatan anak adalah sebagai berikut : a.
Pihak orang tua kandung, yang menyediakan anaknya diangkat. b.
Pihak orang tua baru, yang mengangkat anak. c.
Hakim atau petugas lain yang berwenang mengesahkan pengangkatan anak. d.
Pihak perantara, yang secara individual atau kelompok badan, organisasi menguntungkan atau merugikan pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Anggota keluarga masyarakat lain, yang mendukung atau menghambat
pengangkatan anak. f.
Anak yang diangkat, yang tidak menghindarkan diri dari perlakuan yang menguntungkan atau merugikan dirinya, menjadi korban tindakan aktif dan pasif
seseorang.
54
Sementara itu, menurut Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak Departemen Sosial Republik Indonesia dalam pengangkatan anak pihak-pihak yang terlibat dalam
hal terjadinya pengangkatan anak adalah sebagai berikut: a.
Pihak orang tua kandung, yang menyediakan anaknya untuk diangkat. b.
Pihak orang tua baru, yang mengangkat anak.
54
Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Edisi Pertama. Akademi Presindo. Jakarta. 1989, hal. 44
Universitas Sumatera Utara
50
c. Hakim atau petugas lain yang berwenang mengesahkan pengangkatan anak.
d. Pihak perantara, yang dapat secara individual atau kelompok badan, organisasi.
e. Pembuatan Undang-Undang yang merumuskan ketentuan pengangkatan anak
dalam peraturan perundang-undangan. f.
Anggota keluarga masyarakat lain, yang mendukung atau menghambat pengangkatan anak.
g. Anak yang diangkat, yang tidak dapat menghindarkan diri dari perlakuan yang
menguntungkan atau merugikan dirinya.
55
Pihak Dinas Sosial dalam proses pengangkatan anak ikut andil dalam proses adopsi sebagai fasilitator, dengan perannya menjembatani calon orang tua adopsi
dengan rumah sakit atau yayasan sosial yang dapat melaksanakan adopsi anak. Dinas Sosial akan berperan memberikan pengarahan-pengarahan kepada calon orang tua
adopsi apa saja yang diperlukan apabila akan melaksanakan adopsi anak, diantaranya adalah dengan memberitahukan prosedur dan syarat yang harus dipenuhi oleh calon
orang tua adopsi. Selain itu, dalam pelaksanaan adopsi anak Dinas Sosial juga memberikan
pengawasan dan pembinaan kepada yayasan sosial atau panti asuhan yang biasanya melakukan adopsi anak agar pelaksanaan adopsi dapat berjalan sesuai dengan
prosedur-prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Tujuan utama dari Adopsi anak adalah untuk memenuhi segala kebutuhan jasmani, rohani dan sosial agar anak
55
Departemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak Departemen Sosial Republik Indonesia. Jakarta. 2005. hal 5
Universitas Sumatera Utara
51
tersebut dapat berkembang dan tumbuh secara baik sehingga apa yang anak tersebut peroleh dapat dipergunakan di masa depan mereka.
Agar proses pelaksanaan adopsi dapat berjalan dengan lancar, maka calon orang tua adopsi harus memenuhi segala persyaratan dalam pengangkatan anak
adopsi. Apabila dalam proses ada syarat-syarat yang tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan adopsi tidak dapat dilanjutkan.
Pengaturan mengenai
Prosedur lebih
lengkapnya tentang
permohonan pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu
dijelaskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagai berikut : a.
Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial KabupatenKota dengan melampirkan:
1 Surat penyerahan anak dari orang tuawalinya kepada instansi sosial;
2 Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial PropinsiKabKota kepada
Organisasi Sosial Orsos; 3
Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat; 4
Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon orang tua angkat;
5 Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;
6 Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;
Universitas Sumatera Utara
52
7 Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah;
8 Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan Dokter
Psikiater; 9
Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja. b.
Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas SosialInstansi Sosial PropinsiKabKota dengan ketentuan sebagai berikut:
1 Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup;
2 Ditandatangani sendiri oleh pemohon suami-istri;
3 Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.
c. Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon
orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai
penyerahan anak dan orang tuawali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi sosial tingkat KabupatenKota setempat,
termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan domisili anak berasal.
d. Proses Penelitian Kelayakan
e. Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak PIPA Daerah
f. Surat Keputusan Kepala Dinas SosialInstansi Sosial PropinsiKab Kota bahwa
calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat.
Universitas Sumatera Utara
53
g. Penetapan Pengadilan.
h. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.
56
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa dalam pengangkatan anak juga harus dipenuhi berbagai persyaratan khususnya yang menyangkut orang yang mengangkat
anak dan calon anak yang diangkat diadopsi. Guna melegalkan adopsi atau
pengangkatan anak maka dikuatkan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri. Hal ini berimplikasi secara hukum, sedangkan pengangkatan anak yang ilegal adalah
pengangkatan anak yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang tua yang mengangkat dengan orang tua kandung anak. Jika, seorang anak diadopsi
secara legal, maka setelah pengangkatan ada akibat hukum yang ditimbulkan, seperti hak perwalian dan pewarisan. Namun terhadap anak yang diangkat secara tidak sah,
tidak ada hubungan hukum yang terjadi diantara orang tua angkat dengan anak angkat tersebut.
C. Hukum Adat dan Sejarah Keberadaan Masyarakat Etnis Tionghoa